MAKALAH
OLEH :
Kelompok: 5
Semester : 1 ( satu )
Kelas : 1B
1. NAYORA CONTESYAH ( A1J017032 )
2. Wandi Saputra A1J017022
3. Septiara Sandi A1J017004
4. Yosua Trianda A1J017028
5. Elisabet Mawarsari A1J017018
Puji syukur penulis hanturkan ke hadirat Allah SWT, karena atas ridho nya lah, penulis
dapat menyelesaikan makalah sosiologi ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari banyak kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis
mohon maaf dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
sempurnanya makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Manusia merupakan mahluk tidak berdaya kalau hanya mengandalkan nalurinya.Naluri manusia
tidak selengkap dan sekuat pada binatang.Untuk mengisi kekosongan dalam kehidupannya
manusia mengembangkan kebudayaan. Manusia harus memutuskan sendiri apa yang akan
dimakan dan juga kebiasaan-kebiasaan lain yang kemudian menjadi bagian dari kebudayaannya.
Manusia mengembangkan kebiasaan tentang apa yang dimakan, sehingga terdapat perbedaan
makanan pokok di antara kelompok/masyarakat. Demikian juga dalam hal hubungan antara laki-
laki dengan perempuan, kebiasaan yang berkembang dalam setiap kelompok menghasilkan
bermacam-macam sistem pernikahan dan kekerabatan yang berbeda satu dengan lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian sosialisasi dan kepribadian?
2. Apa sajakah agen-agen sosialisai?
3. Apa sajakah factor-faktor pembentuk kepribadian?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian sosialisasi dan kepribadian
2. Menjelaskan agen dan jenis- jenis sosialisasi
3. Menjelaskan factor-faktor pembentuk kepribadian
D. Manfaat
Untuk menambah pengetahuan penulis dan juga para pembaca
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kepribadian
Menurut beberapa ahli :
1. Theodore M. Newcomb seorang sosiolog berkebangsaan Amerika (dalam soisologi suatu
pengantar, soerjono soekanto, 1990) menyatakan bahwa kepribadian merupakan organisasi sikap
yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang dari perlakunya.
2. Roucek dan warren dalam buku mereka yang berjudul “sociology and introduction”
mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi factor-faktor biologis, psikologi, dan sosiologis
yang mendasari perilaku seorang individu.
3. Koentjaraningrat, seorang ahli antropologi Indonesia (dalam bukunya pengantar
antropologi 1996) menyatakan kepribadian sebagai susunan dari unsure-unsur akal dan jiwa
yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kepribadian merupakan abstraksi dari pola perilaku ,
2. Kepribadian merupakan cirri-ciri watak yang khas dan konsisten sebagai identitas
seorang individu, dan
3. Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, skiap dan berbagai sifat yang khas apabila
seseorang berhubungan dengan orang lain
· Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban dan rural ways of life). Contoh perbedaan
antara anak yang dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota
terlihat lebih berani untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya dan sikapnya lebih
terbuka untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan kebudayaan tertentu. Sedangkan
seorang anak yang dibesarkan di desa lebih mempunyai sikap percaya diri sendiri dan lebih
banyak mempunyai sikap menilai (sense of value).
· Kebudayaan khusus kelas sosial. Di dalam setiap masyarakat akan dijumpai lapisan sosial
karena setiap masyarakat mempunyai sikap menghargai yang tertentu pula.
· Kebudayaan khusus atas asar agama. Agama juga mempunyai pengaruh besar di dalam
membentuk kepribadian seorang individu. Bahkan adanya berbagai madzhab di dalam satu
agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-beda pula di kalangan umatnya.
· Kebudayaan berdasarkan profesi. Pekerjaan atau keahlian juga memberi pengaruh besar pada
kepribadian seseorang. Kepribadian seorang dokter, misalnya, berbeda dengan kepribadian
seorang pengacara, dan itu semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan cara-cara mereka
bergau
Faktor ekstrinsik, adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri seorang individu. Faktor
ekstrinsik ini berupa faktor lingkungan sosial budaya, tempat seorang individu hidup dan
melaksanakan pergaulan dengan warga masyarakat yang lain. Adapun kondisi faktor ekstrinsik
antara lain, kondisi lingkungan masyarakat setempat, kondisi lingkungan pergaulan, kondisi
lingkungan pendidikan, kondisi lingkungan pekerjaa, kondisi lingkungan masyarakat luas,
termasuk sebagai sarananya adalah media massa baik media massa cetak maupun elektronik.
4. Tahapan Sosialisasi
Tahapan sosialisasi menurut George Herbert Mead dapat dibedakan melalui tahap-tahap:
4.1. Tahap persiapan (preparatory stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan saat seorang anak mempersiapkan diri untuk
mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini
juga, anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Pada tahun 1690, John Locke mengemukakan Teori Tabula Rasa dalam bukunya yang berjudul “
An Essay Concerning Human Understanding.” Menurut teori ini, manusia yang baru lahir seperti
batu tulis yang bersih dan akan menjadi seperti apa kepribadian seseorang ditentukan oleh
pengalaman yang didapatkannya.
Teori ini mengandaikan bahwa semua individu pada waktu lahir mempunyai potensi kepribadian
yang sama. Kepribadian seseorang setelah itu semata-mata hasil pengalaman-pengalaman
sesudah lahir (Haviland, 1989:398). Perbedaan pengalaman yang dialami seseorang itulah yang
menyebabkan adanya bermacam-macam kepribadian dan adanya perbedaan kepribadian antara
individu yang satu dengan individu yang lain.
