Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
yang berjudul “Aspek-aspek budaya dasar yang berkaitan dengan seksualitas”.
Salawat dan salam tidak lupa penulis kirimkan kepada baginda Rasulullah Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju zaman yang serba
modern dengan perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Ucapan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas pada mata kuliah ”Ilmu sosial budaya dasar”
Penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dari para pembaca untuk
perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bukittinggi, 28 November 2014

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................................. iii


1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………… iii
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... iv

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian seksualitas ……………………………………………………………… 1

2.2 Pengertian kesehatan seksual ...................................................................................... 1

2.3 Karakteristik Kesehatan Seksual ....................................................................................... 2

2.4 keterampilan dasar Bidan dalam memberikan pelayanan seksualitas ............................... 2

2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas ......................................................................3

2.6 Beberapa masalah yang berhubungan dengan seksualitas .....................................................4

2.7 Aspek –aspek budaya yang berkaitan dengan seksualita ........................... .......................... 4

2.8 Contoh aspek sosial budaya di semarang …………………………………………………...7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 10
3.2Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak dahulu, seksualitas merupakan hal yang masih dianggap tabu untuk dibahas.
Walaupun kemudian kita tahu bahwaseksualitas di zaman sekarang akan selalu diidentikkan
dengan pergaulan bebas, pada dasarnya tidak semua orang memiliki pemahan yang baik
seputar seksualitas, bahkan mungkin hanya segelintir orang saja dari sekian banyak orang di
dunia ini. Padahal sama halnya dengan masalah-masalah lain dalam hidup ini, kunci
pemecahannya adalah dengan memahami hakikat masalah itu sendiri. poin penting ini juga
berlaku bagi seksualitas, yaitu penting sekali bagi kita untuk memahami
seputasseksualitas agar dapat menyelesaikan masalah berkenaan dengan seksualitas itu
sendiri. Konsep seksualitas seseorang dipengaruhi oleh banyak aspek dalam kehidupan, baik
aspek social maupun budaya
Tentu saja, kita tidak memerlukan seks sama seperti kita membutuhkan makanan, minuman
dan tempat tinggal demi keberlangsungan hidup. Namun demikian, kita tetap
membutuhkannya sebagai syarat mutlak untuk meneruskan keturunan. Dalam makalah ini
kita akan membahas aspek sosial budaya pada seksualitas.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Jelaskanlah Pengertian seksualitas?

1.2.2 Jelaskanlah Pengertian kesehatan seksual?

1.2.3 Jelaskanlah Karakteristik Kesehatan Seksual?

1.2.4 Jelaskanlah keterampilan dasar Bidan dalam memberikan pelayanan seksualitas?

1.2.5 Jelaskanlah Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas?

iii
1.2.6 Jelaskanlah Beberapa masalah yang berhubungan dengan seksualitas?

1.2.7 Jelaskanlah Aspek –aspek budaya yang berkaitan dengan seksualitas?

1.2.8 Jelaskanlah Contoh aspek sosial budaya di semarang

1.3 Tujuan penulisan

Agar mahasiswa lebih memahami tentang aspek-aspek sosial budaya yang berkaitan dengan
seksualitas.

Iv
BAB II

PEMBAHASAN

1.Pengertian seksualitas

 Seksualitas : bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka
mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang
dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku yang lebih halus seperti isyarat
gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata, termasuk pikiran, pengalaman,
nilai, fantasi, emosi.

 Seks : menjelaskan ciri jenis kelamin secara anatomi dan fisiologi pada laki-laki dan
perempuan --- hubungan fisik antar individu (aktivitas seksual genita

 Orientasi seksual (identitas seksual) adalah bagaimana seseorang mempunyai


kesukaan berhubungan intim dengan orang lain, dengan lawan jenis atau sejenis.

