Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok haturkan kepada Alloh SWT karena atas berkat,
rahmat, serta izinNYA lah kami dapat menyelesaikan makalah sains keperawatan
dengan topik falsafah keperawatan menurut teori Patricia Benner ini. Perlu kita sadari
bahwa falsafah merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu profesi, tak terkecuali
perawat. Masyarakat yang semakin sadar hukum, globalisasi tenaga kesehatan, dan
semakin bervariasinya masalah kesehatan di masyarakat semakin menekankan
urgensi dari pemahaman dan penerapan falsafah keperawatan bagi setiap praktisi
maupun institusi kesehatan.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran
yang sifatnya membangun akan sangat kami apresiasi. Meskipun demikian, kami
sangat berharap semoga degnan adanya makalah ini akan memberikan wawasan baru
serta dapat membawa manfaat bagi siapapun yang membacanya. Amin

ttd,

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Falsafah merupakan keyakinan dasar yang dipegang seseorang dan
menjadi dasar pemikiran untuk berbuat, mengambil keputusan, acuan dalam
mencapai tujuan, dan bahan rujukan dalam membuat pertimbangan jika terdapat
masalah/ dilema. Dalam konteks keperawatan, falsafah mejadi fondasi utama
dalam memandang apa itu keperawatan, dan bagaimana seharusnya perawat
bertindak. Dengan pemahaman yang baik tentang falsafah keperawatan, maka
seorang perawat akan mampu menampilkan sikap dan perilaku perawat yang
profesional serta memberikan pelayanan yang prima kepada klien.
Salah satu teori keperawatan yang termasuk dalam level falsafah/filosofi
adalah teori from novice to expert yang disusun oleh Patricia Benner. Yang
menjadi core dari teori ini adalah pentingnya pengembangan kompetensi dan
pendidikan berkelanjutan bagi seorang perawat. Benner membagi tingkat
kompetensi perawat menjadi 5 tingkatan yaitu beginner, advance beginner,
competent, proficient, dan expert.
Teori keperawatan From Novice To Expert yang dapat digunakan oleh
perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan. Teori ini dijelaskan oleh
Patricia Benner dengan mengadaptasi Model Dreyfus pada praktek klinik
keperawatan(Tomey and Alligood, 2006). Untuk lebih memahami teori tersebut,
maka dibuatlah suatu skenario keperawatan dengan menggunakan teori
FromNovice To Expert oleh Patricia Benner.
Mengingat pentingnya pemahaman akan falsafah keperawatan dan
aplikasinya, perlu dilakukan diskusi-diskusi, analisis, dan diseminasi ilmu terkini
tentang falsafah keperawatan kepada setiap sendi profesi sehingga
profesionalisme keperawatan benar-benar dapat terwujud.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum


Menjelaskanteori from novice to expert Patricia Benner dan menganalisis
penerapannya.

2
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan falsafah keperawatan menurut Patricia Benner.
2. Menuangkan teori Patricia Benner dalam bentuk skenario role play
agar lebih mudah dimengerti penerapannya

1.3 Sistematika Penulisan


Bab 1. Pendahuluan
Bab 2. Deskripsi teori
Bab 3. Skenario Role Play
Bab 4. Pembahasan Penerapan Teori
Bab 5. Penutup
Daftar Pustaka

3
BAB II
TEORI FROM NOVICE TO EXPERT

2.1 Latar Belakang Teoris


Patricia Benner adalah seorang perawat yang sangat berpengalaman di
rumah sakit dan pernah bekerja di berbagai macam setting tempat perawatan di
rumah sakit. Di samping itu Patricia Benner juga seorang peneliti yang aktif dan
telah mempublikasikan banyak sekalihasil penelitiannya. Oleh karena kinerjanya
yang baik dan kontribusinya yang signifikan terhadap pengembangan ilmu
keperawatan, Patricia Benner dipercaya sebagai koordinator evaluasi dan
pengembangan kualitas asuhan keperawatan di wilayah California. Atas prestasi
dan kinerjanya, Patricia Benner mendapat penghargaan dari National Council and
State Boards of Nursing pada tahun 2009 atas hasil kerjanya yang menghasilkan
instrumen pengukuran terhadap berbagai penyimpangan dalam asuhan
keperawatan. Instrumen ini disebut Taxonomy of Error, Root Cause and Practice
(TERCAP) (Alligood, 2006).
Terkait paradigma dalam teorinya, pemikiran Patricia Benner sangat
dipengaruhi oleh salah satu teoris besar keperawatan, Virginia Henderson, dan
dua orang professor di University of California (UC), Hubert Dreyfus dan Stuart
Dreyfus. Henderson pada 1989 bependapat bahwa teori Patricia Benner dapat
memberikan perubahan yang signifikan dalam pendidikan keperawatan serta
mempersiapkan calon calon perawat yang profesional, terutama dalam hal
pendidikan di klinik dimana diperlukan integrasi antara pengetahuan dan
pengalaman pembimbing dan mahasiswa. Sementara itu Dreyfus bersaudara
memberikan dasar tentang proses pencapaian skill melalui pengalaman dan 5
tingkatan kompetensi dalam teori Patricia Benner (Sitzman, 2011).

