Anda di halaman 1dari 12

Tugas Toksikologi Industri

INSEKTISIDA

Disusun oleh:
KELOMPOK 2
Nur Khuriyah Fitri A 101511123011
Hujatul Kalamillah 101511123031
Nurlita Wulansari 101511123043
Danan Rizki P 101511123056
Rendhar Putri H 101511123103

S1 KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
INSEKTISIDA

A. Dasar Teori
1. Ruang lingkup pekerjaan
Terdapat beberapa pekerjaan yang mengharuskan tenaga kerja kontak dengan
insektisida, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:
a. Petani sawah dan perkebunan
Selain petani, keluarga petani juga merupakan orang yang mempunyai risiko
keracunan insektisida. Hal ini karena keluarga petani selalu kontak dengan petani
penyemprot, tempat penyimpanan insektisida, peralatan aplikasi insektisida.
Selain itu sesudah aplikasi penggunaan insektisida dapat juga menimbulkan
kontaminasi pada air, makanan, dan peralatan yang ada di rumah.
b. Pekerja pabrik pembuatan insektisida
Pekerja pada pabrik insektisida berisiko mengalami keracunan insektisida jika
tidak bekerja SOP perusahaan.
c. Pekerja pada kios penjualan insektisida
Pekerja pada kios penjualan pestisida dapat terpapar insektisida melalui
pernafasan, mulut, maupun kulit ketika bekerja. Hal tersebut disebabkan karena
pekerja melakukan aktivitas seperti menuangkan insektisida, menata insektisida
dan lingkungan kerja yang tidak sesuai seperti ventilasi dan luas ruangan yang
kurang serta tidak tersedianya alat pelindung diri.
d. Petugas pengendalian vektor
Penggunaan insektisida untuk pengendalian vektor contohnya pemberantasan
vektor malaria.
Ada empat macam uraian pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi
dalam penggunaan insektisida, yakni:
a. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat insektisida (produk
insektisida yang bekum diencerkan).
b. Mencampur insektisida sebelum di aplikasikan atau disemprotkan.
c. Mengaplikasikan atau menyemprotkan insektisida.
d. Mencuci alat aplikasi sesudah penggunaan.

1
Dalam penggunaanya insektisida, pekerjaan yang menimbulkan risiko
kontaminasi lewat kulit adalah:
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet
atau drift insektisidanya dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju atau
sarung tangan yang terkontaminasi insektisida.
b. Pencampuran insektisida
c. Mencuci alat-alat insektisida.
Sedangkan pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran
pernafasan adalah
a. Bekerja dengan insektisida (menimbang, mencampur dan sebagainya) di ruangan
tertutup atau yang ventilasinya buruk.
b. Aplikasi insektisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya
fumigasi), aerosol serta fogging, terutama aplikasi di dalam ruangan; aplikasi
insektisida berbentuk tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai risiko tinggi.
c. Mencampur insektisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan)
2. Golongan insektisida
Berdasarkan golongan, insektisida organik sintetik dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Golongan organoklorin
Pestisida golongan organoklorin merupakan pestisida yang sangat
berbahaya sehingga pemakainnya sudah banyak dilarang. Sifat pestisida ini yang
volatilitas rendah, bahan kimianya yang stabil, larut dalam lemak dan
biotransformasi serta biodegradasi lambat menyebabkan pestisida ini sangat
efektif untuk membasmi hama, namun sebaliknya juga sangat berbahaya bagi
manusia maupun binatang oleh karena persitensi pestisida ini sangat lama di
dalam lingkungan dan adanya biokonsentrasi dan biomagnifikasi dalam rantai
makanan.
Tabel 1. Klasifikasi insektisida organoklorin
Kelompok Komponen
Cyclodienes Aldrin, Chlordon, Diedrin, Heptachlor,
Toxaphen, Kepon, Mirex
Hexachlorocyclohexan Lindome
Derivat Chlorinated-ethan DDT
DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya
masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang

2
residu DDT masih dapat terdeteksi. Apabila seseorang menelan DDT sekitar
10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu
beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg. Gejala
yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut: nausea, vomitus,
paresthesis pada lidah, bibir dan muka, iritabilitas, tremor, convulsi, koma,
kegagalan pernafasan, kematian.
b. Golongan organofosfat
Golongan organofosfat merupakan racun kontak yang menurunkan aktivitas
enzim kolinesterase darah dan bekerja sebagai racun saraf sebagaimana halnya
dengan racun golongan karbamat. Komposisi organofosfat terdiri dari unsur
fosfat, karbon, dan hidrogen. Bahan aktif yang terkandung di dalam orgaonofosfat
adalah malathion, asefat, dan diazinon.
Tabel 2. Beberapa golongan organfosfat
Nama Keterangan
Parathion 1. Toksisitas tinggi untuk hewan berdarah panas
2. Sebagai racun saraf yang menghambat kolinesterase,
bersifat non-sistemik, dan bekerja sebagai racun kontak
pada lambung dan inhalasi
Diazinon 1. Bersifat non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak,
racun perut, dan efek inhalasi.
2. Diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed
treatment).
Malathion 1. Digunakan untuk mengendalikan vektor penyakit.
2. Bersifat non-sistemik ini bertindak sebagai racun kontak
dan racun lambung, serta memiliki efek sebagai racun
inhalasi.
Asefat Untuk mengendalikan hama-hama penusuk-penghisap dan
pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk
ulat tanah), penggorok daun dan wereng.
Profenofos Digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama
(terutama Lepidoptera) dan tungau
DDVP 1. Aerosol untuk membunuh lalat, nyamuk, dan ngengat
(Dichlorovinyl dengan cepat
fosfat) 2. Bersifat non-sistemik, bekerja sebagai racun kontak, racun
perut, dan racun inhalasi
Systox Tahan lama terhadap sistemik insektisida, diserap oleh
(demeton) akar, batang, atau dedaunan
Triazofos 1. Bersifat non-sistemik, tetapi bias menembus jauh ke dalam
jaringan tanaman (translaminar)
2. Digunakan untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat
dan tungau.
Apabila organofosfat tertelan, meskipun hanya dalam jumlah sedikit, dapat
menyebabkan kematian pada manusia. Organofosfat menghambat aksi

3
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah
dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine
menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah
acetylcholine meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik
pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala
keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Tabel 3. Nilai LD50 insektisida organfosfat
Komponen LD50 (mg/kg)
Malathion 1357
Methyl parathion 10
Parathion 3
Systox 2,5
TEPP 1
c. Golongan karbamat
Pestisida dari golongan karbamat relatif mudah diurai di lingkungan (tidak
persisten) dan tidak terakumulasi oleh jaringan lemak hewan. Insektisida dari
golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat
Asetilkolinesterase (AChE).
Tabel 4. Beberapa golongan karbamat
Nama Keterangan
. Karbaril 1. Bertindak sebagai racun perut dan racun kontak dengan
sedikit sifat sistemik
2. Sebagai zat pengatur tumbuh dan sifat ini digunakan
untuk menjarangkan buah pada apel.
Propoksur 1. Insektisida yang bersifat non-sistemik dan bekerja
sebagai racun kontak serta racun lambung yang memiliki
efek knock down sangat baik dan residu yang panjang.
2. Digunakan sebagai insektisida rumah tangga (antara lain
untuk mengendalikan nyamuk dan kecoa), kesehatan
masyarakat, dan kesehatan hewan.
Fenobukarb 1. Insektisida non-sistemik dengan kerja sebagai racun
(BPMC) kontak.
2. Digunakan untuk mengendalikan wereng, ulat buah,
thrips, dan aphids pada kapas.
3. Bahaya insektisida bagi tubuh
Sifat bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau
mempengaruhi organ tertentu dalam tubuh, diantaranya sebagai berikut :
a. Paru dan sistem pernafasan
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau
pneumonitis). Pada kejadian inflamasi, bahan kimia dalam paru dapat

4
menyebabkan edema pulmoner (paru-paru berisi air) dan dapat berakibat fatal.
Sebagaian bahan kimia dapat menimbulkan reaksi alergi dalam saluran nafas,
seperti nafas pendek dan menimbulkan bunyi saat bernafas.
b. Hati
Sebagian besar bahan kimia mengalami metabolisme di hati, sehingga banyak
bahan kimia yangg berpotensi merusak sel hati. Efek jangka pendeknya berupa
inflamasi pada sel hati, nekrosis, dan penyakit kuning. Sedangkan untuk efek
jangka panjangnya adalah sirosis hati dan kanker hati.
c. Ginjal dan saluran kencing
Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis,
kanker ginjal, dan kanker kandung kemih
d. Sistem saraf
Akibat dari efek toksik insektisida adalah kejang otot dan paralisis (lumuh).
Selain itu terdapat bahan kimia yang dapat meracuni saraf yang menuju tangan
dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.
e. Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia dapaat merusak seldarah merah yang menyebabkan anemia
hemolitik. Ada juga bahan kimia yang merusak sumsum tulang dan organ lain
tempat pembuatan sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.
f. Jantung dan pembuluh darah
Bahan kimia seperti bondisulfida daat menyebabkan peningkatan penyakit
pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan penyakit jantung.
g. Kulit
Banyak bahan kimia yang bersifat iritan, sehingga menyebabkan dermatitis atau
sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat,
hilangnya pigmen (vitiligo), dan kanker kulit.
h. Sistem reproduksi
Terdapat bahan kimia yang bersifat teratogenik dan mutangenik yang berdampak
pada keturunan. Selain itu, secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan
testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.
i. Sistem yang lain
Bahan kimia dapat menyerang sistem kekebalan tulang, otot, dan kelenjar tiroid.
Petani yang terpapar insektisida mengakibatkan peningkatan fungsi hati sebagai

5
salah satu tanda toksisitas terjadinya kelainan hematologik, meningkatkan kadar
S03T dan S0PT dalam darah serta meningkatkan kadar ureum dalam darah.
4. Upaya penanganan keracunan insektisida
Penanganan keracunan insektsida organofosfat harus secepat mungkin
dilakukan. Berikut pertolongan pertama yang dapat dilakukan :
a. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar, segera muntahkan penderita,
namun bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya
aspirasi.
b. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan. Terlebih
dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang menyumbat jalan
nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan lakukan pernafasan dari mulut ke mulut.
c. Bila kulit terkena organofosfat, segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit
dicuci dengan air sabun.
d. Bila mata terkena organofosfat, segera cuci dengan banyak air selama 15 menit.
Sedangkan untuk pengobatannya, dapat diberikan antidotum sulfat atropin dan
pralidoksim. Antidotum sulfat atropin dengan dosis 2 mg IV atau IM harus dulang
setiap 10 15 menit sampai terlihat gejala-gejala keracunan atropin yang ringan
berupa wajah merah, kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Sedangkan
pralidoksim, diberikan segera setelah pasien diberi atropin dengan dosis 1 gram pada
orang dewasa dan dapat diulang 1 2 jam jika tidak terjadi perbaikan.
5. Upaya pencegahan keracunan
Pedoman dan petunjuk-petunjuk pemakaian pestisida yang dikeluarkan oleh
Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, yaitu:
a. Mereka yang bekerja dengan pestisida harus diberitahu bahaya yang akan
dihadapinya atau mungkin terjadi dan menerima serta memperhatikan pedoman
dan petunjuk-petunjuk tentang cara-cara bekerja yang aman dan tidak
mengganggu kesehatan.
b. Harus ada pengawasan teknis dan medis yang cukup.
c. Harus tersedia fasilitas untuk PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)
d. Penyemprot diharuskan memakai tutup kepala atau masker yang tak dapat
tembus, serta dicuci dengan baik secara berkala.
e. Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat-tempat yang mungkin
terkena pestisida, dalam hal ini ia tidak diperkenankan bekerja dengan pestisida,
karena keadaan ini akan mempermudah masuknya pestisida ke dalam tubuh.

6
f. Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit (mandi) dan mencuci pakaian
harus tersedia cukup.
g. Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4 sampai 5 jam dalam satu
hari kerja,
h. Harus dipakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri,
i. Disamping memperhatikan keadaan-keadaan lainnya, pekerja tidak boleh
merokok, minum atau makan sebelum mencuci tangan dengan bersih memakai
sabun dan air.
j. Alat-alat penyemprot harus memenuhi ketentuan-ketentuan keselamatan kerja.
k. Semua wadah pestisida harus mempunyai etiket yang memenuhi syarat
l. Sedapat mungkin diusahakan supaya tenaga kerja pertanian yang bersangkutan
dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala
6. Pengelolaan insektisida
Pengelolaan dan penanganan insektisida perlu dilakukan dengan baik untuk
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan menjamin mutu insektisida yang
akan digunakan. Berikut pengelolaan insektisida yang baik dan benar:
I. Penyimpanan insektisida
a. Gudang
Gudang tempat penyimpanan insektisida harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain; aman dari pencurian, tidak bocor, tidak kena banjir,
cukup ventilasi/penerangan atau pencahayaan, dan tidak menyatu dengan
tempat permukiman serta tidak digabung dengan bahan non-insektisida.
b. Konstruksi bangunan gudang
1) Lantai dan dinding harus kedap air dan mudah dibersihkan
2) Langit langit atap terbuat dari bahan yang ringan dan tidak tembus
cahaya.
3) Bangunan dilengkapi dengan exhause fan (kipas penghisap)
4) Bahan bangunan sedapat mungkin tidak mudah terbakar
c. Sanitasi
Terdapat beberapa persyaratan, diantaranya tersedia air bersih yang cukup,
tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dengan kain lap,
dan tersedia tempat sampah.

7
d. Tata letak tempat penyimpanan
1) Insektisida yang akan disimpan dikelompokkan berdasarkan bentuk
formulasi (padat atau cair), secara tepat dan aman
2) Setiap kemasan insektisida tidak boleh diletakan langsung di atas lantai,
untuk kemasan yang berat (drum, bags, boxes) diletakkan/disusun di atas
balok-balok kayu (pallet), untuk kemasan kecil diletakkan / disusun di
dalam rak
3) Tinggi rak/susunan kemasan besar, maksimal 2 meter dan jarak dari atap
gudang minimal 1 meter.
4) Insektisida dengan kemasan bungkusan yang berbentuk kotak disusun
dengan sistem berkait dengan diberi jarak di antara tumpukan, untuk
sirkulasi udara.
5) Jarak tumpukan insektisida dari dinding minimal 50 cm, untuk lewat orang
6) FEFO (First Expired First Out).
7) Penyimpanan insektisida harus dilengkapi dengan kartu stok, kartu gudang
dan kartu barang
e. Distribusi
Distribusi perlu dilakukan dengan baik agar kualitas insektisida tetap terjamin.
Untuk itu harus diperhatikan bahwa dalam pendistribusian insektisida,
kemasan harus dijaga dari kerusakan atau kebocoran dan terlindung dari
pengaruh cuaca luar (panas, hujan dll). Penempatan insektisida dalam sarana
angkutan harus diatur sehingga tidak mudah terjadi benturan-benturan selama
perjalanan
II. Penanganan insektisida di lapangan
Penanganan insektisida selama operasional di lapangan perlu memperhatikan hal-
hal berikut:
Penyimpanan sementara di lapangan/desa ditempatkan pada ruangan atau peti
yang dapat dikunci
Harus ada petugas yang mengawasi
Sisa insektisida segera dikembalikan ke gudang asal
Sisa larutan insektisida dan wadahnya harus dikubur minimal setengah meter
di dalam tanah, jauh dari sumber air.

8
III. Pemusnahan
a. Penguburan dalam tanah (Landfill)
Untuk suatu jumlah sisa insektisida yang sedikit, maka penguburan dilakukan
minimal setengah meter di dalam tanah, jauh dari sumber air.
b. Pemanasan (thermal decomposition)
Pemusnahan insektisida dengan pemanasan dilakukan dengan suhu tinggi
(9000C-10000C) melalui incinerator (instalasi pembakaran).
c. Kimiawi (Chemical Neutralization)
Cara ini hanya dapat dilakukan oleh instansi yang kompeten
B. Studi Kasus

Sumber: http://www.radar-karawang.com/2013/02/puluhan-petani-keracunan-
pestisida.html
9
C. Pembahasan
Puluhan petani di Kecamatan Tirtamulya, Karawang diketahui menderita
keracunan ringan pestisida. Pestisida yang digunakan mengandung zat organfosfat yang
merupakan salah satu zat dengan tingkat toksisitas yang tinggi. Organofosfat
merupakan racun kontak yang menurunkan aktivitas enzim kolinesterase darah dan
bekerja sebagai racun saraf.
Organofosfat dapat masuk ke dalam tubuh melalui paparan langsung dengan kulit,
inhalasi, atau ingesti. Apabila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah sedikit, dapat
menyebabkan kematian pada manusia. Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Hal tersebut mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer, sehingga
menyebabkan keracunan.
Keracunan yang dialami oleh petani Tirtamulya meskipun ringan, namun
hendaknya perlu mendapat perhatian lebih, karena apabila dibiarkan dan terjadi
akumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan disfungsi otonom hingga kematian. Apabia
organofosfat tertelan maka harus segera dimuntahkan, namun apabila korban tidak
sadar tidak boleh dimuntahkan. Apabila korban sesak nafas segera beri nafas buatan,
tetapi terlebih dahulu bersihkan mulut korban dari air liur dan muntahannya. Dan
apabila terkena kulit dan mata segera bilah dengan air yang banyak.
Untuk mengatasi keracunan insektisida pada petani Tirtamulya, hendaknya perlu
diadakan sosialisasi mengenai tata cara penggunaan insektisida dengan benar, upaya
pertolongan bila terjadi keracunan, serta cara penyimpanan insektisida. Selain itu perlu
juga diberikan alat pelindung diri ada petani, seperti masker, sarung tangan, kacamata,
dan pakaian pelindung lengan panjang. Pemeriksaan secara berkala juga penting
dilakukan setiap bulan sekali yang berpedoman pada standard kolinesterase dalam
darah.
D. Penutup
Petani memiliki risiko yang tinggi untuk terpapar pestisida, terutama insektisida.
Padahal insektisida mengandung berbagai macam zat berbahaya yang dapat
menimbulkan gangguan pada organ tubuh, disfungsi otonom, hingga kematian. Oleh
karena itu perlu mendapat perhatian lebih dalam penggunaan insektisida khususnya di
sektor pertanian.

10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a, 2013. http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/dampak-negatif-penggunaan -
pestisida/. Diaksespadatanggal 10 mei 2013 pukul 16:45.

Anonim b, 2013. http://www.tanindo.com/index.php?option=com _content & view =


section & layout = blog & id=9&Itemid=15. Diaksespadatanggal 10 mei 2013
pukul 16:45.

Ardianto, Erwin. 2013. BAB 2 KTI. Semarang: Universitas Diponegoro <Sitasi


eprints.undip.ac.id/43729/3/ARWIN_ARDIYANTO_G2A009002_BAB2KTI.pdf
>\

Hermanto, Arif; Aviolita, Aviva; Bismi, Dhewyangga P; Iman, R.Ardian. 2012.


Organoklorin. Malang: Universitas Brawijaya

Hidayat, Natawigena; G. Satari. 1981. Seminar Terbatas: Kecenderungan Penggunaan


Pupuk dan Pestisida dalam Intensifikasi Pertanian dan Dampak Potensialnya
Terhadap Lingkungan. Bandung: Lembaga Ekologi Universitas Padjajaran

Mulyani, S. dan M. Sumatera. 1982. Simposium Entomologi: Masalah Residu Pestisida


pada Produk Hortikultura., Bogor: Institut Pertanian Bogor

Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Yogyakarta: Universitah Gajah Mada Press

Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) Dalam Pengendalian Vektor Tahun 2012.


Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Pujiono. 2009. Tesis: Hubungan Faktor Lingkungan Kerja dan Praktek Pengelolaan
pestisida Dengan Kejadian Keracunan pestisida Pada Tenaga Kerja di Tempat
Penjualan Insektisida di Kabupaten Subang. Semarang: Universitas Diponegoro

Prijanto, Teguh Budi. 2009. Tesis: Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida
Organofosfat Pada Keluarga Petani Hotikultura Di Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang. Semarang: Universitas Diponegoro

Raka, Mang. 2013. Puluhan Petani Keracunan Pestisida. Karawang : Radar Karawang
<Sitasi http://www.radar-karawang.com/2013/02/puluhan-petani-keracunan-
pestisida.html>

Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Universitah Gajah


Mada Press

11

Anda mungkin juga menyukai