Anda di halaman 1dari 19

KONSEP SEKSUALITAS

MAKALAH

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas mata kuliah


Komunikasi Dasar

Kelompok 9
1. Azzah Shalwiyah (221211989)
2. Nabila Permata Sari (221212013)
3. Nazira (221212015)
4. Pepi julpaini (221212021)

Kelas 2A

Dosen Pengampu
Ns.Ulfa Suryani,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang mana atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Konsep Seksualitas” untuk
menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah “Psiko Budaya”
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang penulis hadapi, namun
penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat dorongan,
bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat
teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns.Ulfa Suryani ,M.Kep selaku dosen mata kuliah Psiko Budaya
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesaikannya makalah ini
3. Rekan kelas yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.

Padang, 25 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………..………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………...……..…ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………...………..4
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………..4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………...…4
C. Manfaat Penulisan…………………………………………………...…5
BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………6
A. Pengertian Konsep seksualitas……………………………………...…6
B. Dimensi Seksualitas……………………………………………………6
C. Perkembangan Seksualitas…………………………………………..…7
D. Siklus Respon Seksualitas…………………………………………….10
E. Permasalahan seksualitas……………………………………………...11
F. Faktor yang Mempengaruhi Seksualitas…………………………...….13
G. Seksualitas dalam Proses Keperawatan……………………………..…15
H. Membantu Kesulitan Seksualitas…………………………………....…17
BAB 3 PENUTUP……………………………………………………………18
A. Kesimpulan……………………………………………………………18
B. Saran……………………………………………………………..……18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..…19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Seksualitas di
definisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari lubuk hati paling
dalam, dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri manusia sebagai mahluk
seksual. Karena itu pengertian dari seksualitas merupakan sesuatu yang lebih luas dari pada
hanya sekedar kata seks yang merupakan kegiatan fisik hubungan seksual. Seksualitas
merupakan aspek yang sering di bicarakan dari bagian personalitas total manusia, dan
berkembang terus dari mulai lahir sampai kematian. Banyak elemen-elemen yang terkait dengan
keseimbangan seks dan seksualitas. Elemen-elemen tersebut termasuk elemen biologis; yang
terkait dengan identitas dan peran gender berdasarkan ciri seks sekundernya dipandang dari
aspek biologis. Elemen sosiokultural, yang terkait dengan pandangan masyarakat akibat
pengaruh kultur terhadap peran dan kegiatan seksualitas yang dilakukan individu. Sedangkan
elemen yang terakhir adalah elemen perkembangan psikososial laki-laki dan perempuan. Hal ini
dikemukakan berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang kaitannya antara identitas dan peran
gender dari aspek psikososial. Termasuk tahapan perkembangan psikososial yang harus dilalui
oleh oleh individu berdasarkan gendernya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan seksualitas?
2. Apa saja dimensi seksualitas?
3. Bagaimana perkembangan seksualitas?
4. Bagaimana siklus respon seksualitas?
5. Apa saja macam-macam penyakit seksualitas?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi seksualitas?
7. Bagaimana seksualitas dalam proses keperawatan?
8. Bagaimana membantu kesulitan seksualitas?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian seksualitas
2. Mengetahui dimensi seksualitas
3. Mengetahui perkembangan seksualitas

4
4. Mengetahui sirklus respon seksualitas
5. Mengetahui macam-macam penyakit seksualitas
6. Mengetahui faktor yang mempengaruhi seksualitas
7. Mengetahui seksualitas dalam proses keperawatan
8. Mengetahui bagaimana membantu kesulitan seksualitas

D. Manfaat Penulis

1. Manfaat teoritis

Bagi dunia keperawatan hasil ini diharapkan dapat menambah pengetahuan\wawasan


tentang konsep seksual

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai konsep seksualitas

b. Bagi pengembangan ilmu

Menambah informasi lebih lanjut bagi akademik atau institusi pendidikan tentang
konsep seksualitas

c. Bagi Peneliti Lebih Lanjut

Sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut tentang konsep
seksualitas . .

