Anda di halaman 1dari 21

Tugas makalah Bioetika “TRANSGENDER” kelompok 5

MAKALAH BIOETIKA
ISU-ISU DALAM BIOETIKA
“TRANSGENDER”

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Bioetika

Oleh Kelompok 5:

BR Brolindra Y.K                          M0412013


Nanda Jaga Paramudita M.R          M0412051
Puteri  Wijayanti                              M0412057
Tri Wahyuningsih                            M0412 076

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


            Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan
dan keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan
pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupun norma,
sedangkan pendekatan substantif mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran atau
output, maupun proses terjadinya kesetaraan.
            Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status, hirarki sosial,
dan berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaan-
persamaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada
kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Makhluk hidup yang ada dunia ada beragam
jenis bentuknya seperti manusia. Manusia juga memiliki keragaman salah satunya bisa
dilihat dari jenis kelamin yaitu pria dan wanita.
            Tetapi dalam suatu kasus yang sekarang, terjadi ketidak jelasan antar status jenis
kelamin yang dia memiliki. Contohnya dia seorang laki-laki tetap dalam jiwanya dia
memiliki jiwa wanita. Selain itu ada kasus yang sebaliknya. Dan ada juga orang
memiliki dua jenis kelamin yang tidak jelas apakah status kelaminnya yang sebenarnya.
Hal tersebut membuat mereka berbeda dengan yang lainya. Mereka dianggap tidak
normal dan berbeda dengan yang lainnya. Walaupun mereka berbeda dengan pria dan
wanita normal tetapi sebagai warga negaranya. Mereka memiliki hak dan kewajiban
untuk negaranya, terutama Hak Asasi Manusia. Seorang waria memiliki HAM yang
sama dengan pria dan wanita normal lainya, walaupun di mata masyarakat dia dianggap
tidak jelas dengan status yang dimiliki dan menjadi bahan cemooh serta dapat
dikucilkan oleh lingkungan.
            Dari kasus di atas menjelaskan bahwa seseorang yang tidak jelas dengan status
kelaminnya disebut transgender atau transseksualisme yang merupakan suatu gejala
ketidak puasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan
kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang
dimilikinya. Dari penjelasan diatas maka disusunlah sebuah makalah berjudul ISU-ISU
DALAM BIOETIKA “TRANSGENDER”.  Hal ini disusun untuk membahas
bagaimana tanggapan masyarakat dengan perbedaan yang terjadi dan sikap masyarkat
yang memiliki kesatraan hak dan kewajiban sebagai seorang manusia dan sebagai warga
negara. Dan dari pembahasan makalah ini maka kita akan mengerti tindakan yang harus
kita lakukan terhadap keragaman ini, tanpa harus bertindak secara tidak wajar terhadap
orang yang memiliki perbedaan dengan kita. Serta melakukan perubahan tanpa harus
terjadinya pemaksaan yang dapat menimbulkan tindakan yang tidak baik.

B.     Rumusan Masalah


1.      Apakah yang dimaksud dengan transgender dalam kehidupan sehari-hari?
2.      Faktor-faktor apa sajakah yang mendorong seseorang melakukan transgender?
3.      Bagaimanakah dampak dan pandangan masyarakat terhadap kasus transgender?
4.      Bagamanakah pandangan dari segi agama, hukum, sosial, dan medis terhadap
kasus transgender?

C.    Tujuan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui mengenai transgender dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk
melakukan transgender.
3.      Mahasiswa  dapat mengetahui dampak dan pandangan masyarakat terhadap kasus
transgender.
4.      Mahasiswa dapat mengetahui pandangan dari segi agama, hukum, sosial, dan
medis terhadap kasus transgender.

D.    Manfaat
1.      Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai transgender dalam kehidupan sehari-
hari.
2.      Dapat mengambil sikap yang bijak dalam menghadapi seseorang yang melakukan
transgender.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Transgender


            Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang
melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan
saat mereka lahir. "Transgender" tidak menunjukkan bentuk spesifik apapun dari
orientasi seksual orangnya. Orang-orang transgender dapat saja mengidentifikasikan
dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual, biseksual, panseksual, poliseksual, atau
aseksual. Definisi yang tepat untuk transgender tetap mengalir, namun mencakup:
o   "Tentang, berkaitan dengan, atau menetapkan seseorang yang identitasnya tidak
sesuai dengan pengertian yang konvensional tentang gender laki-laki atau perempuan,
melainkan menggabungkan atau bergerak di antara keduanya."
o   "Orang yang ditetapkan gendernya, biasanya pada saat kelahirannya dan didasarkan
pada alat kelaminnya, tetapi yang merasa bahwa deksripsi ini salah atau tidak sempurna
bagi dirinya."
o   "Non-identifikasi dengan, atau non-representasi sebagai, gender yang diberikan
kepada dirinya pada saat kelahirannya."

