Anda di halaman 1dari 36

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.

2089-7669

PERBEDAAN EFEKTIVITAS LAMA PEMBERIAN ROSE EFFLEURAGE TERHADAP


INTENSITAS NYERI KALA I FASE AKTIF PADA
PERSALINAN NORMAL PRIMIGRAVIDA DI KOTA SEMARANG TAHUN 2013
Rachmitha Nur Utami,¹ Melyana Nurul W²
rachmimi@yahoo.co.id
ABSTRACT
Pain is a reason of psycological stress on delivery mothers. This feeling that occur during
labour may cause both stress which increase the adrenalin secretion and also prolonged
labour. Rose effleurage is a therapy to decrease pain during labour. It is combining benefits
of aromatherapy and massage.
The aim of this research was to identify effectiveness difference of rose effleurage duration to
pain intencity during active phase stage I normal labour primigravida in Semarang City 2013.
This research used pretest- posttest non-equivalen group design. The sampling techniques had
been used was purposive sampling. Pain intencity measurement
was

observed to twenty primigravida delivery mothers. The measuring instrument had been used
was numeric scale. The data were analized quantitatively by Paired T- Test. The result
showed the comparison of mean (Me) and standard deviation (SD) twenty minutes rose
effleurage 7,2 ± 1,03 was lower than mean (Me) and standard deviation (SD) ten minutes
rose effleurage 7,7 ± 0,95 so that twenty minutes rose effleurage is more effective than ten
minutes rose effleurage.
Rose effleurage can be applied in midwifery care to reduce pain intencity during labour at
least minimal twenty minutes treatment.

Keywords: Pain intencity, labour, rose effleurage ¹,²,= Civitas Akademika Jurusan Kebidanan Semarang
Persalinan merupakan proses fisio
logis yang terjadi pada setiap kehamilan. Hampir sebagian besar persalinan merupakan

persalinan normal, hanya sebagian

saja yaitu 12–15% merupakan per-


salinan patologi (Prawiroharjo, 2006:164). Secara umum persalinan dianggap sebagai peristiwa yang
menggembirakan, namun rasa gembira itu dapat berubah menjadi

suatu keputusasaan ketika seorang

ibu merasakan nyeri persalinan dan meragukan kemampuannya untuk menyelesaikan


persalinannya dengan baik ketika kontraksinya menjadi lebih intens (Mander, 2004: 99).
Rasa se-
nang menyambut kelahiran bayi dapat mendadak berubah menjadi sesuatu yang menakutkan
ketika sang ibu membayangkan betapa hebat rasa sakit ketika melahirkan.
Nyeri persalinan adalah nyeri akibat

kontraksi miometrium yang disertai mekanisme perubahan fisiologis dan biokimiawi. Nyeri
persalinan berkait-
an dengan kontraksi uterus, dilatasi, dan
penipisan serviks, serta penurunan janin
selama
persalinan
(Yanti,
2010:
34).

Nyeri persalinan dapat dirasakan pada setiap tahap persalinan, yaitu pada kala I hingga kala
IV persalinan.
20

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

Nyeri pada proses persalinan akan melalui empat tahap, yaitu nyeri tahap I (pembukaan)
akibat kontraksi rahim dan peregangan mulut rahim, nyeri tahap II (kelahiran) akibat
peregangan dasar panggul dan pengguntingan perineum jika diperlukan, nyeri tahap III akibat
kelahiran plasenta, dan nyeri tahap IV karena penjahitan perineum (Sumarah, 2009: 5).
Respon fisiologi terhadap nyeri berupa peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan,
keringat, dan ketegangan otot. Saat terjadi nyeri, pelepasan hormon stress akan meningkat,
hormon
stress
tersebut
menyebabkan

terjadinya ketegangan otot polos dan vasokontriksi pembuluh darah sehingga terjadi
penurunan kontraksi uterus selama kala I persalinan, penurunan
sirkulasi
uteroplasenta,

hipoksia janin, serta pembukaan mulut rahim tidak adekuat sehingga waktu persalinan

dapat bertambah lama (Mander, 2004: 89). Apabila nyeri persalinan ini dapat diatasi dengan
baik, maka hormon stress dalam darah akan turun.
Namun tingkatan nyeri dalam proses

persalinan yang dirasakan oleh setiap


ibu bersalin dapat berbeda-beda. Prawiroharjo

(2006: 166) menyatakan bahwa perasaan sakit saat persalinan bersifat subjektif, tidak hanya bergan-
tung pada intensitas his tetapi juga bergantung pada
keadaan mental ibu saat menghadapi persalinan. Pengalaman terhadap nyeri dan jumlah
paritas juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri. Pada umumnya,

primi-para memiliki sensor nyeri yang lebih peka daripada multipara.


Peranan petugas kesehatan adalah memberikan bantuan dan dukungan pada ibu berupa
manajemen pengurangan

nyeri agar seluruh rangkaian proses persalinan berlangsung aman dan nyaman baik bagi ibu
maupun bagi bayi yang dilahirkan. Sebuah jur-
nal penelitian mengenai intensitas nyeri
persalinan yang dilakukan oleh Smith (2012) didapatkan hasil bahwa nyeri persalinan pada kala I
berkurang setelah

pemberian terapi pengurangan nyeri,


namun tidak ada pengaruh terhadap nyeri pada kala II dan kala III persalinan.
Tindakan farmakologi antara lain pemberian obat analgetik, suntikan epidural, Intrathecal
Labour Analgesia

(ILA), dan Paracervical Block. Tindakan nonfarmakologi dapat berupa

terapi alternatif yaitu akupuntur, aromaterapi, hipnosis, dan terapi musik

(Field, 2008: 30). Dalam review jurnal Pain Man-agement for Women in Labour (2012: 5),
disebutkan terapi alternatif lainnya dapat berupa biofeedback,

intracutaneous or subcutaneous

sterile water injection, immersion

in water, yoga, dan transcutaneous


electrical
nerve
stimulation.

Salah satu metode non-farmakologi


yaitu
aromaterapi.
Menurut
Koensoemardiyah

(2009:1), aromaterapi adalah metode yang menggunakan minyak atsiri untuk meningkatkan
kesehatan fisik dan juga memengaruhi kesehatan emosi. Minyak atsiri merupakan

komponen utama dari aromaterapi


yang

yang diambil dari tanaman aromatik. Beberapa minyak atsiri yang


ada antara lain annised, basil, clary, bay, caraway, cedarwood, cypress, fennel, lavender, marjoram,
nutmeg, peppermint, rose,rosemary,dan jasmine.
Aroma minyak atsiri yang tepat dan menenangkan dapat mengurangi rasa sakit persalinan
(Sujiyatini, 2011: 24). Jenis minyak atsiri yang aman digunakan

untuk kehamilan dan persalinan


antara

lain rose, jasmine, lemon, lavender, dan pine (Balkam, 2001: 401).
Minyak atsiri rose atau mawar disebut sebagai queen of oils. Rose beraroma lezat,
mempertahankan ke-seimbangan tubuh, merangsang pera-saan nyaman,
21

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669


dan mengurangi nyeri (Koensoemardiyah,2009:50).

Sedangkan Jaelani (2009: 40) berpendapat bahwa rose menghadirkan kesan damai,
mengurangi
kejang,
dan
mengatasi
depresi.

Penggunaan aromaterapi saat proses


persalinan
dapat

memperbaiki persepsi

ibu terhadap nyeri, membantu perubahan psikologi, suasana hati dan tingkat kecemasan
(Field, 2008: 32).
Penelitian aromaterapi pada persalinan

yang dilakukan oleh Utami (2009) pada ibu hamil primigravida yang mengalami

kecemasan pada saat menghadapi

persalinan dapat diinterpretasikan


bahwa

ada perbedaan pada hasil pre test dan post test perlakuan. Artinya, pemberian aromaterapi
efektif

dalam menurunkan kecemasan menghadapi kelahiran anak pertama.


Aromaterapi dapat diaplikasikan dengan pemijatan, penguapan, inhalasi, kompres, dan
supositoria (Koensoe-mardiyah, 2009: 14). Pijat adalah pe-nekanan pada jaringan lunak
meng-gunakan tangan untuk meredakan nyeri (Mander, 2004: 163). Menurut Field (2008:
32), pengurangan nyeri dengan teknik pemijatan dapat dije-laskan dengan gate theory. Ketika
pemijatan dan nyeri berlangsung seca-ra bersamaan, tekanan pemijatan men-capai otak lebih
cepat daripada rasa nyeri sehingga rangsang pemijatan tersebut dapat menutup gerbang ter-
hadap rasa nyeri.
Pada penelitian di tahun 2010 oleh Wijayati tentang pengaruh relaksasi dan metode massage
dalam upaya mengurangi nyeri persalinan, terdapat perbedaan rata-rata nyeri ibu tanpa
dilakukan metode massage sebesar 6,5 dan rata-rata nyeri responden yang dilakukan metode
massage adalah 4,7.
Penurunan rata-rata nyeri setelah pemberian massage sebesar 1,8.
Penelitian lain tentang efek pemijatan

atau massage terhadap penangulangan

nyeri Apersalinan dilkukan


oleh Sari (2012) yaitu mengenai per-bedaan intensitas nyeri persalinan sebe-lum dan sesudah
diberikan massage

punggung dengan teknik Effleurage.

Effleurage adalah pemijatan ringan

yang lambat, lembut, dan tak putusputus (Danuatmaja, 2008: 54). Penelitian ini membuktikan
bahwa terdapat penurunan tingkat nyeri yang signifikan pada responden setelah dilakukan
massage
Effleurage.

