Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PSIKOLOGI ABNORMAL
“GANGGUAN SEKSUALITAS DAN IDENTITAS GENDER”
Dosen Pengampu :
Dr. Nina Permata Sari, S. Psi, M. Pd.

Disusun oleh

Kelompok 7 :

Citra Aulia Safitri 2010123220026

Elva Nindia 2010123220014

Fauzi 2010123320002

Rida Maulidia 2010123220020

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

BANJARMASIN

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Ibu Dr. Nina Permata Sari, S.
Psi, M. Pd. yang telah memberikan materi sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “Gangguan Seksualitas dan Identitas Gender” ini tepat pada waktunya.
Serta kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak


terdapat kekurangan. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang membangun
sangat kami perlukan dalam pembuatan makalah ini. Semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta lingkungan sekitar kita.

Banjarmasin, 02 September 2022

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Penulisan.............................................................................1
B. Rumusan Penulisan......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan........................................................................................2
BAB II KAJIAN TEORI..........................................................................................3
A. Gangguan Seksualitas..................................................................................3
a. Pengertian Gangguan Seksualitas..........................................................3
b. Jenis-jenis Gangguan Seksualitas .........................................................3
c. Penyebab Terjadinya Gangguan Seksualitas.........................................6
d. Penanganan Terhadap Gangguan Seksualitas........................................7
B. Gangguan Identitas Gender..........................................................................8
a. Pengertian Gangguan Identitas Gender..................................................8
b. Karakteristik Gangguan Identitas Gender............................................10
c. Penyebab Gangguan Identitas Gender.................................................10
d. Terapi Gangguan Identitas Gender......................................................12
BAB III PENUTUP................................................................................................14
A. Kesimpulan ...............................................................................................14
B. Saran ..........................................................................................................14
Daftar Pustaka........................................................................................................15
Lampiran................................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Secara biologis manusia dibedakan antara laki-laki dan perempuan.
Seksualitas merupakan suatu bagian penting dan terintegrasi dalam
kehidupan setiap wanita. Aktivitas seksual termasuk dalam hubungan
interpersonal dari tiap pasangan dengan masing-masing membawa sikap
yang khas, saling membutuhkan dan memberi respon (Benson,1994;
Basson, 2000). Gangguan pada aktivitas seksual tersebut, dapat
menimbulkan disfungsi seksual. Kepedulian terhadap seksualitas dan
disfungsi seksual mulai menjadi suatu hal yang biasa dalam masyarakat.
Survey menemukan bahwa hampir dua pertiga wanita memiliki kepedulian
terhadap seksualitas mereka. Sepertiga dari wanita yang kurang tertarik
terhadap seks, 20% menyatakan bahwa seks tidak selalu menyenangkan
(Glazener, 1997;Boyd,2006).
Dalam ilmu psikologi, masalah seperti ini disebut sebagai
gangguan identitas gender atau mungkin lebih dikenal sebagai transeksual.
Transeksualisme juga merujuk pada fenomena ketika seseorang memiliki
perasaan bahwa ia sebenarnya memiliki jenis kelamin yang berlawanan
dengan apa yang saat ini dimilikinya. Beberapa orang yang mengalami
gangguan identitas gender berharap dapat hidup sebagai seseorang dari
jenis kelamin yang berlawanan dan mereka pun bertingkah laku serta
memakai pakaian sesuai dengan jenis kelamin yang menjadi harapannya
tersebut (Hulgin & Whitbourne, 2010 ; 308). Seseorang yang termasuk
dalam kategori gangguan identitas gender sering kali dianggap sebagai
gender ketiga (Gilbert Hert dalam Alimi, 2004 ; xv).
Masalah gangguan identitas gender sangat berkaitan dengan
orientasi seksual. Dimana sebagian besar seorang dengan gangguan
identitas gender memiliki orientasi seksual sejenis, namun ada pula yang
heteroseksual. Maka dari itu, penelitian ini ingin mengetahui pengalaman

