Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TRANSGENDER
Diajukan Untuk Memeuhi Tugas
Mata Kuliah “Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan”
Dosen Pengampu : Ns. Ika Nurfajriyah, S.Kep., M.Kep

Nama : Arifin
NPM : 222C0015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MAHARDIKA
CIREBON
2023
Kata Penghantar

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Psikososial dan Budaya Dalam
Keperawatan, dengan judul: " TRANSGENDER". Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus
memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalahini dapat terselesaikan. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Cirebon, 23 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Penghantar ...................................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ........................................................................................................................ 2
C. TUJUAN ....................................................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................................................................ 3
D. DEFINISI ....................................................................................................................................... 3
E. ETIOLOGI ..................................................................................................................................... 3
F. PENCEGAHAN .............................................................................................................................. 4
G. PENGOBATAN .............................................................................................................................. 4
H. PERAN PERAWAT ......................................................................................................................... 5
BAB III PENUTUPAN ................................................................................................................................. 8
I. KESIMPULAN................................................................................................................................ 8
J. SARAN ......................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan
pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupun norma,
sedangkan pendekatan substantif mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran atau
output, maupun proses terjadinya kesetaraan.
Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status, hirarki sosial, dan
berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan perbedaan serta persamaan- persamaan.
Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan
kebudayaan umat manusia. Makhluk hidup yang ada dunia ada beragam jenis bentuknya
seperti manusia. Manusia juga memiliki keragaman salah satunya bisa dilihat dari jenis
kelamin yaitu pria dan wanita.
Tetapi dalam suatu kasus yang sekarang, terjadi ketidak jelasan antar status Jenis kelamin
yang dia memiliki. Contohnya dia seorang laki-laki tetap dalam jiwanya dia memiliki
jiwa wanita maupun kasus sebaliknya. Dan ada juga orang memiliki dua Jenis kelamin
yang tidak jelas apakah status kelaminnya yang sebenarnya. Hal tersebut membuat
mereka berbeda dengan yang lainya. Mereka dianggap tidak normal dan berbeda dengan
yang lainnya. Walaupun mereka berbeda dengan pria dan wanita normal tetapi sebagai
warga negaranya. Mereka memiliki hak dan kewajiban untuk negaranya, terutama Hak
Asasi Manusia. Seorang Waria memiliki HAM yang sama dengan pria dan wanita normal
lainya, walaupun di mata masyarakat dia dianggap tidak jelas dengan status yang dimiliki
dan menjadi bahan cemooh serta dapat dikucilkan oleh lingkungan.

1
B. Rumusan masalah
Dari rumusan masalah diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan transgender?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi transgender?
3. Bagai mana pencegahan transgender?
4. Bagaimana pengobatan transgeder?
5. Bagai mana peran perawat terhadap transgender

C. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu transgender
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi transgender
3. Untuk mengetahui pencegahan transgender
4. Untuk mengetahui pengobatan transgender
5. Unutuk mengetahui peran perawat terhadap transgender

2
BAB II

KAJIAN TEORI

D. DEFINISI
Transgender adalah istilah yang umum digunakan untuk seseorang yang memiliki
identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dari jenis kelamin yang ditentukan
saat lahir. Orang transgender kadang-kadang juga disebut sebagai waria jika mereka
mencari bantuan medis untuk beralih dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.
Transgender juga merupakan istilah umum, selain merujuk pada seseorang yang identitas
gendernya menentang jenis kelamin yang mereka pilih (trans-jantan dan trans-
perempuan). Istilah transgender juga dapat mencakup orang-orang yang tidak secara
khusus maskulin atau feminin. Jeniskelamin yang dimaksud dalam penelitian ini tidak
seperti asumsi banyak orang yang menyamakan jenis kelamin dengan jenis kelamin,
tetapi kata gender yang dimaksud dalam penelitian ini adalah atribut sosial-budaya yang
melekat pada jenis kelamin tertentu. Intinya, seks adalah sesuatu yang diberikan secara
biologis, sementara gender dibentuk secara sosial. Sebagai contoh, di Indonesia manusia
dengan vagina diharuskan untuk berperilaku feminin, menjadi orang yang lembut atau
mengenakan pakaian berwarna pink. Standar maskulinitas dan femininitas di tempat
tertentu mungkin berbeda dari standar di tempat lain karena karakteristik budaya yang
berbeda (Astrid, 2019)

E. ETIOLOGI

Faktor-faktor terjadinya transgender adalah karena disebabkan oleh faktor bawaan


(faktor biologis) yang dipengaruhi oleh hormon seksual dan genetik seseorang. Masalah
ketidakseimbangan hormon atau lemahnya rangsangan pembentukan jenis kelamin hal itu
juga dapat membuat seseorang berperilaku tidak sesuai dengan realitas fisiknya. Namun
tidak bisa dipungkiri juga bahwa transgender ini juga disebabkan karena faktor
lingkungan (faktor psikologis) sosial budaya yang termasuk didalamnya pola asuh