           
Gambar di atas contohnya, adalah orang yang berpakaian sebagai wanita, tetapi ia
menunjukan tanda pada tangannya bahwa ia memiliki kromosom XY. Hal ini berarti ia
terlahir sebagai pria. Aktivis transgender berdemo di Paris, 1 Oktober 2005.
            Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut
juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala
ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan
kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang
dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku,
bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery).
Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III,
penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini
terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual,
dan heteroseksual.
            Tanda-tanda transgender atau transseksual yang bisa dilacak melalui DSM,
antara lain:
1. Perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya;
2. Berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain;
3. Mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan
bukan hanya ketika dating stress;
4. Adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal;
5. Dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P.
Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di
antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan
afektif serta tingkah laku negativisme.
            Salah satu akibatnya trangender muncullah istilah waria yaitu wanita pria. Waria
adalah seorang pria yang secara psikis merasakan adanya ketidakcocokan antara jati diri
yang dimiliki dengan alat kelaminnya, sehingga akhirnya memilih dan berusaha untuk
memiliki sifat dan perilaku lawan jenisnya yaitu wanita. Fisik mereka laki-laki namun
cara berjalan, berbicara dan dandanan mereka mirip perempuan.
            Orang yang secara genetik mempunyai potensi penyimpangan ini dan apabila
didukung oleh lingkungan keinginannya sangat besar untuk merubah diri menjadi waria.
Misalnya ada laki-laki yang tidak percaya diri atau tidak nyaman bila tidak berdandan
atau berpakain wanita. Selain itu, faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi yaitu
faktor ekonomi misalnya. Awalnya hanya untuk mendapatkan uang tapi lama-kelamaan
jadi keterusan.
            Adapun ciri seorang pria adalah sebagai berikut :
a.         Memiliki bentuk tubuh seperti pria.
contoh : Rahangnya yang kuat,lengannya yang berotot,bentuk paha, dan lain-lain,
b.         Waria tidak memancarkan PHEROMONE dari dalam tubuhnya seperti pada
wanita.
c.         Waria biasa memekai pakaian yang cenderung seperti wanita,biasanya pakaian
sexy untuk menarik perhatian “sesama jenisnya”.
d.        Waria tidak mungkin memiliki organ tubuh wanita secara alami (seperti rahim
dan payudara) karna hormon tectoseron dalam tubuhnya tidak terbentuknya organ-organ
wanita tersebut.