1
hidup seseorang dengan kecenderungan gangguan identitas gender tentang
perkembangan identitas gender dan orientasi seksualnya.
B. Rumusan Penulisan
1. Apa pengertian gangguan seksualitas dan identitas gender?
2. Apa saja jenis-jenis/ karakteristik gangguan seksualitas dan identitas
gender?
3. Apa penyebab gangguan seksualitas dan identitas gender?
4. Bagaimana penanganan terhadap gangguan seksualitas dan identitas
gender?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan pengertian gangguan seksualitas dan identitas
gender.
2. Menjabarkan jenis-jenis/ katakteristik gangguan seksualitas dan
identitas gender.
3. Menjabarkan penyebab gangguan seksualitas dan identitas gender.
4. Menjabarkan cara penanganan terhadap gangguan seksualitas dan
identitas gender.

D. Manfaat Penulisan
Secara teoritis, menambah wawasan keilmuan tentang gangguan
seksualitas dan identitas gender. Diharapkan dapat dijadikan bahan
penelitian yang lebih berkembang terkait dengan mata kuliah psikologi
abnormal khususnya mengenai kondisi seksualitas maupun identitas
gender seseorang..

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gangguan Seksualitas
a. Pengertian Gangguan Seksualitas
Seksualitas adalah bagaimana seseorang merasa tentang diri
mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut
kepada orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti
sentuhan, pelukan, ataupun perilaku yang lebih halus seperti isyarat
gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata, termasuk
pikiran, pengalaman, nilai, fantasi, emosi.
Pada dasarnya, aspek seksualitas mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh aspek biologi, psikologi, sosiologi, kultural dan
spiritual. Sudah kita ketahui bahwa psikologi adalah ilmu yang
menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada
manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya
dengan lingkungan.
Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan
bagaimana menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual, identitas
peran atau jenis, serta bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis
(kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri.
Integritas dari perasaan, kebutuhan dan hasrat  yang
membentuk kepribadian unik seseorang, mengungkapan kecendrungan
seseorang untuk menjadi pria atau wanita. Kontek ini: Seksualitas
sebagai pikiran, perasaan, sikap dan perilaku seseorang terhadap
dirinya sendiri (bukan hubungan seks).

b. Jenis-jenis Gangguan Seksualitas


Gangguan seksual atau yang biasa disebut dengan disfungsi
seksual merupakan gangguan yang berhubungan dengan fase –  fase

3
tertentu yang berasal dari siklus respon seksual. Adapun jenis
gangguan yang dimaksud antara lain :
1. Hypoactive Seksual Desire Disorder
Yaitu gangguan yang dapat muncul apda diri seseorang yang memiliki
penuruan fantasi seksual, atau dengan kata lain tidak memiliki
keinginan untuk melakukan aktivitas seksual. 2. Sexual Aversion
Disorder
Yaitu gangguan apda seseorang yang memiliki rasa untuk menghindari
secara terus menerus dan enggan untuk melakukan kontak seksual
genital dengan pasangannya. Keengganan untuk melakukan seks inilah
yang menjadi penyebab kesulitan untuk melakukan hubungan seksual
dengan seseorang.
3. Female Sexual Arousal Disorder
Yaitu gangguan gairah seksual yang terjadi apda wanita, hal ini
digambarkan sebagi ketidakmampuan wanita untuk bisa
menyelesaikan aktivitas seksual dengan adanya pelumasan yang
memadai.
4. Male Erectile Disorder
Yaitu gangguan pada seorang pria yang tidak mampu untuk
mempertahankan ereksi ketika melakukan aktivitas seksual, maka
mungkin dapat dikategorikan mengalami gangguan ereksi pada laki –
laki.
5. Female Orgasmic Disorder
Merupakan gangguan orgasme pada wanita yang terjadi diakibatkan
oleh adanya penundaan ataupun tidak terjadi orgasme yang berkaitan
dengan hubungan seksual. Kondisi ini biasanya akan menyebabkan
timbulnya masalah di dalam hubungan pasangan seksualnya, sehingga
didefinisikan sebagao sebuah gangguan.