Teori tersebut tidak dapat diterima seluruhnya. Kita tahu bahwa setiap orang memiliki
kecenderungan khas sebagai warisan yang dibawanya sejak lahir yang akan memengaruhi
kepribadiannya pada waktu dewasa. Akan tetapi juga harus diingat bahwa warisan genetic hanya
menentukan potensi kepribadian setiap orang. Tumbuh dan berkembangnya potensi itu tidak
seperti garis lurus, namun ada kemungkinan terjadi penyimpangan. Kepribadian seseorang tidak
selalu berkembang sesuai dengan potensi yang diwarisinya.
Warisan genetik itu memang memengaruhi kepribadian, tetapi tidak mutlak menentukan sifat
kepribadian seseorang. Pengalaman hidup, khususnya pengalaman-pengalaman yang diperoleh
pada usia dini, sangat menentukan kepribadian individu.
Teori Cermin Diri (The Looking Glass Self) ini dikemukakan oleh Charles H. Cooley.
Teori ini merupakan gambaran bahwa seseorang hanya bisa berkembang dengan bantuan orang
lain. Setiap orang menggambarkan diri mereka sendiri dengan cara bagaimana orang-orang lain
memandang mereka. Misalnya ada orang tua dan keluarga yang mengatakan bahwa anak
gadisnya cantik. Jika hal itu sering diulang secara konsisten oleh orang-orang yang berbedabeda,
akhirnya gadis tersebut akan merasa dan bertindak seperti seorang yang cantik. Teori ini
didasarkan pada analogi dengan cara bercermin dan mengumpamakan gambar yang tampak pada
cermin tersebut sebagai gambaran diri kita yang terlihat orang lain.
Gambaran diri seseorang tidak selalu berkaitan dengan faktafakta objektif. Misalnya, seorang
gadis yang sebenarnya cantik, tetapi tidak pernah merasa yakin bahwa dia cantik, karena mulai
dari awal hidupnya selalu diperlakukan orang tuanya sebagai anak yang tidak menarik. Jadi,
melalui tanggapan orang lain, seseorang menentukan apakah dia cantik atau jelek, hebat atau
bodoh, dermawan atau pelit, dan yang lainnya.
Meskipun demikian, teori ini memiliki dua kelemahan yang menjadi sorotan banyak pihak. Apa
sajakah itu? Pertama, pandangan Cooley dinilai lebih cocok untuk memahami kelompok tertentu
saja di dalam masyarakat yang memang berbeda dengan kelompok-kelompok lainnya.
Misalnya anak-anak belasan tahun, memang peka menerima pendapat orang lain tentang dirinya.
Sedangkan orang dewasa tidak mengacuhkan atau menghiraukan pandangan orang lain, apabila
memang tidak cocok dengan dirinya. Kedua, teori ini dianggap terlalu sederhana.
Cooley tidak menjelaskan tentang suatu kepribadian dewasa yang bisa menilai tingkah laku
orang lain dan juga dirinya.
Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dia berpendapat bahwa diri manusia mempunyai
tiga bagian, yaitu id, superego, dan ego.
1) Id adalah
pusat nafsu serta dorongan yang bersifat naluriah, tidak sosial, rakus, dan antisosial.
2) Ego adalah
bagian yang bersifat sadar dan rasional yang mengatur pengendalian superego terhadap id. Ego
secara kasar dapat disebut sebagai akal pikiran.
3) Superego adalah
kompleks dari cita-cita dan nilai-nilai sosial yang dihayati seseorang serta membentuk hati
nurani atau disebut sebagai kesadaran sosial.
Gagasan pokok teori ini adalah bahwa masyarakat atau lingkungan sosial selamanya akan
mengalami konflik dengan kedirian dan selamanya menghalangi seseorang untuk mencapai
kesenangannya. Masyarakat selalu menghambat pengungkapan agresi, nafsu seksual, dan
dorongan-dorongan lainnya atau dengan kata lain, id selalu berperang dengan superego.
Teori ini mengatakan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian pengaruh umum
terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan itu. Pengaruh-pengaruh ini berbeda antara
kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, tetapi semuanya merupakan bagian dari
pengalaman bagi setiap orang yang termasuk dalam masyarakat tertentu (Horton, 1993:97).
Setiap masyarakat akan memberikan pengalaman tertentu yang tidak diberikan oleh masyarakat
lain kepada anggotanya. Dari pengalaman sosial itu timbul pembentukan kepribadian yang khas
dari masyarakat tersebut. Selanjutnya dari pembentukan kepribadian yang khas ini kita mengenal
ciri umum masyarakat tertentu sebagai wujud kepribadian masyarakat tersebut.
Teori ini mencoba melihat kaitan antara kebudayaan dan kepribadian dalam ruang lingkup yang
lebih sempit, yaitu kebudayaan khusus (subcultural). Dia menyebutkan ada beberapa tipe
kebudayaan khusus yang memengaruhi kepribadian, yaitu sebagai berikut.
Kepribadian adalah cirri-ciri watak yang khas dan konsisten sebagai identitas seorang individu.
Factor pembentuk kepribadian ada 4, yaitu warisan biologis, Lingkungan alam, lingkungan sosial
dan lingkungan budaya.
Saran
Pentingnya pengetahuan tentang sosialisasi dan pembentukan kepribadian yang sekarang harus
diterima oleh siswa-siwi sekolah menengah atas, agar kelak mereka tidak melakukan kesalahan
terhadap anak serta mereka dapat berperan penting dilingkungan masyarakat dengan
pengetahuan yang mereka miliki.
Daftar Pustaka
Internet
Buku sosiologi 1 penerbit yudhistira