3
lingkungan yang membesarkannya atau seperti pendidikan yang salah pada masa kecil
dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan begitupun
sebaliknya Selanjutnya terdapat kriteria gangguan identitas gender yaitu :
1. Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap lawan jenis
2. Pada anak-anak terdapat empat atau lebih dari ciri, yaitu: Berulang kali
menyatakan keinginan untuk menjadi atau memaksakan diri bahwa ia adalah
lawan jenis, lebih sukamemakai pakaian lawan jenis, lebih suka berperan sebagai
lawan jenis dalam bermain atau terus menerus berfantasi menjadi lawan jenis,
suka melakukan permainan yang merupakan permainan stereotip lawan jenis dan,
suka bermain dengan teman-teman dari lawan jenis.
3. Pada remaja dan orang dewasa, seperti keinginan untuk menjadi lawan jenis
berpindah ke kelompok lawan jenis sehingga keyakinan bahwa emosinya adalah
tipikal lawan jenis.
4. Rasa tidak nyaman yang terus menerus dengan jenis kelamin biologisnya.
5. Tidak sama dengan kondisi fisik antar jenis kelamin dapat menyebabkan distress
atau kendaya dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Dapat disimpulkan faktor-faktor
terjadinya atau penyebab Transgender yaitu faktor bawaan (genetik) dan faktor
lingkungan (McCartney et al., 2021)

F. PENCEGAHAN
Jika lingkungan dapat mempengaruhi perilaku dan sebaliknya perilaku dapat
dipengaruhi oleh lingkungan,maka saat mulai terjadi internalisasi nilai,individu dapat
membatasi diri untuk bersikap lebih bijak dalam menyikapi fenomena LGBT. Individu
dapat merubah persepsi sekaligus pola fikir yang bersimpul pada pola perilaku
untuk menolak atau mengikuti suatu fenomena tertentu (Lubis, 2018)

G. PENGOBATAN
Terapi testosteron digunakan untuk menekan karakteristik seks sekunder
perempuan dan maskulinisasi pria transgender. Terapi yang digunakan menyerupai
rejimen penggantian hormon yang digunakan untuk mengobati pria kelahiran dengan
hipogonadisme dan sebagian besar persiapannya adalah ester testosteron. Terapi hormon
untuk waria dimaksudkan untuk memfemininkan pasien dengan mengubah distribusi

4
lemak, mendorong pembentukan payudara, dan mengurangi pertumbuhan rambut pola
laki-laki . Estrogen adalah terapi andalan untuk pasien wanita trans. Melalui loop umpan
balik negatif, terapi eksogen menekan sekresi gonadotropin dari kelenjar hipofisis,
menyebabkan penurunan produksi androgen . Estrogen saja seringkali tidak cukup untuk
mencapai supresi androgen yang diinginkan, dan terapi antiandrogenik tambahan juga
biasanya diperlukan (AFIFAH, 2022)

H. PERAN PERAWAT
Peranan seorang perawat harus memahami konsep diri yang sehat merupakan
bagian dari proses keperawatan yang memandang individu secara holistic, meliputi aspek
fisik, psiko-sosial-cultural. Pengaruh konsep diri dalam pelayanan Kesehatan sangatlah
penting khususnya dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Dalam hal ini
diperlukan kemampuan perawat untuk memahami konsep diri.
Dalam pelayanan keperawatan, perawat dapat menemukan permasalahan yang
berkaitan dengan konsep diri seperti :
1. Harga diri rendah
2. Menarik diri (khususnya pada pasien dengan gangguan jiwa)
3. Koping klien inefektif yang mungkin terkait dengan proses penyakitnya
4. Kecemasan klien terkait dengan prosedur atau proses penyakitnya
5. Kurangnya dukungan/koping keluarga dalam proses penyembuhan penyakit klien,dll
Perawat diharapkan tidak hanya dapat memahami tetapi dapat membangun dan
mengembangkan konsep dirinya sendiri dengan pengembangan konsep diri yang
bersifat positif dalam kehidupan sehari-hari. Ini sangatlah penting, karena diharapkan
perawat dapat mengembangkan konsep diri yang sehat (positif) sebelum dapat
membantu pasien dalam meningkatkan pemahaman tentang konsep diri yang sehat.
Pada tahun 1999 Departemen Kesehatan Masyarakat Massachusetts mendanai
proyek yang disebut “Gay, Lesbian, Kesehatan Proyek Akses Biseksual dan
Transgender” yang mengembangkan standar praktek untuk perawatan kualitas
penduduk LGBT. Standar didasarkan pada penghapusan diskriminasi, penuh dan
akses yang sama kepelayanan, perawatan Kesehatan dimana semua pasien merasa
aman dating dan keluar terhadap pelayanan Kesehatan. Berikut ini adalah beberapa
saran khusus untuk penyedia layanan Kesehatan.