 Pengaturan seksual

Keluarga merupakan sebagai pengaturan seksual artinya mengatur hubungan jenis


kelamin antar anggota keluarga.Hubungan seksual antara ayah dan ibu harus tertib menurut
norma-norma yang berlaku di masyarakat yaitu melalui pernikahan yang resmi dan sah.Maka
,anak-anak yang lahir darinnya diakui diakui oleh masyarakat sebagi anak-anak yang sah
pula menurt hukum

 Penyimpangan seksual
Perzinaan,homoseksual,kumpul kebo,Sadomasochist,paedophilia,sodomi,gerontophilia

2.Pengertian kesehatan seksual

 Kesehatan seksual didefinisikan sebagai pengintegrasian aspek somatik, emosional,


intelektual, dan sosial dari kehidupan seksual, dengan cara yang positif yang
memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi dan cinta (WHO, 1975).

1
Definisi ini mencakup dimensi biologi, psikologi dan sosiokultural.

 Komponen kesehatan seksual : konsep seksual diri, body image, identitas jender,
dan orientasi seks

3.Karakteristik Kesehatan Seksual

a. Kemampuan mengekspresikan potensi seksual, dengan meniadakan kekerasan,


eksploitasi dam penyalahgunaan seksual.

b. Gambaran tubuh positif, ditunjukkan dengan kepuasan diri terhadap penampilan


pribadi

c. Kongruen antara seks biologis, identitas jender, dan perilaku peran jender

d. Kemampuan membuat keputusan pribadi (otonomi) mengenai kehidupan seksual


yang dijalani dalam konteks personal dan etik sosial

e. Kemampuan mengekspresikan seksualitas melalui komunikasi, sentuhan,


emosional dan cinta

f. Kemampuan menerina pelayanan kesehatan seksual untuk mencegah dan


mengatasi semua masalah, dan gangguan seksual

g. Menerima tanggung jawab yang berkaitan dengan peran jendernya

h. Menghargai sistem yang berlaku

i. Mampu membina hubungan efektif dengan orang lain

4.keterampilan dasar Bidan dalam memberikan pelayanan seksualitas

a. Pengetahuan dan kenyamanan diri terhadap seksualitas pribadi

b. Pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan seksualitas sepanjang rentang


kehidupan

2
c. Pengetahuan tentang seksualitas dasar, termasuk bagaimana masalah kesehatan dan
penyelesaiannya dapat mempengaruhi seksualitas dan fungís seks serta intervensi apa
yang dapat memfasilitasi ekspresi seksual

d. Keahlian komunikasi terapeutik

e. Menerima seksualitas sebagai area penting dalam intervensi keperawatan dan adanya
kemauan bekerja dengan klien yang mempunyai berbagai jenis ekspresi seksualitas

f. Kemampuan mengenal kebutuhan klien dan anggota keluarga dalam mendiskusikan


topik seksualitas, tidak hanya dengan tulisan atau audiovisual tapi juga melalui
diskusi verbal

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas

 Budaya

berpakaian, tata cara pernikahan, perilaku yang diharapkan sesuai norma. Peran laki-laki dan
perempuan mungkin juga akan dipengaruhi budaya

 Nilai-nilai religi (keagamaan)

Aturan atau batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan terkait seksualitas. Misalnya
larangan aborsi, hubungan seks tanpa nikah

 Status kesehatan

Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik. Medikasi dapat
mempengaruhi keinginan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama ketika diperburuk oleh
perasaan penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh, dapat menyebabkan klien
kehilangan perasaannya secara seksual.

 Hospitalisasi

Kesepian, tidak lagi memiliki privasi, merasa tidak berguna.Beberapa klien di rumah
sakit mungkin dapat berperilaku secara seksual melalui pengucapan kata-kata kotor, mencubit,dll

3
Klien yang mengalami pembedahan dapat merasa kehilangan harga diri dan perasaan
kehilangan yang mencakup maskulinitas dan femininitas.

