Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PROMOSI KESEHATAN

Theory of Reasoned Action (TRA)danTheory of Planned Behavior (TPB)

Kelompok 3 AJ-1B:

Mazroh Ilma S 101511123079

Queen Azizah 101511123080

Elsya Kurniawati 101511123081

Hanifa Fitriana 101511123082

Zahidatul Rizkah 101511123083

Wahid Nur Alfi 101511123094

Fildah Alyani 101511123109

Birayu Jeny A 101511123110

Arina Candra P 101511123112

Alfiya Nuri R 101511123114

Riantini Amalia 101511123125

Eriza Anggraini F 101411123052


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015
1. THEORY OF REASONED ACTION (TRA)

Theory of Reasoned Action dicetuskan oleh Fishbein dan Ajzen (1975).Theory ini

menegaskan peran dari niat seseorang dalam menentukan apakahsebuah perilaku akan terjadi.

Teori ini secara tidak langsung menyatakanbahwaperilaku pada umumnya mengikuti niat dan

tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niatseseorang dipengaruhi oleh sikap terhadap suatu

perilaku, seperti apakah ia merasaperilaku itu penting. Teori ini juga menjelaskan sifat-sifat

normatif yang mungkindimiliki orang. Mereka berfikir tentang apa yang akan dilakukan

orang lain (orang-orang yang berpengaruh di dalam kelompok) pada situasi yang sulit.

Teori ini menghubungkan keyakinan (Beliefs), sikap (attitude), kehendak/intensi

(intention) dan perilaku intensi merupakan predictor terbaik dari perilaku.Jika ingin

mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik untukmeramalkannya

adalah mengetahui intensi orang tersebut.

Dalam model TRA, dikemukakan bahwa kinerja individu dari perilaku yang telah

ditetapkan akan ditentukan oleh maksud dari tindakan yang akan dilakukan dan tujuan

perilaku secara bersama-sama ditentukan oleh sikap individu dan norma-norma subjektif

(Ardi Hamzah, 2009). Ajzen dan Fishbein (1980) mengembangkan TRA untuk

menghubungkan keyakinan ke niat dan terus ke perilaku.Penelitian Ajzen dan Fishbein telah

menjadi dasar pemahaman terhadap hubungan antara sikap (attitude) dan perilaku

(behaviour) yang sebelumnya masih dipandang bersifat kontroversial.Attitude bersifat tidak

terlihat karena berhubungan dengan rasa, sedangkan behavior bersifat terlihat atau nyataa

karena berhungan dengan tindakan.Selanjutnya, dalam perkembangannya ditemukan bahwa

prediksi perilaku tersebut dapat jauh lebih akurat apabila ukuran sikap bersifat statistik,

bukan umum (Basu Swastha Dharmmesta, 1998).


TRA mampu memprediksi secara akurat namun hanya dalam kondisi tertentu yang

sangat spesifik.Spesifik disini maksudnya pada kondisi khusus yang tertentu saja. Manfaat

utamanya bagi peneliti ialah kemungkinan bahwa ukuran-ukuran minat berperilaku akan

memperkirakan pilihan-pilihan keperilakuan yang aktual di arena pasar, atau prediksi

perilaku ditentukan minat oleh minat. Jadi, para peneliti menganggap korelasi yang kuat

antara ukuran minat dan ukuran perilaku sangat mungkin terjadi dan memang demikian

terjadinya.Akan tetapi, Fishbein (1973), menyatakan bahwa kondisi kondisi dan persyaratan-

persyaratan harus mendukung secara maksimal untuk menghasilkan korelasi yang tinggi

sebelum ukuran-ukuran itu diperoleh (Basu Swastha Dharmmesta, 1992).

Variabel-variabel

1. Behavior belief adalah mengacu pada keyakinan seseorang terhadap perilaku tertentu.

Seseorang akan mempertimbangkan untung atau rugi dari perilaku tersebut (outcome

of the behavior), disamping itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi yang

akan terjadi bagi individu bila ia melakukan perilaku tersebut (evaluating regarding of

the outcome).

2. Normative belief adalah mencerminkan dampak keyakinan normative, disini

mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif dan norma social yang mengacu

pada keyakinan seseorang terhadap bagaiman dan apa yang dipikirkan orang-orang

yang dianggap penting oleh individu (referent persons) dan motivasi seseorang untuk

mengikuti perilaku tersebut.