Pemijatan menurut Field (2008: 28) yaitu selama dua puluh menit per minggu selama enam
belas minggu pada

ibu hamil terbukti dapat mengurangi

nyeri, kecemasan, depresi, dan menurunkan kadar kortisol. Sedangkan

Aslani (2003) menyatakan bahwa pe-mijatan dapat dilakukan selama sepuluh


sampai
lima
belas
menit.

Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan oleh Penulis mengenai manfaat aromaterapi
dan lama pemijatan

atau massage pada pengurangan nyeri, Penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian tentang rose Effleurage

yaitu metode penggabungan aromaterapi rose dan teknik pemijatan Effleurage terhadap
intensitas nyeri kala I fase aktif pada persalinan. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif
dengan
rancangan
pe-

nelitian

pretestposttest nonequivalen group design.


Populasi pada penelitian ini adalah

seluruh ibu hamil TM III di BPM L dan BPM T Kota Semarang yang perkiraan
persalinannya pada bulan Maret sampai dengan April 2013.
22

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669


Responden yang menjadi sam-pel adalah ibu bersalin primigravida kala I fase aktif pada
persalinan normal di BPM L dan BPM
Kota Semarang pada bulan Maret sampai dengan April 2013 yang sesuai dengan kriteria
inklusi. Sejumlah 10 ibu bersalin mendapat 10 menit rose effleurage dan 10 responden
mendapat perlakuan 20 menit rose effleurage. Purposive sampling digunakan sebagai
sampling technique. Pengambilan
sampel didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat Peneliti berdasarkan ciri atau sifatsifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya.


Intensitas nyeri responden diukur menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) sebagai
instrumen penelitian.
Peneliti melakukan pengumpul an data dengan mengobservasi nyeri responden sebelum dan
sesudah perlakuan

dengan melihat ekspresi klien dan memegang fundus saat terjadi kontraksi, baik pada
kelompok 10 menit maupun 20 menit rose effleurage.

Kemudian dilakukan pendokumentasian


pada
data
yang
telah
didapat.

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan intensitas nyeri pada kelompok 10 menit
rose effleurage dan 20 menit rose effleurage. Analisis bivariat menggunakan uji Paired T-
Test untuk mengetahui perbedaan intensitas nyeri responden sebelum dan sesudah perlakuan
dan perbedaan efektivitas 10 menit dan 20 menit rose effleurage. HASIL DAN
PEMBAHASAN
Analisa data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas

Nyeri Kala I Fase Aktif Pada


Persalinan Normal Primigravida Sebelum

Perlakuan Sepuluh Menit Rose Effleurage


Distribusi responden berdasarkan
intensitas nyeri kala I fase aktif persalinan

normal primigravida sebelum diberikan terapi rose effleurage selama sepuluh menit
didapatkan hasil bahwa seluruh responden pada kelompok ini yaitu sebanyak sepuluh
responden (100%) dalam kondisi intensitas nyeri berat.
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Pada Persalinan Normal Primigravida
Sesu- dah Perlakuan Sepuluh Menit Rose Effleurage
Distribusi responden berdasar\kan
intensitas nyeri kala I fase aktif persalinan normal primigravida sesudah
diberikan terapi rose effleurage selama sepuluh menit didapatkan hasil bahwa dari sepuluh
responden yang tidak mengalami nyeri kala I fase aktif persalinan sebesar 0% (semua
responden

dalam kondisi nyeri). Responden dengan kondisi nyeri sedang (skala 4- 6) sebanyak satu
responden (10%) dan nyeri berat sebanyak sembilan responden
(90%).

Skala Nyeri
Kategori Nyeri Frekue
nsi
0 Tidak Nyeri 0 0 1-3 Nyeri Ringan 0 0
4-6 Nyeri Sedang 0 0 7-10 Nyeri Berat 10 100
Kelompok
Sebelum 10 menit rose effleurage
Sesudah 10 menit rose effleurage
23
Presentase (%)
Jumlah 10 100
N Mea
n SD
10 8,8 0,919 0,0
10 7,7 0,94
9
p Val
ue
00

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

Tabel 4.3 Perbedaan Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Pada Persalinan Normal Primigravida
Sebelum
Dan
Sesudah

Uji normalitas data dilakukan dengan

uji ShapiroWilk pada program SPSS versi 16.0 karena jumlah responden

kurang dari lima puluh (N <50) yaitu dua puluh responden. Dari uji tersebut didapatkan hasil
bahwa nilai sign sebelum perlakuan sebesar 0,149 dan nilai sign sesudah perlakuan sebesar
0,287.
Nilai sign lebih dari 0,05 (sig >0,05) menunjukkan bahwa data berdistribusi

normal. Data dengan distribusi

normal kemudian diuji beda dengan uji Paired T- Test. Dari uji beda didapatkan nilai
signifikasi (p) adalah 0,000 sehingga hipotesa diterima

karena p <0,05. Rata-rata penurunan

nyeri sesudah pemberian sepuluh


menit
rose
effleurage
sebesar
1,1.

Skala Nyeri
Kategori Nyeri Frek
uens
Tabel 4.4
i
0 Tidak Nyeri 0 0 1-3 Nyeri Ringan 0 0 4-6 Nyeri Sedang 1 10 7-10 Nyeri Berat 9 90
Present
ase (%)
Jumlah 10 100
Kelompok N Mea
n SD ±
p Sesudah 10
menit rose effleurage
10 7,7 0,95
0,000 Sesudah 20 menit rose effleurage
10 7,2 1,03
Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Pada Persalinan Normal Primigravida Sebelum
Perlakuan Dua puluh Menit Rose Effleurage
Distribusi responden berdasarkan

intensitas nyeri kala I fase aktif persalinan normal primigravida sebe-


lum diberikan terapi rose effleurage selama dua puluh menit didapatkan hasil bahwa seluruh
responden pada kelompok ini yaitu sebanyak sepuluh responden (100%) dalam kondisi
intensitas nyeri berat.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Pada Persalinan
Normal Primigravida

Sesudah Perlakuan Dua puluh Menit Rose Effleurage


Berdasarkan intensitas nyeri kala I
fase aktif persalinan normal primigravida

sesudah diberikan terapi rose effleurage selama dua puluh menit didapatkan hasil bahwa dari
10 responden

yang menyatakan intensitas nyeri kala I fase aktif persalinan normal dengan kondisi tidak
nyeri sebanyak 0% (semua responden menyatakan kondisi nyeri). Responden dalam kondisi
nyeri sedang (skala 4- 6) sebanyak 3 responden (30%) dan nyeri berat sebanyak 7 responden
(70%).

Skala Nyeri
Tabel 4.6 Perbedaan Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Pada Persalinan Normal
Skala Nyeri
Kategori Nyeri
Kategori Nyeri
Freku
ensi
0 Tidak Nyeri 0 0 1-3 Nyeri
Ringan 0 0
4-6 Nyeri Sedang
Freku
ensi
0 Tidak Nyeri 0 0 1-3 Nyeri Ringan 0 0 4-6 Nyeri Sedang 0 0 7-10 Nyeri Berat 10 100
Primigravida Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Dua Puluh Menit Rose Effleurage
24
Presentas
e (%)
3 30
7-10 Nyeri Berat 7 70 Jumlah 10 100
Presenta
se (%)
Jumlah 10 100

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

Dari uji beda didapatkan nilai signifikasi (p) adalah 0,000 sehingga hipotesa diterima karena
p< 0,05. Rata- rata penurunan nyeri sesudah pemberian dua puluh menit rose effleurage
sebesar 1,3. Berdasarkan hasil uji tersebut maka perlakuan dua puluh menit rose effleurage
dapat menurunkan intensitas nyeri kala I fase aktif pada persalinan normal primigravida.

Tabel 4.7 Perbedaan Efektivitas Lama Pemberi an Rose Effleurage Terhadap Inten sitas Nyeri Kala I Fase Aktif
Pada Persalinan Normal Primigravida
Kelompok N Mea
n
Sebelum 20 menit rose effleurage
10 8,5 0,85
SD P Value
0,000 Sesudah 20
menit rose effleurage
10 7,2 1,03
Hasil perhitungan uji statistik mean dan standar deviasi lama pemberian
rose
effleurage

terhadap intensitas

nyeri kala I fase aktif pada persalinan normal primigravida yaitu dua puluh menit rose
effleurage 7,2 ± 1,03 lebih kecil dari sepuluh menit rose effleurage 7,7 ± 0,95 maka
perlakuan dua puluh menit rose effleurage lebih efektif dibandingkan dengan sepuluh menit
rose effleurage.
Pada pengamatan awal sebelum dilakukan terapi seluruh responden berada dalam kondisi
nyeri berat yaitu nyeri dengan skala tujuh hingga sepuluh pada Numeric Rating Scale.
Keadaan tersebut disebabkan karena responden merupakan ibu primigravida
yang

belum mempunyai pengalaman

baik secara fisik maupun psikologis

terhadap proses persalinan. Hal ini berpengaruh terhadap persepsi


nyeri dan kemampuan kontrol diri pada ibu bersalin.
Smith (2012) mengemukakan bahwa intensitas nyeri persalinan pada kala I
dapat berkurang setelah pemberian terapi pengurangan nyeri. Penelitian ini membuktikan
bahwa terdapat penurunan

intensitas nyeri pada ibu bersalin kala I fase aktif persalinan normal primigravida sebelum
dan sesudah perlakuan sepuluh menit dan dua puluh menit rose effleurage.
Rose effleurage membantu menurunkan

intensitas nyeri persalinan dengan

menggabungkan manfaat dari rose essential oil dan teknik pemijatan effluerage.
Penggunaan aromaterapi pada proses persalinan dapat memperbaiki persepsi ibu terhadap
nyeri, membantu perubahan psikologi, suasana hati dan tingkat kecemasan. Aromaterapi
yang diberikan kepada responden dapat meningkatkan kesehatan fisik dan memengaruhi
kesehatan emosi.
Rose sebagai queen of oils memiliki

aroma yang lezat, mempertahankan

keseimbangan tubuh, menciptakan

perasaan nyaman, meringankan

alergi dan mengurangi nyeri. Aroma rose yang dihirup dengan pernafasan dalam akan
meningkatkan masuknya jumlah bahan aromatik ke dalam tubuh yang merangsang kerja sel
neurokimia otak. Molekul lain yang diterima oleh silia dari reseptor hidung akan diubah
menjadi pesan elektrokimia yang ditransmisikan melalui

saluran olfaktory ke sistem limbik, kemudian merangsang memori dan respon emosional.
Selanjutnya, hipotalamus berperan memunculkan pesan ke otak dan anggota badan lain
berupa pelepasan senyawa elektrokimia
yang
menyebabkan
relaks
(Koensoemardiyah,
2009:22).