B.     Faktor-faktor yang Mendorong Seseorang Untuk Melakukan Transgender


            Adapun penyebab seorang pria menjadi seorang wanita atau waria atau
penyebab terjadinya transgender dapat diakibatkan 2 faktor yaitu :
a. Faktor bawaan (hormon dan gen) atau Transseksualisme
        Suatu jenis ekstrem dari gender dysphoria disebut transseksualisme. Pada
transseksualisme terdapat ketimpangan atau ketidaksesuaian antara jenis kelamin
biologis dengan identitas gender akibat kelainan gen/hormon atau pengaruh lingkungan.
Sebagai suatu fenomena ekstrem, J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981)
menyatakan bahwa penderita transseksualisme memiliki beberapa kriteria khusus
sebagai berikut.
         Merasa tidak nyaman akan kelamin biologis dirinya.
         Merasa terganggu secara berkelanjutan selama ≥ 2 tahun dan tidak hanya pada
saat stres.
         Memiliki kelainan genetis dan/atau congenital sex hormone disorders.
         Tidak memiliki kelainan mental (misal: schizophrenia).
         Berkeinginan untuk membuang/menghilangkan alat kelamin yang dimilikinya
dan hidup dengan jenis kelamin berlawanan.
       Faktor genetik dan fisiologis adalah faktor yang ada dalam diri individu karena ada
masalah antara lain dalam susunan kromosom, ketidakseimbangan hormon, struktur
otak, kelainan susunan syaraf otak.
            Berkaitan dengan poin terakhir pada ciri transseksualisme, pada masa lampau
perkembangan teknologi yang ada masih belum memberi keleluasaan penggantian
gender. Namun, dengan teknologi yang telah ada sekarang, penggantian gender telah
dapat dilakukan, bahkan hingga penggantian organ kelamin. Berikut berbagai macam
penggantian transgender:
  Gender-Reassignment
        Gender reassignment merupakan suatu proses atau mekanisme perubahan gender.
Metode ini banyak ditempuh oleh kaum transseksual untuk memenuhi hasrat dan
ketidaknyamanannya atas gender yang dimilikinya sejak semula.
          Proses ini tidak merupakan tahapan-tahapan yang bebas dilakukan oleh siapapun
yang menginginkan perubahan gender. Tahap ini harus didahului oleh wawancara klinis
oleh tim ahli terhadap pasien yang diduga menderita transseksualisme dan berkeinginan
untuk beralih gender. Tahap kedua proses ini adalah pemeriksaan fisik oleh dokter yang
terpercaya. Dalam tahap ini, pemeriksaan kelainan genetis dan hormonal merupakan hal
yang seharusnya dilakukan. Hasil positif kedua tahap ini dilanjutkan dengan evaluasi
psikologis untuk melihat beberapa hal penting sebagai berikut.
         Ketiadaan kelainan mental.
         Motivasi pasien untuk berganti gender.
         Kesediaan pasien untuk menerima segala kondisi dan konsekuensi akibat
pengubahan gender.
        Ketiga tahap pendahuluan di atas merupakan upaya deteksi dan justifikasi legal
adanya fenomena transseksualisme dalam suatu individu. Jika hasil evaluasi pada ketiga
tahap tadi adalah positif, maka secara medis, gender-reassignment boleh dilakukan.
        Gender-reassignment sendiri secara umum dilakukan dalam 2 tahapan utama.
Pertama, dilakukan cross-gender hormones treatment. Pemberian hormon dari jenis
kelamin yang berlawanan ini biasanya dilakukan selama 2 tahun untuk mengkondisikan
fisiologis pada pasies. Setelah dianggap siap, maka dilakukan sex-reassignment surgery.
  Sex-Reassignment Surgery
        Sex reassignment surgery merupakan suatu prosedur operasi medis pengubahan
organ kelamin antar jenis kelamin. Tujuan sex reassignment surgery adalah sebagai
berikut.
   Perbaikan organ kelamin yang tidak sempurna.
   Penghilangan salah satu kelamin pada kasus kelamin ganda.
   Transseksual
b. Faktor lingkungan.
            Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan
membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa
pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan
pacar, suami atau istri.
       Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus
transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan),
menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis
kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki
kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan
lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu
yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.