3. Attitude towards the behavior adalah fungsi dari kepercayaan tentang konsekuensi

perilaku atau keyakinan normative, persamaan terhadap konsekuensi suatu perilaku

dan penilaian terhadap perilaku tersebut. Sikap juga berarti perasaan umum yang

menyatakan keberkenaan dan ketidakberkenaan seseorang terhadap suatu objek yang

mendorong tanggapannya. Factor sikap merupakan point penentu perubahan perilaku


yang ditunjukkan oleh perubahan sikap seseorang dalam menghadapi sesuatu.

Perubahan sikap tersebut dapat berbentuk penerimaan ataupun penolakan.

4. Importance norms adalah norma-norma penting atau norma yang berlaku di

masyarakat. Pengaruh factor social budaya yang berlaku di masyarakat dimana

seseorang itu tinggal. Unsur-unsur social budaya yang dimaksud seperti “gengsi”

yang juga dapat membawa seseorang untuk mengikuti atau meninggalkan sebuah

perilaku

5. Subjective norms adalah norma subjektif atau norma yang dianut seseorang

(keluarga). Dorongan anggota keluarga, termasuk kawan terdekat juga mempengaruhi

agar seseorang dapat menerima perilaku tertentu, yang kemudian diikuti dengan

saran, nasehat dan motivasi dari keluarga atau kawan. Kemampuan anggota keluarga

atau kawan terdekat mempengaruhi seorang individu untuk berperilaku seperti yang

mereka harapkan diperoleh dari pengalaman, pengetahuan, dan penilaian individu

tersebut terhadap perilaku tertentu dan keyakinannya melihat keberhasilan orang lainb

berperilaku seperti yang disarankan.

6. Behavioral intention adalah niat ditentukan oleh sikap, norma penting dalam

masyarakat dan norma subjektif. Komponen pertama mengacu pada sikap terhadap

perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku

tersebut (outcome of behavior). Disampuing itu juga dipertimbangkan pentingnya

konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu (evaluation regarding of the

outcome). Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma-norma subjektif dan

norma social yang mengacu peda keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa

yang dipikirkan orang-orang yang dianggap penting motivasi seseorang untuk

mengikuti pikiran tersebut.


7. Perilaku adalah sebuah tindakan yang telah dipilih seseorang untuk ditampilkan

berdasarkan atas niat yang sudah terbentuk. Perilaku merupakan transisi niat atau

kehendak ke dalam action/tindakan.

Menurut Fisbein dan Middlestadt (1989) ada variable eksternal yang muncultidak

secara langsung dalam Theory of Reasoned Action seperti variable demografis,jenis

kelamin, usia. Variabel seperti ini bukannya kurang penting, tetapi efeknya pada intensi

(kehendak) dianggap diperantai oleh sikap, norma subyektif dari komponen-komponen ini.

Keuntungan TRA

Keuntungan teori ini adalah memberikan pegangan untuk menganalisa komponen

perilaku dalam item yang operasional. Fokus sasaran adalah prediksi dan pengertian perilaku

yang dapat diamati secara langsung dan dibawah kendali seseorang, artinya perilaku sasaran

harus diseleksi dan diidentifikasikan secara jelas. Tuntutan ini memerlukan pertimbangan

mengenai perbedaan tidakan (action), sasaran (target), konteks(context), waktu (time), sikap,

norma subjektif, dan keyakinan.

Konsep penting dalam TRA adalah fokus perhatian (salience). Istilah ini mengacu

intervensi yang efektif, pertama-tama harus menentukan hasil dan kelompok referensi yang

penting bagi perilaku populasi yang dipertimbangkan. Hal ini berbeda dariperilaku populasi

yang satu ke populasi yang lain. Ini mengacu pada norma nilai dan norma-norma dalam

kelompok sosial yang diselidiki, sebagai indikator penting untuk memprediksikan perilaku

yang akan diukur. Contohnya : terdapat nilai dan norma di masyarakat bahwa diare bukan

suatu penyakit, tetapi sebagai hal yang alami dari tumbuh kembang anak. Haltersebut berarti

masyarakat memandang diare bukan fokus perhatian yang penting.Contoh lain : fokus

perhatian perilaku seksual dan pencegahan AIDS tidak akan sama antara

kelompok homoseksual dan kelompok lain tentang penggunaan kondom. Kelompok


homoseksual percayakondom dapat mencegah mereka terkena AIDS, tetapi bagi kelompok

lain, pengguna kondom justru akan menyebarluaskan perilaku seksual.