25

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

Penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Utami (2009) pada ibu primigravida yang mengalami kecemasan

pada saat menghadapi persalinan

menunjukkan bahwa aromaterapi


efektif
dalam
menurunkan
kecemasan.
Pada penelitian ini, rose effleurage

menunjukkan bahwa aromaterapi


efektif
dalam
menurunkan
tingkat

nyeri.

Pengurangan nyeri dengan teknik pemijatan dapat dijelaskan dengan gate theory. Tekanan
pemijatan mencapai otak lebih cepat daripada rasa nyeri sehingga rangsang pemijatan

tersebut dapat menutup gerbang terhadap rasa nyeri. Menurut Melzack dan Wall (1965)
dalam Mander (2004: 13) selama proses persalinan impuls nyeri berjalan dari uterus
sepanjang serat-serat syaraf besar ke substansia gelatinosa di dalam spinal kolumna, sel-sel
transmisi memproyeksikan pesan nyeri ke otak. Adanya stimulasi massage

mengakibatkan pesan yang berlawanan yang lebih kuat, cepat dan berjalan sepanjang serat
saraf kecil. Pesan yang berlawanan ini menutup gate di substansi gelatinosa dengan
memproduksi senyawa pereda nyeri yaitu endorfin lalu memblokir pesan nyeri supaya tidak
ditransmisikan sehingga otak tidak mencatat pesan nyeri tersebut.
Penelitian di tahun 2010 oleh Wijayati tentang pengaruh relaksasi dan metode massage dalam
upaya mengurangi nyeri persalinan, terdapat perbedaan rata-rata nyeri pada ibu yang diberi
dan tidak diberi massage sebesar 1,8. Penelitian lain yang dilakukan

oleh Sari (2012) menunjukkan adanya perbedaan intensitas nyeri pada ibu bersalin sebelum
dan sesudah diberikan massage punggung dengan metode effluerage. Pada penelitian ini
terdapat penurunan rata- rata intensitas nyeri pada ibu bersalin kala I fase aktif persalinan
normal primigravida sebelum
dan
sesudah
terapi
yaitu
sebesar

1,1

untuk sepuluh menit rose effleurage dan 1,3 untuk dua puluh menit rose effleurage.
Namun demikian data intensitas nyeri kala I fase aktif persalinan normal primigravida pada
tabel 4.1, tabel 4.2, tabel 4.3, tabel 4.4, tabel 4.5, tabel 4.6 dan tabel 4.7 didapatkan hasil
distribusi intensitas nyeri yang berbeda

pada responden sebelum dan sesudah diberikan rose effleurage. Hal ini disebabkan karena
perasaan sakit selama persalinan sangat subyektif, tidak hanya bergantung pada intensitas his
tetapi juga bergantung pada keadaan

mental pada saat menghadapi persalinan.


Meskipun telah dilakukan rose effleurage, pada kelompok perlakuan masih terdapat
responden dengan kondisi

nyeri berat (skala nyeri 7-10) sebanyak 90% pada kelompok perlakuan

sepuluh menit rose effleurage dan sebanyak 70% pada kelompok perlakuan dua puluh menit
rose effleurage. Hal ini dapat disebabkan karena subyektivitas dan persepsi ibu terhadap
nyeri. Nyeri adalah perasaan yang normal terjadi dalam proses persalinan. Perasaan nyeri
tersebut tidak dapat dihilangkan namun dapat diturunkan. Ibu primigravida belum memiliki
pengalaman terhadap persalinan

sehingga persiapan diri belum maksimal. Hanya klien yang paling mengerti dan memahami
tentang nyeri yang dirasakan.
Penelitian yang dilakukan pada dua tempat yang berbeda dapat pula mempengaruhi hasil
perlakuan. Keadaan

lingkungan dan tempat bersalin


26

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

berpengaruh pada psikologi ibu bersalin.

Selain itu terdapat beberapa faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi
masing-masing individu terhadap nyeri. Nyeri persalinan

berkaitan dengan kontraksi uterus, dilatasi, dan penipisan serviks, serta penurunan janin
selama persalinan.

Pengambilan data pada dilatasi


serviks
yang
bervariasi
pada
kala
I

fase

aktif persalinan yaitu pembukaan empat hingga sepuluh sentimeter juga berpengaruh
terhadap intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu bersalin. Semakin besar dilatasi serviks
maka akan semakin meningkatkan nyeri persalinan yang dirasakan.
Nyeri persalinan dipengaruhi pula oleh keadaan umum, usia, ukuran janin dan endorfin. Di
samping faktor fisiologis, faktor- faktor psikologis dapat berpengaruh pada intensitas nyeri
yang dialami yaitu takut dan cemas, arti nyeri, kemampuan kontrol diri, fungsi kognitif dan
kepercayaan diri. Perlakuan terapi dan informasi yang berkelanjutan tentang nyeri pada ibu
selama kehamilan dan persalinan sangat diperlukan untuk mempersiapkan

ibu secara fisik dan psikologi menghadapi proses persalinan. SIMPULAN


Kesimpulan yang didapat dari pembahasan analisa data dalam penelitian
ini
adalah:

1. Sesudah pemberian sepuluh menit rose effleurage sembilan puluh persen (10%) responden
berada dalam kondisi nyeri sedang dan tiga puluh persen (30%) responden

berada dalam kondisi nyeri sedang sesudah pemberian dua puluh menit rose effleurage.
2. Dengan memperhatikan perbandingan

antara mean ± standar deviasi kedua kelompok maka metode paling efektif untuk mengurangi

intensitas nyeri kala I fase aktif persalinan normal primigravida


adalah
dua
puluh
menit

rose
effleurage.

3. Masih terdapat responden dengan kondisi intensitas nyeri berat meski telah dilakukan
terapi. Hal ini dikarenakan terdapat faktor- faktor lain yaitu faktor fisiologis dan faktor
psikologis yang mempengaruhi

nyeri persalinan responden.

SARAN
1. Bagi Tenaga Kesehatan Bagi tenaga kesehatan khu-
susnya bidan disarankan untuk mengaplikasikan terapi dua puluh menit rose effleurage
kepada pasien
selama
persalinan.

2. Bagi Institusi Penelitian ini dapat dijadi-


kan sebagai materi mata kuliah asuhan kebidanan yang memberikan

informasi mengenai terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan


untuk mengurangi
nyeri.

3. Bagi Ibu Bersalin Ibu bersalin disarankan untuk


menggunakan rose effleurage sebagai

terapi untuk mengurangi nyeri selama proses persalinan.


4. Bagi Masyarakat Masyarakat disarankan dapat
meningkatkan pengetahuan tentang metode rose Effleurage sebagai salah
cara non – farmakologi untuk mengurangi intensitas nyeri selama

persalinan sehingga dapat berpartisipasi dalam proses persalinan.


5. Bagi Peneliti Selanjutnya
27

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

Perlu penelitian lanjutan tentang penurunan intensitas nyeri persalinan dengan terapi rose effle-
urage yang menggunakan time series design dan dilakukan pada satu
tempat penelitian sehingga didapat-
kan validitas yang lebih tinggi karena observasi dilakukan lebih dari satu kali pada tempat
yang sama. Penambahan variabel seperti
keadaan umum, usia, ukuran janin atau faktor psikologis serta meminimalkan
confounding

variable perlu
dilakukan sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Agusta, Andria. 2000. Cara Sehat dengan


Wewangian
Alami.
Jakarta:

Swadaya.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian


Suatu
Pendekatan
Praktik.

Jakarta:
Rineka
Cipta.

Aslani, Marilyn. 2003. Teknik Pijat Untuk Pemula. Jakarta: Erlangga.


Azwar, A. 2003. Metode Penelitian: Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta:
Bina
Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2007. Proses Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi IV. Yogyakarta: Pelajar Offset.


Balkam, Jan. 2001. Aromaterapi. Bandung:
Effhar
Offset.

Bandiyah, S. 2009. Kehamilan, Persalinan

& Gangguan Kehamilan. Yog-yakarta : Nuha Medika.


Bender, Tamás et al. 2007.The Effect Of Physical Therapy On BetaEndorphin
Levels. Eur J Appl Physiol, 100:371–382.
CA, Smith, dkk. 2012. Massage, Reflexology, and other manual methods for Pain
Management In Labor: An Overview Of Systematic Reviews (Review). Vol 3: 1- 161.
Cunningham, F.G., et al.2005. Obstetri

Williams Ed 21. Terjemahan

dr. Andry Hartono, et al. Jakarta: EGC


Dahlan, M. S. 2004. Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Arcan.
Danuatmaja, Bonny. 2008. Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit. Jakarta: Puspa Swara.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas

(Ed.2). Terjemahan dr. Andry Hartono. Jakarta: EGC.