5
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian konsep Seksualitas

Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-determined


dan multi-dimensi. Oleh karena itu, seksualitas bersifat holistik yang melibatkan aspek
biopsikososial kultural dan spiritual.
Identitas seksual adalah pengenalan dasar tentang seks diri sendiri secara anatomis yang
sangat berhubungan dengan kondisi biologis, yaitu kondisi anatomis dan fisiologis, organ seks.
hormon dan otak dan saraf pusat. Seorang anak dapat menafsirkan secara jelas perilaku orang
lain yang sesuai dengan identitas seksualnya, yang bagaimana seorang memutuskan untuk
menafsirkan identitas seksual untuk dirinya sendiri atau citra diri seksual (sexual self-image) dan
konsep diri.
Peran jender berhubungan dengan bagaimana identitas jender seseorang diekspresikan
secara sosial dalam perilaku jenis seks yang sama atau berbeda. Identitas jender mulai
berkembang sejak usia 2 hingga 3 tahun yang dipengaruhi oleh faktor biologis (embrionik dan
sistem saraf pusat), anatomi genital dan pola orang tua terhadap anak. Dengan demikian,
sebenarnya peran jender terbina melalui pengamatan.
Dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya seksualitas tidak terbatas hanya
di tempat tidur atau bagian tubuh saja, tetapi merupakan ekspresi kepribadian, perasaan fisik dan
simbolik tentang kemesraan, menghargai dan saling memperhatikan secara timbal balik. Perilaku
seksual seseorang sangat ditentukan oleh berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan akan cinta
dan kasih sayang, rasa aman psikologis, serta harga diri sebagai wanita atau pria. Pada kondisi
dimana kesehatannya mengalami gangguan, seseorang kemungkinan besar akan mengalami
gangguan pemenuhan kemenuhan kebutuhan seksualitasnya, yang dapat ditampilkan melalui
berbagai perilaku seksual.

B. Dimensi Seksualitas
1. Dimensi Sosiokultural
Dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku yang
diterima didalam kultur. Seorang individu dipengaruhi oleh jaringan sosial mereka dan
cenderung untuk melakukan apa yang digariskan oleh lingkungan sosial mereka.
Kehidupan sosial melekat erat dalam kehidupan sosial yang memberikan kesempatan dan
batasan. Contoh:

6
a. Perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang dianggap merangsang, tipe aktivitas
seksual, sanksi & larangan dalam perilaku seksual, atau menemukan orang yang boleh atau tidak
boleh dinikahi.
b. Tradisi seksual kultural adl sirkumsisi. Di AS masih merupakan kontroversial, akan tetapi
80% neonatus di AS disirkumsisi, karena alasab higienis, atau simbol keagamaan &identitas
etnik tertentu.

2. Dimensi Agama dan Etik


Jika kepuasan seksual melewati batas kode etik individu,maka akan menimbulkan konflik
internal, seperti perasaan bersalah,berdosa dll. Meskipun agama memegang peranan penting,
keputusan seksual akhirnya diserahkan pada individu,shg sering terjadi pelanggaran etik atau
agama.

3. Dimensi Biologis
Merupakan dimensi yang berkaitan dengan anatomi dan fungsional organ reproduksi termasuk
bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal. Contoh: Kesehatan reproduksi
pria & wanita berbeda, membutuhkan perawatan yang berbeda pula baik interna maupun
eksternal.

4. Dimensi Psikologis
a. Seksualitas mengandung sesuatu yang dipelajari.
b. Orangtua mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-anaknya.

C. Perkembangan Seksualitas
1. Masa bayi
Baik bayi perempuan maupun bayi laki-laki dilahirkan dengan kapasitas untuk kesenangan
dan respon sosial. Genetalia bayi sensitif terhadap sentuhan sejak lahir.Dengan stimulasi bayi
laki-laki berespon dengan ereksi penis dan bayi perempuan dengan lubrikasi vaginal. Anak laki-
laki juga mengalami ereksi nogtural spontan tanpa stimulasi. Dengan memberikan bentuk
stimulasi taktil melalui menyusu, memeluk, dan menyentuh atau membuai, membantu bayi
dalam mendefinisikan pengalaman kesenangan dan kenyamanan melalui interaksi manusia dan
dari kontak tubuh.

