Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perubahan pola pikir, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak
pada tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas,
termasuk pelayanan keperawatan. Masyarakat lebih sadar akan hak dan kewajiban untuk
menuntut tersedianya pelayanan kesehatan dan keperawatan dengan mutu yang secara
profesional dapat dipertanggungjawabkan (Muhlisin dan Ichsan, 2008). Teori keperawatan
menyediakan sebuah perspektif tentang cara mendefinisikan perawatan, menggambarkan
siapa yang diberikan perawatan, kapan perawatan dibutuhkan, serta mengidentifikasi batas
dan tujuan kegiatan terapiutik dalam perawatan. Teori adalah dasar untuk meningkatkan
efektifitas praktik dan riset keperawatan (De Laune dan Ladner, 2002). Peningkatan
profesionalisasi perawat dapat dibangun dengan memahami kembali dan mengembangkan
teori keperawatan.
Perkembangan teori keperawatan diawali pada tahun 1950-an, saat perawat mulai
menyadari bahwa ilmu pengetahuan keperawatan perlu disusun dalam suatu kerangka kerja
yang sistematis. Meskipun setiap teori umumnya merujuk pada suatu fenomena yang
spesifik, tetapi dapat digunakan pada lingkup yang lebih luas. Berdasarkan pada lingkup
teorinya, teori keperawatan dibedakan menjadi Philosofical theory, grand theory, middle
range theory dan micro range theory. Semakin meningkatnya kesadaran terhadap kesehatan
membuat beberapa teoris modern merancang perspektif baru keperawatan yang menunjukkan
bahwa keperawatan adalah gabungan ilmu dan seni, yang berfokus pada kliennya secara
holistik, humanistik (Fawcett, 1993; De Laune dan Ladner, 2002).
Salah satu teori keperawatan filosofi adalah From Novice to Expert menjelaskan 5
tingkat/tahap akuisisi peran dan perkembangan profesi . Teori ini diperkenalkan oleh Patricia
Benner diadaptasi dari “Model Dreyfus” yang dikemukakan oleh Hubert Dreyfus dan Stuart
Dreyfus. Berdasarkan hal tersebut, kelompok akan membahas tentang Filosofi keperawatan
menurut Patricia Benner serta aplikasinya dalam pelayanan keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mengaplikasikan kasus berdasarkan model Patricia Benner.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi latar belakang , konsep utama dan definisi teori Patricia Benner.
b. Mengidentifikasi penggunaan bukti empiris dan asumsi utama teori Patricia
Benner.
c. Mengidentifikasi paradigma keperawatan dan penerimaan teori keperawatan teori
Patricia Benner.
d. Mengidentifikasi kritik terhadap sifat-sifat teori Patricia Benner.
e. Mengidentifikasi aplikasi teori Patricia Benner beserta contoh kasus.
f. Mengidentifikasi penelitian yang berhubungan dengan teori Patricia Benner.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Teori
Patricia Benner adalah seorang perawat yang sangat berpengalaman di rumah
sakit dan pernah bekerja di berbagai macam setting tempat perawatan di rumah sakit. Di
samping itu Patricia Benner juga seorang peneliti yang aktif dan telah mempublikasikan
banyak sekali hasil penelitiannya. Oleh karena kinerjanya yang baik dan kontribusinya
yang signifikan terhadap pengembangan ilmu keperawatan.
Patricia Benner lahir di Hampton, pada tahun 1942. Beliau memperoleh gelar
sarjana keperawatan dari Pasadena College pada tahun 1964, kemudian pada tahun 1970
Banner mendapat gelar Master in Nursing dari University of California San Fransisco
(UCSF). Banner diterima di University of California berfokus pada stress dan mengatasi
kesehatan.
Dalam keperawatan karya Benner telah digunakan untuk menentukan pengujian
inovasi dan perubahan praktik keperawatan. Sebagai contoh Filosofi Banner dipakai
untuk menguji ancaman terhadap kelangsungan keperawatan kepada individu yang kritis
(Walsh, 1997), sementara itu Alcock (1996) menggunakan karya Benner untuk
mempelajari praktik keperawatan tingkat lanjut dari sudut pandang administratif. Hal
serupa dilakukan oleh Dunn (1997) yang menggunakan karya Banner untuk menguji
praktik keperawatan lanjut di literatur keperawatan.
Banner menggunakan teori keperawatan, berdasarkan pemikiran fenomenologi
Heidegger, di mana kekuatan utama merawat adalah sebagai fondasi dasar bagi semua
kehidupan manusia dan menyusun sebagai sebuah profesi. Banner juga mengeluarkan
sebuah teori yang disebut Teori “From Novice to Expert” yang artinya jenjang atau
tahapan dalam sebuah profesi.
Terkait paradigma dalam teorinya, pemikiran Patricia Benner sangat dipengaruhi
oleh salah satu teoris besar keperawatan, Virginia Henderson, dan dua orang professor di
University of California (UC), Hubert Dreyfus dan Stuart Dreyfus. Henderson pada
1989 bependapat bahwa teori Patricia Benner dapat memberikan perubahan yang
signifikan dalam pendidikan keperawatan serta mempersiapkan calon calon perawat
yang profesional, terutama dalam hal pendidikan di klinik dimana diperlukan integrasi
antara pengetahuan dan pengalaman pembimbing dan mahasiswa. Sementara itu Dreyfus
bersaudara memberikan dasar tentang proses pencapaian skill melalui pengalaman dan 5
tingkatan kompetensi dalam teori Patricia Benner.
B. Definisi dan Konsep Umum
Teori “From Novice To Expert” yang dikembangkan oleh Patricia Benner
diadaptasi dari “Model Dreyfus” yang dikemukakan oleh Hubert Dreyfus dan Stuart
Dreyfus. Teori From Novice to Expert menjelaskan 5 tingkat/tahap akuisisi peran dan
perkembangan profesi meliputi: (1) Novice, (2) Advance Beginner, (3) Competent, (4)
Proficient, dan (5) Expert.
Penjelasan dari ke lima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Novice
Tingkat Novice pada akuisisi peran pada Dreyfus Model, adalah
seseorang tanpa latar belakang pengalaman pada situasinya.
2. Advance Beginner
Advance Beginner dalam Model Dreyfus adalah ketika seseorang
menunjukkan penampilan mengatasi masalah yang dapat diterima pada situasi
nyata.
3. Competent
Menyelesaikan pembelajaran dari situasi praktik aktual dengan mengikuti
kegiatan yang lain, advance beginner akan menjadi competent. Tahap competent
dari model Dreyfus ditandai dengan kemampuan mempertimbangkan dan
membuat perencanaan yang diperlkan untuk suatu situasi dan sudah dapat
dilepaskan.
4. Proficient
Perawat pada tahap ini menunjukkan kemampuan baru untuk melihat
perubahan yang relevan pada situasi, meliputi pengakuan dan
mengimplementasikan respon keterampilan dari situasi yang dikembangkan.
5. Expert
Benner menjelaskan pada tingkatan ini perawat expert mempunyai
pegangan intuitiv dari situasi yang terjadi sehingga mampu mengidentifikasi area
dari masalah tanpa kehilangan pertimbangan waktu untuk membuat diagnosa
alternatif dan penyelesaian.
C. Penggunaan Bukti Empiris
Model teori Benner telah diuji dengan metode kualitatif: 31 kompetensi,
7 domain praktik keperawatan, dan 9 domain praktik keperawatan kritis
diderivasi secara induktif. Penelitian-penelitian berikutnya mengindikasikan bahwa
model Benner dapat diaplikasikan dan berguna untuk pengembangan berkelanjutan
pemahaman ilmu pengetahuan dalam praktik keperawatan. Pendekatan ini
untuk pengembangan ilmu pengetahuan menekankan pentingnya kepedulian dan etika
inti keperawatan serta tanggung jawab yang melekat pada para ahli praktik
keperawatan, yang tidak tampak bila kita hanya menggunakan strategi ilmiah,
teknis, dan kelembagaan untuk melegitimasi ahli-ahli praktik keperawatan.
Penggunaan proses kualitatif alternatif untuk menemukan pengetahuan
keperawatan menyulitkan rujukan teori Benner ke model rasional-empirikal. Dimana
biasanya peneliti positivistik menggunakan metode kuantitatif untuk mencari teori yang
bisa diaplikasikan dalam praktik, sedangkan pendekatan interpretif kualitatif
menjelaskan para ahli dalam keperawatan dengan contoh-contoh. Teori Benner
lebih tampak sebagai pembangunan hipotesis daripada pengujian hipotesis. Benner
tidak menjelaskan tentang “bagaimana cara” untuk praktik keperawatan,
melainkan menyediakan metode untuk mengupas dan memasuki situasi yang
bermakna bagi para ahli keperawatan. Altmann (2007) menyatakan bahwa kebanyakan
kritik terhadap teori Benner terjadi akibat kesalahan interpretasi filosofinya
sebagai teori dan evaluasi penelitian kualitatifnya dengan parameter kuantitatif.

