Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MATA KULIAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“DEFINISI GENDER,PERKEMBANGAN GENDER DAN HUBUNGAN
GENDER DENGAN ISLAM”

Dosen Pengampu:
Sita Isna Malyuna,M.Pd

Disusun Oleh:
1. Retno Nova Ariyanti ( 1119230086 )
2. Rifqi Fua Adi ( 1119230088 )
3. Siti Alia Via ( 1119230099 )
4. Siti Qoni’ah ( 1119230106 )

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE TUBAN

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang
mana pada pekan ini kami sebagai penyusun dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan kepada kami selaku Mahasiswa UNIROW Tuban dalam pembelajaran
PAI. Dan tugas ini merupakan tugas untuk pembuatan Makalah Mata Kuliah PAI.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah PAI yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
dengan keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kami khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Tuban, September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH………………………………….………1


1.2. RUMUSAN
MASALAH……………………………………………………...1
1.3. TUJUAN………………………………………………………………………2

1.4.BAB ll
PEMBAHASAN ........................................................................................3 A.
GENDER DALAM ISLAM

1.5. B. MEMPERKUAT KESETARAAN GENDER


1.6. C.PERKEMBANGAN GENDER
1.7. D.HUBUNGAN GENDER DENGAN ISLAM
1.8.
1.9. BAB lll
KESIMPULAN…………………………………………………………15
1.10. A.
KESIMPULAN…………………………………………………………15
1.11. B. DAFTAR
PUSAKA……………………………………………………..16
1.12.
1.13.
1.14.
1.15.
1.16.
1.17.
1.18.
1.19.
1.20.BAB I
1.21. PENDAHULUAN
1.22.

1.23. 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


1.24. Latar belakang penulisan makalah ini adalah sebagai tugas dari ibu
Sita selaku dosen Pengantar Study Islam kepada mahasiswa prodi PGSD 2023.
Makalah ini dikerjakan secara kelompok dan kelompok kami membahas tentang
“DEFINISI

1.25. GENDER,PERKEMBANGAN GENDER DAN HUBUNGAN GENDER


1.26. DENGAN ISLAM”. Ibu Sita melatih kami untuk terbiasa menjalin
kerjasama dengan orang lain, bagaimana berorganisasi (berkelompok),
bagaimana mengungkapkan pendapat dalam kelompok, mengatur jadwal, dan
lain-lain. Latar belakang lain, makalah ini bermaksud untuk mengingat dan
mendalami lagi tentang gender. Gender itu apa? Seperti apa? Kaitannya dalam
Islam,dan hubungan gender dengan islam?

1.27. Ilmu pengetahuan dianalogikan seperti sebuah sungai yang mengalir


menuju lautan lepas. Dimana awalnya tidak begitu luas, seiring air berjalan kita
akan menuju ke luasnya samudra. Kami juga berharap semoga makalah ini bisa
menjadi bekal bagi kami untuk lebih berpengetahuan lagi, bijak lagi, dan nilai
filosofinya dapat kita terapkan dalam kehidupan. Meski tidak dipungkiri ilmu-
ilmu ini belum teraplikasi sempurna.

1.28. Untuk itu kami berharap ada orang-orang (mungkin kami sendiri,
teman-teman kami, atau yang lain) yang mendalami prinsip-prinsip gender dan
mengembangkannya untuk kemaslahatan umat.

1.29. 1.2. RUMUSAN MASALAH


1.30. Dari latar belakang diatas tergambar betapa pentingnya apa
pentingnya mengetahui apa itu gender dan seperti apa itu gender.

1.31. Secara terperici yang menjadi pokok permasalahan diatas dijadikan dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa itu gender?


2. Apa Hubungan gender dengan islam?

1
1.32. 1.3. TUJUAN
1.33. 1. Untuk mengetahui konsep-konsep gender secara umum.
1.34. 2. Mengetahui tentang gender dalam islam.
1.35.
1.36.
1.37.
1.38.
1.39.
1.40.
1.41.
1.42.
1.43.
1.44.
1.45.
1.46.
1.47.
1.48.
1.49.
1.50.
1.51.
1.52.
1.53.
1.54.
1.55.
1.56.
1.57.
1.58.
1.59.
1.60.
1.61.
1.62.
1.63.
1.64.
1.65.
1.66.
1.67.
1.68.
1.69.
1.70.
1.71.
1.72.
1.73.
1.74.
1.75.
1.76.

