Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PERILAKU KESEHATAN

TEORI FISHBEIN AJZEN

Disusun oleh:

1. Rianasari (25010112120019) 10. Tiodora Ultaria (25010112120028)


2. Desi Tri P. (25010112120020) 11. Pradipta D. S. P (25010112120029)
3. Faeliskah (25010112120021) 12. Reni Setyarini (25010112120030)
4. Meidia A S. (25010112120022) 13. Chesaria C C (25010112120031)
5. Kun Dwi A. (25010112120023) 14. Reza Ayu R M (25010112120032)
6. Norma A K. (25010112120024) 15. Rizky Endah W (25010112120033)
7. Nurul O P. S (25010112120025) 16. Luluk Masruroh (25010112120034)
8. Siti R (25010112120026) 17. Reni Mulyanti (25010112120035)

9. Mia Kartika (25010112120027) 18. Nadhya Risky P. (25010112120036)

Kelas A 2012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014

Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku Yang


Direncanakan (Theory of Planned Behaviour )
1. Theory of Reasoned Action (TRA)

Theory Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun
1980 . Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku
dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia.
Model tindakan yang masuk akal tentang faktor-faktor yang menentukan perilaku
seseorang, yang dijelaskan Fishbein dan Ajzen dalam skema di bawah ini:
Behavioural Belief
(Keyakinan seseorang
bahwa setiap perilaku Sikap terhadap
menimbulkan hasil tertentu, perilaku
dan penilaian orang akan
hasil tersebut)

Niat Perilaku

Normative Belief
(Keyakinan seseorang bahwa
individu atau kelompok
tertentu berpikir apakah dia Norma subyektif
sebaiknya melakukan suatu
perilaku tertentu atau tidak,
serta motivasi untuk
mengikutinya)

Dalam Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) ini, Fishbein


dan Ajzen menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku
menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku atau tidak
melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama
berhubungan dengan sikap terhadap perilaku dan yang lain berhubungan dengan
pengaruh sosial yaitu norma subjektif. Dalam upaya mengungkapkan pengaruh
sikap dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya
perilaku, Fishbein dan Ajzen melengkapi teori tindakan beralasan ini dengan
keyakinan (belief). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari keyakinan terhadap
perilaku (behavioural belief), sedangkan norma subjektif berasal dari keyakinan
normatif (normative belief).

Intensi ditentukan oleh sikap dan norma subyektif. Komponen pertama


mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan
untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcome of the behavior). Disamping itu
juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi
individu (evaluation regarding the outcome). Komponen kedua mencerminkan
dampak dari norma-norma subyektif. Norma sosial mengacu pada keyakinan
seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang
dianggapnya penting (referent person) dan motivasi seseorang untuk mengikuti
pikiran tersebut.

Contoh : Orang tua mempunyai harapan tentang keikutsertaan dalam program ini
imunisasi bagi anak-anaknya. Mereka mungkin percaya bahwa
imunisasi melindungi serangan-serangan penyakit (keuntungan), tetapi
juga menyebabkan rasa sakit atau tidak enak badan dan juga mahal
(kerugian). Orang tua akan mempertimbangkan mana yang lebih
penting antara perlindungan kesehatan atau tangisan, mungkin anak
panas dan mengeluarkan uang.

Pertanyaan yang sering muncul ialah atas dasar apa seseorang mempunyai
keyakinan dan norma sosial? Pertanyaan ini mencakup peran variabel eksternal,
seperti variabel demografis, jenis kelamin, usia, yang tidak muncul secara
langsung dalam theory of reasoned action. Menurut Fishbein & Middlestadt
variabel ini bukannya kurang penting, tetapi efeknya pada intensi (kehendak)
dianggap diperantai oleh sikap, norma subyektif, dan berat relatif dari komponen-
komponen ini.