2.2 Deskripsi Teori


2.2.1 Paradigma Dasar
Dalam menyusun teorinya, Patricia Benner terinisiasi oleh fenomena
di lapangan bahwa banyak sekali perawat senior dan berpengalaman di
rumah sakit yang memiliki pengalaman dan berwawasan luas akan berbagai
kondisi klien dan berbagai modalitas terapi (know what), akan tetapi kurang
memiliki pengetahuan yang melatar belakangi berbagai modalitas perawatan
tersebut (know how). Demikian pula sebaliknya, para preceptor

4
(pembimbing klinik) mahasiswa yang berpraktik di rumah sakit kurang dapat
memberikan bimbingan yang optimall kepada mahasiswanya karena lebih
memahami pengetahuan teoritis (know how) tanpa dipadukan dengan
pengetahuan klinis yang cukup (know what).
Dari pengamatan terhadap dua fenomena ini, Patricia Benner
mengambil sudut pandang bahwasannya teori adalah diturunkan/
dikembangkan dari situasi klinis, dan praktik keperawatan di klinik
dilaksanakan berdasarkan teori dan dikembangkan pula oleh teori teori
tersebut. Maka pada intinya, sesungguhnya antara pengetahuan yang bersifat
teoritik dan pengalaman/ pengetahuan yang diperoleh saling menunjang dan
memperkuat satu sama lain. Inilah yang menjadi dasar pemikiran bagi
Patricia Benner dalam mengembangkan teorinya. Dan penekanan utama
sebenarnya adalah pada bagaimana mengembangkan pengalaman perawat di
klinik dengan menjadikan pengetahuan teoritis sebagai acuannya. Patricia
Benner menjadikan pengalaman klinik sebagai titik tolak karena memang
selalu lebih bervariasi dan kompleks dibandingkan apa yang dituliskan
dalam teori, akan tetapi tetap sangat bergantung pada teori itu sendiri.

2.2.2 Pengembangan Paradigma Menjadi Teori


Sebagaimana telah disebutkan di atas, titik tolak teori ini adalah
pengembangan keilmuan terhadap pengalaman klinik para perawat. Maka
dari itu Patricia Benner melakukan serangkaian pengamatan terkait integrasi
antara pengalaman dan pengetahuan. Hal ini dilakukan karena Patricia
Benner berkeyakinan bahwa pengembangan kompetensi yang berdasarkan
pengalaman klinik yang mengacu pada proses pendidikan akan memberikan
hasil yang lebih cepat dan berkualitas (Benner, 1984 dalam Alligood, 2006).
Salah satu penelitian yang esensial dalam teori Patricia Benner adalah
yang dilakukannya pada tahun 1978-1981. Pada penelitian ini Patricia
Benner mengkaji persepsi dan interpretasi suatu fenomena keperawatan yang
sama oleh perawat perawat yang memiliki perbedaan signifikan dalam hal
pengalaman, mahasiswa yang baru praktik, dan mahasiswa senior. Melalui
penelitian ini Patricia Benner bermaksud mengkaji bagaimana tingkat
pengalaman dan pengetahuan dapat mempengaruhi penilaian perawat
terhadap fenomena keperawatan. Dari sini Patricia Benner berhasil
mengidentifikasi 31 kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang perawat