2
1.77.
1.78. BAB II

1.79. PEMBAHASAN
1.80.

1.81. Apa itu gender?


1.82.
1.83. A. GENDER
1.84. 1. Pengertian Gender
1.85. Dari segi etimologi, kata gender berasal dari bahasa inggris “gender”
yang berarti jenis kelamin. Berdasarkan arti kata tersebut, gender sama dengan
seks yang juga berarti jenis kelamin. Namun, banyak dari para ahli yang meralat
definisi ini.

1.86. Artinya, kata “gender” tidak hanya mencakup masalah jenis kelamin. tapi
lebih dari itu, analisis gender lebih menekankan pada lingkungan yang
membentuk pribadi seseorang. Berikut ini pendapat dari para ahli tentang
definisi gender:

a. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender adalah perbedaan yang


tampak antara laki-laki dan perempuan dari segi nilai dan perilaku.

b. Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah


suatu konsep budaya pada suatu masyarakat tertentu yang berupaya membedakan
lakilaki dan perempuan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik
emosional yang berkembang dalam masyarakat tersebut.

c. Menurut Ivan Illich, gender merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar jenis
kelamin. Gender mencakup segala hal tentang pebedaan laki-laki dan perempuan
yang bersumber pada tempat, waktu, lingkungan, serta kebudayaan.

d. Mansoer Fakih (2006:71) berpendapat bahwa gender adalah sifat/karakter


yang yang telah tertanam dalam diri manusia (laki-laki dan perempuan) yang
dikonstruksikan secara sosial dan budaya yang berkembang dalam masyarakat.

e. Santrock (2003:365) mengemukakan bahwa istilah gender dan seks


memiliki perbedaan dari segi dimensi. Istilah seks (jenis kelamin) mengacu pada

3
dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu
pada dimensi social budaya seorang laki-laki dan perempuan.

f. Moore (Abdulloh,2003:19) mengemukakan bahwa gender berbeda dari seks


dan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis.
g. Baron (2000: 188) mengartikan gender bahea gender merupakan sebagian
dari konsep diri yang melibatkan identifikasi individu sebagai seorang laki-laki
atau perempuan.

h. John M. Echols & Hasan Sadhily mengemukakan bahwa kata gender


berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin

i. Rahmawati (2004:19). Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan


yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah
laku.

1.87. Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa


gender adalah suatu konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara laki-laki
dan perempuan sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang berasal dari
masyarakat (kondisi sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku).
Misalnya, dalam suatu masyarakat terkenal suatu prinsip bahwa seorang laki-
laki harus kuat, mampu menjadi pemimpin, rasional, dan segala sifat lainnya.
Sementara itu, seorang perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut,
penuh keibuan, peka terhadap keadaan, dll. Dan pembentukan sifat-sifat
tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain.

1.88. Jadi, istilah perbedaan gender sangat tergantung pada kondisi


lingkungan masyarakatnya. Dengan kata lain, perbedaan gender dibentuk oleh
masyarakat setempat. Berbeda dengan seks, yang mengkaji perbedaan antara laki-
laki dan perempuan dari segi fisik tubuh (biologis). Gender adalah perbedaan
peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang
merupakan hasil konstruksi social dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan
jaman. Gender adalah karakteristik laki-laki dan perempuan berdasarkan dimensi
social kultural yang tampak dari nilai dan tingkah laku.

1.89.

1.90.

4
1.91.
1.92.
1.93. KONSEP GENDER DALAM ISLAM
1.94. A.GENDER DALAM ISLAM
1.95. Agama islam sendiri tidak pernah mendiskriminasi keberadaan
perempuan. Justru agama islamlah yang membebaskan perempuan dari
kebudayaan jahiliyah dimasa lampau. Seperti yang kita tahu tentang kondisi
perempuan pada masa jahiliyah. Apabila suatu masyarakat melahirkan seorang
perempuan maka itu merupakan suatu aib sehingga perempuan terkadang harus
dibunuh hidup-hidup oleh orang tuanya sendiri. Berlanjut dengan eksistensi
Nabi SAW yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Posisi perempuan
menjadi terselamatkan dan dijunjung harkat dan martabatnya. Ini lah yang patut
menjadi refleksi bagi kita sebagai muslimin muslimat untuk menjaga ajaran
yang dilakukan oleh utusan Tuhan kita yaitu Nabi SAW yang tidak pernah
melakukan diskriminasi ataupun dikotomi negatif terhadap perempuan.