6.Beberapa masalah yang berhubungan dengan seksualitas

 Penganiayaan seksual

Mencakup tindak kekerasan pada wanita, pelecehan seksual, perkosaan, pedofilia, inses,
pornografi anak.Mengakibatkan efek traumatik,masalah fisik dan psikologis, disfungsi
seksual.

 Aborsi

Dilakukan oleh wanita yang telah menikah maupun oleh wanita yang berhubungan seks
sebelum nikah.

 Penyakit menular seksual (PMS)

individu terlibat dalam melakukan hubungan seksual.PMS ditularkan dari individu yang
terinfeksi kepada pasangannya selama kontak seksual yang intim.

7.Aspek –aspek budaya yang berkaitan dengan seksualitas

Keanekaragaman ungkapan seksual di seluruh dunia cenderung untuk menyembunyikan


suatu penyamarataan pokok yang dapat di terapkan tanpa pengecualian bagi semua peraturan
sosial : di dalam adat istiadat budaya dari semua masyarakat, ada aturan yang mengatur dalam
melakukan perilaku seksual. Contoh : semua budaya praktek perkawinan di satu format yang
lain, dan perkawinan menyediakan perlakuan khusus dan kewajiban seksual, meskipun peraturan
bertukar-tukar dari satu masyarakat ke masyarakat berikutnya, tidak ada peraturan sosial yang
memutuskan untuk mengijinkan seksualitas tdk di atur secara total. “ Tiap-tiap masyarakat
membentuk, struktur dan menghambat ungkapan dan pengembangan tentang seksualitas ke
semua anggota-anggotanya “ (Beach, 1978, P. 116).

4
Setelah itu kecenderungan seksualitas wanita dan pria tidak pernah diijinkan pemerintah
hanya dalam kontek kelompok yang terorganisir.

Berdasarkan suatu penelitian terhadap anak-anak sekolah pada 2006, sebanyak 67 persen
anak kelas 4 sampai 6 mengaku sudah melihat pornografi. Sekitar 24 persen di antaranya
diakses dari komik dan 22 persen dari internet (Andrea Laksmi, 2010). Kehadiran internet yang
seharusnya menjadi media yang dapat memperluas wawasan mengenai dunia luar malah
dimanfaatkan oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab untuk semakin merusak moral
anak bangsa. Melalui situs-situs tertentu seorang anak kecil sekalipun dapat mengakses foto-foto
dan film-film porno dengan sangat mudah.

Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini akan sangat merusak moral anak bangsa
jika dalam penggunaannya tidak ada pihak yang dengan sadar mau mengawasi dan memberikan
pengarahan yang tepat tentang seksualitas. Kemajuan teknologi membuat semua orang dapat
memperoleh informasi dari negara lain dengan sangat mudah, hal ini dapat mengakibatkan
masuknya pamahaman-pemahaman baru dan budaya-budaya dari negara lain ke Indonesia. Seks
bebas yang sedang marak berkembang di tanah air merupakan budaya luar yang masuk dan
dijadikan sebagai trend oleh remaja saat ini.

Menurut penelitian LSM Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara) Bandung antara
tahun 2000-2002, remaja yang melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% di antaranya
mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali (Priscilla Yanuari Christi, 2011). Data ini
memperlihatkan bahwa kerusakan moral anak bangsa semakin tidak terkendali. Pandangan
negatif terhadap pendidikan seks karena dianggap sebagai hal yang tabu semakin membuat
remaja memiliki pengetahuan yang minim mengenai seksualitas. Tanpa adanya pengarahan yang
benar, remaja kemudian mencari pengetahuan tentang seks pada orang ataupun tempat yang
salah. Masalah moral yang kemudian muncul dan\ semakin berkembang karena meningkatnya
angka pelaku seks bebas adalah prostitusi atau pelacuran.

5
Prostitusi atau pelacuran merupakan masalah yang sudah ada sejak dulu dan sampai
sekarang belum ditemui cara yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah ini.