Kelemahan TRA

Kelemahan TRA adalah kehendak dan perilaku hanya berkorelasi sedang.kehendak tidak


selau menuju pada perilaku itu sendiri, terdapat hambatan-hambatan yang mencampuri
ataumempengaruhi kehendak dan perilaku. Selain itu,TRA tidak mempertimbangkan
pengalaman sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat-akibat jelas dari variabel
eksternal (variabel demografi, gender, usia, dan keyakinan kesehatan) terhadap pemenuhan
kehendak perilaku. Meskipun demikian, kelebihan TRA dibandingkan HBM adalah bahwa
pengaruh TRA berhubungan dengan norma subjektif. Menurut TRA, seseorang dapat
membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali berbeda. Hal ini berarti
keputusan seseorang untuk melakukan suatu tindakan tidak dibatasi pertimbangan-
pertimbangan kesehatan.
2.THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB)

Theory of Planned Behavior (TPB) pertama kali dicetuskanoleh Icek Ajzen

(1985).TPB ini merupakan penyempurnaan dariTheory of Reasoned Action (TRA). Sejak

pertama kalidiperkenalkan, TPB berhasil diaplikasikan dalam berbagai konteks

Model TPB merupakan perilaku yang direncanakan ataudiprogram dalam

pemanfaatan dan pengggunaan teknologi systeminformasi.Inti dari TPB adalah adanya unsur

kontrol perilaku yangdirasakan dapat mempengaruhi perilaku sebagai faktor tambahanyang

mempengaruhi minat untuk menggunakannya (Ardi Hamzah,2009).

Berdasarkan model TPB yang dikemukakan oleh Ajzen(1991) mengemukakan bahwa

perilaku individu dipengaruhi olehniat individu itu (behavioral intention) terhadap perilaku

tertentu.Sedangkan niat untuk berperilaku tersebut dipengaruhi olehvariabel sikap (attitude),

norma subjektif (subjective norm), dankontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived

behavioralcontrol).

Variabel – variable

Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan) mengandung

berbagai variabel yaitu :

1. Latar belakang (background factors)

Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian,

dan pengetahuan) mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal.

Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang,

yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Dalam

kategori ini Ajzen (2005), memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni personal,
sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu,

sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang

dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender),

etnis,pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman,

pengetahuan, dan ekspose pada media.

2. Sikap

Menurut Alport sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon terhadap

suatu objek dalam bentuk rasa suka atau tidak suka. Sikap merupakan kecenderungan

untuk mengevaluassi dengan beberapa derajat suka ( favor ) atau tidak suka ( unfavor ),

yang ditunjukan dalam respon kognitif, afektif, dan tingkalh laku terhadap suatu objek,

situasi, institusi, konsep atau orang / sekelompok orang.

Komponen sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif,

komponen afektif, dan komponen konatif.

a) Kognitif

Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu

pemilik sikap. Mam menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi,

kepercayaan, dan stereotype yang dimliki individu mengenai sesuatu.Contohnya

adalah sikap profesi medis. Percaya bahwa profesi medis seperti dokter dan perawat

berhubungan dengan kepercayaan yang tidak profesional, tidak berkualifikasi baik,

hanya berorientasi pada uang adalah beberapa contoh kepercayaan negatif yang

dipikirkan seseorang yang kemudian akan mengarahkan orang tersebut pada

akhirnya memiliki sikap yang negatif terhadap profesi medis, demikian juga

sebaliknya jika ia memiliki kepercayaan yang positif.


b) Afektif

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan

menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling

dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap

pengaruh – pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.Apabila

diaplikasikan pada contoh sikap terhadap profesi medis diatas, seseorang yang

memiliki perasaan jijik terhadap profesi medis dan apa yang dikerjakannya akan

melahirkan sikap yang negatif pada orang tersebut, demikian sebaliknya jika ia

memiliki perasaan positif, maka ia juga akan memiliki sikap positif pada profesi

medis.

c) Konatif ( Tingkah Laku )

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan

bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang

berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.Jika diaplikasikan pada contoh sikap

diatas, seseorang yang memiliki sikap positif pada profesi medis jika orang tersebut

menyatakan kesediannya untuk memberikan sumbangan pada pembangunan rumah

sakit baru, bersedia mengunjungi dokter, dan lainnya. Individu akan merasa nyaman

kalau ketiga komponen tersebut bersesuaian atau harmoni. Jika tidak ada kesesuaian

berarti terjadi disonansi, yang menyebabkan konsumnen merasa tidak nyaman dan

tidak enak.