C.    Dampak dan Pandangan Masyarakat Terhadap Kasus Transgender


a.      Dampak Menjadi Transgender dan Waria
            Telah kita ketahui faktor seseorang menjadi transgender yaitu terdiri dari dua
faktor yaitu faktor gen atau bawaan dan faktor luar atau lingkungan. Semua itu
disebabkan oleh faktor tersebut, karena kita yakin bahwa semua orang yang bersifat
trangender atau transeksual tidak menginginkan ini terjadi. Seorang waria pasti berkata
bahwa dia tidak meminta di lahirkan sebagai waria dengan mendandani diri seperti
wanita, ia mendapatkan kenikmatan batin yang begitu dalam. ia seolah berhasil melepas
beban psikologi yang selama ini masih memberatkannya. Sehingga kita tidak dapat
menyalahkan sepenuhnya kepada orang yang mengalami kasus trangender tetapi kita
harus bersama-sama menyikapinya dengan baik.
            Pada umumnya seseorang yang berbeda atau tidak normal dianggap berbeda dan
tidak bisa masuk dalam kelmpok yang sama, karena meraka dianggap memiliki
perbedaan yang membuat orang memandanya itu tidak layak untuk hidup
berdampingan. Biasanya mereka dikucilkan dari lingkungan dan dijadikan bahan
pembicaraan atau dicemooh oleh masyarakat sekitar. Bahkan mereka dianggap dapat
membawa pengaruh negative untuk lingkungan masyarakat.
            Seorang transgender yaitu dalam kasus waria msih memiliki kendala seperti
diskriminasi yang mencederai hak waria sebagai warga negara misalnya mencari
pekerjaan. Dan mereka pun juga dianggap sampah masyarakat. Padahal kita ketahui
seorang waria itu bisa menjadai penghibur dan memiliki kreatifitas tinggi yaitu dibidang
seni.
b.      Pandangan Masyarakat
            Kita ketahui kebanyakan masyarakat memandang seorang yang terkait kasus
transgender seperti waria memiliki pandangan negative, karena meraka menggangap
bahwa seorang transgender itu telah mengubah kodrat yang diberikan Tuhan sejak lahir
dan itu merupakan larangan agama.
            Memang ini sangat dilarang oleh agama dan sangat bertentangan apalagi sampai
mengubah atau mengoperasi alat kelamin. Adapun hukum operasi kelamin dalam
syariat Islam harus diperinci persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran
modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu: (1) Operasi penggantian jenis
kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal; (2)
Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang
sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak
berlubang atau tidak sempurna.; (3) Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda,
yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin (penis
dan vagina)
            Pertama: Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna
organ kelaminnya yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan
yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh
syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan
keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun
1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini
sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis
kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.
            Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau
penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama
diperbolehkan secara hukum syariat. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang
yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina, maka
operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan
sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu
penyakit yang harus diobati.
            Ketiga : Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai
penis dan juga vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan
definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan
menghilangkan salah satu alat kelaminnya.
            Untuk kasus yang pertama itu memang sangat diharamkan agama karena
merubah kodrat, tetapi sebagai masyarakat kita jangan sampai menjahi mereka tetapi
mengadakan pendekatan untuk perubahan yang terbaik untuk pelaku transgender
tersebut. Jangan sampai sebagai warga negara yang memiliki HAM yang sama
membunuh hak meraka. Dan lakukan pendekatan kepada mereka dengan pendekatan
agama. Serta jangan cemooh mereka yang hendak melakukan perubahaannya, karena
latar belakang mereka yang terdahulu. Tetapi pelaku transgender untuk kasus kedua dan
ketiga itu doperbolehkan karena demi kesehatan serta penyempurnaan status yang tidak
jelas dengan melakukan operasi kelamin.
c.       Kesataraanya Pelaku Transgender Dengan Lingkungan Sekitar
            Seorang yang melakukan trnsgender memiliki Hak Asasi Manusia yang sama
dengan warga negara yang normal. Hak Asasi Manusia tersebut tidak boleh dihilangkan
karena dia berbeda dengan yang lain atau dianggap berbeda. Karena Hak Asasi Manusia
merupakan hak yang dibawa sejak dia lahir.
            Selain itu juga, sebagai warga negara pelaku trangender bersama-sama dengan
masyarakat yang memiliki status jenis kelamin yang normal berkewajiban membangun
negarannya dan mensukseskan jalannya pembangunan negara.
            Tetapi sebagai orang yang beragama, pelaku transgender seperti waria harus
tetap kembali kepada kodratnya. Karena tindakannya melanggar agama dan merubah
kodratnya. Tetapi hal itu bisa disikapi agar mereka tetap berada dijalan Allah dengan
mengajak mereka pada pendekatan agama.

D.    Pandangan dari Segi Agama, Hukum, Sosial, dan Medis terhadap kasus
transgender
            Terdapat berbagai pandangan mengenai transseksualisme dan sex reassignment
surgery yang merupakan ujung gender-reassignment. Berikut adalah penjelasan
pandangan dari sisi sosial, agama, hukum dan medis (kedokteran).
a.      Dari Segi Sosial
           Dari sisi sosial, masyarakat dapat dikatakan terbagi ke dalam jenis kaum
esensalisme dan kontruksionisme. Menurut pandangan esensalisme, transseksualisme
merupakan sesuatu yang berjalan di luar kewajaran dan hal tersebut dianggap tidak
benar. Kaum transseksual sendiri dianggap membawa keburukan. Menurut pandangan
kaum konstruksionisme, transseksual juga merupakan bagian dari masyarakat.
Kelompok ini lebih bersifat terbuka dengan melandaskan tindakannya kepada Hak
Asasi Manusia (HAM). Mereka membuat beragam peraturan terkait kaum transseksual
sebagai bentuk perlindungan atas ketidakadilan.