D. Asumsi Teori
Asumsi teori Benner mengadopsi dari disertasi Brykczynski’s (1985).
Berikut penelitian yang mendukung teori Benner :
1. Tidak ada data yang dapat diintepretasikan.
Ini terbebas dari segala asumsi dari pengetahuan alami bahwa semua tergantung
pada bentuk atau konsep-konsep abstrak yang diintepretasikan (Taylor, 1982).
2. Pengertian-pengertian menanamkan skills, praktik-praktik, perhatian, perkiraan
dan hasil tindakan. Pemahaman-pemahaman tersebut akan dapat berjalan dengan
pengetahuan yang sering didapatkan.
3. Seseorang yang umumnya memberikan perawatan kepada orang lain berdasarkan
kebudayaan, bahasa akan dapat memberikan pengertian dan intepretasi yang
benar. Heidegger 1962 mengatakan bahwa yang dapat memberikan pengertian dan
pemahamana yang benar adalah pengorganisasian kebudayaan dan
pengertian/pemahaman terdahulu serta pengembangan pemahaman individu.
4. Peningkatan skills, praktik, perhatian, perkiraan, dan hasil dari
tindakan tidak dapat dibentuk secara lengkap, namun bagaimanapun juga
kemampuan tersebut dapat diintepretasikan oleh orang yang memberikan
perawatan kepada orang yang meiliki bahasa, latar belakang budaya yang
sama. Manusia merupakan inteperatsi bagi dirinya sendiri (Heidegger, 1962).
Hermeneutik merupakan intepretasi dari conteks budaya dan arti dari aksi
manusia itu sendiri.