Keuntungan teori ini adalah member pegangan untuk menganalisa


komponen perilaku dalam item yang operasional. Bagaimana sejumlah
pencegahan harus dipertimbangkan supaya model ini dipergunakan dengan tepat.
Fokus sasaran adalah prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara
langsung dan dibawah kendali seseorang. Artinya bahwa perilaku sasaran harus
diseleksi dan diidentifikasikan secara jelas. Tuntutan ini memerlukan
pertimbangan mengenai tidakan (action), sasaran (target), konteks(context),
waktu (time).
Lebih lanjut, sebuah konsep penting dalam teori ini ialah fokus
perhatian (salience). Istilah ini mengacu intervensi yang efektif, pertama-tama
harus menentukan hasil dan kelompok referensi yang penting bagi perilaku
populasi yang dipertimbangkan. Hal ini berbeda dari dari perilaku populasi yang
satu ke populasi yang lain. Ini mengacu pada norma nilai dan norma-norma dalam
kelompok sosial yang diselidiki, sebagai indikator penting untuk memprediksikan
perilaku yang akan diukur. Dengan menggunakan model Fishbein, dapat
dikatakan yang penting bukankah budaya itu sendiri, tetapi cara budaya
mempengaruhi sikap, intensi dan perilaku.

Banyak penelitian di bidang sosial yang sudah membuktikan


bahwa Theory of Reason Action ( TRA ) ini adalah teori yang cukup memadai
dalam memprediksi tingkah laku. Namun setelah beberapa tahun, Ajzen
melakukan meta analisis, ternyata didapatkan suatu penyimpulan bahwa Theory
Reason Action ( TRA ) hanya berlaku bagi tingkah laku yang berada di bawah
kontrol penuh individu karena ada faktor yang dapat menghambat atau
memfalisistasi relisasi niat ke dalam tingkah laku. Berdasarkan analisis ini, lalu
Ajzen menambahkan suatu faktor yang berkaitan dengan control individu,
yaitu perceived behavior control( PBC ). Penambahan satu faktor ini kemudian
mengubah Theory of Reason Action ( TRA ) menjadi Theory of Planned
Behaviour ( TPB ).

2. Teori Perilaku yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour )


Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan)
mengandung berbagai variabel yaitu :
1. Latar belakang (background factors)
Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat
kepribadian, dan pengetahuan) mempengaruhi sikap dan perilaku individu
terhadap sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang
hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke
dalam aspek O (organism). Dalam kategori ini Ajzen (2005), memasukkan
tiga faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor
personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian
(personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang
dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender),
etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah
pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media.
2. Keyakinan perilaku (behavioral belief)
Hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif
dan negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara
afektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada
perilaku tersebut.
3. Keyakinan normatif (normative beliefs)
Berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas
dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris
bawahi juga oleh Ajzen melalui perceived behavioral control. Menurut Ajzen
(2005), faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang berpengaruh
bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan
individu.
4. Norma subjektif (subjective norm)
Sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang
terhadap perilaku yang akan dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu
merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia
lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan
mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya.
Fishbein dan Ajzen (1975), menggunakan istilah motivation to comply
untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi
pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
5. Keyakinan (Control Beliefs)
Keyakinan dari dalam diri individu bahwa suatu perilaku yang dilaksanakan
(control beliefs) dapat diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman
melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh
karena melihat orang lain misalnya, teman, keluarga dekat dalam
melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan
dapat melaksanakannya. Selain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman,
keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan
ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku
tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki
kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan
perilaku.
6. Persepsi kemampuan mengontrol tingkah laku (perceived behavioral control)
Keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah
melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk
melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas
kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki
kemampuan untuk melaksanakan perilaku tersebut. Ajzen (2005) menamakan
kondisi ini dengan persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral
control). Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan
seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan.
Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada
perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan
perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang
berpengaruh dalam kehidupannya.