Dalam buku Patologi Sosial Jilid 1 karangan Kartono Kartini (2007: 207), dijelaskan
bahwa pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau pro-stauree, yang berarti
membiarkan diri berbuatzina, melakukan persundalan, percabulan dan pergendakan.

Kemudian dijelaskan pula bahwa salah satu alasan mengapa masalah ini tidak
dapatdiatasi adalah tidak adanya undang-undang negara yang melarang tindak pelacuran dan
relasi seks sebelum menikah, sedangkan upaya pemerintah untuk melokalisasi tempat-tempat
pelacuran pun mendatang banyak pro dan kontra.

Banyak kasus pelacuran di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa
yang memilih ekonomi sebagai alasan melakukantindakan immoril tersebut, tapi juga dilakukan
oleh para remaja yang pada dasarnya belum matang secara psikologis.

Data statistik menunjukkan kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah wanita-wanita
muda di bawah 30 tahun. Mereka itu pada umumnya memasuki dunia pelacuran pada usia
yangmuda,yaitu 13-24 tahun dan yang paling banyak ialah usia 17-21 tahun. Prostitusi atau
pelacurantidak hanya dilakukan oleh para wanita tap ijuga dapat dilakukan oleh laki-laki. Laki-
laki pelakupelacuran disebut dengan gigolo. T.S.G. Mulia, dkk dalam Kartino Kartono (2007:
215)menyatakan, pelacuran itu bisa dilakukan baik oleh kaum wanita maupun pria. Jadi, ada
persamaan predikat lacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan perbuatan
hubungan kelamin di luar perkawinan. Dalam hal ini, perbuatan cabul tidak hanya berupa
hubungan kelamin di luar nikah saja, akan tetapi termasuk pula peristiwa homoseksual dan
permainan permainan seksual lainnya.

Banyak isu seksualitas pernikahan yang muncul dari pengalaman masyarakat.


Pengalaman seseorang di masyarakat terhadap seks yang dialami, sering dijadikan contoh bagi
anggota masyarakat lainnya. Padahal semua informasi mengenai seks perlu divalidasi
kebenarannya secara logis dan teoritis.

6
8.Contoh aspek sosial budaya di beberapa deerah

a. Disemarang

Fenomena gigolo mungkin masih jarang diangkat sebagai topik berita. Kasus yang baru
saja terangkat kepermukaan adalah pembuatan film dokumenter yang bertajuk Cowboy in
Paradise. Film dokumenter ini pertama kali beredar di kalangan pengguna internet. Cuplikan
film yang berdurasisekitar dua menit ini menggambarkan kehidupan dan aktivitas pemuda
petualang cinta di Bali khususnya di pantai Kuta. Terangkatnya kasus ini, memperlihatkan
bahwa fenomena gigolo sedang berkembang di tengahtengah kehidupan masyarakat dan
menambah angka pelaku prostitusi di Indonesia (Anwar Khumaini, 2010). Indrawati Soewondo
dan Widyastuti Renaningsih yang melakukan penelitian mengenai kehidupan gigolo di Semarang
menyatakan bahwa, gigolo pada saat ini telah memiliki semacam “organisasi” sehingga mereka
tidak lagi bekerja secara sendiri-sendiri.