E. Paradigma Keperawatan
Paradigma keperawatan menurut Patricia Benner : meliputi keperawatan,
manusia, lingkungan dan kesehatan.
1) Keperawatan
a. Menggambarkan sebagai suatu hubungan caring dan kondisi yang
memungkinkan adanya hubungan dan perhatian. Keperawatan dasar
dirancang untuk memungkinkan memberi bantuan dan menerima
bantuan. Keperawatan dipandang sebagai ilmu praktik keperawatan
yang didukung oleh adanya aspek moral dan etik perawatan dan serta
tanggung jawab. Benner memahami praktik keperaawatan sebagai
perawatan dan proses belajar dari pengalaman hidup sehat, sakit dan
penyakit yang menggambarkan antara tiga dimensi tersebut.
2) Manusia
a. Menurut Benner menggunakan fenomena untuk menjelaskan tentang
orang, yang mana ,mereka digambarkan sebagai sesorang yang
mampu menilai dirinya sendiri. Sesorang juga memiliki kemampuan
untuk merefleksikan dirinya dan juga tidak mampu merefleksikan
dirinya tentang kesulitan yang dihadapi didunia.
b. Menurut Benner manusia mempunyai empat peran utama yaitu :
a) Peran situasi
b) Peran tubuh
c) Peran kepribadian
d) Peran selalu menyesuaikan diri
3) Kesehatan
a. Fokusnya pada pengalaman hidup sehat dan sakit. Sehat didefinisikan
sebagai apa yang dapat dinilai, sedangkan kesejahteraan adalah
pengalaman mausia selama masa sehat sedangkan penyakit adalah apa
yang dinilai pada tingkat fisik.
4) Lingkungan
a. Benner menggunakan istilah situasi dari pada lingkungan sosial
dengan definisi dan kebermaknaan sosial. Mereka menggunakn istilah
situasi yang memiliki makna yang didefiniskan oleh orang yang
berinteraksi, memamknai dan memahami situasi.

F. Penegasan Teori

1. Novice
a. Seseorang tanpa latar belakang pengalaman pada situasinya.
b. Perintah yang jelas dan atribut yang obyektif harus diberikan untuk memandu
penampilannya.
c. Di sini sulit untuk melihat situasi yang relevan dan irrelevan.
d. Secara umum level ini diaplikasikan untuk mahasiswa keperawatan, tetapi Benner
bisa mengklasifikasikan perawat pada level yang lebih tinggi ke novice jika
ditempatkan pada area atau situasi yang tidak familiar dengannya.
2. Advance Beginner
a. Ketika seseorang menunjukkan penampilan mengatasi masalah yang dapat
diterima pada situasi nyata.
b. Advance beginner mempunyai pengalaman yang cukup untuk memegang suatu
situasi.
c. Kecuali atribut dan ciri-ciri, aspek tidak dapat dilihat secara lengkap karena
membutuhkan pengalaman yang didasarkan pada pengakuan dalam konteks
situasi.
d. Fungsi perawat pada situasi ini dipandu dengan aturan dan orientasi pada
penyelesaian tugas. Mereka akan kesulitan memegang pasien tertentu pada situasi
yang memerlukan perspektif lebih luas.
e. Situasi klinis ditunjukkan oleh perawat pada level advance beginner sebagai ujian
terhadap kemampuannya dan permintaan terhadap situasi pada pasien yang
membutuhkan dan responnya.
f. Advance beginner mempunyai responsibilitas yang lebih besar untuk melakukan
manajemen asuhan pada pasien, sebelumnya mereka mempunyai lebih banyak
pengalaman. Benner menempatkan perawat yang baru lulus pada tahap ini.
3. Competent
a. Menyelesaikan pembelajaran dari situasi praktik aktual dengan mengikuti
kegiatan yang lain, advance beginner akan menjadi competent.
b. Tahap competent dari model Dreyfus ditandai dengan kemampuan
mempertimbangkan dan membuat perencanaan yang diperlkan untuk suatu situasi
dan sudah dapat dilepaskan.
c. Konsisten, kemampuan memprediksi, dan manajemen waktu adalah penampilan
pada tahap competent.
d. Perawat competent dapat menunjukkan reponsibilitas yang lebih pada respon
pasien, lebih realistik dan dapat menampilkan kemampuan kritis pada dirinya.
e. Tingkat competent adalah tingkatan yang penting dalam pembelajaran klinis,
karena pengajar harus mengembangkan pola terhadap elemen atau situasi yang
memerlukan perhatian yang dapat diabaikan.
4. Proficient
a. Perawat pada tahap ini menunjukkan kemampuan baru untuk melihat perubahan
yang relevan pada situasi, meliputi pengakuan dan mengimplementasikan respon
keterampilan dari situasi yang dikembangkan.
b. Mereka akan mendemonstrasikan peningkatan percaya diri pada pengetahuan dan
keterampilannya.
c. Pada tingkatan ini mereka banyak terlibat dengan keluarga dan pasien.
5. Expert
a. Pada tingkatan ini perawat expert mempunyai pegangan intuitiv dari situasi yang
terjadi sehingga mampu mengidentifikasi area dari masalah tanpa kehilangan
pertimbangan waktu untuk membuat diagnosa alternatif dan penyelesaian.
b. Perubahan kualitatif pada pada expert adalah “mengetahui pasien” yang berarti
mengetahui tipe pola respon dan mengetahui pasien sebagai manusia.
c. Aspek kunci pada perawat expert adalah:
1) Menunjukkan pegangan klinis dan sumber praktis
2) Mewujudkan proses know-how
3) Melihat gambaran yang luas
4) Melihat yang tidak diharapkan

G. Penerimaan Teori dalam Keperawatan


1) Praktek keperawatan
a. Benner menggambarkan praktek klinik keperawatan menggunakan
pendekatan interpretasi fenomenologi. From Novice to Expert (1984)
berisi beberapa contoh aplikasi dalam penerapan metodenya di
beberapa situasi praktek ( Dolan et all, 1984). Awalnya, benner
menggunakan pendekatan promosi, jenjang perawat klinik, program
untuk lulusan perawat yang baru dan seminar untuk mengembangkan
pengetahuan klinik. Simposium berfokus pada keunggulan pada
praktek keperawatan yang dilaksanakan untuk pengembangan staff,
pengenalan, dan penghargaan sebagai salah satu jalan untuk
mendemonstrasikan perkembangan pengetahuan klinik dalam praktek
(Dolan, 1984).
b.Setelah itu metode benner banyak diadopsi oleh para praktisi
keperawatan misalnya Fenton (1984) menggunakan pendekatan
Benner dalam sebuah studi ethnography untuk penampilan perawat
klinik spesialis. Penemuannya terdiri dari identifikasi dan deskripsi
kompetensi perawat untuk mempersiapkan perawat mahir. Balasco
dan Black (1988) and silver (1986) menggunakan metode Benner
untuk membuat pedoman pembedaan pengembangan klinik dan
jenjang karir dalam keperawatan. Farrell and Bramadat (1990)
menggunakan paradigma analisa kasus Benner dalam proyek
kolaborasi antara universitas pendidikan keperawatan dan rumah sakit
pendidikan untuk mendalami perkembangan klinik yang sesuai dengan
skill dalam praktek yang nyata.
c. Benner mengembangkan banyak literature yang berfokus pada praktek
keperawatan dan melakukan publikasi karyanya tersebut (Benner,
1984, 1985, 1987, benner et all, 1999). Benner mengedit The
American Journal of Nursing sejak 1980. Dan pada tahun 2001, dia
mulai mengedit sebuah seri yang berjudul Current Controversies in
Critical Care pada The American Journal of Nursing.

2) Pendidikan
a. Dalam dunia pendidikan, model Benner banyak digunakan sebagai
acuan oleh para pendidik untuk mempelajari setiap level perawat dari
novice sampai expert dan mempelajari perbedaan masing masing level
sehingga memberikan pengalaman pembelajaran kepada mahasiswa
keperawatan.
b. Benner (1982) mengkritisi tentang konsep competency-based testing
yang berlawanan dengan kompleksitas keahlian dan tingkat keahlian
yang dijelaskan dalam Model Dreyfus dan 31 kompetensi yang
dijelaskan oleh AMICAE (Benner, 1984). Dalam Expertise In Nursing
Practice , Benner dan kolega (1996) menekankan pentingnya
pembelajaran skill dan perawatan melaui pengalaman praktis,
penggunaan ilmu pengetahuna dalam praktek, dan dengan pendidikan
formal. Dalam Clinical Wisdom in Critical Care, Benner dan kolega
(1999) memberikan perhatian yang besar pembelajaran berdasarkan
pengalaman dan mempresentasikan bagaimana cara mengajar. Mereka
mendisain CD ROM interaktif untuk melengkapi buku.

3) Penelitian
a. Metode Benner banyak digunakan sebagai acuan penelitian dalam
bidang keperawatan. Sebagai contoh Fenton (1984, 1985)
menggunakan model Benner dalam penelitian pendidikan. Lock dan
Gordon (1989) yang membantu proyek AMICAE, yang
mengembangkan pembelajaran inquiry dalam model formal yang
digunakan dalam praktek keperawatan dan medis. Mereka
menyimpulkan bahwa model formal memberikan petunjuk mengenai
pelayanan langsung, pengetahuan dan hasil yang diinginkan.
H. Kritik Terhadap Teori
1) Kejelasan
Teori Patricia Bennerfrom Novice to expert menjelaskan 5 tahapan /
akusisi peran dan perkembangan profesi dengan cukup jelas, Namun, ada
beberapa konsep dimana kelompok masih kurang memahami penjelasan
Benner.
Model Benner membagi 5 tahap meliputi : Novice, advanced beginner,
competent, proficient, dan expert dalam memberikan pemahaman terhadap
kompetensi kelima level keterampilan dan bagaimana kemampuan perawat
dalam mengidentifikasi karakteristik pada setiap level praktik keperawatan.
Berdasarkan analisa kelompok, dalam tatanan praktik keperawatan,
penjelasan lima tahapan Banner memberikan pemahaman profesi tentang
pentingnya menjadi expert (ahli), dimana seorang perawat ahli adalah perawat
yang mampu mengembangkan keterampilan dan pemahaman terhadap pasien
dari waktu ke waktu melalui pendidikan dasar dan banyaknya pengalaman.
Banner menggambarkan empat aspek utama untuk menjadi expert, antara lain
menunjukkan pegangan klinis dan sumber praktis, mewujudkan proses know-
how, melihat gambaran yang luas, melihat yang tidak diharapkan. Namun,
Banner tidak secara detail memaparkan empat aspek utama ini dalam
kaitannya dengan praktik keperawatan sehingga dalam hal ini kelompok
kurang memahami maksud dari keempat aspek tersebut. Meskipun demikian,
karya Banner saat ini banyak memberikan konstribusi untuk pemahaman
praktik klinis serta pengetahuan keperawatan yang diaplikasikan dalam
praktik.
Konstribusi Banner berdasarkan lima tahapan akuisisi peran yang
dikembangkannya dari model Dryfus ini menjadi dasar dalam penerapan
model jenjang karir perawat yang kemudian dikembangkan lagi oleh
Swansburg tahun 2000. Suroso (2011) menjelaskan pada perkembangannya
model jenjang karir perawat diterapkan dan dikembangkan di berbagai
Negara, seperti USA, UK, Kanada, Taiwan, Jepang dan Thailand termasuk
juga di Indonesia. Jenjang karir perawat di Indonesai telah disusun oleh PPNI
bersama departemen kesehatan dalam bentuk pedoman jenjang karir perawat
tahun 2006.
Suroso (2011) memaparkan seorang perawat diberi tanggung jawab
dan wewenang sesuai dengan tingkatan kompetensi yang dimilikinya (jenjang
karir perawat). Tatanan pelayanan pengembangan karir perawat menurut
Depkes tahun 2006 dikaitkan dengan lima tahapan Banner , yaitu :
PK 1 : DIII, 2 tahun pengalaman atau Ners tanpa pengalaman dapat
dikategorikan dalam level Novice.
PK2 : DIII, 5 tahun pengalaman atau Ners pengalaman 3 tahun, dalam
kategori Advanced Beginner dimana pengalaman yang dimiliki belum cukup
untuk dapat dilepaskan secara mandiri dalam memberikan asuhan
keperawatan.
PK3 : DIII, 9 tahun pengalaman atau Ners pengalaman 6 tahun, atau
Sp1 tanpa pengalaman dalam kategori Competent dimana perawat sudah
mempunyai kemampuan mempertimbangkan dan membuat perencanaan yang
diperlukan, dan sudah mandiri.
PK4 : Ners, 9 tahun pengalaman, Sp1 pengalaman 2 tahun, Sp2 tanpa
pengalaman, Proficient mempunyai kemampuan melihat perubahan yang
relevan serta melibatkan keluarga dalam intervensi.
PK5 : Sp1 pengalaman 4 tahun, Sp2 pengalaman 1 thn. Expert mampu
mengidentifikasi area dari masalah tanpa kehilangan pertimbangan waktu
untuk membuat diagnose alternative dan penyelesaian.
Selain penjelasan lima tahapan di atas, Banner juga menjelaskan
pentingnya konsep caring dalam praktik keperawatan. Banner memandang
”tanpa caring seseorang akan menjadi memprihatinkan” sehingga konsep
caring ini menciptakan lingkungan dimana perawat dapat memberikan asuhan
kepada klien. Kesehatan dipandang tidak hanya terbebas dari penyakit yang
digambarkan sebagai pengalaman kehilangan atau gangguan fungsi tetapi juga
kelainan pada sel, jaringan, atau organ. Banner memaparkan manusia ada oleh
karena eksistensi filosofi dan kesatuan atau keutuhan manusia melalui proses
perjalanan hidup. Menurut kelompok, Banner masih secara abstrak
menjelaskan manusia sebagai konsep utama keperawatan, dimana Banner
berpendapat manusia ada karena eksistensi filosofi. Kelompok membutuhkan
penalaran mendalam dalam memahami makna dan karakteristik manusia
menurut Banner.
Penjelasan tentang stress dan koping cukup jelas dipaparkan oleh
Banner. Banner menjelaskan manusia tidak terlepas dari stress yang
membutuhkan koping dalam mengatasi gangguan penyebab stress yang
terjadi. Stress juga membutuhkan caring dalam penanganannya. Pandangan
fenomenologi Banner didasarkan pada situasi. Manusia lebih terbiasa dengan
dunia mereka dibanding hidup dalam suatu lingkungan. Interpretasi seseorang
berdampak pada setiap situasi.
2) Kesederhanaan
Teori Patricia Benner from Novice to Expert relatif sederhana
dengan hanya membagi 5 tahapan Novice, advanced beginner, competent,
proficient, dan expert.
Namun menurut kelompok, tahapan ini hanya dapat digunakan
sebagai kerangka kerja karena dalam penerapannya yaitu pada
penerapan jenjang karir disesuaikan dan dimodifikasi berdasarkan situasi
dan kondisi rumah sakit serta diperlukan adanya sosialisasi dan
pemahaman dari perawat dalam mengidentifikasi karakteristik dan tujuan
dari setiap level yang ada.
3) Keumuman
Teori from Novice to Expert memiliki karakteristik yang universal,
tidak dibatasi oleh umur, penyakit, kesehatan atau lokasi praktek keperawatan.
Selain iru, Model Banner ini hanya dapat dibuktikan dengan menggunakan
metodologi kualitatif yang terdiri dari 31 kompetensi, 7 domain praktek
keperawatan dan 9 domain perawatan kritis. Kelompok menganalisa bahwa
perspektif Banner adalah fenomenologi meskipun Model Benner didasarkan
pada data based research yang mendukung pengembangan praktik
keperawatan. Namun, kelompok berpendapat bahwasanya model dengan
perspektif fenomenologi seharusnya memiliki karakteristik tertentu tidak
universal, sehingga dalam praktiknya dapat secara spesifik ditentukan masalah
keperawatan berdasarkan tingkat umur terkait stress dan koping serta
pengaruhnya terhadap empat asumsi dari paradigma keperawatan, yaitu
manusia, kesehatan, keperawatan, dan lingkungan.
Kelompok berpendapat Banner merupakan tokoh keperawatan dengan
dedikasi yang begitu luar biasa. Metode Banner banyak diadopsi oleh praktisi
dan dikembangkan dalam praktik keperawatan, pendidikan, dan penelitian.
Salah satunya, analisa kasus Banner digunakan dalam proyek kolaborasi
universitas pendidikan keperawatan dengan rumah sakit pendidikan. Selain
itu, di bidang pendidikan menjadi perhatian besar bagi Banner tentang
pembelajaran berdasarkan pengalaman. Namun, kelompok masih kurang
memahami alasan Banner mengapa beliau sangat mengkritisi konsep
competency-based testing. Sampai saat ini konsep competency-based testing
tetap diperlukan dalam uji kompetensi selain dari segi keahlian yang dimiliki.
Menurut kelompok, seorang perawat profesional adalah perawat yang mampu
mengintegrasikan pemahaman analisa kasus berdasarkan tes tertulis dan tes
praktik.

I. Aplikasi (Contoh Kasus)


Seorang laki – laki berumur 70 tahun bernama Tn. S sudah tiga hari sesak
nafas, batuk dan demam di rumah. Setelah berobat ke puskesmas klien dianjurkan
untuk dirawat di rumah sakit. Sekarang adalah hari kedua klien dirawat di rumah sakit
dengan diagnosa Medis PPOK Ex. Akut. Keluhan pada saat dikaji, Tn.S merasakan
demam, sesak dan batuk. Dari pemeriksaan fisik didapat TD : 110/70 mmHg, Suhu :
38.70C, RR : 30x/mnt, Nadi : 110x/mnt, Saturasi oksigen : 88 % dengan Oksigen
Nasal Kanule 6 lpm, terdapat retraksi dinding dada dan nafas cuping hidung.
BABAK I (Novice)
(scene1)
Di salah satu kamar Ruang Perawatan Paru Tn.S sedang berbaring di tempat tidur
dengan posisi semi fowler. Anak Tn S terlihat cemas sambil mengusap tangan dan
kaki Tn.S berharap sesak Tn. S berkurang.
(Narrator)
Situasi pada babak ini menggambarkan bagaimana seorang perawat dalam level
NOVICE bekerja. Novi adalah seorang mahasiswa keperawatan yang sedang
praktek yang ditempatkan di Ruang Paru tanpa latar belakang pengalaman dan
belum pernah bertugas di rumah sakit. Perintah yang jelas dan atribut yang obyektif
harus diberikan untuk memandu penampilannya.Oleh karenanya ia didampingi oleh
Ns. Beginner dalam memberikan petunjuk dan perintah untuk melaksanakan asuhan
keperawatan kepada Tn.S
(scene2)
Novi dengan Ns. Beginner memasuki ruang perawatan Tn.S. Ns. Beginner
memberikan petunjuk asuhan keperawatan untuk Tn.S

Ns. Beginner : Selamat pagi Tn.S, apa yang di rasakan hari ini ? tadi malam
tidur nya bagaimana pak ?
Anak Tn.S : Tidur sebentar-sebentar suster, bapak saya masih sesak dan batuk
Ns. Beginner : Apakah juga disertai demam?
Anak Tn.S : Iya Suster
Ns. Beginner : Novi, coba kamu ukur tanda-tanda vital dan saturasi oksigennya
Novi : Baik Bu. (kemudian Aci mengukur tanda-tanda vital dan saturasi
oksigen Tn.S. Hasil pengukuran TD : 110/70 mmHg, Suhu :
38.70C, RR : 30x/mnt, Nadi : 110x/mnt, Saturasi oksigen : 88 %
dengan Oksigen Nasal Kanule 6 lpm

BABAK II (Beginner & Competent)


(scene 3)
Setting
Kamar Tn.S
(Narrator)
Babak ini menggambarkan bagaimana perawat dalam level ADVANCE BEGINNER,
dalam hal ini diperankan Ns Beginner. Ns Beginner adalah seorang perawat lulusan
DIII yang baru bekerja. Pada tingkatan ini perawat menunjukkan penampilan
mengatasi masalah yang dapat diterima pada situasi nyata. Peristiwa ini terjadi pada
hari berikutnya. Tn.S sedang tiduran, tetapi terlihat lebih sesak dari biasanya, dan
tidur dengan memejamkan mata. Ns Beginner sedang memeriksa catatan medis
laporan hari sebelumnya
(Scene 3)
Ns Beginner membaca catatan perkembangan Tn.S dengan kondisi TD : 110/70
mmHg, Suhu : 38.70C, RR : 30x/mnt, Nadi : 110x/mnt, Saturasi oksigen : 88 %
dengan Oksigen Nasal Kanule 6 lpm. Tn.S mengeluh sesak nafas, batuk dan demam.
Tn.S masih gelisah, Anak Tn.S mengatakan ayahnya masih susah tidur karena sesak
dan batuk.

Ns Beginer : (kening berkerut, tampak berfikir) Kok perkembangan Tn.S seperti ini?
Coba Saya cek dulu. (kemudian Ns. Beginer melakukan pengecekan, dan
ternyata benar. Ns. Beginer melanjutkan melakukan pemeriksaan fisik dan
mendapatkan retraksi dinding dada, nafas cuping hidung dan kulit mulai
sianosis.
Ns. Beginer : (melaporkan kepada perawat competent). Ns. Compi saya lihat kondisi
Tn.S semakin memburuk, sesak belum teratasi, batuk bertambah parah.
Saya pikir Tn. S perlu penanganan lebih lanjut lagi. Menurut saya Tn.S
perlu dilakukan pemeriksaan ulang laboratorium Analisa Gas Darah.
Ns. : (mendengarkan laporan Ns Beginner dengan mengangguk-angguk,
Competente kemudian meminta catatan medis yang dipegang Ns Beginner.)
Kamu betul Ns Gin. Mari kita cek bersama-sama. (Ns Competent dan Ns
Beginner bersama-sama ke ruangan Tn.S
Ns. : Selamat pagi Nona C. Bagaimana keadaan Tn.S sekarang?
Competence
Anak Tn.S : Selamat Pagi Suster (duduk di tepi tempat tidur menunggui ayahnya yang
sedang tidur.)
Ns. : (mengamati keadaan Tn.S) Apakah Tn. S masih sesak, batuk dan demam?
Competence
Ibu Ella : (mengambil napas dalam) Masih suster. Dan nafasnya berat sekali. Tn.S
terbangun dan batuk-batuk. (Nn.C mencoba menenangkan ayahnya
dengan mengusap-usap dada Tn.S)
Ns : Hemmm.. baik Nn. C kita periksa Tn. S terlebih dahulu (sambil
Competence mengambil tensimeter dan stetoskop. Ns. Beginner membantu
memasangkan mansetnya. Sementara Ns. Competence melakukan
pemeriksaan fisik pada dada dan ekstremitas dan selanjutnya melakukan
pemeriksaan tekanan darah. Setelah melakukan pemeriksaan tekanan
darah, Ns Competence memeriksa saturasi oksigen. Semua yang
disampaikan Nn.C di perhatian secara seksama oleh Ns. Competence)
(Narrator)

Aktivitas yang dilakukan Ns Competent menunjukkan penguasaanya pada kasus yang


sedang dihadapi. Tahap competent dari model Dreyfus ditandai dengan kemampuan
mempertimbangkan dan membuat perencanaan yang diperlukan untuk suatu situasi
dan sudah dapat dilepaskan. Level ADVANCE BEGINNER akan menjadi
COMPETENT dengan menyelesaikan pembelajaran dari situasi praktik aktual
dengan mengikuti kegiatan yang lain.

Sikap konsisten, kemampuan memprediksi, dan manajemen waktu adalah penampilan


pada tahap competent. Perawat Competent dapat menunjukkan reponsibilitas yang
lebih pada respon pasien, lebih realistik dan dapat menampilkan kemampuan kritis
pada dirinya.

Situasi berikut ini menggambarkan bahwa Ns Competence berkonsultasi dengan Ns


Proficient sebagai penanggung jawab utama perawatan pasien atau Perawat
Primernya

BABAK III (Competent, Proficience dan Expert)

(Narrator)

Perawat pada level PROFICIENT menunjukkan kemampuan baru untuk melihat


perubahan yang relevan pada situasi, meliputi pengakuan dan mengimplementasikan
respon keterampilan dari situasi yang dikembangkan. Mereka akan
mendemonstrasikan peningkatan percaya diri pada pengetahuan dan
keterampilannya. Pada tingkatan ini mereka banyak terlibat dengan keluarga dan
pasien.

(Setting)
Nurse Station
(Scene 4)

Ns. Proficient : Ns Competence pemeriksaan analisa gas darah sudah dilakukan?


Ns. Competence : 15 menit yang lalu, tetapi hasilnya belum ada.
Ns. Proficient : Coba kita telepon petugas lab, tanyakan langsung hasilnya. (hasil
pemeriksaan Ph, PO2, PCO2, BE, SAO2) dan pengobatan yang
diberikan drip Aminophilline 1 ampul/12 jam dalam NaCl 0.9% dan
nebulizer dengan combivent setiap 8 jam. Serta O2 Sungkup masker
12lpm.

Kemudian Ns Proficient datang ke ruang rawat Tn.S untuk berinteraksi/berdialog


dengan Nn. C dan Tn. S.

(Scene 5)
(Setting)
Ruang perawatan Tn. S

Ns. : Selamat Siang Nn. C dan keluarga. Bagaimana keadaan Tn. S sekarang?
Proficient
Nn.C : Siang suster. Ayah saya masih sesak dan batuk. Kulitnya kebiruan dan
dadanya naik turun begitu cepat.
Ns. : Iya Nn. C. Memang kondisi Tn. S masih sangat lemah, karena masih
Proficient sesak dan batuk, dahaknya juga sangat banyak. (kemudian Ns.Proficient
menjelaskan tentang proses penyakitnya kepada pasien dan keluarganya)
Nn. C : Iya, barangkali ini terjadi karena ayah saya dulu perokok berat.
(Narrator)
Perawat dengan kemampuan level PROFICIENT memerlukan pembelajaran terus
menerus dengan berdiskusi dengan koleganya baik yang setingkat maupun konsultasi
dengan level EXPERT.
Scene berikut menggambarkan bagaiman proses belajar seumur hidup itu berjalan.
Perawat level PROFICIENT berdiskusi dengan perawat EXPERT. Perawat Expert
dalam hal ini dapat berperan sebagai penyelia maupun juga sebagai sejawat Perawat
Primer atau bisa juga pembimbing seniornya. Perawat EXPERT dalam hal ini
memulai proses pembelajaran. Perawat EXPERT dalam cerita ini adalah perawat
senior dan ruang rawat ini.
(Scene 6)
(Setting)
Nurse Station
Ns. proficient berdialog dengan Ns. Expert untuk membicarakan kasus Tn.S

Ns. Expert : Ns. Profi, bagaimana perkembangan kondisi Tn.S?


Ns. Proficient : Saat ini kondisi Tn.S masih lemah sesuai dengan hasil pemeriksaan
fisik maupun laboratorium. Saya juga mendapatkan data bahwa Tn.S
adalah seorang perokok berat dan bekerja sebagai buruh pasir.
Ns. Expert : Oh.....begitu. berarti kita perlu menindak lanjuti kasus Tn.S ini.

Kemudian Ns. Expert mengunjungi Tn.S dan keluarganya di ruang rawat Tn.S.

(Scene 7)

Ns. Expert : Selamat siang Nn.C dan keluarga Tn.S Tadi perawat Ns Profi sudah
banyak bertanya dan menjelaskan tentang kondisi Tn.S. Saya harap Tn.S
dan keluarga bisa menerima situasi dan kondisi ini dengan terbuka,
ikhlas, dan lapang dada. Memang saat ini kondisi Tn.S benar seperti apa
yang sudah dijelaskan oleh perawat teman kami.
Nn.C : Iya suster, saya berharap ayah saya tidak sesak dan batuk lagi, sehingga
kami dapat pulang ke rumah
Suami Nn.C : Saya dan keluarga juga tak hentinya berdoa pada Tuhan semoga ayah
saya cepat sembuhnya
Ns. Expert : Iya..bagus. Segala sesuatu memang harus kita serahkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Kami disini sebagai tim kesehatan/keperawatan hanya
berusaha, dan yang menentukan Tuhan.
Ns. Expert : Baiklah...saya akan menjelaskan hal-hal yang sebaiknya Nn.C dan
keluarga bisa lakukan. Saya akan memberikan gambaran / alternatif yang
dapat Tn.S dan keluarga lakukan. Diharapkan setelah ini lebih menjaga
kesehatan Tn.S. melarang Tn.S untuk kembali merokok dan mengurangi
paparan debu atau. Hal ini dikarenakan Tn.S sudah tua sehingga seluruh
organ tubuh nya sangat rentan terkena penyakit.
Nn.C : Baik suster. Terimakasih akan masukan dan nasehatnya.

Ns. Expert dan Ns. Proficient meninggalkan ruangan.


(Narrator)
Demikian tadi cerita yang menggambarkan perkembangan kemampuan perawat dari
tingkat NOVICE – EXPERT yang merupakan teori Patricia Benner. Semoga
gambaran tersebut mewakili pemahaman yang sesuai.
J. Penelitian Terkait
1) Persepsi tentang peningkatan jenjang karir perawat rumah sakit di Cilegon.
Tujuan : Untuk Mengetahui gambaran persepsi perawat dengan persepsi
perawat tentang peningkatan jenjang karir dan dengan sub variabel jenjang karir
(pengembangan karir,penghargaan pengakuan , promosi dan tantangan).
Metode design penelitian : Cross Sectional
Hasil : Terdapat hubungan bermakna antara usia dengan persepsi tentang
Pengakuan (p=0,034). Terdapat hubungan bermakna antara lama kerja dengan
persepsi tentang Pengakuan (p=0,031: QR =0,423)
Hal yang bisa dikembangkan dari penelitian ini :

2) Nurses’ perceptions and expectations on implementation of career ladder In


public Hospital In Makasar.
Tujuan : Mengevaluasi persepsi dan harapan perawat terhadap pelaksanaan
sistem pengembangan jenjang karir perawat.
Metode design penelitian : Cross sectional
Hasil : Secara umum pelaksanaan jenjang karir pada kedua rumah sakit
sudah baik, namun rumah sakit tetap perlu memberikan perhatian dan dukungan
terhadap faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan perawat.
Hal yang bisa dikembangkan dari penelitian ini :

3) Corelation between career ladder, continuing profesional development and nurse


satisfication : a case study in Indonesia
Tujuan : Untuk mengidentifikasi persepsi perawat terhadap sistem jenjang
karir dan pendidikan profesional berkelanjutan serta hubungan antara persepsi
dan kepuasan pekerjaan perawat
Metode design penelitian : Case Study
Hasil : terdapat hubungan positif antara pendidikan profesional berkelanjutan
dan kepuasan perawat, dimana persepsi yang lebih baik dari pendidikan
profesional berkelanjutan akan meningkatkan kepuasan perawat. Sedangkan
ditemukan hubungan negative antara pelaksanaan system tersebut dan kepuasan.
Hal yang bisa dikembangkan dari penelitian ini :

Anda mungkin juga menyukai