b.      Dari Segi Agama


1.   Agama Protestan
      Menurut ajaran protestan, transseksualisme dianggap sebagai dosa karena
cenderung menolak ketetapan Tuhan. Namun, hal ini dianggap sebagai fenomena yang
terjadi bukan karena Tuhan yang menciptakan orang-orang seperti itu, melainkan
karena manusia sudah berdosa sejak semula (konsep dosa awal). Menurut pandangan
ajaran ini juga, orang transseksual bisa percaya kepada Tuhan Yesus sama seperti orang
berdosa lainnya. Karena itulah tidak ada alasan bagi orang berdosa untuk menghina dan
menjauhi sesama orang berdosa. Artinya, meskipun termasuk kaum berdosa, tidak ada
pembenaran bagi umat protestan untuk menghina kaum transseksual.
      “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya” (Amsal 27:17). Menurut
interpretasi atas ayat ini, meskipun transseksualisme bukanlah bahan ejekan dan hinaan,
adalah tidak bijak bagi masyarakat untuk memberi celah bagi kaum transseksual untuk
membentuk kelompok besar apalagi jika sampai mendapat pembenaran dan dukungan
dari kalangan gereja.
2.   Agama Katolik
      Ajaran katolik memiliki pandangan yang serupa dengan ajaran protestan dalam
memandang transseksualisme. Menurut KGK 2297, penggantian kelamin dianggap
melanggar penghormatan terhadap integritas tubuh manusia. Menurut KGK 369, pria
dan wanita lah diciptakan, artinya, dikehendaki Allah dalam persamaan yang sempurna
di satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain pihak dalam kepriaan dan
kewanitaannya. “Kepriaan” dan “kewanitaan” adalah sesuatu yang baik dan
dikehendaki Allah: keduanya, pria dan wanita, memiliki martabat yang tidak dapat
hilang, yang diberi kepada mereka langsung oleh Allah, Penciptanya (Bdk Kej 2:7.22).
3.   Agama Hindu
      Ajaran hindu memandang keberadaan 3 (tiga) jenis kelamin, yaitu pums-prakriti
(pria), stri-prakriti (perempuan), tritiya-prakriti (seks ketiga). Jenis seks ketiga ini
terdiri dari shanda (male to female) dan shandi (female tomale). Karena adanya
pengakuan, pemilik tritiya prakriti diijinkan hidup bebas dan terbuka. Contohnya dalam
kisah Baratayudha terdapat masa dimana Arjuna berperan sebagai Brihannala. Dengan
begitu, operasi pergantian kelamin pun bebas dilakukan.
4.   Agama Budha
      Ajaran Budha merupakan ajaran yang menjunjung tinggi toleransi. Lebih dari itu,
ajaran Budha juga menyimpan akar kebudayaan Hindu yang menguasai jenis kelamin
ketiga. Siapapun yang telah banyak mengembangkan kebajikan dengan badan, ucapan
dan juga pikiran, setelah meninggal dunia mempunyai kesempatan terlahir di alam
bahagia tanpa terpengaruh oleh jenis kelamin Meskipun begitu, dalam tripitaka
dinyatakan bahwa seorang waria tidak berhak ditasbihkan sebagai bhiksu atau bhiksuni.
5.   Agama Islam
      Dalam Islam, kita dapat melihat pandangan akan transseksualisme dari beberapa
dasar berikut:
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan …” (QS. Al-Hujurat: 13)
“… dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah …” (QS. An-Nisa: 119)
“Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-
laki.” (HR. Ahmad)
        Menurut konsep ini, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, tidak ada jenis
kelamin ketiga. Pengubahan jenis kelamin dianggap sebagai pengubahan atas ciptaan
Allah sebagaimana titah setan yang tertulis dalam Q.S. An-Nisa: 119. Bahkan, Allah
mengutuk individu yang berpenampilan dan bertindak menyerupai anggota jenis
kelamin lain.
      Bagi manusia yang memiliki kecenderungan psikologis ke arah transseksualisme
maupun jenis kelainan gender yang lain, haruslah ditangani melalui terapi spiritual dan
psikologis, bukan dengan mengubah ciptaan Allah. Operasi kelamin sendiri, diharamkan
bagi tujuan transseksualisme pada pemilik kelamin normal sejak lahir (Munas II MUI
1980). Operasi kelamin yang diperbolehkan adalah operasi untuk perbaikan atau
penyempurnaan kelamin dan operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda.

c.       Dari Segi Common Law (Hukum Konvensional)


           Dalam skala internasional, United Nation Commision on Human Rights
menolak untuk ketiga kalinya perihal Human Rights and Sexual Orientation (2005) dan
Economic and Social Council menolak untuk ketiga kalinya untuk memberi status
konsultatif kepada ILGA (International Lesbian and Gay Association) (2006).
           Dalam skala nasional di Indonesia, belum ada peraturan yang tegas mengatur
transseksualisme. Meskipun begitu, secara hukum, kaum transseksual memiliki hak
yang sama dengan manusia pada umumnya sesuai dengan Undang-Undang No.9 tahun
1999 mengenai hak asasi manusia. Menurut pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan
begitu, pernikahan homoseksual adalah dilarang. Bagi kaum transseksual yang telah
mengalami operasi pengubahan kelamin, status kewarganegaraannya berubah dalam sisi
jenis kelamin. Karena itu, tidak ada masalah dalam hal jika kaum transseksual menikah
selama ia menikah dengan jenis kelamin yang berlawanan dengan jenis kelaminnya
yang sah dan terdaftar (sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk).