Organisasi yang biasanya terdiri dari 10 orang gigolo ini, menyembunyikan identitas
mereka sebagai gigolo danmberoperasi baik melalui internet atau mengiklankan diri di koran
sebagai pria pemijat. Data lain yang didapatkan adalah, 85% dari pengguna jasa gigolo barasal
dari kalangan gay, sedangkan konsumen dari kalangan perempuan di Semarang hanya sedikit
bila dibandingkan dengan di Surabaya dan Jakarta. Kebanyakan konsumen dari gigolo adalah
orang-orang dengan pendidikan tinggi dan mandiri. Salah satu hal yang menjadi alasan mengapa
jumlah gigolo semakin merebak adalah semakin banyaknya pria-pria yang malas dan tak
bermoral yang ingin bekerja dengan cara yang mudah dengan memanfaatkan wanita-wanita
mandiri. Keadaan masyarakat yang semakin permisif pun menjadi alasan lain mengapa jumlah
gigolo meningkat di Semarang. Hal ini dikarenakan tidak adanya upaya dari masyarakat untuk
menindak tegas praktek pelacuran ini (tim suara merdeka-72, 2003). Praktek pelacuran pria ini
tidak hanya dilakukan oleh mereka yang berada pada keadaan ekonomi yang sulit ataupun
mereka yang tidak berpendidikan, tapi juga dilakukan oleh mereka yang mampu secara
ekonomidan berpendidikan. Hal yang tidak dapat diingkari adalah kenyataan bahwa masalah ini
telah merambah dunia pendidikan di Indonesia. Sejak lama kampus diketahui sebagai salah satu
tempat berkembangnya praktek pelacuran. Kampus yang dikenal sebagai wadah untuk mencetak

7
generasi penerus bangsa yang cerdas dan bermoral nyatanya tak luput dari masalah pertukaran
nilai-nilai budaya di tengah-tengah mahasiswa. Gaya hidup glamor dan berfoya-foya membuat
sebagian mahasiswa mau melakukan apa saja demi memenuhi keinginannya. Hal ini kemudian
menimbulkan pertanyaan bagaimanakah konsep diri mahasiswa-mahasiswa yang terjerumus
dalam profesi terlarang ini. Menurut Worchel dkk dalam Tri Dayakisni (2000: 27) konsep diri
dapat dipahami sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang tentang
karakteristik atau ciri-ciri pribadinya. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami pula bahwa
dalam menjalani kehidupan setiap manusia memiliki konsep diri yang terdiri atas pengetahuan
akan diri, penilaian bagi diri serta pengharapan bagi diri sendiri. Hal ini juga

menjelaskan bahwa konsep diri merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam interaksi individu
dengan orang-orang di sekitarnya. Konsep diri suatu hal yang tidak dibawa sejak lahir dan
berkembang melalui pendidikan serta interaksi individu dengan orang-orang di lingkungannya.
Oleh karena itu, konsep diri seseorang dengan orang lain tidaklah sama, hal ini juga
berlaku pada mahasiswa yang breprofesi sebagai gigolo. Pandangan dan penilaian dari
masyarakat serta orang-orang sekeliling sangat mempengaruhi konsep diri mereka.
Setelah mengetahui betapa pentingnya konsep diri bagi seorang invidu dalam kaitannya dengan
pengetahuan diri, penilaian diri dan pengharapan bagi diri, maka peneliti merasa tertarik untuk
mengetahui bagaimanakah konsep diri seorang mahasiswa yang juga menjalani profesinya
sebagaim gigolo. Penelitian ini mengambil Yogyakarta sebagai tempat penelitian. Hal ini
dikarenakan Yogyakarta adalah kota pelajar yang dianggap memungkinkan banyaknya
pertukaran budaya yang dibawa oleh pelajar dari berbagai penjuru daerah dan negara. Penelitian
ini kemudian bertujuan agarsemua orang pada umumnya dan guru bimbingan dan konseling
(konselor) pada khususnya mendapatkan pengetahuan mengenai konsep diri dari peserta didik
yang terjerumus dalam dunia pelacuran khususnya gigolo.
b. Di Mangaia
adalah bagian paling selatan dari Pulau Polynesia. Pada tahun 1950 pulau ini dipelajari
oleh ahli antropologi Donald Marshall, bagaimanapun juga di Mangaia praktek seksual telah di
kutip secara luas. Ketika Marshall mengunjungi mangaia, ia mengamati suatu masyarakat
dimana kesenangan dan aktifitas seksual adalah suatu hubungan yang utama, mulai masa kanak-
kanak (Marshall, 1971). Anak-anak mempunyai perlindungan luas untuk seksualitas :
8
mendengarkan dongeng yang berisi uraian terperinci tentang tindakan seks dan anatomi
seksual, dan mereka mengamati profokatif tarian upacara agama. Selama pubertas jenis kelamin
menerima aktif dan merinci instruksi seks. Pria mengalami suatu operasi yang biasa
disebut Superincision yang terdiri dari memotong bagian atas penis, selama periode ini seorang
anak laki-laki dilengkapi dengan informasi terperinci tentang berbagai teknik seksual. Ia diajari
begaimana cara merangsang alat kelamin dan dada perempuan dengan mulutnya, untuk
membawa pasangan ke puncak nafsu, dan untuk mengontrol himbauan untuk ejakulasi. Seorang
anak perempuan di Mangaia juga diajari dalam aktifitas seksual. Mereka diajari pentingnya
enjadi aktif dan mau mnedengarkan selama berhubungan seksual.
Ketika instruksi untuk mereka selesai, anak-anak lelaki mulai mencari anak-anak perempuan.