5
1. Kedua perawat dan dokter wawancara harus tidak menghakimi non-
heterosexist
2. Perawat harus jujur dan menyadari kemampuan diri sendiri, dan jika
seorang perawat merasa tidak mampu memberikan perawatan penuh kasih
bagi seorang Transgender, kemudian ia merujuk pasien ke seorang
perawat yang mampu
3. Penerimaan, tidak menghakimi, komunikasi terbuka dan kepercayaan
mengarah ke sejarah yang lebih rinci dan akurat. Hal ini pada gilirannya
akan mengarah pada perawatan yang lebih baik dan lebih sesuai untuk
semua pasien
4. Sertakan keluarga atau kerabat pasien Transgender dalam perencanaan
Kesehatan dan pengambilan keputusan
5. Tanyakan orang bagaimana mereka ingin disebut, dan menggunakan kata
ganti mencerminkan identitas gender pasien daripada seks biologis mereka
6. Kerahasiaan sangat penting bagi seorang transgender yang masih rentan
terhadap diskriminasi. DIskusikan masalah kerahasiaan dengan pasien dan
tidak mencatat orientasi seksual dalam grafik pasien tanpa persetujuan
7. Jadilah berpengetahuan dalam kebutuhan perawatan Kesehatan seorang
transgender
Peran Keluarga
1. Sang ayah lebih banyak bergaul dengan anak laki-laki. Namun, tidak
mengurangi perhatian dan kasih saying pada anak perempuan
2. Memberikan dan melakukan kegiatan kelaki-lakian bagi anak laki-
laki.Ini bukan berarti anak tidak boleh bermain dengan kegiatan
kewanitaan
3. Membatasi pengaruh ibu dalam kegiatan sehari-hari pada anak laki-
laki. Ingatkan pada ibu bahwa ibu tidak harus memonopoli
pengambilan keputusan dan kebijakan keluarga
4. Berbicara secara terbuka dan terarah dengan anak-anak. Orang tua
harus mempersiapkan anak menghadapi masa depannya. Orang tua dan
orang dewasa lain harus kompak dan mau mendengar anak

6
Pendekatan agama sangat berarti dalam pembentukan pola berpikir dan
berperilaku anak. Secara dini anak sudah ditanamkan nilai-nilai dasar keagamaan.
Ketika anak tumbuh ke remaja dan usia dewasa, nilai-nilai agama tetap menjadi
pegangannya.(Noventi et al., 2023)

7
BAB III

PENUTUPAN

I. KESIMPULAN
Transgender adalah istilah yang umum digunakan untuk seseorang yang memiliki
identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dari jenis kelamin yang ditentukan
saat lahir. Orang transgender kadang-kadang juga disebut sebagai waria jika mereka
mencari bantuan medis untuk beralih dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.
Transgender juga merupakan istilah umum, selain merujuk pada seseorang yang identitas
gendernya menentang jenis kelamin yang mereka pilih (trans-jantan dan trans-
perempuan).

J. SARAN
1. Jika lingkungan dapat mempengaruhi perilaku dan sebaliknya perilaku dapat
dipengaruhi oleh lingkungan,maka saat mulai terjadi internalisasi nilai,individu dapat
membatasi diri untuk bersikap lebih bijak dalam menyikapi fenomena LGBT.
2. Faktor-faktor terjadinya transgender adalah karena disebabkan oleh faktor bawaan (faktor
biologis) yang dipengaruhi oleh hormon seksual dan genetik seseorang.
3. Terapi testosteron digunakan untuk menekan karakteristik seks sekunder perempuan dan
maskulinisasi pria transgender
4. Peranan seorang perawat harus memahami konsep diri yang sehat merupakan bagian dari
proses keperawatan yang memandang individu secara holistic, meliputi aspek fisik,
psiko-sosial-cultural. Pengaruh konsep diri dalam pelayanan Kesehatan sangatlah penting
khususnya dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Dalam hal ini
diperlukan kemampuan perawat untuk memahami konsep diri.

8
DAFTAR PUSTAKA

AFIFAH, G. N. (2022). METODE PENANGANAN MASALAH KLIEN GANGGUAN


IDENTITAS JENIS KELAMIN (GENDER DYSPHORIA) DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH PROVINSI LAMPUNG. UIN Raden Intan Lampung.
Astrid, A. F. (2019). TRANSGENDER DAN KONSEP DIRI ( Studi Kasus Homoseksual di
Makassar ). 3(2), 204–218.
Lubis, S. (2018). Pola Komunikasi Personal Melalui Pendekatan Nilai-Nilai Islami Dalam Upaya
Pencegahan Terhadap Perilaku Transgender. Network Media, 1(2).
McCartney, D., Pinheiro, T., Gomez, J., Galdino, P., Veras, M. de S. M., & Mayaud, P. (2021).
P386 Acceptability of self-collected samples for diagnosis of sexually transmitted infections
among transgender women in São Paulo cohort study. BMJ Publishing Group Ltd.
Noventi, I., Winoto, P. M. P., Sulistyorini, S., HASINA, S. N. U. R., & Syifak, S. (2023). Peran
Caregiver Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Lansia Transgender Di Pondok Pesantren
Waria Al Fatah Yogyakarta. JPKM: Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat, 4(1), 11–
19

Anda mungkin juga menyukai