7
2. Masa usia bermain dan prasekolah

Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan rasa identitas gender dan mulai
membedakan perilaku sesuai gender yang didefinisikan secara sosial. Proses pembelajaran ini
terjadi dalam perjalanan interaksi normal. Anak juga mengamati perilaku orang dewasa, mulai
untuk menirukan tindakan orang tua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan atau
memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik manusia.
Eksplorasi tubuh terus berlanjut dalam kelompok usia ini. Eksplorasi dapat mencakup
mengelus diri sendiri, manipulasi genital, memeluk boneka, hewan peliharaan, atau orang di
sekitar mereka dan percobaan seksual lainnya. Sementara mempelajari bahwa tubuh itu baik dan
bahwa stimulasi tertentu itu menyenangkan, anak dapat diajarkan tentang perbedaan perilaku
yang bersifat pribadi versus publik.
Pertanyaan tentang darimana bayi berasal atau perilaku seksual yang diamati oleh anak
harus dijelaskan dengan terbuka, jujur, dan sederhana. Anak usia 4-6 tahun mulai
menginternalisasikan seksualitas mereka akan bermain dan berpakaian sesuai dengan gender
masing-masing. Usia ini akan rentang untuk mulai terlibat masturbasi. Orang tua dapat
menimbulkan ansietas pada anak-anak usia 4-6 tahun dengan tidak mentoleransi terhadap idiosin
krasi (karakteristik atau keanehan, perilaku atau fisik) mental perilaku peran seks. Orang tua
yang memberikan reaksi berlebihan terhadap masturbasi anak, dapat menimbulkan keyakinan
bahwa genetal dan seks adalah buruk dan kotor.

3. Masa usia sekolah


Bagi anak-anak dari usia 6-10 tahun, edukasi dan penekanan tentang seksualitas datang
dari orang tua dan gurunya. Tetapi lebih signifikan dari kelompok teman sebayanya. Anak-anak
usia sekolah sepertinya akan terus melanjutkan perilaku stimulasi diri. Orang tua dan anak-anak
dapat diinformasikan bahwa masturbasi tidak mempunyai efek fisik atau emosional yang
membahayakan.Anak-anak dalam kelompok usia ini akan terus mengajukan pertanyaan tentang
seks dan menunjukkan kemandirian mereka dengan menguji perilaku yang sesuai.Batas
pengujian mungkin ditunjukkan dengan menggunakan kata-kata kotor dengan konotasi seksual
sambil mengamati reaksi orang dewasa.
Anak-anak sampai usia 10 tahun juga memiliki kebutuhan privasi, banyak anak gadis dan anak
laki-laki sudah mulai mengalami sebagian dari perubahan pubertas. Sebagaimana anak
memasuki pubertas, tubuh mereka berubah dan mereka mengalami peningkatan kesopanan.

Anak usia 6-10 tahun mempunyai keterikatan emosional dengan kedua orangtuanya
dengan jenis seks yang berbeda. Mereka cederung untuk berteman dengan jenis seks yang sama.

8
Anak usia ini memiliki keinginantahuan mengenai seks dan berbagi rasa takut serta mulai
meningkatnya kesadaran diri.

4. Pubertas dan masa remaja

Awitan pubertas pada anak gadis biasanya ditandai dengan perkembangan payudara.
Setelah pertumbuhan awal jaringan payudara, puting dan acrola ukurannya meningkat. Proses ini
yang sebagian dikontrol oleh hereditas, mulai pada paling muda usia 8 tahun dan mungkin tidak
komplit sampai akhir usia 10 tahunan. Kadar estrogen yang meningkat juga mempengaruhi
genital. Uterus mulai membesar, dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal, hal tersebut dapat
terjadi secara spontan atau akibat perangsangan seksual. Vagina memanjang, dan rambut pubis
dan aksila mulai tumbuh. Menarke dapat terjadi secepatnya pada usia 8 tahun dan tidak sampai
usia 16 tahun atau lebih.

Kadar testosteron yang meningkat pada anak laki-laki selama pubertas ditandai dengan
peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis. Anak laki-laki dan anak gadis
mungkin mengalami orgasmus sebelum masa pubertas, tetapi ejakulasi pada anak laki-laki tidak
terjadi sampai organ seksnya matur, yaitu sekitar usia 12-14 tahun. Ejakulasi mungkin terjadi
pertama kali selama tidur (emisi nokturnal dan ini discbut mimpi basah. Pada saatnya terjadi
pengembangan genital, rambut pubis, wajah, dan tubuh mulai tumbuh. Pada remaja usia 13-19
tahun mereka mulai menjalin hubungan dengan jenis kelamin yang berbeda, fantasi seksual dan
mastrubasi merupakan hal yang biasa bagi mereka.

5. Masa Dewasa

Dewasa telah mencapai maturasi tetapi terus untuk mengeksplorasi dan menemukan
maturasi emosional dalam hubungan. Keintiman dan seksualitas juga merupakan masalah bagi
orang dewasa yang memilih untuk tidak melakukan hubungan seks.