Menurut Theory of Planned Behavior, seseorang dapat bertindak


berdasarkan intensi atau niatnya hanya jika ia memiliki kontrol terhadap
perilakunya (Ajzen, 2002). Teori ini tidak hanya menekankan pada rasionalitas
dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada keyakinan bahwa target tingkah laku
berada di bawah kontrol kesadaran individu tersebut atau suatu tingkah laku tidak
hanya bergantung pada intensi seseorang, melainkan juga pada faktor lain yang
tidak ada dibawah kontrol dari individu, misalnya ketersediaan sumber dan
kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Dari sini lah
Ajzen memperluas teorinya dengan menekankan peranan dari kamuan yang
kemudian disebut sebagai Perceived Behavioral Control (Vaughan & Hogg,
2005).
Berdasarkan Theory of Planed Behavior, intensi merupakan fungsi dari
tiga determinan, yang satu yang bersifat personal, kedua merefleksikan pengaruh
sosial dan ketiga berhubungan dengan masalah kontrol (Ajzen, 2005). Berikut ini
adalah penjabaran dari variabel utama dari Theory of Planned Behavior yang
terdiri dari: intensi, attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived
behavioral control.

Intensi
Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam
diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku
tertentu. ntensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjektif individu
dalam kaitan antara diri dan perilaku. Bandura (1986), menyatakan bahwa intensi
merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau
menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Intensi menurutnya adalah
bagian vital dari Self regulation individu yang dilatarbelakangi oleh motivasi
seseorang untuk bertindak. Merangkum pendapat di atas, Santoso (1995)
beranggapan bahwa intensi adalah hal-hal yang diasumsikan dapat menjelaskan
faktor-faktor motivasi serta berdampak kuat pada tingkah laku. Hal ini
mengindikasikan seberapa keras seseorang berusaha dan seberapa banyak usaha
yang dilakukan agar perilaku yang diinginkan dapat dilakukan.
Menurut Theory of Planned Behavior, seseorang dapat bertindak
berdasarkan intensi atau niatnya hanya jika ia memiliki kontrol terhadap
perilakunya (Ajzen, 2002). Teori ini tidak hanya menekankan pada rasionalitas
dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada belief bahwa target tingkah laku
berada di bawah kontrol kesadaran individu tersebut. Suatu tingkah laku tidak
hanya bergantung pada intensi seseorang, melainkan juga pada faktor lain yang
tidak ada dibawah kontrol dari individu, misalnya ketersediaan sumber dan
kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005).
Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait dengan tindakan dan
merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang menunjukan pada
keadaan pikiran seseorang yang diarahkan untuk melakukan sesuatu tindakan,
yang senyatanya dapat atau tidak dapat dilakukan dan diarahkan entah pada
tindakan sekarang atau pada tindakan yang akan datang. Intensi memainkan
peranan yang khas dalam mengarahkan tindakan, yakni menghubungkan antara
pertimbangan yang mendalam yang diyakini dan diinginkan oleh seseorang
dengan tindakan tertentu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwaintensi adalah kesungguhan niat seseorang untuk melakukan perbuatan atau
memunculkan suatu perilaku tertentu.
Berdasarkan Theory Of Planned Behavior, intensi terbentuk dari attitude
toward behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control yang
dimiliki individu terhadap suatu perilaku.

Attitude Toward Behavior


Sikap atau attitude berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti
sesuai atau cocok dan siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu (Ismail & Zain,
2008). Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau
negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu.
Menurut Gagne dan Briggs (dalam Ajzen, 2002), sikap merupakan suatu keadaan
internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap
objek, orang atau kejadian tertentu. Sikap merupakan kecenderungan kognitif,
afektif, dan tingkah laku yang dipelajari untuk berespon secara positif maupun
negatif terhadap objek, situasi, institusi, konsep atau seseorang. Sikap merupakan
faktor personal yang mengandung evaluasi positif atau dalam tingkah laku yang
menghindari, melawan, atau menghalagi objek (Eagly & Chaiken, 1993).
Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari
keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang
diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan
terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa
atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu
perilaku. Dengan kata lain, seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku
dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki
sikap yang positif, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan Theory Of Planned Behavior, seseorang yang percaya bahwa
menampilkan perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasl yang positif akan
memiliki sika favorable terhadap ditampilkannya perilaku, sedangkan orang yang
percaya bahwa menampilkan tingkah laku tertentu akan mengarahkan pada hasil
yang negatif, maka ia akan memiliki sikap unfavorable
(Ajzen, 1988).