1.96. Persepsi masyarakat mengenai status dan peran perempuan masih


belum sepenuhnya sama. Ada yang berpendapat bahwa perempuan harus berada
di rumah, mengabdi pada suami, dan mengasuh anak-anaknya. Namun ada juga
yang berpendapat bahwa perempuan harus ikut berperan aktif dalam kehidupan
sosial bermasyarakat dan bebas melakukan sesuai dengan haknya. Fenomena ini
terjadi akibat belum dipahaminya konsep relasi gender.

1.97. Dalam Agama Islam juga timbul perbedaan pandangan karena


terdapat perbedaan dalam memahami teks-teks Al-Qur’an tentang Jender.Nabi
Muhammad SAW,datang membawa ajaran yang menempatkan wanita pada
tempat terhormat,setara dengan laki-laki.Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an
menyebutkan bahwa wanita sejajar dengan laki-laki seperti:

1.98. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka akan Kami berikan mereka kehidupan
yang baik dan akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan.”(Q.S. Al-Nahl:97)

1.99.

5
1.100. “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal yang dilakukan oleh kamu
sekalian, kaum laki-laki dan perempuan.”(Q.S.Ali Imran:195)

1.101.
1.102. Seharusnya dapat dipahami bahwa Allah SWT tidak
mendiskriminasi hamba-Nya. Siapapun yang beriman dan beramal saleh akan
mendapat ganjaran yang sama atas amalnya.Dalam konteks ini laki-laki tidak
boleh melecehkan wanita atau bahkan menindasnya.
1.103. Pada dasarnya wanita memiliki kesamaan dalam berbagai hak
dengan lakilaki,namun wanita memang diciptakan Allah dengan suatu keterbasan
dibanding laki-laki. Maka dari itu tugas kenabian dan kerasulan tidak dibebankan
kepada wanita karena perasaan sensitif yang dimiliki wanita. Dalam suatu ayat
dijelaskan

1.104.
1.105. “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).”(Q.S.
Al-

1.106. Nisa’:34)
1.107.

1.108. Secara teologis, Allah menciptakan wanita dari “unsur” pria (wa
khalaqa minha zaujaha)(Hasbi Indra,2004:5).Sehingga pada dasarnya laki-laki
memililiki kelebihan daripada wanita. Kelebihan ini selanjutnya menjadi tanggung
jawab lakilaki untuk membela dan melindungi wanita. Namun segala kekurangan
yang ada dalam wanita tidak menjadi alasan wanita kehilangan derajatnya dalam
kesetaraan Gender.

1.109. Berikut adalah pandangan Islam terhadap kaum


perempuan:

1.110. a. Perempuan sebagai individu.

1.111. Al-qur’an menyoroti perempuan sebagai individu. Dalam hal ini terdapat
perbedaan antara perempuan dalam kedudukannya sebagai individu dengan
perempuan sebagai anggota masyarakat. Al-qur’an memperlakukan baik individu
perempuan dan laki-laki adalah sama, karena hal ini berhubungan antara Allah

6
dan individu perempuan dan laki-laki tersebut, sehingga terminologi kelamin(sex)
tidak diungkapkan dalam masalah ini. Pernyataan-pernyataan al-Qur’an tentang
posisi dan kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat sebagaimana
berikut: 1) Perempuan adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban
samauntuk beribadat kepadaNya sebagaimana termuat dalam Q.S. Adz-Dzariyat
ayat 56.

2) Perempuan adalah pasangan bagi kaum laki-laki termuat dalam Q.S.


Annaba’ayat 8.