3. Norma Subjektif
Norma subjektif merupakan persepsi seseorang terhadap adanya tekanan sosial

untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku. Selain itu ,Ajzen juga

mendefinisikan norma subjektif sebagai belief seseorang individu atau kelompok tertentu

menyetujui dirinya untuk menampilkan tingkah laku tertentu.

Peran Norma Subjektif untuk melakukan seseuatu yang penting, biasanya

seseorang mempertimbangkan apa harapan orang lain ( orang – orang terdekat,

masyarakat ) terhadap dirinya. Namun, harapan orang – orang lain tersebut tidak sama

pengaruhnya. Ada yang berpengaruh sangat kuat dan ada yang cenderung diabaikan.

Harapan dari orang lain yang berpengaruh lebih kuat, lebih memotivasi orang yang

bersangkutan untuk memenuhi harapan tersebut, akan lebih menyokong kemungkinan

seseorang bertingkah laku sesuai dengan harapan.

4. Kontrol Perilaku yang dirasakan

Kontrol perilaku yang dirasakan merupakan persepsi seseorang tentang kemudahan

atau kesulitan untuk menampilkan tingkah laku.Persepsi ini merupakan refleksi dari

pengalaman masa lampau individu dan juga halangan atau rintangan untuk menampilkan

tingkah laku.

Sebagaimana sikap dan norma subjektif, control perilaku yang dirasakan juga

merupakan sebuah fungsi belief, yang biasa disebut control belief yang mengacu pada

persepsi pada persepsi seseorang apakah ia mempunyai atau tidak mempunyai kapasitas

untuk menunjukkan perilaku. Control belief merupakan belief tentang ada atau tidaknya

faktor – faktor yang mempermudah atau menghambat dalam menampilkan tingkah laku

tersebut tidak hanya didasarkan pada pengalaman masa lalu individu dengan perilaku,

tetapi juga dipengaruhi oleh informasi tidak langsung dari pihak kedua mengenai

perilaku, hasil observasi terhadap pengalaman bertingkah laku teman, serta faktor lain
yang dapat meningkatkan atau mengurangi persepsi individu terhadap kesulitan untuk

menampilkan tingkah laku.

Ajzen berpendapat bahwa “ semakin besar sumber atau kesempatan yang seseorang

pikir untuk menampilkan tingkah laku serta semakin sedikit halangan dan rintangan

yang dapat diantisipasi, maka semakin besar pula persepsi mereka terhadap control

untuk menampilkan perilaku”.

Peran Kontrol perilaku yang dirasakan Kontrol perilaku yang dirasakan adalah

faktor yang sangat berperan dalam memprediksi tingkah laku yang tidak berada dibawah

control penuh individu tersebut. Kontrol perilaku yang disarankan berperan dalam

meningkatkan terwujudnya niat kedalam tingkah laku pada saat yang tepat. Individu bisa

saja memiliki sikap yang positif dan persepsi bahwa orang lain akan sangat mendukung

tindakannya tersebut, namun ia mungkin saja tidak dapat melakukannya karena ia

terhambat oleh faktor seperti perasaan tidak mampu untuk melakukannya. Hal tersebut

menunjukkan bahwa walaupun individu memiliki sikap, dan norma subjektif yang

mendukungnya untuk melaksanakan suatu tingkah laku, namun eksekusi tingkah laku itu

sendiri masih bergantung pada faktor kontrol perilaku yang dirasakan yang ia miliki.

Pengukuran kontrol Perilaku yang dirasakan ini dapat diukur secara langsung

dengan memberikan pertanyaan pada individu apakah ia mampu menampilkan suatu

tingkah laku yang diinginkannya atau apakah individu tersebut percaya bahwa ia dapat

melakukannya dengan sepenuhnya di bawah kontrol mereka. Sebagaimana dijelaskan

sebelumnya bahwa control belief  mengacu pada persepsi seseorang apakah ia

mempunyai atau tidak mempunyai kapasitas untuk menunjukkan perilaku. Kontrol

perilaku yang dirasakan diukur dengan menggunakan 2 skala yaitu :

a. Skala yang mengukur control belief subjek yaitu mengenai ada tidaknya faktor yang

menghambat atau mendorong untuk menampilkan perilaku.


b. Skala yang mengukur perceived power yaitu mengenai persepsi individu terhadap

kekuatan faktor – faktor yang ada dalam mendorong atau menghambat

ditampilkannya perilaku.

5. Niat

Niat berperilaku menurut Fishbein, Ajzen dan banyak peneliti merupakan suatu

predictor yang kuat tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi

tertentu.Dapat disimpulkan bahwa niat merupakan predictor yang kuat dari perilaku

yang menunjukkan seberapa keras seseorang mempunyai keinginana untuk mencoba,

seberapa besar usaha mereka untuk merencanakan, sehingga menampilkan suatu tingkah

laku.

Fishbein dan Ajzen mengatakan bahwa seberapa kuat niat seseorang menampilkan

suatu perilaku ditunjukkan dengan penilaian subjektif seseorang ( subjective

probability ), apakah ia akan melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut.

Beberapa ahli juga berpendapat bahwa cara yang paling sederhana untuk memprediksi

apakah seseorang akan melakukan sesuatu adalah dengan menanyakan apakah mereka

berniat atau mempunyai niat untuk melakukannya. Oleh karena itu, niat diukur denagn

meminta seseorrang untuk menempatkan dirinya dalam sebuah dimensi yang bersifat

subjektif yang meliputi hubungan antara individu dengan perilaku.

6. Perilaku

Secara etimologis kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi seseorang ( individu )

terhadap rangsangan / lingkungan. Selain itu, perilaku juga merupakan aktivitas yang

dilakukan individu dalam usaha memenuhi kebutuhan.Dari aspek biologis, perilaku

adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism atau makhluk hidup yang bersangkutan.
Skiner dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar).Teori Skiner ini dikenal sebagai teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon).

Theory Planned Behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of

Reasoned Action  (TRA).Konstruk yang belum ada adalah kontrol perilaku yang

dipersepsi.Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki

individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain, dilakukannya atau

tidak dilakukannya perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif

semata tapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang

bersumber pada keyakinannya terhadap control tersebut (control beliefs).

Sebagai aturan umum, semakin baik sikap dan norma subjektif dan semakin besar

control yang dirasakan, semakin besar niat seseorang untuk melakukan perilaku tertentu.

Aplikasi Theory Planned Behaviour

Individu percaya bahwa mengurangi

konsumsi alkohol dapat membuat hidup


Sikap untuk berperilaku
mereka produktif dan bermanfaat untuk

kesehatan mereka

Individu percaya bahwa orang-orang

Norma subyektif disekitar mereka ingin mereka mengurangi

konsumsi alkohol

Pengendalian perilaku Individu semakin percaya bahwa mereka

mampu mengurangi konsumsi alkohol karena

adanya persepsi bahwa itu merupakan hak

mereka serta adanya pertimbangan lain


berupa faktor pengendalian internal dan

eksternal

Individu mulai memiliki niat untuk


Niat
mengurangi konsumsi alkohol

3. BAGAN THEORY OF REASONED ACTION (TRA) DAN THEORY OF PLANNED

BEHAVIOUR

Keterangan :

: Theory Of Planned Behaviour (TPB)


4. PERBEDAAN TEORY OF REASONED ACTION (TRA) dan TEORY OF PLANNED

BEHAVIOR (TPB)

Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah tambahan penentu intensi berperilaku

yang ke tiga, yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor

yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan

perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan suatu

perilaku). PBC mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia

mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu.

Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang

akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi

untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki

persepsi yang rendah dalammengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs

yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Persepsi ini dapat

mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap

terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu.

Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk

yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin baginya, secara

sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan

untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku -perilaku tertentu

TRA/TPB dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai anteseden terdekat dari

suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu

perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia melakukannya. Intensi adalah suatu fungsi

dari beliefs dan atau informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan
suatu perilaku tertentu akan mangarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa

berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar

kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Karena Ajzen dan Fishbein tidak hanya tertarik

dalam hal meramalkan perilaku tetapi juga memahaminya,mereka mulai mencoba untuk

mengindentifikasi penentu-penentu dari intensi berperilaku.


DAFTAR PUSTAKA

● Glanz, Karen. Barbara K. Rimer. K. Viswanath, Health Behaviour and Health

Education Theory, Research, and Practice. 4th Edition, 2008, San Fransisco: Jossey-

Bass.

● Croyle,Robert T.2005.Theory at a Glance.Division of Cancer Control and Population

Sciences National Cancer Institut.

Anda mungkin juga menyukai