Field, Tiffany. 2008. Pregnancy And Labor Alternative Therapy Research.
Vol 14: 28-
33.

Gadysa, G. 2009. Persepsi Ibu Tentang

Metode Masase. http: //luluvikar.wordpress.com. (25 Februari 2013).


Hidayat, AA. 2003. Riset Keperawatan

& Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.


___________. 2006. Pengantar Kebutuhan

Dasar Manusia: Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.


___________. 2007. Metodologi Penelitian

Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.


Jaelani. 2009. Aroma Terapi. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
28

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

Koensoemardiyah. 2009. A- Z Aromaterapi.

Yogyakarta: Lily Publisher.

Mander, Rosemary. 2004. Nyeri Persalinan.


Jakarta:
EGC.

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakata: EGC.
Murray Robert K, et al penerjemah Brahm u. pendit. 2009. Biokimia harper edisi 27. Jakarta:
EGC.
Nasir, Abd, dkk. 2011. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Nolan. 2003. Kehamilan Dan Melahirkan. Jakarta: Arcan.
Notoatmodjo, Soekijo. 2010. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.


Prasetyo, S. N.. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Prawirohardjo, S.2006. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.

Jakarta:Yayasan Balai Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


_____________. 2010. Ilmu Kebidanan.

Jakarta: Yayasan Balai Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


Pusdiknakes. 2003. Panduan Pengajaran

Asuhan Kebidanan Fsiologis


Bagi
Dosen
Diploma
III

Kebidanan

Buku 3 Asuhan Intrapartum. Jakarta: Pusdiknakes.

Riwidikdo, H. 2008. Statistik Kesehatan.

Yogyakarta: Mitra Cendekia


Press.

Sari, Enys Marista. 2012. Perbedaan Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Persalinan Normal
Pada Ibu Bersalin Sebelum dan Sesudah Diberikan Massage Punggung dengan Metode
Effluerage

di RSUD Soewondo Kabupaten

Kendal Tahun 2012. KTI. Semarang: Poltekkes Kemenkes


Semarang.

Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia.


Simkin, Penny, dkk. 2004. Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan, dan Bayi. Jakarta:
Arcan.
Sinclair, C. 2009. Buku Saku Kebidanan.
Jakarta:
EGC.

Sugiyono. 2008. Statistik untuk Penelitian.


Bandung:
CV.
Alfabeta.
Sujiyatini, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan

II (Persalinan). Yogyakarta:
Rohiro
Press.

Sulistyaningsih. 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan Kuantitatif-

Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Sumarah, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin).
Yogyakarta: Fitramaya.
Syarifah, Fitri. 2012. Hati-Hati! Aromaterapi

Bisa Bahayakan Kesehatan

Anda. http://health. liputan6.

com/read/474424/hati-hatiaromaterapi-bisa-bahayakankesehatan-anda.

(27 januari 2013).


29

JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan

Nyeri. Jakarta : EGC.


Uliyah, M dan A. A. Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik

Klinik untuk Kebidanan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Utami, Dyah. 2009. Efektivitas Aromaterapi

Dalam Menurunkan Kecemasan Menghadapi Kelahiran

Anak Pertama. KTI. Surakarta: Universitas Muhammadiyah


Surakarta.

Wijayati, Sugih dkk. 2010. Pengaruh metode relaksasi dan metode massage dalam upaya
mengurangi

nyeri persalinan pada ibu inpartu di BPS kota semarang. KTI. Semarang: Poltekkes
Kemenkes Semarang.
Williams, Lippincoltt& Wilkins. 2008. Critical Care Nursing Made Incredibly Easy!.
Norristown: Wolters Kluwer Health.
Yanti. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta:
Pustaka
Rihana.
Pendahuluan
Nyeri persalinan merupakan suatu hal yang alamiah, namun tidak semua perempuan mampu
menerima hal tersebut. Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknoogi, dewasa ini sebagian ibu
hamil memilih untuk melahirkan dengan bantuan anastesi epidural, karena pengaruh orang-
orang yang berada disekitar mereka. Namun ketika epidural dapat mengeliminasi sensasi
nyeri, tindakan tersebut tidak mampu mengusir kekhawatiran, ketakutan, kesendirian,
ketidakberdayaan dan berbagai emosi lain yang akan menyebabkan distres, ketidakpuasan
atau bahkan penderitaan ibu. 1
Ibu hamil yang telah siap secara mental untuk menghadapi persalinan secara alamiah,
termasuk nyeri persalinan yang merupakan efek samping dari proses tersebut, dengan
sendirinya dapat mengkoping masalah ini. Nyeri persalinan bukan merupakan suatu
penderitaan, namun perasaan tidak enak atau efek samping yang harus dirasakan sebagai
proses untuk menjadi seorang ibu. Nyeri merupakan suatu keadaan dimana sensasi fisik yang
tidak mengenakan, dapat berhubungan atau tidak sama sekali dengan penderitaan/suffering.
Sedangkan penderitaan merupakan suatu distress fisiologis, misalnya ketidakberdayaan,
kesedihan, ketakutan, penyesalan, panik dan kehilangan kontrol. 2
Review dari Cochrane menginformasikan bahwa epidural tidak hanya menghilangkan nyeri
persalinan, namun seperti tindakan medikal lainnya berdampak pada perpanjangan
persalinan, peningkatan penggunaan oksitosin, peningkatan persalinan dengan tindakan
seperti forcep atau vakum ekstraksi, dan tindakan seksio sesarea karena kegagalan putaran
paksi dalam, resiko robekan hingga tingkat 3-4 dan lebih banyak membutuhkan tindakan
episiotomy pada nulipara.3
Studi lain tentang sentuhan persalinan membuktikan bahwa dengan sentuhan persalinan 56%
lebih sedikit yang mengalami tindakan Seksio Sesarea, pengurangan penggunaan anestesi
epidural hingga 85%, 70 % lebih sedikit kelahiran dibantu forceps, 61% penurunan dalam
penggunaan oksitosin; durasi persalinan yang lebih pendek 25%, dan penurunan 58% pada
neonatus yang rawat inap.4
Simkin dan Ohara (2002) melaporkan bahwa dengan sentuhan dalam persalinan dapat
mengurangi kecemasan, mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan, mengalami waktu
persalinan secara signifikan lebih pendek, tinggal di rumah sakit lebih singkat dan kejadian
depresi postpartum lebih rendah. 4-5
Asuhan maternitas di abad kedua puluh satu telah menyingkirkan praktik kebidanan
tradisional. Hal ini disebabkan karena ketergantungan terhadap kelebihan teknologi yang
ditawarkan. Seni kebidanan tradisional sedang disingkirkan, khususnya praktek inti dari
sentuhan. Jumlah perangkat teknologi di ruang persalinan berbanding terbalik dengan jumlah
kontak manusia antara staf dan pasien. Dalam rangka untuk merebut kembali seni kebidanan
itu, ketergantungan terhadap kelebihan teknologi dalam persalinan harus dikurangi dan
sentuhan kasih perlu diremajakan kembali. 6
Setiap perempuan adalah unik, begitupula dengan proses persalinannya. Ada ibu yang
menginginkan sentuhan selama proses persalinan berlangsung, ada pula yang hanya
menginginkan sentuhan pada fase-fase tertentu, ada juga yang tidak menginginkan sentuhan
sama sekali. Keinginan-keinginan tersebut haruslah dihargai. Setiap wanita yang berada
dalam proses childbirth haruslah menjadi fokus utama asuhan, yang menjadi bagian dari
filosofi kebidanan yang harus diterapkan.6
Dari paparan diatas, maka setiap bidan harus memahami sentuhan-sentuhan dalam persalinan,
yang dapat menjamin suatu proses persalinan dapat berjalan secara alamiah, juga mengurangi
persalinan dengan tindakan yang banyak mengakibatkan komplikasi.4-8
Sejarah dan Pengertian Sentuhan dalam Persalinan
Pada jaman dahulu, perempuan belajar tentang persalinan dari ibu dan saudara
perempuannya. Persalinan berlangsung di tempat yang familiar dengan mereka yang
memberikan suasana yang nyaman. Tradisi dan ritual yang ada termasuk sentuhan dan
masase dalam persalinan, memberikan keyakinan bahwa mereka mampu untuk melahirkan
dengan baik. Selama proses persalinan, mereka akan ditemani oleh keluarga, dan kaum
perempuan yang bijaksana, yang terus memberikan dukungan yang membesarkan hati
mereka dalam menjalani proses tersebut. Bidan yang berada pada seting komuntaslah yang
menolong hampir sebagian besar persalinan pada jaman itu. 2
Tahun 1960 organisasi Lamaze berhasil memperjuangkan pasangannya untuk masuk kedalam
ruang bersalin. Pasangan tersebut memberikan support emosi yang spesial, karena mereka
akan terus hadir untuk menemani sampai anaknya lahir. Hal ini membuat para ibu tidak
melewati proses persalinan seorang diri.2
Sebelum praktik-praktik medis Barat menggantikan kebidanan tradisional, sentuhan dan
pijatan oleh bidan atau petugas pendamping persalinan merupakan komponen utama dari
perawatan childbirth di seluruh dunia. Dengan tidak adanya peralatan, bidan mengunakan
mata, telinga dan tangan untuk memberikan asuhan pada kliennya. Kemampuan ini diasah
terus menerus, melalui indra pengamatan dan intuisi yang halus. Saat ini, penyembuh
tradisional dan ketrampilan bidan yang terintegrasi digunakan dalam praktik kebidanan.6
Dengan adanya perubahan orientasi pelayanan kebidanan pada abad keduapuluh ke
medikalisasi, maka pertolongan persalinan yang awalnya berlangsung dirumah diallihkan ke
rumah sakit. Tentunya nilai-nilai yang dimiliki oleh perempuan sebelumnya tidak dapat
diterapkan seluruhnya di rumah sakit. Para provider memberikan pelayanan dan dukungan
namun tidak dapat secara utuh karena perhatian mereka terbagi karena begitu banyak klien
yang menjadi tanggung jawabnya. Pada abad ke-21 orientasi pelayanan kebidanan kembali ka
abad sebelum abad ke-20 karena para perempuan sudah memperoleh pengetahuan tentang
proses persalinan. Mereka berharap agar para providernya baik itu dokter, bidan dan perawat
dapat menemani mereka untuk melewati proses persalinan tersebut hingga selesai. Namun
kembali kepada tanggung jawab mereka terhadap banyak klien/pasien yang ada, tentu
harapan tersebut tidak dapat dipenuhi. 2
Persalinan mungkin akan mengejutkan ibu (dan pasangan) dengan kekuatannya. Didampingi
oleh seorang wanita yang berpengalaman dalam persalinan untuk meyakinkan ibu dan
pasangannya, akan sangat membantu. Mereka akan meyakinkah ibu bahwa persalinannya
akan berjalan dengan normal dan mereka akan terus membantunya dan pasangannya dalam
mengatasinya. Seorang wanita yang berpengalaman dengan kelahiran juga akan tahu
bagaimana caranya memberikan sentuhan yang menghibur seperti masase dan menyarankan
posisi yang nyaman yang akan membantu kemajuan dan kenyamanan persalinan ibu.4
Laporan penelitian membuktikan bahwa dukungan persalinan yang berkelanjutan
memberikan keuntungan yang mengesankan.4,8 Review dari Cochrane Pregnancy and
Childbirth Group menginformasikan bahwa dukungan yang berkelanjutan dalam persalinan
sangat menguntungkan dibanding yang tidak memperoleh dukungan persalinan secara
kontinyu. Ibu yang mendapat dukungan persalinan secara kontinyu, lebih sedikit yang
mengalami persalinan dengan tindakan seperti:
1. Seksio Sesarea
2. Vakum Ekstraksi
3. Anastesi persalinan seperti Epidural
4. Laporan tentang negative Feeling tentang pengalaman persalinan
Beberapa peneliti melaporkan bahwa, dukungan persalinan akan lebih efektif jika orang yang
akan mendukung ibu tidak merupakan bagian dari tim rumah sakit tersebut. Dan sebaiknya
dukungan tersebut dimulai sejak awal persalinan, terutama pada ibu yang berasal dari
ekonomi menengah kebawah.2
Hampir tidak ada orang baik pada jaman dahulu maupun modern, yang tidak memberikan
sentuhan maupun ekspresi dalam persalinan. Pernyataan tersebut dibuat pada tahun 1884,
tetapi tetap bertahan dengan ujian waktu. Pada awal abad berikutnya, dokter dan antropolog
Hrdlicka Ales, yang bepergian di seluruh Amerika Utara, melaporkan bahwa bantuan yang
diberikan di mana-mana secara substansial sama, terdiri dari tekanan atau memijat dengan
tangan atau dengan perban disekitar perut, tujuannya adalah untuk memberikan bantuan
langsung dalam proses kelahirannya. Bidan mempunyai posisi unik dalam memanfaatkan
keuntungan dari pijatan ini pada proses persalinan. Dengan demikian, para ibu dapat
mengontrol rasa sakit, mendorong relaksasi lebih dalam dan bahkan mempercepat proses
persalinan tersebut.4-6
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa sentuhan persalinan adalah suatu tindakan yang
diberikan pada ibu yang dapat mengurangi rasa nyeri persalinan dan kecemasannya melalui
sentuhan-sentuhan dan pijatan ringan, dapat dilakukan oleh pasangannya maupun orang lain
yang menemaninya dalam proses persalinannya yang dipilih oleh ibu sendiri.
Studi Tentang Sentuhan Persalinan
Sebuah studi yang dilaporkan Mental Helth Update (1993) menunjukkan bahwa dukungan
fisik dan emosional oleh doula memberikan manfaat besar bagi wanita dalam persalinan.
Dalam studi tersebut, kelompok wanita yang menerima sentuhan fisik (pijatan ringan dan
counter-pressure) dan dukungan emosional, dibandingkan dengan kontrol (yang tidak
mendapat pijatan ringan/counter-pressure), 56% lebih sedikit yang mengalami tindakan
Seksio Sesarea; pengurangan penggunaan anestesi epidural sebesar 85%; sebanyak 70% lebih
sedikit kelahiran yang dibantu dengan forseps; 61% penurunan dalam penggunaan oksitosin;
durasi persalinan yang lebih pendek 25%, dan penurunan 58% pada neonatus yang rawat
inap.2,4
Touch Research Institute (Miami, Florida) melaporkan bahwa wanita yang dipijat
pasangannya merasa kurang tertekan, mengalami nyeri persalinan yang kurang dan memiliki
stres dan tingkat kecemasan yang lebih rendah. Selain itu, ibu yang dipijat ringan mengalami
waktu persalinan secara signifikan lebih pendek, tinggal di rumah sakit lebih singkat dan
depresi postpartum kurang. 4,5,7,8
Keterlibatan mitra berkorelasi dengan kurangnya kebutuhan terhadap obat pereda nyeri,
proses persalinan pendek, lebih sedikit komplikasi perinatal dan sikap yang lebih positif.4
Dalam studi lain, masase yang disediakan oleh pasangan dipandang oleh para ibu memiliki
nilai lebih daripada terapi sentuhan bidan atau perawat. 2,4
Penggunaan Sentuhan dalam Persalinan
Respon wanita terhadap sentuhan dalam persalinan tidak dapat diprediksi dan sangat
bervariasi. Bidan harus memahami bahwa karena tidak ada cara yang jelas untuk mengetahui
bagaimana seorang ibu akan menjawab, dia akan perlu untuk menggunakan sejumlah teknik
dan strategi yang berbeda.4
Sentuhan selama persalinan bukan berarti dipijat seperti pengertian secara tradisional.
Sentuhan tidak memerlukan resep yang diberikan secara rutin. Sentuhan ini tidak memiliki
awal, tengah atau akhir dan tidak berdasarkan pada jarum jam. Sebaliknya, selama proses
persalinan, sumber dan jenis sentuhan harus berubah seiring dengan kemajuan persalinan,
jika usaha tersebut di sambut dengan baik. Dari membelai hingga menggunakan lebih banyak
dukungan/counter-pressure harus dilakukan bidan dalam manajemen nyeri pada ibu.
Umumnya, selama istirahat di antara kontraksi, elongated strokes-predominantly Effleurage
(teknik pijat yang digunakan untuk pemanasan otot sebelum bekerja jaringan dalam)
digunakan untuk mengendurkan otot, mengurangi asam laktat dan mengendalikan nyeri. Ibu
juga dapat secara efektif menggunakan latihan peregangan pada saat ini, untuk meningkatkan
sirkulasi dan mengurangi ketegangan otot. Bergerak di sekitar dan/atau mengubah posisi
melahirkan sering berfungsi sebagai penghilang rasa sakit.1
Teknik lain untuk memberikan menghilangkan nyeri adalah menggunakan counter-pressure,
sacral lift, panggul miring/pelvic tilts, hip squeezes dan stimulasi untuk mendapatkankan titik
akupuntur persalinan yang spesifik selama kontraksi. Seorang ibu inpartu juga juga dapat
menggoyangkan pinggulnya secara berirama dengan pola angka delapan sambil berdiri,
bersandar atau membungkuk. Berikut ini adalah beberapa gambar tentang teknik untuk
mengurangi nyeri persalinan.

Gambar 1. Teknik Counter-


pressure Sumber:http://www.childbirthconnection.org/pop.asp?ck=10426
Gambar 2. Teknik Counter-pressure
Sumber: http://www.getbabied.com/2011-06-30/slow-and-steady-wins-the-race-or-um-baby

Gambar 3. Posisi Sacral Lift


Sumber:http://www.childbirthconnection.org/pop.asp?ck=10433
Gambar 4. Sacral Lift
Sumber:http://naturalbirthinkitsap.blogspot.com/

Gambar 5. Posisi Pelvil Tilt


Sumber: http://transitiontoparenthood.com/ttp/foreducators/arthome.htm

Gambar 6. Posisi Pelvil Tilt


Sumber: http://naturalbirthinkitsap.blogspot.com/
Gambar 7. Posisi Hip Squeeze
Sumber: http://www.getbabied.com/tag/double-hip-squeeze

Gambar 7. Posisi Hip Squeeze


Sumber: http://www.getbabied.com/2011-06-30/slow-and-steady-wins-the-race-or-um-baby
Berbagai posisi melahirkan dan alat lain dapat memfasilitasi persalinan dan meringankan
nyeri persalinan, terutama di bagian punggung. Misalnya, bidan dapat menekan bola tenis di
bagian belakang ibu atau pinggul, di lokasi rasa sakit, selama kontraksi. Ibu juga mungkin
memposisikan punggungnya menekan bola dan biarkan berat badan sendiri memberikan
tekanan pada bola tersebut. Teknik lain adalah dengan menggunakan rolling pin berongga
diisi dengan es atau air dingin untuk meredakan sakit otot punggung. 1,4
Tekanan yang diberikan tergantung pada tingkat kenyamanan ibu, yang dapat diharapkan
untuk mengubah tingkat nyeri, seiring dengan kemajuan proses persalinan. Jenis sentuhan
yang menenangkannya sebelumnya kini mungkin mengganggu dirinya. Bidan dapat meminta
ibu untuk memberikan umpan balik, atau hanya mengetahui perasaannya bahwa ibu merasa
rileks dari sentuhan yang diberikan bidan. Ketika seorang wanita tidak bisa
mengartikulasikan kebutuhannya, dia akan mengungkapkannya melalui bahasa tubuh.
Menjadi sadar akan perubahan halus dan reaksi sangat penting.
Stimulasi taktil seperti membelai, dapat meningkatkan input pada serabut saraf yang
membantu menghambat impuls nyeri. Semakin proaktif suatu proses persalinan, semakin
penting untuk diperhatikan dalam pengaturan pernapasan atau strategi relaksasi.
Bidan atau orang lain yang memberikan dukungan dapat dengan mudah memberikan pijatan
di berbagai posisi dan dalam lingkungan yang akrab bagi perempuan yang pulang selama fase
laten/kala satu, atau yang tinggal di rumah selama proses persalinannya. Mereka harus siap
untuk membantu dan mendukung ibu dalam berbagai posisi tanpa mengorbankan tubuh
mereka sendiri.
Caranya jika pendamping berdiri dibelakang ibu, pertahankan bahu dan lengan anda tetap
dalam keadaan rileks. Gunakan kedua tungkai/kaki untuk bertumpu sebagai sumber kekuatan.
Angkat berat badan anda dari kaki yang satu ke kaki yang lain, bersandarlah pada ibu untuk
menambahkan kekuatan pada ibu dari pada mengunakan kedua tangan anda.
Ketika penolong sementara berlutut dibelakang ibu, tempatkan bantal dibawah lutut dan
lanjutkan mengangkat dari kaki ke kaki ketika melakukan masase atau tekanan. Pertahankan
bahu anda tetap rileks dan ingatlah selalu untuk menarik napas. Berdiri atau duduk setiap
selesai suatu stroke/kontraksi untuk mengembalikan sirkulasi kekaki anda.
Relaksasi penting untuk mempromosikan kemajuan persalinan; banyak tindakan dilakukan
untuk kenyamanan ibu dan coping strategies selama persalinan untuk memastikan bahwa ibu
yang melahirkan tetap tenang dan terkendali. Bidan dapat menggunakan sentuhan ringan
untuk membuat ibu menyadari daerah yang tegang pada tubuhnya yang perlu untuk dibuat
rileks. Bidan juga dapat mendorong ibu untuk bernapas dan buang napas sambil mendesah
keras. Bernapas bersama dengan ibu akan membantu menciptakan suatu pola pernapasan
yang teratur.
Selama kala satu persalinan, impuls nyeri ditransmisikan sepanjang tulang belakang, antara
T11 dan T12 dan melalui aksesori torakalis bawah dan atas saraf simpatis lumbal. (Saraf ini
berasal dari rahim dan leher rahim). Ibu biasanya merasa sangat neri dan tidak nyamanan
karena perubahan serviks pada abdominal bagian bawah. Mereka juga mungkin mengalami
rasa sakit yang terpancar dari rahim dan dirasakan di daerah lumbosakral, puncak iliaka,
gluteals dan menuruni paha. Secara umum, nyeri datang hanya selama kontraksi, meskipun
beberapa wanita mungkin merasa tidak nyaman karena adanya residu nyeri di antara
kontraksi.
Hampir 25-65% wanita mengalami nyeri punggung bagian bawah, yang dapat memperlambat
kemajuan persalinan. Nyeri ini dapat berasal dari perubahan rahim, iskemia uterus dan
distensi dari posisi oksiput posterior janin di mana kepala janin meregangkan ligament
sakroiliaka. Kebanyakan bayi akan berputar selama kelahiran dan mengurangi tekanan pada
punggung bawah. Alasan lain yang mungkin terjadi adalah nyeri lumbosakral cephalo-pelvic
disproporsi, yang memberikan tekanan pada saraf sakral dan struktur panggul lainnya. Ketika
kontraksi awal mulai, ibu harus mengambil napas pembersihan yang dalam, melalui hidung
dan keluar melalui mulut. Pola pernapasan harus diulang setelah kontraksi berakhir.4
Teknik Masase pada Awal Persalinan
1. Pijatan dimulai diantara kontraksi dengan Effleurage (long, gliding stroke) pada
pertengahan dan kembali ke sakrumnya, sesuai arah serat otot. Tekanan yang
diberikan harus sesuai dengan keinginan ibu. Pijatan ini dapat dilakukan dalam posisi
duduk di bangku, membungkuk di atas tempat tidur atau tumpukan bantal, atau
berbaring miring. Secara bertahap pijatan dilakukan lebih dalam ke otot erector
spinae, lebih rendah dari T11 ke sakrum menggunakan ujung jari anda, ibu jari, buku-
buku jari atau siku di serat-serat otot dari batas lateral dari erector spinae ke prosesus
transversus tulang belakang dan turun ke sendi lumbosakral.
2. Pijatlah seluruh punggungnya dari sakrum, naik searah tulang belakang hingga bahu
atas, juga sekitar bahu dan lehernya.
3. Ketika kontraksi mulai, pakailah counter-pressure di tempat nyeri atau bagian yang
tidak nyaman. Jaga pergelangan tangan anda tetap netral dan sebagai alternatif antara
menggunakan pergelangan tangan anda, dapat menggunakan buku-buku jari, siku atau
lutut (pada sakrum nya). Tahan counter-pressure ini selama kontraksi dan ingatkan
untuk bernapas.
4. Gunakan sacral lift selama kontraksi untuk mengurangi tekanan kepala janin pada
saraf tulang belakang, mengurangi tekanan perut bagian bawah, pembengkakan wasir
dan mendukung dasar panggul untuk melebar. Tempatkan tangan anda pada bagian
rendah sakrum dan angkatlah ke atas dan sedikit ke arah umbilikusnya. (hal ini tidak
dapat dilakukan pada orang dengan nyeri tulang ekor atau subluksasi.) Gunakan buku-
buku anda, lengan, bahu, lutut dan kaki sebagai alternatif dari tangan Anda. Tahanlah
selama kontraksi berlangsung. Lebih baik dilakukan ketika ibu duduk, tapi bisa sangat
efektif dalam posisi berbaring hanya menggunakan kepalan tangan anda secara netral.
Lipat handuk tangan kecil atau kain kering di atas buku-buku anda untuk mencegah
kontak antara tulang dengan tulang yang dapat memberikan ketidaknyamanan.
5. Selama kontraksi miringkan panggul, lakukan dengan klien anda di sisinya. Ini
memanjang lumbar spine, meregangkan otot-otot dan mengurangi nyeri punggung
bagian bawah. Gunakan lengan anda yang berotot di pinggul atas dan perlahan-lahan
tarik ke arah kepalanya, sementara tangan anda lebih rendah pada sakrum dengan
lembut ditarik ke arah kakinya. Sebuah variasi dari pelvic tilt adalah menekan lutut,
juga dilakukan dengan klien anda di sisinya. Duduk di belakang ibu dan tempatkan
secara aman pinggul anda secara langsung pada sakrumnya. Membungkuk dan
genggamlah tangan anda di sekitar lutut bagian atas ibu. Posisikan pinggulnya di
sudut kanan dan tarik lutut ke arah pinggul anda. Untuk dukungan tambahan, tekan
tubuh anda ke pinggulnya, sehingga memberikan tekanan panggul pada saat yang
sama.
6. Jika dia memiliki sakit punggung, cobalah menekan panggul atau hip squeeze
(menemukan bokong bagian tengah dan gunakan kepalan tangan anda dengan
pergelangan tangan netral, lakukan gerakan seperti memeras kearah atas membentuk
huruf X dan tahan selama kontraksi). Sebuah titik akupunktur dapat melepaskan
banyak ketegangan pada bagian belakang selama persalinan: Gall Bladder 34
ditemukan dalam depresi anterior dan inferior pada small head of fibula pada kedua
kaki. Tahan kedua titik pada waktu yang sama untuk 10 hitungan, ulangi hinga 10
kali.
7. Titik akupunktur yang lain dapat meminimalkan nyeri, ditemukan di posterior sudut
luar kuku jari kedua kaki. Titik ini adalah kandung kemih 67. Di Cina, titik ini
ditususk dengan jarum untuk menghentikan rasa sakit saat persalinan. Sebuah studi
baru-baru ini menginformasikan bahwa teknik Cina kuno telah terbukti efektif dalam
mengurangi nyeri persalinan.4
8. Untuk mempercepat persalinan pada setiap tahap/kala, gunakan tekanan pada titik-
titik akupunktur tertentu, terutama selama kontraksi. Tahan setiap titik bilateral
selama kontraksi, lepaskan hanya untuk meringankan jari-jari anda.
Kala I Fase Aktif
Sebagaimana persalinan berkembang menjadi fase aktif, terlihat terjadi pergeseran dalam
pola kontraksi dan respon emosional ibu. Tujuan bidan adalah untuk menjaga agar ibu tetap