3) Perempuan bersama-sama dengan kaum laki-laki juga akan


mempertanggungjawabkan secara individu setiap perbuatan dan pilihannya
termuat dalam Q. S. Maryam ayat 93-95.
4) Sama halnya dengan kaum laki-laki mukmin, para perempuan mukminat
yang beramal saleh dijanjikan Allah untuk dibahagiakan selama hidup di dunia
danabadi di surga. Sebagaimana termuat dalam Q.S. An-Nahl ayat 97. 5)
Sementara itu, Rasulullah juga menegaskan bahwa kaum perempuan adalah
saudara kandung kaum laki-laki dalam H.R. Ad-Darimy dan Abu Uwanah.

1.112. Dalam ayat-ayat-Nya bahkan Al-qur’an tidak menjelaskan secara


tegas bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, sehingga karenanya
kedudukan dan statusnya lebih rendah. Atas dasar itu prinsip al-Qur’an terhadap
kaum laki-laki dan perempuan adalah sama dimana hak istri adalah diakui secara
adil(equal) dengan hak suami. Dengan kata lain laki-laki memiliki hak dan
kewajiban atas perempuan,dan kaum perempuan juga memiliki hak dan kewajiban
atas laki-laki.

1.113. Karena hal tersebutlah maka Al-Qur’an dianggap memiliki


pandangan yang revolusioner terhadap hubungan kemanusiaan, yakni memberikan
keadilan hak antara laki-laki dan perempuan.

1.114. b. Perempuan dan Hak Kepemilikan


1.115. Dalam Mansour Fakih (ed), Membincang Feminisme Diskursu Gender
Persfektif Islam, Islam sesungguhnya lahir dengan suatu konsepsi hubungan
manusia yang berlandaskan keadilan atas kedudukan laki-laki dan perempuan.
Selain dalam hal pengambilan keputusan, kaum perempuan dalam Islam juga

7
memiliki hak-hak ekonomi, yakni untuk memiliki harta kekayaannya sendiri,
sehingga dan tidak suami ataupun bapaknya dapat mencampuri hartanya. Hal
tersebut secara tegas disebutkan dalam An-Nisa’ayat 32 yang artinya: “Dan
janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkanAllah kepada
sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki adabagian dari
apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dariapa yang
mereka usahakan. Mohonlah kepada

1.116. Allah sebagian dari karuniaNya.Sungguh, Allah Maha Mengetahui


segala sesuatu.” Kepemilikan atas kekayaannya tersebut termasuk yang didapat
melalui warisan ataupun yang diusahakannya sendiri. Oleh karena itu mahar atau
maskawin dalam Islam harus dibayar untuknya sendiri, bukan untuk orang tua dan
tidak bisadiambil kembali oleh suami.Sayyid Qutb menegaskan bahwa tentang
kelipatan bagian kaum pria dibanding kaum perempuan dalam hal harta warisan,
sebagaimana yang tertulisdalam Al-Qur’an, maka rujukannya adalah watak kaum
pria dalam kehidupan, ia menikahi wanita dan bertanggung jawab terhadap nafkah
keluarganya selain ia juga bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang
berkaitan dengan keluarganya itu.Itulah sebabnya ia berhak memperoleh bagian
sebesar bagian untuk dua orang,sementara itu kaum wanita, bila ia bersuami,
maka seluruh kebutuhannya ditanggungoleh suaminya, sedangkan bila ia masih
gadis atau sudah janda, maka kebutuhannya terpenuhi dengan harta warisan yang
ia peroleh, ataupun kalau tidak demikian, iabisa ditanggung oleh kaum kerabat
lakilakinya. Jadi perebedaan yang ada di sini hanyalah perbedaan yang muncul
karena karekteristik tanggung jawab mereka yang mempunyai konsekwensi logis
dalam pembagian warisan. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Islam memberikan
jaminan yang penuhkepada kaum wanita dalam bidang keagamaan, pemilikan dan
pekerjaan, dan realisasinya dalam jaminan mereka dalam masalah pernikahan
yang hanya boleh diselenggarakan dengan izin dan kerelaan wanita-wanita yang
akan dinikahkan itutanpa melalui paksaan. “Janganlah menikahkan janda sebelum
diajak musyawarah,dan janganlah menikahkan gadis perawan sebelum diminta
izinnya, dan izinnyaadalah sikap diamnya” (HR. Bukhari Muslim).

1.117. Bahkan Islam memberi jaminan semua hak kepada kaum wanita
dengan semangat kemanusiaan yang murni, bukan disertai dengan tekanan

8
ekonomis atau materialis. Islam justru memerangi pemikiran yang mengatakan
bahwa kaum wanita hanyalah sekedar alat yang tidak perlu diberi hak-hak. Islam
memerangi kebiasan penguburan hidup anak-anak perempuan, dan mengatasinya
dengan semangat kemanusiaan yang murni, sehingga ia mengharamkan
pembunuhan seperti itu.

1.118. c. Perempuan dan Pendidikan

1.119. Islam memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan agar


berilmu pengetahuan dan tidak menjadi orang yang bodoh. Allah sangat
mengecam orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan, baik laki-laki maupun
perempuan.Sebagaimana dalam Q.S. Az-Zumar ayat 9. Kewajiban menuntut ilmu
juga ditegaskan nabi dalam hadis yang artinya,“Menuntut ilmu itu wajib atas
setiap laki-laki dan

1.120. perempuan”(HR.Muslim). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Islam


justru menumbangkan suatusistem sosial yang tidak adil terhadap kaum
perempuan dan menggantikannya dengan sistem yang mengandung keadilan.
Islam memandang perempuan adalah sama dengan laki-laki dari segi
kemanusiannya. Islam memberi hak-hak kepada perempuan sebagaimana yang
diberikan kepada kaum laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama
kepada keduanya.

1.121.
1.122. B.MEMPERKUAT KESETARAAN GENDER
1.123. Meskipun Al-Qur’an tidak menjelaskan secara khusus tata cara
beribadah, tapi itu dapat ditemukan dalam riwayat nabi Muhammad SAW. Perihal
perempuan dalam ibadah tertentu misalnya menjadi imam salat, khatib, dan posisi
shaf salat yang bercampur dengan laki-laki, dapat mengacu pada riwayat nabi.

1.124.

1.125. Perempuan Jadi Imam Salat


1.126. Jauh sebelum kasus yang dijelaskan pada awal tulisan, Hadiyan
mengatakan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tepatnya pada 2005, telah
mengeluarkan fatwa tentang hukum perempuan jadi imam salat.

9
1.127. Melalui Fatwa Nomor 9/MUNAS VII/MUI/13/2005, MUI menetapkan
dua hal. Pertama, perempuan menjadi imam shalat berjama’ah yang di antara
makmumnya terdapat orang laki-laki hukumnya haram dan tidak sah. Kedua,
perempuan menjadi imam shalat berjama’ah yang makmumnya perempuan,
hukumnya mubah.
1.128.
1.129. Shaf Perempuan Bercampur dengan Laki-laki
1.130. Terkait shaf salat, Hadiyan selanjutnya menjelaskan bahwa hal tersebut
mengacu pada hadis nabi yang diriwayatkan oleh Muslim.
1.131.

1.132. ‫َاهر خ آ اَهُّر َش َو اَه لَّوَ أ ل اَج ِّر ال‬، ‫اَه لَّوَ أ اَه ُّر َش َو اَه ر خ آ ء اَس ِّ ن ال ف و فص ر ْي َخ َو‬
‫ف و فص ر ْيَخ‬
1.133.
1.134. “Shaf yang paling baik bagi laki-laki adalah shaf yang paling awal,
sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir.
Shaf yang paling baik bagi wanita adalah shaf yang paling akhir, sedangkan
shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling awal.” (HR.
Muslim). Hadiyan mengatakan boleh jadi alasan shaf paling baik bagi laki-laki
adalah yang paling awal, karena akan menjauhkan pandangannya dari
perempuan yang posisi shafnya berada di belakang laki-laki. “Rasululah
memberikan semacam kesempatan untuk jadi barisan terbaik bagi laki-laki di
depan. Boleh jadi orang punya tingkat kekhusyukan yang berbeda. Bisa jadi
tidak khusyuk karena ada lawan jenis. Sementara, barisan paling baik bagi
perempuan adalah paling belakang,” ungkap Hadiyan.
1.135.
1.136. Perempuan Jadi Khotib Salat Jumat
1.137. Selanjutnya Hadiyan menjelaskan tentang khotib salat Jumat. Dengan
tegas ia menjelaskan bahwa tidak ada riwayat nabi yang memberikan
kesempatan bagi perempuan menjadi khatib baik pada salat Jumat, salat Idul
Fitri maupun Idul Adha.
1.138. “Dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan secara eksplisit. Bahkan dalam riwayat
nabi yang menjadi pedoman setelah Al-Qur’an , tidak pernah ada perempuan

10
menjadi khotib. Maka dalam hukum Islam berlaku rumus tauqif wal ittiba’ yang
berarti diam dan mengikuti. Dengarkan Rasul, diam tidak boleh bermain-main
dengan logika. Setelah itu kemudian ikuti,” tegas Hadiyan.
1.139.
1.140.
1.141. C.PERKEMBANGAN GENDER DALAM ISLAM
1.142.
1.143. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ajaran bahwa laki-laki dan
perempuan itu adaalah setara.Namun ajaran ini sering diabaikan dan diabaikan.‟
oleh adanya teks lain yang menyatakan sebaliknya, baik dari al-Qur‟an seperti
arrijalu qowwamuna (QS. An-Nisa‟ [1] 11) dan waqorna fi buyutikunna (QS.
AlAhzab [33]: 33) dan Hadis seperti „tidak akan sukses bangsa atau masyarakat
yang menyerahkan urusannya kepada perempuan‟. Tak pelak pemahaman yang
hegemonik terhadap tiga contoh teks terakhir tersebut telah melahirkan berbagai
perilaku diskriminatif terhadap perempuan.

1.144. Oleh karena itu, Islam hadir sebagai ajaran yang dapat mencerahkan
perbedaan pendapat akan sesuatu yang terkait dengan kehidupan manusia.
Termasuk perbedaaan pemahaman terhadap beberapa teks-teks yang saling
membantah yang telah dijadikan sebagai contoh dalam uraian di atas. Islam
dengan ajaran yang dituangkan dalam pedoman ajaran yaitu, al-Qur,an dan
Hadis akan menjadi acuan bagi manusia dalam menjalani kehidupan, termasuk
dalam hal memahami kesetaraan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.

1.145. Islam hadir sebagai agama yang didasarkan pada teks atau nash. Teks
tersebut adalah al-Qur‟an dan Hadis atau Sunnah Nabi. Al-Qur‟an dan Hadis
merupakan dua hal pokok dalam seluruh bangunan dan sumber keilmuan Islam.
Sebagai sesuatu yang sentral dalam

1.146. „jantung‟ umat Islam, adalah wajar dan logis bila perhatian dan apresiasi
terhadapnya melebihi perhatian dan apresiasi terhadap bidang lainnya. Al-
Qur‟an dan Hadis merupakan sumber inspirasi dan ajaran bagi umat Islam. Al-
Qur‟an dan Hadis hadir di tengah-tengah masyarakat yang berbudaya.
Kehadirannya sebagai bentuk rahmat Tuhan untuk membimbing dan
mengarahkan manusia agar dapat menjalani hidup dengan baik tanpa kekerasan,
penindasan, monopoli, pengrusakan, diskriminasi dan lain-lain. Baik al-Qur‟an

11
maupun Hadis memiliki visi etis yang sama yang bersifat universal, meskipun
terkadang keduanya merespon peristiwa yang bersifat temporal dan partikular.
Visi etis inilah yang merupakan hal penting dalam kehadiran al-Qur‟an dan
Hadis Nabi. Termasuk dalam lingkup tersebut adalah dalam aturan
1.147. atau tuntunan relasi laki-laki dan perempuan.
1.148. Sebagaimana yang digambarkan seorang tokoh pembaharu dalam
Islam, Qasim Amin dalam beberapa tulisannya yang memotivasi kaum
perempuan menyadari eksistensi dan potensinya untuk berkiprah pada peluang
dan kesempatan dengan kemampuan yang dimilikinya. Qasim Amin adalah
salah seorang pemikir pembaharuan dalam Islam dilahirkan di sebuah desa
bernama Tarah, daerah pinggiran kota Mesir pada bulan Desember 1865. Idenya
yang paling menonjol adalah berusaha mengangkat derajat wanita atau
emansipasi wanita khususnya dalam bidang pendidikan. Lebih lanjut ia
mengatakan tertinggalnya di bidang pendidikan berarti tertinggalnya bangsa
dari kemajuan, ini dikarenakan penduduk suatu negeri 50 % adalah wanita
bagaimana mungkin wanita bodoh bisa mendidik anak-anaknya. Realitas yang
diselami Qasim Amin pada saat itu adalah kemunduran dunia Islam,
menurutnya kemunduran umat Islam disebabkan karena kaum wanita yang
merupakan setengah dari jumlah penduduk kota Mesir tidak pernah memperoleh
pendidikan sekolah. Bagi wanita, pendidikan tidak hanya diperlukan untuk
mengaturrumah tangga dengan baik, tetapi juga untuk dapat memberikan
didikan dasar bagi anak.

1.149. Hal ini senada dengan ungkapan Qasim Amin dalam bukunya Tahrir
al-
1.150. Mar’ah. Yang berarti:“Sesungguhnya kaum wanita tidak akan mampu
mengatur rumah tangganya kecuali dia telah memperoleh ilmu pengetahuan,
etika, dan adab. Maka mereka wajib belajar seperti halnya yang dipelajari oleh
kaum laki-laki sekurang-kurangnya dari pendidikan dasar sehingga mereka
memiliki penjelasan pada bagian-bagian keilmuan, supaya mereka dapat
memilih sesuatu yang sesuai dengan keinginannya, dan mampu mengerjakan
sesuatu dengan teliti.” Ide pembaharuan yang diangkat oleh Qasim Amin
mangarah pada emansipasi wanita dengan latar belakang pemikiran yang
bertujuan untuk memperbaiki derajat kaum wanita yang dipandang sangat

12
rendah. Baik dalam status dan peranan sosial maupun dalam hak dan kewajiban
pada berbagai bidang. Sebagaimana yang diungkapkan dalam bukunya bahwa
wanita adalah manusia yang sama seperti laki-laki, tidak ada yang membedakan
antara keduanya dalam hal anggota tubuh, sifat-sifatnya, pikirannya, kecuali
dalam hal yang sifatnya kodrati dan berhubungan dengan atribut biologisnya.

1.151. Perkembangan selanjutnya muncul pandangan streotip terhadap kodrat


wanita tersebut. Hal ini disebabkan; pertama, adanya teori nature (alam) yang
beranggapan bahwa ketimpangan peran sosial antara laki-laki dan wanita
bersumber dari kekhususan komposisi kimia dan struktur biologi diantara
keduanya berbeda sehingga membedakan status dan peran sosial. Teori kedua,
status dan peran sosial dalam masyarakat lebih ditentukan oleh lingkungan
budaya.

1.152.
1.153.

1.154. D.HUBUNGAN GENDER DENGAN ISLAM

1.155. Sehubungan dengan perspektif Islam tentang kesetaraan gender, al- Qur'an
menegaskan bahwa (1) laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba, (2) laki-laki
dan perempuan sama-sama sebagai khalifah, (3) laki-laki dan perempuan menerima
perjanjian primordial, dan (4) laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi.

1.156. Konsep gender dalam Islam telah mengalami perubahan seiring waktu,
terutama dalam hal interpretasi terhadap teks-teks suci dan pemahaman terhadap
ajaran agama. Beberapa ulama dan cendekiawan Muslim modern telah
memperjuangkan pemahaman yang lebih inklusif terhadap gender dalam Islam.
Perubahan sosial dan budaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peran
gender dalam masyarakat Muslim. Globalisasi, modernisasi, dan perubahan
struktur sosial telah membawa perubahan dalam pandangan dan praktik terkait
dengan gender di berbagai komunitas Muslim.

1.157. Pandangan Islam terhadap kesetaraan gender dan hak-hak perempuan


bervariasi tergantung pada interpretasi dan konteks budaya. Namun, banyak
ulama dan aktivis Muslim menekankan bahwa Islam sebenarnya mendorong
kesetaraan gender dan memberikan hak-hak yang adil bagi perempuan.Untuk

13
mempromosikan kesetaraan gender dalam konteks Islam, dapat dilakukan
melalui pendidikan agama yang inklusif, advokasi untuk perubahan hukum
yang diskriminatif, pemberdayaan perempuan melalui pendidikan dan pelatihan,
serta kampanye kesadaran gender dalam masyarakat Muslim.Peran agama
dalam membentuk persepsi terhadap gender dalam masyarakat Muslim sangat
besar, karena ajaran agama sering kali menjadi landasan moral dan etika dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, interpretasi yang inklusif terhadap ajaran
agama dapat berdampak positif terhadap pandangan gender.

1.158. Dampak globalisasi terhadap pandangan gender dalam Islam dapat


bervariasi. Di satu sisi, globalisasi dapat membawa pemikiran baru tentang
kesetaraan gender dan hak asasi manusia, namun di sisi lain, globalisasi juga
dapat memperkuat normanorma patriarki dalam beberapa komunitas
Muslim.Pemikiran ulama-ulama Islam terkait dengan perkembangan gender
dalam masyarakat modern juga bervariasi. Beberapa ulama telah menyuarakan
pemikiran yang progresif tentang kesetaraan gender, sementara yang lain masih
mempertahankan pandangan tradisional tentang peran gender.Untuk mengatasi
ketimpangan gender dalam konteks Islam, diperlukan upaya kolaboratif antara
tokoh agama, pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil untuk memperjuangkan
perubahan hukum yang diskriminatif, mengedukasi masyarakat tentang
kesetaraan gender, serta memberdayakan perempuan melalui program-program
ekonomi dan pendidikan.Pendidikan dan pengetahuan tentang gender dapat
memengaruhi pandangan masyarakatMuslim terhadap peran gender dengan cara
memberikan pemahaman yang lebih inklusif dan menyadarkan akan hak-hak
yang adil bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin.Konsep gender
dalam Islam dapat berkembang secara positif untuk menciptakan masyarakat
yang lebih inklusif dan adil melalui pendidikan agama yang inklusif, advokasi
untuk perubahan hukum yang mendukung kesetaraan gender, serta
pemberdayaan perempuan melalui pendidikan dan pelatihan.

1.159.
1.160.
1.161.
1.162.

14
1.163.
1.164.
1.165.
1.166.
1.167.
1.168.

1.169. BAB III

1.170. KESIMPULAN
1.171.

1.172. A. KESIMPULAN
1.173.
1.174. Gender adalah suatu konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara
laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang
berasal dari masyarakat (kondisi sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang
berlaku). Gender dalam islam di tegaskan bahwa Islam sejak awal sudah
memberikan hakhak pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia termasuk di dalamnya secara implicit kesetaraan laki-laki dan
perempuan sebagai hak dasar manusia yang di anugrahkan Allah SWT padanya,
yang disini dapat di simpulkan menjadi tiga prinsip utama, persamaan manusia,
martabat manusia dan kebebasan manusia.

1.175. Tujuan Al Qur an adalah terwujudnya keadilan bagi masyarakat.


Keadilan dalam masyarakat mencakup segala segi kehidupan umat manusia baik
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Al Qur an tidak mentolerir
segala bentuk penindasan baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku
bangsa, kepercayaan maupun jenis kelamin. Dengan demikian terdapat suatu hasil
1.176. pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-
nilai luhur kemanusiaan.

15
1.177. DAFTAR PUSTAKA
1.178.
1.179.
1.180. DAFTAR PUSTAKA
1.181.
1.182. Hak-Hak Perempuan, Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi,
1.183. Jakarta:Teraju
1.184. Sukri, Sri Suhandjati, 2002, Bias Jender dalam Pemahaman Islam,
1.185. Yogyakarta:Gama Media
1.186. Subhan, Zaitunah, 1999, Tafsir Kebencian:Studi Bias Gender dalam
1.187. Qur’an, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta
1.188. Najwah, Nurun, 2005, Dilema Perempuan, Dalam Lintas Agama dan
Budaya, Yogyakarta:

1.189. IISEP-CIDA
1.190. M. Athiyah al-Abrasyi, , Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemah
oleh Prof. H. Bustami A Gani dan Bohar Bahry L.I.S., (Jakarta : Bulan Bintang,
1974), hal. 122 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-
Qur’an.

1.191. (Jakarta:
1.192. Dian Rakyat, 2010), hal. 265
1.193.
1.194.

16

Anda mungkin juga menyukai