Seks terjadi dalam “Public Privacy” ketika pria muda terlibat dalam praktek yang disebut
Night-Crawling malam hari anak laki-laki merangkak dengan tenang ke dalam rumah keluarga
perempuan muda yang ia ingini untuk memiliki hubungan seksual. Jika di bangunkan yang lain 5
sampai 15 anggota keluarga di rumah dengan sopan menyatakan tidur. Orang tua mengizinkan
praktek ini dan untuk mendengarkan bunyi suara tertawa sebagai tanda putri mereka yang
disenangi oleh pasangannya. Mereka mendorong wanita muda untuk mempunyai pertemuan
sehingga dia menemukan pasangan untuk menikah. Pola teladan ini tetap berlaku sepanjang anak
remaja pria dan wanita belum menika.

Hubungan seksual berlanjut untuk terjadi lebih sering setelah menikah. Marshall
menaksir bahwa seorang pria berusia 18 tahun mengalami tiga kali orgasme setiap malam dalam
seminggu, dan jika ia terampil, pasangannya juga dapat mengalami tiga kali orgasme. Satu
cakupan luas dari aktifitas seksual disetujui secara sosial, termasuk oral-genital seks dan pantas
di pertimbangkan sebelum dan selama berhubungan. Mangaia, kemudian, tidak hanya
memaafkan tetapi juga dengan aktif mendorong suatu hubungan seks ke tingkat yang lebih tinggi
sebagai norma.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Seksualitas merupakan bagaimana seeorang mengungkapkan persaannya kepada orang


lain dengan berhubungan,melalui sentuhan,belaian,cara berpakaian,cara berfikir dan lain
sebagainya.Seksualitas bisa dilakukan secara positif,bisa secara negatif yang mana akan
dipengaruhi oleh masing-masing budaya di suatu daerah dan penilaian tentang seksualitas pada
masing masing daerah tersebut tergantung pada budaya nya masingmasing menilai budaya
tersebut,seperti yang terjadi di daerah semarang.

3.2 Saran

Penulis mengharapkan para pembaca lebih memahami penjelasan tentang aspek-spek sosial
budayayang berkaitan dengan seksualitas dan penulis juga mengharapkan adanya saran dan
kritikan agar makalah ini lebih baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Wulandari, fitri. 2006. Sosiologi:untuk SMA/MA Kelas X Semester Genap. Jawa tengah. Viva Pakarindo

http://dekakenai.wordpress.com/2011/07/18/suatu-perspektif-antar-budaya-norma-norma-
sosial-dan-seksual/

http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/seksualitas-undip.pdf

http://eprints.uny.ac.id/9718/1/Bab%201%20-07104241010.pdf
MAKALAH

ASPEK-ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN


SEKSUALITAS

NAMA: Fasrah lila

NIM:144210513

TINGKAT:Ic

Dosen Pembimbing : Efrida,S.pd,S.ST

POLEKKES KEMENKES RI PADANG

PRODI D III KEBIDANAN BUKITTINGGI

TA. 2014/2015

Anda mungkin juga menyukai