d.      Dari Segi Medis dan Kedokteran


           Secara konsep dan teknis, sex-reassignment surgery bersifat irreversibel
sehingga pasien yang menjalani operasi ini harus memiliki keyakinan yang kuat untuk
menerima segala konsekuensi dari operasi bedah ini. Operasi pengubahan kelamin
merupakan proses yang mahal secara medis (sekitar $ 7000-24000 untuk MtF dan $
50000 untuk FtM). Operasi pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki
sangat sulit dilakukan dan memiliki kemungkinan kegagalan atau kematian pasien yang
tinggi. Dalam hal ini, sangat riskan untuk membuat clitoris menjadi gland penis yang
ukurannya jauh lebih besar dan harus dilakukan operasi tambahan histerektomi dan
ooforektomi.
           Bagi MtF (male to female) pun, operasi tidak dilakukan tanpa resiko. Berikut
adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi :
         Pendarahan/hematoma
         Infeksi
         Masalah penyembuhan luka
         Recto-vaginal fistula (lubang berkembang antara kolon dan vagina)
         Urethra-vaginal fistula
         Pulmonary thromboembolism
         Necrosis parsial/menyeluruh pada flap
         Pertumbuhan rambut intravaginal
         Ketakutan hipertrofik
         Vagina pendek
                 Setelah SRS dilakukan pun, dibutuhkan waktu tahunan untuk benar-benar
berganti gender dari hal pembentukan sikap dan gaya yang sesuai. Selain itu, terapi
hormon tetap harus dilakukan. Biasanya hal ini memakan waktu hingga 5 tahun. Praktisi
medis juga seringkali menolak untuk melakukan operasi pada penderita HIV/hepatitis C
karena tingkat kesulitan dan kegagalan yang lebih tinggi.
                 Terlepas dari banyaknya perbedaan pandangan atas transseksualisme dan
aplikasi teknologi biologis-kedokteran yang digunakan untuk memfasilitasinya,
fenomena ini merupakan fenomena yang sangat tidak sulit ditemukan. Berikut adalah 3
negara yang diambil sebagai contoh gambaran transseksualisme di dunia :
a.      Thailand
           Kebudayaan Budha di Thailand, memiliki akar kepercayaan Hindu. Dalam
kebudayaan bangsa ini, diakui adanya gender ketiga yang disebut sao praphet song atau
kathoey (wanita jenis kedua). Dalam kepercayaannya, kathoey merupakan hasil karma
(transgresi kehidupan lampau). Kathoey dikenal secara luas dan merupakan salah satu
komoditas pariwisata yang penting. Kathoey Beauty Contest dilaksanakan secara luas
baik di tinggal lokal maupun nasional. Bahkan, di Thailand terdapat toilet bagi laki-laki,
perempuan dan kathoey (khusus). Meskipun begitu, kathoey tidak dapat mengubah
identitas legal kewarganegaraan, sehingga tetap terdaftar sebagai laki-laki. Dengan
segala keterbukaannya terhadap kathoey, Thailand merupakan negara yang
memfasilitasi SRS terbanyak di dunia.
b.      Iran
           Di negara ini, transseksualisme adalah legal selagi diikuti oleh SRS. Ayatullah
Ruhollah Khomeini menyatakan fatwa SRS boleh bagi kaum transseksual. Namun,
kenyataannya SRS yang dibayar penuh oleh pemerintah pun banyak diselewengkan
kaum homoseksual yang tidak ingin tertangkap dan dihukum penjara atau hukuman
gantung. Padahal, transseksual tidak sama dengan homoseksual. Dalam kasus seperti
ini, kebijakan negara ini harus dikawal dengan penerapan prosedur yang valid mengenai
justifikasi keberadaan transseksualitas dalam diri seseorang. Terlepas dari semua itu,
Iran adalah negara pelaksana SRS terbanyak di dunia kedua setelah Thailand.
c.       Indonesia
           Di Indonesia, fenomena transseksual bukan hal yang asing. Dorce Gamalama
yang terlahir dengan nama Dedi Yuliardi Ashadi merupakan contoh kaum transseksual
yang banyak dikenal publik. Karena hukum di Indonesia tidak dengan jelas mengatur
transseksualitas, Dorce bahkan sudah menikah secara legal sebanyak 3 kali. Selain
tokoh-tokoh transseksual, banyak juga kelompok kaum ini yang ebroperasi di Indonesia.
Diantaranya GAYa (Jakarta), Arus Pelangi (Surabaya), ILGA, Rumah Mode Komunitas