Subjective Norms
Subjective Norms merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi
seseorang tentang apakah orang lain akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu
tingkah laku yang ditampilkan (Baron & Byrne, 2000). Norma subjektif
ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan
untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen, 2005). Keyakinan normatif
berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan
kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua,
pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang
terlibat. Subjective Norms didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap
tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku. Individu
memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau
tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila individu meyakini apa yang
menjadi norma kelompok, maka individu akan mematuhi dan membentuk
perilaku yang sesuai dengan kelompoknya.
Subjective Norms tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga
ditentukan oleh motivation to comply. Secara umum, individu yang yakin bahwa
kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan
adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial
untuk melakukannya. Sebaliknya, individu yang yakin bahwa kebanyakan
referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan tidak
adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, maka hal ini akan
menyebabkan dirinya memiliki subjective norm yang menempatkan tekanan pada
dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).
Dalam Theory of Planned Behavior, Subjective Norms juga diidentikan
oleh dua hal, yaitu: belief dari seseorang tentang reaksi atau pendapat orang lain
atau kelompok lain tentang apakah individu perlu, harus, atau tidak boleh
melakukan suatu perilaku, dan memotivasi individu untuk mengikuti pendapat
orang lain tersebut (Michener, Delamater, & Myers, 2004).
Perceived Behavioral Control
Perceived Behavioral Control menggambarkan tentang perasaan self
efficacy atau kemampuan diri individu adalam melakukan suatu perilaku. Hal
senada juga dikemukakan oleh Ismail dan Zain (2008), yaitu Percieved Behavior
Control merupakan persepsi individu mengenai kontrol yang dimiliki individu
tersebut sehubungan dengan tingkah laku tertentu. Percieved Behavior Control
merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi
dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Percieved Behavior
Control ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan
individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku.
Pengalaman masa lalu individu terhadap suatu perilaku bisa dipengaruhi oleh
informasi yang didapat dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang
yang dikenal seperti keluarga, pasangan dan teman.
Ajzen (dalam Ismail & Zain, 2008) menjelaskan bahwa perilaku seseorang
tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol,
misalnya berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan
tertentu. Perceived Behavioral Control merepresentasikan kepercayaan seseorang
tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Ketika individu
percaya bahwa dirinya kekurangan sumber atau tidak memiliki kesempatan untuk
menunjukkan suatu perilaku, (kontrol perilaku yang rendah) individu tidak akan
memiliki intensi yang kuat untuk menunjukkan perilaku tersebut (Engel,
Blackwell, & Miniard, 1995).
Dalam beberapa situasi, satu atau dua faktor saja dapat digunakan untuk
menjelaskan intensi, dan kebanyakan ketiga faktor ini masing-masing berperan
dalam menjelaskan intensi. Sebagai tambahan, tiap individu memiliki perbedaan
bobot dari antara ketiga faktor tersebut mana yang paling mempengaruhi individu
tersebut dalam berperilaku (Ajzen, 2005). Sehingga kesimpulannya seseorang
akan melakukan suatu perilaku tertentu jika orang tersebut mengevaluasi perilaku
tersebut secara positif, ditambah individu tersebut mendapatkan tekanan dari
sosial untuk melakukan perilaku tersebut, serta individu tersebut percaya bisa dan
memiliki kesempatan untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).
Perceived Behavioral Control dapat diukur menggunakan dua skala, yaitu:
a. Skala yang mengukur control belief subjek (Indirect Perceived Behavioral
Control) yaitu mengenai kemampuan individu untuk mengontrol perilakunya
terhadap faktor dari luar individu yang menghambat atau mendukung individu
untuk menampilkan perilaku yang berasal dari luar individu.
b. Skala yang mengukur perceived power (Direct Perceived Behavioral Control)
yaitu mengenai kemampuan individu untuk mengontrol perilakunya terhadap
factor dari dalam individu yang menghambat atau mendukung individu untuk
menampilkan perilaku yang berasal dari dalam diri individu.