4
6. Male Orgasmic Disorder
Gangguan ini terjadi ketika laki –  laki mengalami keterlambatan
ataupun tidak terjadinya orgasme yang berkaitan dengan hubungan
seksual.
7. Premature Ejaculation
Yaitu ketika rangsangan seksual yang diterima sangat minim, namun
menyebabkan orgasme dan ejakulasi dapat terjadi secara terus –
menerus untuk laki –  laki, maka hal ini dapat dikatakan bahwa laki –
laki tersebut menderita ejakulasi dini.
Dan yang perlu diketahui, waktu ejakulasi tentu saja akan
menimbulkan masalah pada seseorang maupun pada hubungan seksual
yang dilakukannya, dan ini sudah resmi dinyatakan sebagai suatu
ganguan seksual.
8. Dyspareunia ( dispaerunia )
Yaitu merupakan gangguan nyeri seksual yang terjadi pada organ
genital ketika sedang melakukan hubungan seksual. Hal ini bisa saja
terjadi pada wanita maupun pria ya sobat. Tetapi pada umumnya gelaja
seperti ini terjadi pada kaum wanita. Adapun dispaerunia ini cenderung
untuk menjadi gangguan yang kronis, sehingga akan menggangu
kehidupan si penderitanya maupun pasangan seksualnya.
9. Sadism and Masochism
Yaitu gangguan seksual yang digambarkan seseorang yang ingin
menimbulkan kepuasan seksual, namun dengan cara memicu rasa sakit
sehingga pasangan seksualnya merasa tidak nyaman dalam melakukan
hubungan seksual tersebut. Pada umumnya kasus seperti ini cenderung
di alami oleh kaum wanita.
10. Voyeurism
Yaitu gangguan kondisi dimana seseorang memiliki prefensi yang
tinggi untuk bisa mendapatkan kepuasan seksual dengan cara melihat
orang lain yang tidak menggunakan busana ataupun sedang melakukan

5
hubungan seksual. Melihat gambar yang “ syur “ dan gambar – gambar
lainnya yang sejenis merupakan hal yang normal bagi si penderita ini.
Dan dengan melihat gambar tersebut dia akan terpacu untuk
melakukan hal yang sama.

c. Penyebab Terjadinya Gangguan Seksualitas


a. Berdasarkan Pendekatan Behavioral
Berdasarkan pendekatan behavioral, mereka yang mengalami
penyimpangan ini umumnya memang pria-pria yang rendah diri.
Akibatnya mereka kurang memiliki kecakapan sosial sehingga tidak
mampu menjalin relasi yang normal dengan orang dewasa.
Ketidakmampuan menjalin relasi yang normal dengan orang dewasa
tentu menghambat seseorang untuk dapat memiliki relasi seksual yang
“normal” pula sehingga paraphilia pun akhirnya menjadi pengganti.
Namun dalam hal ini tidak ada penjelasan spesifik mengapa seseorang
yang rendah diri bisa mengembangkan minat seksual pada objek
tertentu dan tidak pada objek lain, mengapa paraphilia yang terbentuk
adalah voyeurism dan bukan f rotteurism misalnya. Faktor kedua ini
mungkin lebih bisa menjelaskan, yaitu yang dinamakan dengan
hipotesis pemasangan orgasme (orgasm-conditioning hypothesis).
Tanpa disengaja/disadari, mereka menghubungkan
rangsangan/ketergugahan seksual dengan objek-objek yang tidak
lazim. Contohnya saja, seseorang melakukan masturbasi di depan
gambar perempuan yang mengenakan boot. Masturbasi berujung pada
kepuasan seksual. Jika dilakukan berulang-ulang, kenikmatan seksual
akan “terpasangkan” dengan sepatu boots. Sepatu boots pun dapat
menjadi objek yang kemudian membangkitkan gairah seksual.
b. Berdasarkan Pendekatan Konigtif
Secara kognitif, tampaknya para pelaku penyimpangan seksual
mengalami distorsi kognitif : punya pikiran-pikiran/ide-ide yang
terganggu; pemaknaan yang terganggu akan sesuatu hal. Mereka yang

6
melakukan voyeurisme bisa jadi akan mengatakan bahwa
perempuanlah yang sengaja membuat celah pada pintu atau jendela
karena ingin diintip. Seorang exhibitionist akan melakukan
minimalisasi konsekuensi, seperti, ”Bagaimana saya bisa dibilang
melukainya, saya bahkan tidak menyentuhnya.” Yang melakukan
pembenaran juga tidak sedikit, ”Saya pernah mengalami pelecehan
seksual, karena itu saya jadi pelaku saat ini.” Atau penyangkalan,
”Saya hanya ingin mengajarkannya pendidikan seks, yang ayahnya
sendiri belum tentu bisa memberikannya.” Saya pribadi lebih melihat
distorsi kognitif ini bukan sebagai penyebab tetapi lebih kepada salah
satu karakteristik yang mereka tampilkan.

d. Penanganan Terhadap Gangguan Seksualitas


Penanganan kasus-kasus penyimpangan seksual biasanya akan
bergantung pada pendekatan yang digunakan terapis. Terapis yang
menggunakan psikoanalisis akan menggali lebih dalam mengenai masa
lalu orang ybs. Jika persoalannya adalah masalah rendah diri karena
figur ayah terlalu kuat, klien akan dibantu menyelesaikan kompleks
Oedipus yang tidak selesai. Mereka yang mengadopsi perspektif
behavioral akan melakukan aversion therapy dengan variasi
bentuknya. Dalam terapi ini, klien akan diajarkan untuk jadi tidak
menyukai aktivitas penyimpangan seksualnya (aversion bisa diartikan
sebagai keengganan, ketidaksukaan). Jika tadinya aktivitas ini
membawa kenikmatan bagi si klien, sekarang aktivitas ini akan dibuat
jadi tidak menyenangkan.Klien akan diberikan tegangan listrik
(disetrum) atau diberikan obat yang bisa menimbulkan rasa mual
sambil melihat sepatu boot/gambar anak kecil (disesuaikan dengan
kasus) dll. Lama kelamaan klien akan mengasosiasikan sepatu boot
sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Diharapkan selanjutnya ia
tidak lagi punya ketertarikan seksual terhadap sepatu boot. Salah satu
variasi dari aversion therapy adalah covert sensitization. Dalam terapi

7
ini, klien diminta untuk membayangkan situasi di mana ia mengalami
rangsangan seksual untuk objek-objek tertentu, dan diminta untuk
merasa tidak nyaman atas perasaan terangsang tsb (entah dengan
membayangkan hukuman atau konsekuensi negatif dari tindakannya).
Dari pendekatan kognitif, klien akan dibantu untuk mengubah
pola pikir mereka. Contohnya saja kepada klien yang pedofil akan
diminta berfantasi seksual Tentang anak namun mengubah akhir cerita
sekreatif mungkin asalkan bukan lagi berhubungan seksual dengan
anak.Pendekatan kognitif dan behavioral dapat digabungkan. Mereka
yang terbatas dalam keterampilan interpersonalnya akan dibantu untuk
mengembangkannya. Mereka juga belajar meningkatkan harga diri
dengan menemukan dan mengolah kelebihannya. Kemampuan
mengelola stres dan menyelesaikan masalah akan diajarkan.

B. Gangguan Identitas Gender


a. Pengertian Gangguan Identitas Gender
Identitas gender adalah salah satu istilah dalam lingkup seksualitas.
Identitas gender dapat diartikan sebagai cara seseorang merasa atau
melihat dirinya, apakah sebagai perempuan, laki-laki, atau transgender.
Identitas gender berbeda dengan identitas seksual. Identitas gender tidak
berdasarkan jenis kelamin seseorang tersebut. Identitas gender lebih
mengarah pada apa yang dirasakan oleh orang tersebut. Sekalipun ia
berjenis kelamin vagina, tetapi jika ia merasa dirinya seorang laki-laki,
itulah identitas gendernya.
Identitas jender adalah proses dimana seseorang melakukan
klasifikasi terhadap dirinya, apakah ia seorang wanita ataukah pria.
Identitas gender adalah adanya keyakinan diri (secara fisik, sosial dan
budaya) sebagai laki-laki atau perempuan. Identitas gender yang sehat
adalah identitas gender yang konsisten dengan identitas biologisnya.
Identitas gender yang sehat membuat seseorang dapat menyakini dirinya
sebagai laki-laki atau perempuan sesuai pembawaan fisiknya dan dapat

8
berperan atau bertingkah laku sebagaimana seharusnya sebagai laki-laki
atau perempuan. Agar seorang anak dapat memiliki identitas gender yang
sehat, maka ia perlu diajari atau ditanamkan mengenai nilai-nilai, norma-
norma, tuntutan, batasan, dan lain-lain mengenai jenis kelaminnya serta
dilatih untuk dapat berperan atau bertingkah laku sesuai dengan jenis
kelaminnya tersebut.
Identitas Gender merupakan definisi diri tentang seseorang,
khususnya sebagai perempuan atau laki-laki, yang berinteraksi secara
kompleks sebagai perempuan maupun laki- laki dengan berbagai
karakteristik perilakunya yang dikembangkan sebagai hasil proses
sosialisasinya. Identitas gender merujuk pada pengertian dan interpretasi
yang kita miliki yang berhubungan dengan gambaran pribadi dan
gambaran lain yang diharapkan dari seorang laki-laki dan perempuan
(Ting – Toomey). Budaya memiliki peranan besar dalam menentukan
identitas gender seorang individu. Budaya berpengaruh pada apa yang
membentuk keindahan gender dan bagaimana hal itu ditampilkan diantara
budaya. Identitas gender merujuk pada cara budaya tertentu membedakan
peranan maskulin dan feminim.
> Di AS, banyak perempuan muda mencoklatkan kulit mereka
sebagai bagian dari perawatan kecantikan di musim panas. Sedangkan di
Asia, kulit lebih gelap dianggap sebagai tanda status ekonomi yang lebih
rendah dan paparan cahaya matahari sangat dihindari. Begitu pentingnya
kulit yang lebih putih, kadang perempuan dan laki-laki menggunakan
kosmetik pencerah kulit
> Di Denmark, laki-laki lebih perduli mengenai berat badannya, daripada
kaum perempuan. Di Denmark, perempuan lebih suka menggunakan baju
longgar dan jarang menggunakan rok mini, sehingga menjadi seksi
bukanlah hal utama bagi perempuan untuk menampilkan kecantikannya
Keluarga berperan awal dalam menentukan gender seorang individu.
Diantara orang-orang yang mempengaruhi gender kita, orang tua
merupakan faktor yang utama – Wood. Bayi diberi nama sesuai dengan

9
gender, diberi baju atau warna baju yang sesuai dengan gender, diajak
berbicara sesuai dengan gender – Robbins. Gender & Keluarga di
Indonesia adalah :
 Patriarkhi
 Anak laki-laki dididik menjadi mandiri, pekerja keras karena kelak
akan menjadi tulang punggung keluarga
 Anak perempuan dididik menjadi lemah lembut, pandangan bahwa
tugas perempuan adalah macak, masak, manak.

b. Karakteristik Gangguan Identitas Gender


Ciri-ciri dari gangguan gender adalah sudah nampak sejak kecil
pada usia 18 bulan sampai dengan 3 tahun, mulai ragu dengan gender
fisik yang dimilikinya. Perasaan tidak nyaman, tidak puas pada jenis
kelaminnya sendiri dan preokupasi untuk melenyapkan ciri-ciri primer
dan sekunder dari jenis seksnya sehingga mengalami distres atau
hendaya.
Tingkah laku yang berhubungan dengan tingkat testosterone.
Laki-laki dengan tingkat hormon tertinggi cenderung memilih
pekerjaan yang dominan dan memberikan rasa kendali, mereka
menjadi pengacara dipengadilan, aktor, politikus, dan penjahat (Dabbs,
1992). Orang dapat mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki perbadaan tingkah laku karena mereka memiliki jumlah
hormone testosteron yang berbeda. Testosteron secara konsisten
ditemukan berhubungan dengan tingkah laku dominan; pria memiliki
tingkat testosteron yang lebih tinggi dibanding wanita, sehingga pria
bertingkah laku lebih dominan dibanding wanita.

c. Penyebab Gangguan Identitas Gender


Gangguan identitas gender ini berawal ketika masa kanak-
kanak, biasanya akan terlihat pada masa usia 2-4 tahun. Gangguan
identitas gender ini sering dikaitkan dengan perilaku lintas gender

10
semisal sering berpakaian layaknya lawan jenisnya, lebih senang
bermain dengan lawan jenis, serta melalukan permainan yang biasanya
dinggap sebagai permainan yang dilakukan lawan jenisnya.
Belum ada teori ataupun penelitian yang pasti apakah hal yang
menjadi penyebab gangguan identitas gender ini. Meskipun beberapa
hal diantaranya dikaitkan faktor biologis, terkait dengan hormon
seseorang hanya saja belum ada data yang tersedia mengenai hal
tersebut. Secara spesifik, bukti menunjukan bahwa identitas gender
dipengaruhi oleh hormon. Faktor biologis lainnya merupakan kelainan
yang terjadi pada struktur otak ataupun kromosom, namun ini pun juga
tidak ada penjelasan yang lebih konklusif. Selain itu yang menjadi
penyebab dari munculnya gangguan ini juga bisa berasal dari faktor
sosial psikologis. Lingkungan rumah memberikan pengaruh yang
cukup besar bagi anak terkait dengan identitas genderi ini. Meskipun
begitu, faktor sosial tersebut tidak menjelaskan dengan detail mengapa
seorang pria dapat dibesarkan sebagai wanita bahkan dengan organ
seks wanita, memiliki identitas gender sebagai seorang wanita namun
memilih hidup sebagai pria.
Pada teori belajar, menekankan jika kondisi ini dikarenakan
tidak adanya figur ayah dalam kasus anak laki-laki, sehingga
menyebabkan tidak mendapatkannya model seorang pria yang baik
dan benar. Teori belajar dan teori psikodinamika menjelaskan jika
orang yang mengalami gangguan identitas gender tidak akan berkaitan
dengan tipikal dari sejarah keluarganya. Faktor keluarga mungkin akan
berperan serta dalam mengkombinasikannya dengan kencederungan
dari faktor biologisnya. Penderita gangguan identitas gender seringkali
memperlihatkan gender yang berlawanan dengan alat bermain serta
pakaiannya ketika masih anak-anak. Hormon penatal di dalam dirinya
juga tidak seimbang.

11
d. Terapi Gangguan Identitas Gender
Adapun cara untuk mencegah gangguan identitas gender pada
seseorang yaitu dengan:
1. Prevensi Primer, Prevensi primer merupakan aktivitas yang didesain
untuk pencegahan gangguan sebelum gejala-gejala dari gangguan itu
muncul. Pada gangguan identitas gender ini, pola asuh orang tua lah
yang sangat berperan besar dalam pencegahan dan terdapat peran aktif
dari kedua orang tua dalam keluarga, bagaimana orang tua baik ayah
ataupun ibu dapat bekerja sama menjadi panutan bagi sang anak. Pada
masa kanak-kanak kehadiran orang tua sangat berpengaruh pada
perkembangan anak.
2. Prevensi Sekunder, pencegahan yang dilakukan adalah bagaimana
orang tua mengantisipasi secara efektif dalam menjaga anak-anaknya
dari gejala-gejala gangguan identitas gender.
3. Prevensi Tersier, Pencegahan tersier dilakukan setelah gangguan
muncul, pencegahan ini lebih melibatkan penanganan yang tepat
kepada pasien dengan maksud mencegah gangguan menjadi kronik.
Salah satunya adalah dengan menggunakan terapi hormon.
Lalu Adapun langkah atau cara jika seseorang sudah mengidap
gangguan identitas gender dengan terapi, terapi ini berupaya untuk
mengubah tubuh agar sesuai dengan psikologi orang yang
bersangkutan dan berupaya mengubah psikologi agar sesuai dengan
tubuh orang yang bersangkutan.
1) Body Alternations
Dalam terapi ini, usaha yang dilakukan bertujuan untuk mengubah
bentuk tubuh seseorang agar memang sesuai dengan identitas
gendernya. Untuk melakukan terapi ini, setidaknya penderita
gangguan ini harus mengikut psikoterapi 6-12 bulan dan menjalani
hidup sesuai dengan yang memang diinginkannya. Perubahan yang
dapat dilakukan mulai dari bedah kosmetik, elektrolisis untuk
pembuangan rambut wajah, pengisian hormon dan lainnya.

12
2) Operasi Perubahan Kelamin
Banyak penderita gangguan identitas gender yang memilih hal ini
untuk mengatasi gangguan yang dideritanya. Sebelum tindakan
operasi kelamin ada beberapa hal yang harus diperhatikan individu.
Ada beberapa tahap yang harus dialaui sebelum tindakan operasi
kelamin dilakukan. Tahap – tahap tersebut adalah:

a. Memastikan kemantapan dalam mengambil keputusan. Jika


terdapat delusi paranoid dalam memutuskan mengganti
kelamin, maka ahli bedah harus menolak permintaanya.
b. Orang yang ingin merubah dari pria menjadi wanita,
estrogennya ditingkatkan untuk menumbuhkan karakteristik
alat kelamin sekunder wanita. Sedangkan pada wanita yang
ingin menjadi pria, hormon androgennya ditingkatkan
untuk mengembangkan karakteristik alat kelamin sekunder
pria.
c. Sebelum operasi diwajibkan hidup selama satu tahun
sebagai orang dari gender lawan jenisnya untuk
memprediksi penyesuaian setelah operasi.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari materi diatas dapat disimpulkan bahwa, seksualitas adalah
bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka
mengkomunikasikan perasaan. Gangguan seksual atau yang biasa disebut
dengan disfungsi seksual merupakan gangguan yang berhubungan dengan
fase –  fase tertentu yang berasal dari siklus respon seksual. Sedangkan
identitas gender dapat diartikan sebagai cara seseorang merasa atau
melihat dirinya, apakah sebagai perempuan, laki-laki, atau transgender.
Ciri dari gangguan gender adalah sudah nampak sejak kecil pada usia 18
bulan sampai dengan 3 tahun, mulai ragu dengan gender fisik yang
dimilikinya. Tentunya ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
gangguan ini. Diperlukan penanganan atau terapi untuk menangani
gangguan seksualitas dan identitas gender ini.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa apa yang
kami tulis masih banyak terjadi kesalahan-kesalahan, baik dari segi isi
(materi) dan sistematika penulisan. Oleh karena itu, penulis meminta
sumbangsi saran dan pemikiran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini, sehingga menjadi satu bahan bacaan yang
dapat bermanfaat untuk setiap orang yang membacanya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, G. N. (2022). Metode Penanganan Masalah Klien Gangguan Identitas

Jenis Kelamin (Gender Dysphoria) Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Lampung (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

Lianawati, E. (2020). Penyimpangan seksual. Jenis, Penyebab, dan

Penanganannya.

Minandar, C. A., Komariah, S., & Aryanti, T. (2021). [RETRACTED:] Proses

Relasi Gender Pada Single Parent dalam Membentuk Identitas Gender

Anak. Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak, 239-252.

Pujiastuti, T. (2014). Peran Orang Tua dalam Pembentukan Identitas Gender

Anak. Jurnal Ilmiah Syi'ar, 14(1), 53-62.

Sastrawati, N. (2018). Laki-Laki dan Perempuan Identitas Berbedah Analisis

Gender dan Politik Perspektif Post-Feminisme. Makassar: Alauddin Press.

Sovitriana, Rilla. (2020). Kajian Gender Dalam Tinjauan Psikologi. Uwais,

Wulandari, H. (2016). Gangguan Identitas Gender Dalam Novel Hitam Putih

Dunia Angel Karya Angeline Julia. Jurnal Bahasa dan Sastra

Indonesia, 5(5).Inspirasi Indonesia.

15
LAMPIRAN

1. Fauzi : Mencari materi


2. Elva Nindiya : Membuat Powerpoint
3. Citra Aulia Safitri : Mencari materi dan Menyusun makalah
4. Rida Maulidia : Mencari materi dan Menyusun makalah

16

Anda mungkin juga menyukai