Transseksual Surabaya, Pesantren LGBT Yogyakarta, dll. Di bulan Oktober 2010 ini
bahkan rencananya dilaksanakan Q Film Festival di Jakarta.
           Selain kelompok yang pro dan memang mengakomodir kaum transseksual, di
Indonesia juga banyak terdapat kelompok masyarakat yang menolak transseksualitas
dan SRS yang memfasilitasinya. Diantara kelompok atau organisasi masyarakat itu
adalah Gerakan Pemuda Anti Penyimpangan-Malang Raya, Front Pembela Islam (FPI)
dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang
melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan
saat mereka lahir. "Transgender" tidak menunjukkan bentuk spesifik apapun dari
orientasi seksual orangnya. Orang-orang transgender dapat saja mengidentifikasikan
dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual, biseksual, panseksual, poliseksual, atau
aseksual.
2.      Faktor-faktor yang Mendorong Seseorang Untuk Melakukan Transgender, yaitu :
a.       Faktor bawaan (hormon dan gen) atau Transseksualisme
                        Faktor genetik dan fisiologis adalah faktor yang ada dalam diri individu
karena ada masalah antara lain dalam susunan kromosom, ketidakseimbangan hormon,
struktur otak, kelainan susunan syaraf otak. Adapun beberapa macam penggantian
transgender:
1.      Gender reassignment merupakan suatu proses atau mekanisme perubahan gender.
Metode ini banyak ditempuh oleh kaum transseksual untuk memenuhi hasrat dan
ketidaknyamanannya atas gender yang dimilikinya sejak semula.
2.      Sex reassignment surgery merupakan suatu prosedur operasi medis pengubahan
organ kelamin antar jenis kelamin.
b.      Faktor lingkungan
                        Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil
dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada
masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks
dengan pacar, suami atau istri.
3.      Dampak dan pandangan masyarakat terhadap kasus transgender, yaitu:
a.       Dampak Menjadi Transgender dan Waria
        Seorang transgender yaitu dalam kasus waria msih memiliki kendala seperti
diskriminasi yang mencederai hak waria sebagai warga negara misalnya mencari
pekerjaan. Dan mereka pun juga dianggap samapah masyarakat. Padahal kita ketahui
seorang waria itu bisa menjadai penghibur dan memiliki kreatifitas tinggi yaitu dibidang
seni.
b.      Pandangan Masyarakat
        Kita ketahui kebanyakan masyarakat memandang seorang yang terkait kasu
transgender seperti waria memiliki pandangan negative, karena meraka menggangap
bahwa seorang transgender itu telah mengubah kodrat yang diberikan Tuhan sejak lahir
dan itu merupakan larangan agama.
c.       Kesataraanya Pelaku Transgender Dengan Lingkungan Sekitar
        Seorang yang melakukan trnsgender memiliki Hak Asasi Manusia yang sama
dengan warga negara yang normal. Hak Asasi Manusia tersebut tidak boleh dihilangkan
karena dia berbeda dengan yang lain atau dianggap berbeda. Karena Hak Asasi Manusia
merupakan hak yang dibawa sejak dia lahir.
4.      Pandangan dari segi agama, hukum, sosial, dan medis terhadap kasus transgender,
yaitu :
a.       Dari Segi Agama
               Menurut Agama Islam, Kristen dan Protestan tidak memperbolehkan adanya
kelamin ketiga atau transgender, karena dalam ajaran agama tersebut hanya ada jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Sedangkan agama Budha dan Hindu memperbolehkan
adanya tritiya-prakriti (seks ketiga). Jenis seks ketiga ini terdiri dari shanda (male to
female) dan shandi (female tomale). Karena adanya pengakuan, pemilik tritiya prakriti
diijinkan hidup bebas dan terbuka.
b.      Dari Segi Common Law (Hukum Konvensional)
               Dalam skala nasional di Indonesia, belum ada peraturan yang tegas mengatur
transseksualisme. Meskipun begitu, secara hukum, kaum transseksual memiliki hak
yang sama dengan manusia pada umumnya sesuai dengan Undang-Undang No.9 tahun
1999 mengenai hak asasi manusia. Menurut pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

c.       Dari Segi Medis dan Kedokteran


               Secara konsep dan teknis, sex-reassignment surgery bersifat irreversibel
sehingga pasien yang menjalani operasi ini harus memiliki keyakinan yang kuat untuk
menerima segala konsekuensi dari operasi bedah ini. Operasi pengubahan kelamin
merupakan proses yang mahal secara medis (sekitar $ 7000-24000 untuk MtF dan $
50000 untuk FtM). Operasi pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki
sangat sulit dilakukan dan memiliki kemungkinan kegagalan atau kematian pasien yang
tinggi.

B.     Saran
                Sebagai makhluk Tuhan hendaklah saling menghargai kehidupan orang yang
memiliki perbedaan, karena pada prinsipnya seorang yang berbeda tidak meminta
ketidak normalan yang terjadi pada tubuhnya tetapi, sikap psikologisnya yang
mempengaruhinya. Dan merakan memiliki Hak Asasi Manusia yang sama dimata
negaranya.
                Dari pandangan agama seorang yang memilih untuk transgender hingga
sampai mengoperasi kelamin tidak diperbolehkan atau dilarang. Untuk membuat
seorang menyadari kesalahnnya sebaiknya kita melakukan pendekatan atau
pengayoman, menjauhi mereka, karena perubahan tidak terjadi secara langsung tetapi
bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, MD. 2004. Serial Femina: Dorce Gamalama (Bagian 8) Diakui sebagai
Menantu. (Online) diunduh dari http://www.femina-online.com/serial/serial_detail.asp?
id=85&views=49
Brown, George R. 2007. Gender Identity Disorder and Transsexualism. (Online)
http://www.merck.com/mmpe/sec15/ch203/ch203b.html
Chaplin ,J.P. 1981. Dictionary of Psychology. New York: Dells Publishing.
Bellringer, James. Sex Reassignment Surgery Photos – Gender Reassignment Surgery
Images. (Online) diunduh dari http://www.transgenderzone.com/library/srs/1.htm
Bostwick, John. Plastic and Reconstructive Breast Surgery, 2nd edition. St. Louis:
Quality Medical Publishers, 1999.
Docter, R. F. and J. S. Fleming. “Measures of Transgender Behavior.” Archives of
Sexual Behavior 30, No. 3 (2001): 255–71.
Engler, Alan M. Body Sculpture: Plastic Surgery of the Body for Men and Women, 2nd
edition. New York: Hudson, 2000.
Fugate, S. R., C. C. Apodaca, and M. L. Hibbert. “Gender Reassignment Surgery and
the Gynecological Patient.” Primary Care Update for Obstetrics and Gynecology 8,
No. 1 (2001): 22–4.
Harish, D., and B. R. Sharma. “Medical Advances in Transsexualism and the Legal
Implications.” American Journal of Forensic Medicine and Pathology 24, No. 1 (2003):
100–05.
Hays, Matthew. 2008.  Iran’s Gay Plan. Canadian Broadcasting Corporation.
MtF Surgery Center Co., Ltd. 2008. MTF Surgery. (Online) diunduh dari
http://www.mtfsurgery.com/mtf-surgery.php
Looking Glass Society. 1996. Transsexualism: A Primer Second Edition. (online)
dinduh dari http://www.looking-glass.greenend.org.uk/primer.htm
Seputro, Jati. 2010. Diduga Transeksual Mengancam Legitimasi Pemerintahan.
(Online) diunduh dari http://jatiseputro.blogspot.com/2010/02/diduga-transeksual-
mengancam-legitimasi.html
Suwantana, Gede. 2009. Tritiya Praktiti Dunia Seks Ketiga. (online) diunduh dari
http://gedesuwantana.blogspot.com/2009/07/tritiya-prakrti-dunia-seks-ketiga.html
http://www.wihara.com/forum/kongko2/3682-tanya-jawab-buddhist-1-ttg-waria.html
Utomo, Setiawan Budi. 2009. Fenomena Transgender dan Hukum Operasi Kelamin.
(Online) diunduh dari http://www.dakwatuna.com/wap/index-wap2.php?p=3427
Wijaya, Andik. 2010. LGBT.  Majalah Bahana. (Online)  diunduh dari
http://www.ebahana.com/warta-2532-Lesbian-Gay-Biseksual-Transeksual.html

Anda mungkin juga menyukai