Contoh penerapan Theory Planned of Behavior Ajzen

Mahasiswa Sebagai Individu Dewasa Muda

Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara


resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia
sekitar 18 30 tahun. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat
yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa
juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu lapisan
masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.

Masa dewasa muda (Early Adulthood) dimulai pada usia 18 tahun sampai
40 tahun. Secara biologis masa dewasa muda merupakan masa puncak
perumbuhan fisik yang prima dan usia tersehat dari populasi manusia secara
keseluruhan (healthiest people in population) karena didukung oleh kebiasaan-
kebiasaan positif atau pola hidup yang sehat. Secara psikologis, cukup banyak
yang kurang mampu mencapai kematangan akibat banyaknya masalah dihadapi
dan tidak mampu diatasi baik sebelum maupun setelah menikah. Misalnya
ketidakmampuan memenuhi harapan orangtua, ketidakmampuan untuk
mendapatkan prestasi akademis yang baik, dan ketidakmampuan mendapatkan
pekerjaan yang sesuai dengan harapan. Tugas-tugas perkembangan (development
task) pada usia dewasa muda meliputi pengamalan ajaran agama, memasuki dunia
kerja, memilih pasangan hidup, memasuki pernikahan, belajar hidup berkeluarga,
merawat dan mendidik anak, mengelola rumah tanggga, memperoleh karier yang
baik, berperan dalam masyarakat, mencari kelompok sosial yang menyenangkan
(Hurlock, 1968).
Mahasiswa sebagai individu dewasa muda memiliki tugas dan tuntutan
untuk mendapatkan keberhasilan atau prestasi akademis yang merupakan salah
satu kebutuhan dasar dalam hidupnya.
Dalam Theory Planned of Behavior Ajzen (1988), menyatakan bahwa
seseorang dapat melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tergantung dari
niat yang dimiliki oleh orang tersebut. Berarti dapat dikatakan bahwa sikap
mahasiswa untuk berprestasi atau tidak berprestasi tergantung dari niatnya untuk
mendapatkan prestasi tersebut. Semakin kuat niat mahasiswa untuk berprestasi,
maka semakin baik prestasinya. Begitu pula sebaliknya, semakin lemah niat
mahasiswa untuk beprestasi, maka semakin rendah prestasi belajar yang
diperoleh.
Dalam Theory of Planned Behavior niat atau intensi memiliki tiga
komponen, yaitu Attitude Toward Behavior, Subjective Norms, Indirect Perceived
Behavioral Control, dan Direct Perceived Behavioral Control (Fishbein & Ajzen,
1975). Keempat komponen tersebut menjadi indikator dalam menentukan
mahasiswa memiliki intensi atau niat untuk berprestasi atau tidak.
Salah satu faktor pendukung seorang mahasiswa untuk berprestasi selain
intensi atau niat dari dalam diri mahasiswa tersebut adalah metode belajar. Saat ini
banyak metode belajar yang ditawarkan oleh perguruan tinggi yang ada di
Indonesia. Dari metode konfensional atau dengan belajar di kelas sampai dengan
metode belajar menggunakan media Teknologi Informasi (IT) untuk
melaksanakan perkuliahan. Salah satu contoh penggunakan Teknologi Informasi
pada dunia pendidikan adalah model belajar online learning. Model belajar
online learning adalah salah satu metode belajar yang tergolong baru, sedangkan
selama ini di Indonesia masih mengandalkan model belajar dengan cara bertatap
muka di kelas pada setiap sesi pembelajarannya. Oleh karena itu banyak orang
yang belum tentu mengerti mekanisme model pembelajaran online learning dan
belum tentu siap untuk menjalankan proses belajar mengajar dengan
menggunakan model online learning (Darmawan, 2011).
Sesuai dengan yang dikatakan oleh McCleland (1961) bahwa berprestasi
merupakan salah satu kebutuhan dasar dari manusia maka dapat diasumsikan
bahwa setiap mahasiswa ingin mendapatkan prestasi yang baik dengan tujuan
untuk dapat memenuhi salah satu kebutuhan dasar dalam hidupnya.
Kesimpulan

1. Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku


Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) merupakan suatu teori
yang menjelaskan tentang perilaku manusia. Teori ini disusun
menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang
sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia.
2. Teori yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) merupakan
bentuk pengembangan dari Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned
Action).
3. Teori yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) / Teori Reasoned
Action (Theory Of Reasoned Action) menjelaskan bahwa perilaku
manusia teerbentuk karena adanya niat dan niat itu sendiri juga memiliki
determinan.
4. Faktor pembeda antara kedua teori tersebut adalah pada determinan niat.
Dalam Theory Of Reasoned Action determinan niat terdiri atas dua hal,
yaitu sikap dan norma subjektif sedangkan dalam Theory of Planned
Behaviour, Ajzen menambahkan satu determinan lagi, yaitu control
perilaku yang disadari.
5. Contoh dari penerapan Theory Planned of Behavior Ajzen adalah
Mahasiswa Sebagai Individu Dewasa Muda. Dalam Theory of Planned
Behavior niat atau intensi memiliki tiga komponen, yaitu Attitude Toward
Behavior, Subjective Norms, Indirect Perceived Behavioral Control, dan
Direct Perceived Behavioral Control (Fishbein & Ajzen, 1975). Keempat
komponen tersebut menjadi indikator dalam menentukan mahasiswa
memiliki intensi atau niat untuk berprestasi atau tidak.
Daftar pustaka

Machfoedz, Ircham dan Eko Suryani. 2007. Pendidikan Kesehatan Bagian dari
Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Fitramaya.

Shim, Terence A. 2003. Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi


Terpadu. Diterjemahkan oleh Revyani Sjahrial dan Dyah Anikasari. Jakarta :
Erlangga.

Soekidjo, Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta :


Rineka Cipta.

Ajzen, Icek, 2005, Attitudes, Personality, and Behavior, Edisi kedua, New York:
Open University Press.
Anwar, Khairul, Abu Bakar, & Harmaini, 2005, Hubungan antara Komitmen
Beragama dengan Intensi Prososial Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN
Suska Riau, dalam Jurnal Psikologi, Volume 1, Nomor 2, Desember 2005,
Pekan Baru: Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau.
Chaplin, J.P., 2004, Kamus Lengkap Psikologi, cet. ke-9, Penerjemah: Dr. Kartini
Kartono,Jakarta: Rajawali Pers.
Echols, John M., & Hassan Shadily, 2000, Kamus Inggris Indonesia, cet. ke-25,
Jakarta:Gramedia.
Fishbein, Martin, & Icek Ajzen, 1975, Belief, Attitude, Intention, dan Behavior:
An Introductionto Theory and Research, Massachusetts: Addison-Wesley
Publishing Company
Ajzen, I., Fishbein, M. (1975) Keyakinan, Sikap, Niat, dan Perilaku: Sebuah
Pengantar Teori dan Penelitian Reading, MA:. Addison-Wesley.
Judith A G, John P, & Elizabeth, 1996, Kominikasi untuk Kesehatan dan Ilmu
Perilaku, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49970/I11dtr_BAB%20II
%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=6. Diakses Minggu, 09 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai