Anda di halaman 1dari 12

1

MAKALAH

GENDER DALAM PEKSOS

“JENIS KELAMIN DAN GENDER”

Dosen Pengampuh : Dr., Nur Syamsiah, M.Pd.I

Oleh

Kelompok 4 :

Nur Kamaliani 50900119013

Maulana Ishak 50900119014

Siti Luthfiah 50900119015

Suryana 50900119016

KESEJAHTERAAN SOSIAL

FEKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022
2

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji marilah senantiasa kita ucapkan atas
limpahan rahmat dan nikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yag diberikan kepada kami.

Sholawat bersamaan dengan salam juga mari hadiahkan kepada baginda nabi
kita Muhammad SAW. Semoga kita semua mendapatkan syafa’at beliau di Yaumil
Mahsyar kelak. Aamin Ya Rabbal ‘Alamin

Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah “Gender Dalam Peksos”, dan judul makalah ini adalah “Jenis Kelamin
dan Gender”

Kami tentunya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat menyelesaikan dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.

Gowa, 3 Januari 2022

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN........................................................................................iii

A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................5
C. Tujuan............................................................................................................5
D. Manfaat..........................................................................................................5
BAB II : PEMBAHASAN.........................................................................................6

A. Perbedaan jenis kelamin dan gender..............................................................6


B. Perbedaan gender dan seks……………………...................………………..7
C. Islam dalam kesetaraan gender………… …………......…………………….8
BAB III : PENUTUP.................................................................................................11

A. Kesimpulan....................................................................................................11
B. Saran…………………………………………….................................……...11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jenis kelamin merupakan salah satu kategori dasar dalam kehidupan sosial. Ketika
kita bertemu dengan orang baru, pasti kita akan berusaha mengidentifikasikan mereka
sebagai pria atau wanita. Seorang pakar psikologi terkemuka memulai suatu penelitian
mengenai perilaku anak-anak. Dengan pertimbangan bahwa pengetahuan mengenai jenis
kelamin anak dapat mempengaruhi cara pengamat memaknai perilaku anak. Jenis kelamin
merupakan unsur dasar dari konsep diri. Pengetahuan bahwa “saya seorang wanita” atau
“saya seorang pria” merupakan salah satu bagian inti dari identitas pribadi. Selain itu banyak
orang memandang bahwa mereka memiliki corak minat dan kepribadian yang bergantung
pada jenis kelamin (dalam Sears, dkk., 1985).
Gender sendiri adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana laki-laki
dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan oleh
kultur setempat yang berkaitan dengan peran, sifat, kedudukan, dan posisi dalam masyarakat
tersebut. Seks atau jenis kelamin merupakan perbedaan antara laki-laki dengan perempuan
berdasarkan ciri biologisnya. Manusia yang berjenis kelamin laki-laki adalah manusia yang
bercirikan memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing), dan memproduksi sperma.
Perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan,
memproduksi telur, memiliki vagina, dan memiliki alat menyusui (Mansour Fakih, 2008: 8).
Dalam konsep gender, pembedaan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan
konstruksi secara sosial maupun budaya. Perilaku yang menjadi identitas laki-laki maupun
perempuan dibentuk melalui proses sosial dan budaya yang telah diperkenalkan sejak lahir.
Sesungguhnya perbedaan gender tidak akan menjadi masalah selama tidak melahirkan
ketidakadilan gender, namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah
melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum
perempuan (Mansour Fakih, 2008: 12). Ketidaksetaraan gender juga disebabkan oleh adanya
sikap bias gender yang didasarkan pengetahuan-pengetahuan masyarakat yang memiliki
kecenderungan bersifat tidak adil gender.
5

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan jenis kelamin dan gender ?
2. Bagaimana perbedaan gender dan seks ?
3. Bagaiaman Islam dalam kesetaraan gender ?

C. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui perbedaan jenis kelamin dan gender
2. Untuk dapat mengetahui perbedaan gender dan seks
3. Untuk dapat mengetahui Islam dalam kesetaraan gender

D. Manfaat
1. Memahami perbedaan jenis kelamin dan gender
2. Memahami perbedaan gender dan seks
3. Memahami Islam dalam kesetaraan gender
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender


Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial oleh
Aan Oakley (1972), dan sejak saat itu menurutnya gender lantas dianggap sebagai alat
analisis yang baik untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan secara
umum.

Gender berbeda dengan jenis kelamin (seks). Konsep seks atau jenis kelamin
mengacu pada perbedaan biologis pada perempuan dan laki-laki; pada perbedaan antara
tubuh laki-laki dan perempuan. Dengan demikian manakala kita berbicara tentang perbedaan
jenis kelamin maka kita akan membahas perbedaan biologis yang umumnya dijumpai antara
kaum laki-laki dan perempuan, seperti perbedaan pada bentuk, tinggi serta berat badan, pada
struktur organ reproduksi dan fungsinya, pada suara, dan sebagainya.

Sedangkan gender adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan


perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah konsep hubungan
sosial yang membedakan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi
dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat
perbedaan biologis dan kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi, dan
peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Mead mengemukakan bahwa dalam sejarah dan kebudayaan masyarakat Barat


dikenal perbedaan kepribadian antara laki-laki dan perempuan. Dalam klasifikasi tersebut
perempuan umumnya dikaitkan dengan ciri-ciri kepribadian tertentu seperti watak keibuan,
tidak agresif, berhati lembut, suka menolong, emosional, tergantung, memanjakan, peduli
terhadap keperluan orang lain dan mempunyai seksualitas feminism. Laki-laki, dipihak lain
dikaitkan dengan cirri kepribadian keras, agresif, menguasai dan seksualitas kuat.

Namun dalam penelitiannya selama beberapa tahun di kalangan suku Arapesh yang
tinggal dipegunungan, suku Mundugumor yang tinggal di tepi sungai, dan suku Tschambuli
yang tinggal di tepi danau, Mead menemukan bahwa klasifikasi tersebut tidak berlaku bagi
ketiga kelompok etnik tersebut. Menurut Mead, kepribadian kaum perempuan maupun kaum
laki-laki di kalangan suku Arapesh cenderung kearah sifat tolong menolong, tidak agresif dan
7

penuh perhatian terhadap kepentingan orang lain; disana tidak dijumpai seksualitas kuat
maupun dorongan kuat kearah kekuasaan.

Pada suku Mundugumor, dipihak lain, baik laki-laki maupun perempuan diharapkan
bersifat agresif, perkasa dan keras disertai seksualitas kuat sedangkan kepribadian yang
mengarah ke sifat keibuan dan watak. melindungi hampir tidak Nampak. Sedangkan pada
suku etnik Tschambuli, menurut temuan Mead dijumpai keadaan yang bertentangan dengan
masyarakat Barat, karena disana kaum perempuan justru bersifat menguasai sedangkan kaum
laki-laki berkepribadian emosional dan kurang bertanggung jawab. Dari temuannya
dilapangan mengenai tidak adanya hubungan antara kepribadian dengan jenis kelamin ini
Mead menyimpulkan bahwa kepribadian laki-laki dan perempuan tidak tergantung pada
faktor jenis kelamin melainkan dibentuk oleh faktor kebudayaan. Perbedaan kepribadian
antar masyarakat maupun individu menurut Mead merupakan hasil proses sosialisasi,
terutama pola asuhan dini yang dituntun oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.

B. Perbedaan Gender dan Seks


Keduanya memiliki hubungan dengan jenis kelamin. Akan tetapi, seks bersifat
mutlak, sementara gender cenderung tidak. Seks adalah perbedaan biologis seorang laki-laki
dan perempuan yang sudah dibawa sejak lahir. Sedangkan, gender adalah karakteristik laki-
laki dan perempuan yang dibentuk dan dibangun dalam lingkungan sekitar atau masyarakat.

Sifat dari istilah seks tidak bisa diubah, sementara gender bisa, karena definisi gender
tidak semata-mata mengenai genetik seseorang. Seperti yang telah dijelaskan diatas, laki-laki
bisa saja memiliki sifat feminin yang dominan, dan sebaliknya. Namun, seorang laki-laki
tidak bisa memiliki vagina dan perempuan tidak bisa memiliki penis.

Pengertian dan perbedaan gender dengan seks mungkin memang lebih rumit daripada
yang kita pahami selama ini. Namun, hal terpenting yang bisa kita lakukan adalah
menghormati setiap seks dan identitas gender seseorang. Hal ini juga sudah bisa disampaikan
kepada anak-anak dan remaja melalui pendidikan seksual.
8

C. Islam Dalam Kesetaraan Gender


Secara filosofis, istilah “Gender” masih dimaknai secara sekuler. Pembedaan peran
laki-laki dan perempuan dipandang semata-mata sebagai produk konstruksi sosial dan
budaya.  Tentu saja, dalam pandangan Islam hal tersebut keliru. Sebab, pembedaan peran
antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, utamanya ditentukan oleh wahyu. Tanggung
jawab laki-laki sebagai “imam” keluarga dan pencari nafkah, bukan ditentukan oleh budaya
Arab, tetapi berdasarkan wahyu yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.  Begitu juga
kewajiban mencari ilmu bagi laki-laki dan perempuan, bukan ditentukan oleh budaya, tetapi
oleh wahyu Allah (Rita H. Soebagyo dalam Kania, 2018). Di sisi Allah, pria dan wanita
memiliki kedudukan yang sama. Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 35 yang berbunyi;

َ‫ ِع ۡين‬Q‫ت َو ۡال ٰخ ِش‬ ّ ٰ ‫بِ ِر ۡينَ َو‬Q‫الص‬


ِ ‫بِ ٰر‬Q‫الص‬ ِ ‫ ِد ٰق‬Q‫الص‬
ّ ٰ ‫ت َو‬ ّ ٰ ‫ ِدقِ ۡينَ َو‬Q‫الص‬ ِ ‫ت َو ۡال ٰقنِتِ ۡينَ َو ۡال ٰقنِ ٰت‬
ّ ٰ ‫ت َو‬ ِ ‫ؤ ِم ٰن‬Qۡ Q‫ؤ ِمنِ ۡينَ َو ۡال ُم‬Qۡ Q‫ت َو ۡال ُم‬
ِ ٰ‫لِم‬Q‫لِ ِم ۡينَ َو ۡال ُم ۡس‬Q‫اِ َّن ۡال ُم ۡس‬

ّ ٰ ‫الذ ِك ِر ۡينَ هّٰللا َ َكثِ ۡيرًا َّو‬


ِ ‫الذ ِك ٰر‬
ۙ‫ت‬ ّ ٰ ‫ت َو‬
ِ ‫ت َو ۡال ٰحـفِ ِظ ۡينَ فُر ُۡو َجهُمۡ َو ۡال ٰحـفِ ٰظ‬ ّٓ ٰ ‫َّٓاٮ ِم ۡينَ َوال‬
ِ ٰ‫ص ِٕٮم‬ َ َ‫ص ِّدقِ ۡينَ و ۡال ُمت‬
ِ ‫صد ِّٰق‬
ِٕ ‫ت َوالص‬ َ َ‫ت َو ۡال ُمت‬
ِ ‫َو ۡال ٰخ ِش ٰع‬

َ ‫اَ َع َّد هّٰللا ُ لَهُمۡ َّم ۡغفِ َرةً َّواَ ۡجرًا َع ِظ ۡي ًما‬

Yang artinya : “Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin,
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
besar”.

Ayat diatas cukup memberi penjelasan. Baik laki-laki maupun perempuan akan
mendapat ampunan dan pahala yang sama besar jika mereka ta’at, sabar, bersedekah dan
senantiasa mengingat Allah. Dalam ayat itu juga tidak ada pembedaan pahala untuk sedekah
yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Amal sholeh dan keimanan dalam Islam
tidak ditentukan oleh jenis kelamin sebagaimana yang telah di jelaskan dalam QS. Ali-Imran
ayat 195  yang berbunyi ;

ۢ ُ ‫ض ْي ُع َع َم َل عَا ِم ٍل ِّم ْن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر اَوْ اُ ْن ٰثى ۚ بَ ْع‬


ِ Qَ‫ْض ۚ فَالَّ ِذ ْينَ هَا َجرُوْ ا َواُ ْخ ِرجُوْ ا ِم ْن ِدي‬
‫ار ِه ْم‬Q ٍ ‫ض ُك ْم ِّم ْن بَع‬ ِ ُ‫اب لَهُ ْم َربُّهُ ْم اَنِّ ْي ٓاَل ا‬ َ ‫فَا ْستَ َج‬
‫د َٗه‬Q‫ ِد هّٰللا ِ ۗ َوهّٰللا ُ ِع ْن‬Q‫ا ِّم ْن ِع ْن‬QQً‫ ۚ ُر ثَ َواب‬Q‫ت تَجْ ِريْ ِم ْن تَحْ تِهَا ااْل َ ْن ٰه‬ٍ ّ‫َواُوْ ُذوْ ا فِ ْي َسبِ ْيلِ ْي َو ٰقتَلُوْ ا َوقُتِلُوْ ا اَل ُ َكفِّ َر َّن َع ْنهُ ْم َسي ِّٰاتِ ِه ْم َواَل ُ ْد ِخلَنَّهُ ْم َج ٰن‬
ِ ‫حُ سْنُ الثَّ َوا‬
‫ب‬
9

Yang artinya : “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman),


“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang
lain. Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada
jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan
pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.”

Laki-laki yang menjadi imam shalat bagi wanita, tidak dapat itafsirkan bahwa karena
posisinya sebagai imam, laki-laki memperoleh pahala yang lebih besar daripada makmum
wanita. Hal ini hanya sekedar pembagian tugas dimana posisi laki-laki di depan dan jamaah
wanita di belakang. Hal ini juga bukanlah bentuk pembedaan kedudukan di sisi Allah karena
sekedar strategi managerial dalam mengatur kekhusyukan. Setiap manusia mengetahui bahwa
posisi wanita yang berada di depan ketika sholat akan menarik perhatian pria. Begitu pula
kepemimpinan dalam rumah tangga. Kedudukan dan derajat suami sebagai pemimpin rumah
tangga tidak dapat dinilai bahwa suami lebih tinggi derajatnya dibanding istrinya (Kholili
Hasib dalam Kania (ed.), 2018).

Masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara wacana “kesetaraan
gender” dengan “emansipasi”. Istilah yang terakhir ini terkait dengan perjuangan perempuan
untuk mendapatkan hak di bidang pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan. Memang tidak
sepenuhnya salah, karena pada awal kemuculannya, gerakan perempuan di Barat menuntut
hak-hak tersebut akibat ketertindasan yang mereka alami selama berabad-abad oleh negara
dan otoritas gereja. Baru pada era 1920-an, perempuan Barat berhasil mendapatkan hak
pilihnya secara penuh. Kemudian pada tahun 1930, perempuan Amerika secara resmi
memiliki akses untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.  Namun dalam
perkembangannya, gerakan perempuan Barat menjadi semakin liberal. Publikasi kaum
feminis mulai mengobarkan perang terhadap sistem patriarki, karena dianggap sebagai
penyebab ketertindasan kaum perempuan (Kania, 2018).

Jadi isu kesetaraan gender lahir karena pemberontakan wanita Barat terhadap doktrin
gereja. Isu kesetaraan gender membuat perempuan Barat mengingkari kodrat mereka, dimana
hal itu tidak pernah terjadi dalam peradaban Islam. Sehingga sepatutnya pengalaman tersebut
10

tidak dipraktikkan dalam hukum Islam. Terlebih feminisme merupakan bagian dari
liberalisasi dan sekularisasi agama yang didasarkan pada paham relativisme.  Akhirnya,
feminisme justru menjauhkan perempuan dari fitrah dan kodratnya. Oleh sebab itu,
pemaknaan setara antara laki-laki dan perempuan tidaklah tepat, yang lebih tepat adalah
bentuk keserasian di antara keduanya. Laki-laki dan perempuan secara fitrah dan kodrati
berbeda dan tidak setara secara biologis. Namun perbedaan itu tidak menghalangi yang satu
dan melebihkan yang lain.

Perbedaan itu saling melengkapi karena masing-masing memiliki kelebihan dan


kekurangan.  Konsep keserasian tidak menyamaratakan antara laki-laki dan  perempuan,
namun saling mengisi kelebihan dan kekurangan. Jadi, mengapa harus menjadi feminis untuk
mencari keadilan wanita jika dalam Islam hal tersebut telah ada? Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa konsep equality bukan solusi, akan tetapi kita dapat menafsirkan itu sebagai
proyek hegemoni penguasaan Barat terhadap dunia global, bukan semata-mata mencarikan
wanita keadilan dan kemuliaan.  Sehingga, pendidikan berspektif gender hanya merusak studi
Islam yang telah mapan dan menghilangkan aspek-aspek beradab dalam studi keislaman
(Kholili Hasib dalam Kania (ed.), 2018).

Banyak yang tidak menyadari bahwasanya memperjuangkan kesetaraan gender tidak


berarti memperjuangkan keadilan bagi kaum perempuan, karena keadilan tidak selalu
bermakna “penyamarataan”. Definisi gender yang dimaksud pun tidak merujuk kepada jenis
kelamin biologis tertentu. Karena itu, sadar atau tidak sadar, mereka yang memperjuangkan
ide kesetaraan gender, sejatinya sedang memperjuangkan ideologi kaum feminis; yaitu
sebuah ideologi yang mengusung kebebasan tanpa batas. Khususnya, batas nilai-nilai agama. 
Jika tidak ditelaah dengan cermat dan diberikan makna serta batasan yang jelas, perjuangan
Kesetaraan Gender pada akhirnya akan menjadi bom waktu bagi masyarakat dan bangsa
Indonesia. Perempuan dan laki-laki tidak tahu lagi apa kodrat dan peran ideal yang
seharusnya mereka mainkan, sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep seks mengacu pada perbedaan biologis pada perempuan dan laki-laki; pada
perbedaan antara tubuh laki-laki dan perempuan. Dengan demikian manakala kita berbicara
tentang perbedaan jenis kelamin maka kita akan membahas perbedaan biologis yang
umumnya dijumpai antara kaum laki-laki dan perempuan, seperti perbedaan pada bentuk,
tinggi serta berat badan, pada struktur organ reproduksi dan fungsinya, pada suara, dan
sebagainya. Sedangkan gender adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah konsep hubungan
sosial yang membedakan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi
dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat
perbedaan biologis dan kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi, dan
peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Seks bersifat mutlak, sementara gender cenderung tidak. Seks adalah perbedaan
biologis seorang laki-laki dan perempuan yang sudah dibawa sejak lahir. Sedangkan, gender
adalah karakteristik laki-laki dan perempuan yang dibentuk dan dibangun dalam lingkungan
sekitar atau masyarakat. Sifat dari istilah seks tidak bisa diubah, sementara gender bisa,
karena definisi gender tidak semata-mata mengenai genetik seseorang. Seperti yang telah
dijelaskan diatas, laki-laki bisa saja memiliki sifat feminin yang dominan, dan sebaliknya.
Namun, seorang laki-laki tidak bisa memiliki vagina dan perempuan tidak bisa memiliki
penis.

Kesetaraan gender merupakan permasalahan keadilan yang di tuntut oleh wanita-


wanita Barat, keadilan sendiri bukanlah “menyemaratai”, dalam Islam derajat perempuan
sangat di tinggikan dilihat dari ayat-ayat yang menunjukkan penaggungjawaban istri adalah
suami, dalam pendidikan kesetaraan gender adalah hal yang lumrah-lumrah saja untuk
diperjuangkan, akan tetapi dalam Islam ada beberapa hal yangg tidak membolehkan
perempuan mengemban tugas laki-laki berupa menjadi imam, dan kepala keluarga, seperti
12

yang tadi di jelaskan d atas bahwa keadilan bukan “menyamaratai”. Di dalam Islam hak-hak
seorang Hamba mendapatkan pahala dan ampunan tidaklah terdasari oleh gender.

DAFTAR PUSTAKA

Nulwita Maliati, Artikel. “Gender dan Jenis Kelamin”, ISNET (Indonesian Scholar
Network) : di publish pada tanggal 15 Mei 2018

http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/968/4/128600424_file4.pdf

https://eprints.uny.ac.id/18091/3/BAB%201%2009.10.002%20Ris%20A.pdf

https://kalam.sindonews.com/ayat/35/33/al-ahzab-ayat-35

https://www.tokopedia.com/s/quran/ali-imran/ayat-195

Anda mungkin juga menyukai