tenang, nyaman dan terfokus yang akan mendorong kemajuan persalinan normal. Tugas lain
yang penting adalah memenuhi kebutuhan emosional dengan pemahaman, memelihara dan
menghormati ibu. Hal ini akan membuat ibu mempunyai kemampuan kontrol persalinan yang
lebih besar, yang berdampak pada self esteem yang tinggi, lebih puas dan pengalaman
terhadap persalinan yang lebih baik.
Teknik-teknik bodywork sekarang harus disesuaikan dengan kebutuhan emosional dan fisik
ibu dan perubahanya. Pola napasnya akan berbeda dan harus didorong oleh untuk bernapas
bersama ibu.
Teknik untuk persalinan Kala 1 Fase Aktif
1. Dorong ibu untuk mengubah posisi setiap kali diperlukan, setidaknya setiap 30 menit
obati sakit punggung dan mempercepat persalinan.
2. Pertahankan pelvic tilting selama kontraksi.
3. Gunakan kompres panas atau dingin dengan atau tanpa tekanan bergulir pada
punggung bagian bawah.
4. Gunakan tekanan lutut dengan posisi ibu duduk di kursi dengan punggung didukung
oleh bantal. Tekanan rendah hanya pada lutut dan pertahankan tekanan ini selama
kontraksi. Jika pergelangan tangan anda lelah, duduk di lantai dan berpaling darinya,
menghadap ke luar. Bersandar pada lututnya dengan punggung anda, istirahatkan
tangan Anda.
5. Gunakan pelvic squeezel untuk meringankan nyeri persalinan pada bagian belakang,
karena mereposisi sendi sakroiliaka yang sedang diregangkan oleh bagian belakang
kepala bayi terhadap sakrum ibu.
6. Lakukan drainase limfatik secara lembut, membelai ke jantungnya, jika kakinya
goyang atau merasa lelah dan berat.
Masa Transisi
Proses persalinan yang berkembang ke tahap transisi kala satu, kebanyakan wanita tidak lagi
nyaman dengan setiap kontraksi yang lama dengan frekuensi yang semakin cepat. Beberapa
wanita mungkin benar-benar menarik diri dari sentuhan sama sekali. Kompres panas atau
dingin, atau potongan es (mungkin mengandung obat herbal seperti black cohosh, jika
tekanan darahnya rendah dan stabil) dapat diterima. Memegang, goyang atau berayun
dengannya mungkin dibutuhkannya. Tempatkan tangan Anda di atas daerah yang tegang dan
berikan tekanan pada sakrumnya selama kontraksi dapat meredakan sakit punggung. (Jangan
lupa untuk membiarkan wajah dan rahang rileks, karena banyak ibu meringis kesakitan
diakhir persalinan dan mengunci rahang mereka.)
Dorongan yang tenang dan kepastian adalah hal yang terpenting selama masa transisi.
Menjaga ibu tetap rileks dan tenang memungkinkan ritme alamiah persalinannya berjalan
lancar.
Kala Dua Persalinan
Setelah fase istirahat singkat kala dua, di mana ibu mungkin menikmati luncuran beberapa
stroke di punggung atau perut, resume kontraksi yang kuat dan dorongan untuk meneran
dirasakan dengan sendirinya. Relaksasi sangat penting untuk menghemat energi dan
memuluskan jalan, terutama dasar panggul dan adductors, karena setiap ketegangan fisik
dapat meningkatkan rasa sakit dan persalinan yang lambat. Secara lembut dan tenang
ingatkan ibu untuk melepaskan ketegangannya.
Cara yang tepat untuk membantu ibu adalah dengan mendukung dan memberikan dorongan,
tetap tenang dan membantunya mengikuti pola pernapasan dan relaksasi. Bantulah dengan
perubahan posisi dan menggosok setiap daerah yang tegang jika dia ingin disentuh. Stroke
dari Effleurage perut selama fase aktif dimulai pada fundus dan bergerak ke arah tulang
kemaluan seiring dengan kontraksi uterus. Antara kontraksi, cobalah Effleurage dari
punggung bawah, atau dia mungkin lebih suka menggoyang panggul dengan lembut. Kaki
kram atau kejang otot dapat diobati dengan pijatan ringan, peregangan aktif atau pasif, atau
pijatan kaki yang sesuai. Ibu akan mungkin memerlukan bantuan untuk meluruskan kakinya
setelah jongkok untuk kembali berdiri tegak atau duduk.
Kelahiran
Sebagian besar dukungan selama kelahiran bayi adalah membantu ibu untuk tetap tenang dan
mengingatkannya untuk tetap santai dan menghemat energinya. Bidan dapat menawarkan
beberapa bantuan fisik seperti dukungan counter-pressure atau support perineum dan
membantunya menemukan posisi melahirkan yang nyaman.4
Kala III Persalinan
Pada beberapa suku, kelahiran plasenta biasanya sangat cepat karena ibu berada dalam
kondisi fisik yang baik dan mereka menggunakan posisi melahirkan efisien. Berdiri dan
peregangan dapat mempercepat kelahiran plasenta. Pijat digunakan hampir secara eksklusif
untuk mendorong pelepasan plasenta pada suku-suku tertentu. Prosedur lainnya termasuk
kontraksi otot perut, bersin, gigitan ibu pada sesuatu yang sangat keras atau setelah dia
meniup ke tangannya atau botol kosong. Aplikasi panas juga digunakan
untuk mengefektifkan pengeluaran plasenta.
Para wanita dari Maroko merendam ujung tali pusar yang telah dipotong dalam minyak yang
dipanaskan di atas bara panas. Dalam beberapa menit tindakan tersebut dilakukan, ibu yang
baru saja melahirkan tersebut berdiri dan plasenta jatuh keluar. Orang-orang Filipina
menghangatkan gagang sendok nasi yang terbuat dari kayu, lalu menekan pusar wanita. Di
daerah tertentu di Meksiko, tortilla panas ditempatkan ke sisi kanan ibu. Di India, penolong
persalinan meminyaki kepalanya lalu dengan kepalanya menggosok ke perut ibu sambil
berdiri sampai semua darah keluar. Di Tahiti, plasenta dikeluarkan dengan cara ibu meremas
perutnya sendiri sambil mandi di laut. Suaminya menekan kakinya melawan dia untuk
merangsang pelepasan plasenta.
Pijat perut dari fundus ke tulang pubis, kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi (perawatan
kanguru), stimulasi puting atau stimulasi oral (oleh pasangannya) mendorong pelepasan
endogenous oksitosin yang merangsang kontraksi rahim dan melepaskan plasenta. Bidan
dapat merangsang titik akupunktur Limpa 10 untuk melepaskan plasenta. Tempatkan tumit
tangan Anda di perbatasan atas lutut ibu. Ibu jari Anda harus mencapai perut otot medialis
vastus dimana titik ditemukan. Tahan selama 10 hitungan, ulangi sampai rahim mulai
berkontraksi. Jika ibu mulai gemetar, tekan lengkungan kakinya untuk mengontrol gerakan.
Kebijakan pemerintah sehubungan dengan sentuhan dalam persalinan
Dalam kebijakan Kemenkes 369/MEKKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
Dijelaskan bahwa asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang
dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan
ilmu dan kiat kebidanan.9
Berdasarkan Kemenkes diatas, maka bidan dapat melakukan praktik sentuhan persalinan,
karena sesuai dengan filosofi kebidanan. Praktik ini telah terbukti dapat meminimalkan
persalinan dengan tindakan, baik forcep maupun vakum ekstraksi, seksio sesarea, pengunaan
oksitosin, anestesi epidural dan berbagai emosi negatif pada ibu bersalin serta memberikan
pengalaman persalinan yang memuaskan pada ibu.
Kasus
Kasus Ny. X di RS Rujukan Pemerintah Tahun 2007 . Nyonya X, G1 P0 A0 dirujuk oleh
salah satu BPS di Jakarta karena kala 1 memanjang. Jam 10.00 WIB pembukaan 5 cm,
effacement 50%, ketuban sudah merembes, putih keruh, presentasi kepala, Hodge 2. Ibu
hanya tergeletak di tempat tidur ruang bersalin, tanpa ditemani oleh keluarganya. Sentuhan
dalam persalinan tidak ada sama sekali. Mahasiswa bidan DIV, karena merupakan salah satu
staff di RS tsb, memperbolehkan keluarga untuk masuk dan menemani ibu di ruang
persalinan. Mahasiswa bidan juga membantu memberikan dukungan dan motivasi bahwa
persalinan ibu dapat berlangsung secara alamiah. Ibu dan suaminyapun menginginkan proses
persalinan tersebut berjalan dengan normal. Ibu dan keluarga diperbolehkan berdoa bersama
di ruang persalinan. Persalinan berlangsung progresif, dan 8 jam setelah diberikan dukungan
persalinan baik itu penkes dari mahasiswa bidan, motivasi, pendampingan dari suaminya
serta sentuhan berupa masase ringan di bagian belakang/sacrum, ibu melahirkan spontan,
anak dan ibu sehat. Ibu dan suami sangat berterimakasih pada mahasiswa bidan yang
membantu proses tersebut sehingga dapat berjalan dengan normal.
Pembahasan
Dari pemaparan teori pada bab sebelumnya dan kasus diatas, maka akan dibahas lebih lanjut
pada tulisan ini tentang faktor-faktor penghambat sentuhan persalinan tidak dapat diterapkan
oleh bidan, serta hubungan sentuhan persalinan dengan filosofi kebidanan.
Faktor–Faktor yang Menyebabkan Sentuhan dalam Persalinan Tidak Dapat di
Terapkan:
1. Kurangnya pemahaman bidan tentang sentuhan dalam persalinan.
2. Kebijakan diseting pelayanan yang tidak memperbolehkan praktik sentuhan dalam
persalinan atau dukungan dalam persalinan dapat dijalankan.
3. Seting dalam praktik bidan sendiri tidak menerapkan asuhan yang dapat mendukung
persalinan agar dapat berlangsung secara fisiologis
4. Mental model bidan yang tidak mau tahu, tidak peduli dengan kliennya.
5. Kurikulum, pendidikan bidan yang kurang menggali praktik asuhan berdasarkan
filosofi kebidanan.
Hubungan sentuhan persalinan dengan filosofi persalinan
1. Normal and natural childbirth. Praktik sentuhan dalam persalinan merupakan praktik
yang mendukung filosofi bidan dimana bidan yakin bahwa proses persalinan
merupakan suatu proses yang alamiah. Hal ini disebabkan karena dengan sentuhan
dalam persalinan dapat mengupayakan pesalinan dapat berlangsung secara alamiah.
Sentuhan tersebut dapat mengoptimalisasi fungsi tubuh dalam memanajemen nyeri.
Sentuhan seperti membelai akan memberikan stimulasi taktil yang dapat
meningkatkan input pada serabut saraf sehingga membantu menghambat impuls
nyeri. Teknik elongated strokes-predominantly Effleurage (teknik pijat yang
digunakan untuk pemanasan otot sebelum bekerja di jaringan dalam) dapat berfungsi
untuk mengendurkan otot, mengurangi asam laktat dan mengendalikan nyeri. Latihan
peregangan juga dapat meningkatkan sirkulasi dan mengurangi ketegangan otot.
Dengan melakukan gerakan berirama membentuk pola angka delapan juga dapat
memberikan efek mengurangi nyeri persalinan. Sentuhan tidak hanya berupa fisik,
namun dalam praktik kebidanan praktik sentuhan juga berupa sentuhan verbal yang
berdampak secara fisiologis, yakni memberikan semangat dan kesabaran kepada ibu
sehingga kuat untuk melewati proses persalinan tersebut. Dengan demikian maka baik
sentuhan fisik dan psikologis akan memberikan kenyamanan kepada ibu sehingga
nyeri tidak dirasakan lagi sebagai suatu penderitaan/suffer, namun sebagai bagian dari
proses untuk menjadi seorang ibu yang bahagia. Akan lebih bijaksana jika dukungan
psikologis secara verbal berisi filosofi pribadi yang dilator belakangi oleh keyakinan
ibu. Keyakinan dan kepercayaan tersebut mempunyai power yang mampu
memberikan kekuatan kepada setiap umat yang meyakininya. Sentuhan kalbu tersebut
diberikan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan ibu, sehingga dengan praktik
sentuhan, asuhan kebidanan dapat diberikan secara komprehensif, baik itu bio, psiko,
sosio dan spiritual.
2. Empowering Woman. Dengan memberikan pendidikan kepada ibu tentang upaya apa
saja yang dapat dilakukan oleh ibu dan keluarga agar persalinan dapat berlangsung
secara normal. Ibu akan mengerti dan dapat membiarkan pendampingnya
membantunya melewati proses persalinan seperti nyeri persalinan dengan tenang dan
memahami bahwa nyeri merupakan efek yang fisiologis dari persalinan. Bidan dapat
memberdayakan ibu, dimana pijatan/sentuhan dalam persalinan memampukan ibu
untuk memberitahu bagian mana yang ingin dimasase, oleh siapa, kapan dan
bagaiman caranya sehingga proses persalinan dapat berjalan sealamiah mungkin, yang
akan menjadi pengalaman yang menyenangkan dan membahagiakan. Alangkah
bijaksana jika bidan memiliki kepekaan karena pada ibu yang sudah kesakitan,
kadang tidak mampu berkomunikasi secara verbal. Kepekaan bidan tentu diperlukan
dalam memberikan asuhan yang sesuai dengan kebutuhan dari bahasa tubuh ibu.
Setiap manusia itu unik, sehingga praktik sentuhan tidak dapat secara sama diberikan
pada setiap ibu. Di Timika, Papua, praktik untuk meredakan nyeri menggunakan daun
yang disebut ‘daun gatal’. Efeknya memberikan rasa gatal sehingga mengalihkan
perhatian ibu terhadap rasa nyeri tersebut. Bidan tentu memberikan asuhan sesuai
dengan budaya yang dimiliki ibu, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu
dalam menjalani proses persalinannya. Yang harus diperhatikan adalah apakah praktik
berdasarkan budaya tersebut memberikan dampak positif atau negative terhadap
kesehatan ibu, dan harus menyikapinya dengan santun dan bijaksana.
3. Woman and Family Patnership. Partnership antara ibu dan bidan dapat berjalan
dengan baik, begitu pula dengan keluarganya kaena bidan memberikan kiat berupa
praktik sentuhan persalinan pada suami atau keluarga yang mendukung ibu agar
proses persalinan dapat dilalui dengan baik. Praktik ini juga memungkinkan bidan
membina hubungan dengan ibu sehingga terjadi ikatan yang erat. Dengan ikatan yang
erat ini bidan mendapat kepercayaan dari ibu sebagai pendamping persalinannya.
Membangun hubungan dengan keluarga khususnya pasangannya, dengan sendirinya
suami dapat menghargai isterinya, karena dapat mengalami proses persalinan yang
begitu menyakitkan sendirian, tanpa bisa dibantu olehnya. Akibatnya hak-hak
isterinya akan mendapat tempat untuk dihargai. Pandangan terhadap isterinya akan
berubah. Ibu dapat menentukan hak reproduksinya sendiri yang merupakan bagian
dari hak asasi manusia. Selain terbina ikatan dengan ibu, juga ikatan dengan suami
atau anggota keluarga lainnya. Hal ini dapat memberikan keuntungan pada kedua
belah pihak, karena keberlanjutan asuhan dapat berlangsung kkarena telah terbina
kepercayaan antara bidan dengan ibu serta keluarganya.
4. Woman Center Care. Asuhan yang berpusat pada wanita dapat dijalankan, karena
antara ibu dan bidan telah terjalin suatu ikatan, bidan tahu apa yang diinginkan ibu.
Apakah pijatan diberikan selama proses persalinan, atau jika ibu menginginkan atau
tidak menginginkannya. Apakah pijatan diberikan oleh suami, oleh bidan, atau
anggota keluarganya sendiri. Selain bidan, keluargapun dapat memahami apa yang
menjadi keinginan maupun kebutuhan ibu, serta dapat meresponinya dengan baik.
Koping ibu terhadap nyeri persalinan akan lebih baik, karena menjadi pusat dalam
asuhan dengan memperoleh support dari semua pendamping persalinannya.
5. Continuity of Care. Praktik yang berkelanjutan dapat dilaksanakan, karena
kepercayaan ibu terhadap bidan telah terbina, sehingga bidan dapat melakukan asuhan
selama proses persalinan, bahkan hingga masa nifas. Kepercayaan ini dapat dibina
pada masa ANC, melalui kelas ANC, persiapan menjadi orang tua dan berbagai
program dan kegiatan lainnya. Dengan memberikan sentuhan dalam persalinan, ibu
akan merasa bahwa bidan peduli terhadap keadaannya atau ‘penderitaannya’ sehingga
dapat terjalin ikatan tersebut. Keberadaan bidan sebagai perempuan memberikan
kesempatan lebih besar untuk terbinanya ikatan tersebut. Tidak menutup
kemungkinan jika kontak pertama bidan dengan ibu terjadi pada saat inpartu. Dengan
sentuhan persalinan, bidan memberikan perhatian dan kepedulian kepada ibu, dan
menjadi sahabat yang dapat memahami apa yang dialaminya, sehingga ikatan dan
kepercayaan dapat terjalin dan keberlanjutan asuhan dapat terjadi, tidak hanya sampai
masa nifas, namun dalam seluruh siklus reproduksi ibu tersebut dan keluarganya.
Kesimpulan
Sentuhan persalinan telah dijalankan sejak jaman dahulu dan telah terbukti secara ilmiah
dapat meningkatkan proses persalinan yang alamiah. Dengan sentuhan persalinan persalinan
dengan tindakan seperti forcep, vakum ekstraksi, seksio sesarea, penggunaan oksitosin,
anastesi epidural dapat dikurangi.
Praktik ini sesuai dengan filosofi kebidanan, yang harus dipahami oleh bidan dan diterapkan
dalam asuhannya sehari-hari. Sentuhan dalam persalinan dapat diterapkan oleh bidan dalam
berbagai seting pelayanan, baik di rumah sakit maupun di komunitas seperti BPS, Klinik atau
Puskesmas
Saran
Berdasarkan pemaparan teori dan pembahasan pada bab sebelumnya maka saran yang dapat
di usulkan adalah sebagai berikut:
1. Untuk masalah mental model para bidan, harus dimulai dari pendidikan kebidanan
dimana dalam kurikulum sebaiknya memuat dan membahas secara mendalam tentang
etika kebidanan, budi pekerti sehingga dapat memahami secara mendalam filosofi
kebidanan yang menjadi pedoman dalam asuhannya.
2. Organisasi profesi sebaiknya terus merefresh ilmu dan ketrampilan yang berhubungan
dengan praktik kebidanan yang sesuai dengan filosofi maupun evidence base, agar
asuhan yang diberikan para anggotanya sesuai dengan keyakinan profesinya.
3. Praktisi bidan sebaiknya menerapkan asuhan yang sesuai dengan filosofi, yang dapat
menjadi acuan bagi kandidat bidan, sebagai role model mereka dalam memberikan
asuhan dikemudian hari.
4. Akses terhadap jurnal-jurnal kebidanan yang sulit, menyebabkan bidan sedikit sekali
bahkan tidak samasekali terpapar dengan praktik kebidanan yang sesuai dengan
keyakinannya maupun filosofinya. Alangkah baiknya organisasi profesi dapat
memfasilitasi keterbatasan ini agar para anggotanya dapat mengakses ilmu
pengetahuan yang baru.

Anda mungkin juga menyukai