Dewasa muda (20-35 tahun) masuk dalam masa melakukan hubungan seksual.
Pengetahuan mengenai respons seksual meningkatkan kepuasan hubungan. Pada masa ini,
dewasa muda mungkin akan mencoba berbagai ekspresi seksual, mengembangkan sistem nilai

9
dan menghargai sistem nilai orang lain juga berbagi tanggung jawab finansial dan tugas rumah
tangga dengan pasangan hidupnya.Masa dewasa (35-55 tahun) mulai terjadi perubahan tubuh
karena menopause. Pasangan memusatkan hubungan seksualitas pada kualitas bukan kuantitas
pengalaman seksual

6. Masa dewasa (lansia) usia lebih dari 55 tahun

Seksualitas dalam usia tua beralih dari penekanan pada prokreasi menjadi penekanan pada
pertemanan, kedekatan fisik, komunikasi intim, dan hubungan fisik mencari kesenangan. Hal ini
dapat secara aktif di penuhi dengan mempertahankan aktivitas seksual secara teratur sepanjang
hidup. Terutama bagi wanita, hubungan senggama teratur membantu mempertahankan elastisitas
vagina, mencegah atrofi, dan mempertahankan kemampuan untuk lubrikasi. Namun demikian,
proses penuaan mempengaruhi perilaku seksual, Lansia menghadapi penurunan kekuatan
kesehatan yang menghambat aktifitas seksual. Lansia harus menyesuaikan tindakan seksual
terhadap penyakit kronis, medikasi, sakit dan nyeri, atau masalah kesehatan lainnya. Orgasme
mungkin lebih jarang dicapai baik bagi suami maupun istri. Sekresi vagina berkurang dan masa
resolusi bagi pria memanjang.

D. Siklus Respon Seksualitas

Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-turut. Normal
pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing fase, dan hasil bercinta yang
memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual: Kegembiraan, Plateau, Orgasme, Resolusi.

Keempat fase yang dialami oleh laki-laki dan perempuan, meskipun waktu dan panjang
durasi dari masing-masing bervariasi antara kedua jenis kelamin. Selain itu, intensitas dari
masing-masing fase dapat bervariasi antara setiap orang, dan antara laki-laki dan perempuan.

1. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari beberapa menit sampai
beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan meliputi:

o Peningkatan ketegangan otot


o Peningkatan denyut jantung.

10
o Perubahan warna kulit
o Aliran darah ke daerah genital
o Mulainya pelumasan Vagina
o Testis membengkak dan skrotum mengencang

2. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa perubahan yang terjadi
dalam fase ini meliputi:

o Fase kegembiraan meningkat


o Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
o Klitoris menjadi sangat sensitive
o Testis naik ke dalam skrotum
o Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah
o Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot

3. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan fase terpendek, hanya
berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki karakteristik seperti berikut:

o Kontraksi otot tak sadar


o Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
o Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama
o Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan ejakulasi
o Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh
4. Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi
adalah ketika tubuh secara perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi
ditandai dengan relaksasi, keintiman,dan seringkali kelelahan. Sering kali perempuan tidak
memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan kemudian orgasme,
sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan sebelum orgasme selanjutnya. Seiring
pertambahan usia laki-laki, panjang dari fase refraktori akan sering meningkat.

E.Permasalahan seksualitas

Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:

11
a) Ketidaktahuan mengenai seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya sendiri.
Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah
ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya
pendidikan seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak memperolehnya pada waktu
remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu
terjadi karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal
lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu orang
tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anak-anaknya sejak dini. Salah satunya
dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun,
sekalipun sama-sama perempuan atau laki- laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-
anaknya mandi bersama keluarga atau juga teman-temannya. Orang tua harus menjawab jujur
ketikaanaknya bertanya soal seks. Jawaban- jawaban yang diberikan hendaknya mudah
dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya
dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi. perubahan fisik dan emosi anak
akan terjadi pada usia 13-15 tahun pada pria dan 12-14 tahun pada wanita. Saat itulah yang
dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja. Pada saat
itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya.

b) Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam
melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup. sang wanita
harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari- hari. Pada waktu
suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah
jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik minat. Akhirnya mereka memilih untuk
tidur. Kelelahan bisa menyebabkan bertambahnya usaha yang diperlukan untuk
memuaskan kebutuhan lawan jenis dan merupakan beban yang membuat kesal yang
akhirnya bisa memadamkan gairah seks.

c) Konflik

12
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai perang
terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala
hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat
mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan
negatif atau membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya.
Kemarahan dan kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah
seksual antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak
bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk.
Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau perasaan
kesal akan selalu menghambat gairah seks.

d) Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap seperti
"kerja malam". Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan sampai
ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang
disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh
kebanyakan pasangan yang sudah hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang
sudah hidup bersama untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan
yang datang ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian
melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru..

F. Faktor yang Mempengaruhi Seksualitas

Keinginan seksual beragam diantara individu: sebagian orang menginginkan dan


menikmati seks setiap hari, sementara yang lainnya menginginkan seks hanya sekali satu bulan,
dan yang lainnya lagi tidak memiliki keinginan seksual sama sekali dan cukup merasa nyaman
dengan fakta tersebut.

1. Faktor fisik

Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik. Aktivias seksual
dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bahkan hanya membayangkan bahwa seks

13
dapat menyakitkan sudah menurunkan keinginan seks. Penyakit minor dan keletihan adalah
alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual.Medikasi dapat mempengaruhi keinginan
seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama ketika diperburuk oleh perasaan penolakan atau
pembedahan yang mengubah bentuk tubuh, dapat menyebabkan klien kehilangan perasaannya
secara seksual.

2. Faktor hubungan

Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari keinginan seks.
Setelah kemesraan hubungan telah memudar, pasangan mungkin mendapati bahwa mereka
dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya hidup mereka. Tingkat
seberapa jauh mereka masih merasa dekat satu sama lain dan berinteraksi pada tingkat intim
bergantung pada kemampuan mereka untuk bernegosiasi dan berkompromi. Keterampilan seperti
ini memainkan peran yang sangat penting ketika menghadapi keinginan seksual dalam
berhubungan. Penurunan minat dalam aktivitas seksual dapat mengakibatkan ansietas hanya
karena harus mengatakan kepada pasangan perilaku seksual apa yang diterima atau
menyenangkan.

3. Faktor gaya hidup

Faktor gaya hidup, seperti penggunaan atau penyalahgunaan alcohol atau tidak punya
waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat mempengaruhi keinginan
seksual. Dahulu perilaku seksual yang dikiatkan dengan periklanan, alcohol dapat menyebabkan
rasa sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks. Namun demikian, banyak bukti sekarang
ini menunjukkan bahwa efek negatif alcohol terhadap seksualitas jauh melebihi cuforia yang
mungkin dihasilkan pada awalnya.

Menemukan waktu yang tepat untuk aktivitas seksual adalah factor gaya hidup yang lain.
Sebagian klien tidak mengetahui bagaimana menetapkan waktu bekerja dan di rumah untuk
mencakupkan perilaku seksual. Pasangan yang bekerja, misalnya mungkin merasa terlalu
terbeban sehingga mereka cumbuan seksual dari pasangannya sebagai tuntutan tambahan bagi
mereka. Klien seperti ini sering mengungkapkan bahwa mereka perlu waktu untuk menyendiri
untuk berpikir dan istirahat sebagai hal yang lebih penting dari seks. Individu yang lain mungkin
tidak memiliki pasangan seksual.

14
4. Faktor harga diri

Tingkat harga diri klien juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan seksualitas. Jika harga
diri seksual tidak pernah dipelihara dengan mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual
diri dan dengan mempelajari keterampilan seksual, seksualitas mungkin menyebabkan perasaan
negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri seksual dapat menurun dalam
banyak cara. Perkosaan, inses, dan penganiayaan fisik atau emosi meninggalkan luka yang
dalam. Rendahnya harga diri seksual dapat juga diakibatkan oleh kurang adekuatnya pendidikan
seks.

G. Seksualitas dalam Proses Keperawatan

1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Seksual Pertanyaan masa lalu atau tidak mengetahui apakah
klien mempunyai masalah kekhawatiran seksual.
b. Pengkajian Fisik
Inspeksi dan palpasi.
c. Identfkasi klien yang beresiko
1) Adanya gangguan struktur atau fungsi tubuh akibat trauma, dll
2) Riwayat pnganiayaan seksual.
3) Kondisi yang tidak menyenangkan
4) Terapi medikasi spesifik yang dapat menyenangkan masalah seksual.
5) Gangguan aktivitas fisik sementara maupun permanen
6) Konflik nilai-nilai antara kepercayaan pribadi dengan aturan religi

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan


i. Ketakutan kehamilan.
ii. Efek antihipertensi
iii. Depresi perpisahan dengan perceraian
b. Disfungsi seksual
i. Cedera medulla spinalis
ii. Penyakit kronis

15
iii. Nyeri
iv. Ansietas mengenai penempatan di RS
c. Gangguan Citra tubuh
i. Efek masektomi
ii. Disfungsi seksual
iii. Perubahan pasca persalinan
d. Gangguan harga diri
i. Kerentanan yang dirasakan setelah mengalami serangan infrak
miokardium
ii. Pola penganiayan ketika masih kecil

3. Perencanaan

a. Mempertahankan, memperbaiki, atau meningkatkan kesehatan seksual


b. Meningkatkan pengtahuan seksualitas dan kesehatan
c. Mencegah PMS
d. Mecegah kehamilan yang tidak diinginkan
e. Meningkatkan kepuasan terhadap tingkat fungsi seksual
f. Memperbaiki konsep seksual diri

4. Implementasi

a. Proses kesehatan seksual


b. Perawat: keterampilan komuniksi yang baik
c. Topik tentang penyuluhan tergantung karakteristik dan faktor yang berhubungn
d. Rujukan mungkin diperlukan

5. Evaluasi

a. Evaluasi tujuan yang telah ditentukan dalam perencanaan


b. Klien, pasangan perawat mungkin harus mengubah harapan atau menetapkan jangka
waktu yang lebih sesuai untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
c. Komunikasi terbuka dan harga diri yang positif dalam artian penting.

16
H. Membantu Kesulitan Seksual

Kemampuan yang dapat sangat membantu tidak hanya memfasilitasi pasien dalam
mengekspresikan kekhawatiran mereka mengenai kesulitan seksual, tetapi juga dengan
mendengarkan secara empati. Tidak jarang, ini merupakan pertama kali pasien benar-benar
mengutarakan masalah mereka dan mampu melakukannya, maka masalah dan kemungkinan-
kemungkinan penyebabnya lebih mudah dibawa ke dalam perspektif. Pada banyak kasus,
mungkin tidak tersedia informasi mengenai respons seksual normal dan apa yang dapat
diharapkan. Hal ini dapat dengan mudah diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah asumsi bahwa
pasangan harus mencapai orgasme bersama-sama atau bahwa pihak wanita harus mengalami
orgasme hanya melalui hubungan per vaginam.

Dengan cara berbicara dengan pasangan,kita dapat membantu mereka untuk lebih
memahami satu sama lain dan mengetahui arti pengalaman seksual bagi masing- masing.
Mendorong pasangan untuk berbicara secara lebih terbuka dan nyaman mengenai perasaan-
perasaan seksual mereka sering merupakan hal yang sangat penting, karena cara tersebut dapat
membuka jalan bagi pasangan untuk menyelesaikan sendiri masalahnya.(Glasier: 2005)

17
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Pada dasarnya seksualitas
tidak terbatas hanya di tempat tidur atau bagian tubuh saja, tetapi merupakan ekspresi
kepribadian, perasaan fisik dan simbolik tentang kemesraan, menghargai dan saling
memperhatikan secara timbal balik. Pada kondisi dimana kesehatannya mengalami gangguan,
seseorang kemungkinan besar akan mengalami gangguan pemenuhan kemenuhan kebutuhan
seksualitasnya, yang dapat ditampilkan melalui berbagai perilaku seksual.

B. Saran

Diharapkan pemahaman mengenai kebutuhan seksualitas dan reproduksi di informasikan


sejak dini, agar dapat menjaga kesehatan seksual dan reproduksi, sehingga tidak terjadi gangguan
pada kebutuhan seksualitas dan reproduksinya. Selain itu, kita sebagai calon perawat harus lebih
memahami tentang kebutuhan dasar seksualitas agar dapat memberikan intervensi yang tepat
kepada klien gangguan seksualitas dan reproduksi sehingga klien dapat memenuhi kebutuhan
tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Agusthia, Mira dkk. 2010. Aspek Seksualitas dalam Keperawatan. Padang: Unand.

Prasetyanti, K. Nurindah dkk. 2012. Konsep Seksualitas. Semarang: Undip.

Angelina, Norma. 2012. Pengertian Konsep Seksualitas. Semarang: Undip.

Halodoc: (2019, 22 Mei). "Penyekit Menular Seksual PMS". Diperoleh 24 Agustus 2019, dari
https://www.halodoc.com/kesehatan/penyakit-menular-seksual-pms

cademia. (2010). "Aspek Seksualitas dalam Keperawatan". Diperoleh 12 Agustus 2019, dari
https://www.academia.edi/9396616/aspek_seksualitas_dalam_keperawatan_o

19

Anda mungkin juga menyukai