5
ahli/ expert, yang secara induktif kemudian dituangkan ke dalam 7 domain
sebagai berikut: (redaksional asli sengaja ditampilkan untuk menghindari
salah interpretasi)
1. The helping role/ peran sebagai pemberi pertolongan
2. The teaching-coaching function/ fungsi pemberi edukasi dan
pemberi pelatihan
3. The diagnostic and patient monitoring function/ fungsi sebagai
pembuat diagnosa (keperawatan) dan monitoring pasien
4. Effective management of rapidly changing situation/ kemampuan
mengatasi situasi yang berubah secara cepat dan mendadak
5. Administering and monitoring therapeutic interventions and
regiments/ memberikan intervensi dan monitoring respon pasien
terhadap intervensi tersebut
6. Monitoring and ensuring the quality of health care practices/
memonitor dan memastikan kualitas pelayanan kesehatan
7. Organizational work role competencies/ kemampuan untuk bekerja
dan berperan dalam organisasi dan tim
Benner mengembangkan lagi ruang lingkup penelitiannya pada tahun 1984-
1990, dan kali ini lebih memfokuskan penelitiannya pada kompetensi
perawat di critical care. Tujuan dari penelitiannya kail ini adalah:
1. Mengidentifikasi seberapa besar pengaruh pemahaman teoritis
terhadap praktik
2. Mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh dalam pencapaian
skill dan kompetensi perawat
3. Mengidentifikasi faktor faktor penghambat yang bersifat
institutional terhadap pengembangan kompetensi perawat
4. Mengidentifikasi strategi strategi yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan kompetensi perawat.
Dari penelitian ini Patricia Benner menyimpulkan bahwa pembelajaran yang
berkelanjutan dari pengalaman klinik merupakan faktor utama dari
pengembangan kemampuan perawat. Hal ini dicapai melalui keterlibatan
perawat dalam setiap aspek perawatan pasien, termasuk dalam pengambilan
keputusan klinik maupun etik. Penelitian ini kemudian dikembangkan lagi
pada tahun 1996-1997 yang menghasilkan 9 domain yang harus dikuasai

6
oleh seorang perawat critical care, dan 6 aspek penilaian klinis (Clinical
judgment) yang harus dimiliki oleh perawat.
Dari sekian banyak penelitian yang telah dilakukannya tersebut,
Patricia Benner mencoba mendefinisikan kembali ke lima level kompetensi
perawat yang disusun oleh Dreyfus besaudara sebagai berikut:
1. Novice/ pemula
Adalah perawat yang belum memiliki latar belakang pengalaman
klinik. Level ini paling cocok disematkan kepada mahasiswa
keperawatan yang akan memasuki dunia klinik, akan tetapi Patricia
Benner menambahkan perawat senior yang masuk ke lingkungan/
setting yang sama sekali baru juga dapat dikategorikan ke dalam
level ini. Perawat pada level pemula perlu untuk selalu diarahkan
dan diberi petunjuk yang jelas (tidak konteksual, akan tetapi dapat
langsung diinterpretasi secara tekstual).
2. Advanced Beginner/ pemula tingkat lanjut
Pada level ini perawat telah memiliki pengalaman klinik dan
mampu menangkap makna dari aspek aspek dalam suatu situasi
keperawatan. Pada tahap ini perawat masih memerlukan bimbingan
dan arahan secara kontinyu karena belum mampu memandang
situasi secara luas dan holistik. Perawal masih merasa bahwa situasi
klinik dan berbagai kasus pasien adalah sebuah tantangan yang
harus dilalui, dan belum memandang dari sisi kebutuhan pasien.
Meskipun demikian mereka masih sangat membutuhkan bantuan
dari senior. Level ini paling sesuai untuk fresh graduate ners.
3. Competent/ kompeten/ mampu
Pada level ini perawat telah mampu memilah dan memilih aspek
mana dari suatu situasi keperawatan yang benar benar penting dan
kurang perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Kriteria utama dari level
ini adalah perawat harus mampu membuat perencanaan dan
memprediksikan hal hal apa yang mungkin terjadi selanjutnya.
Keterbatasan dari level ini adalah perawat masih memandang suatu
situasi pasien secara parsial sehingga tindakannya pun kurang dapat
menyentuh setiap dimensi pasien sebagai individu yang holistik.
4. Proficient/ cakap/ terampil/ handal

7
Pada level ini perawat dapat memandang situasi secara holistik,
tidak hanya per aspek dari situasi tersebut. Perawat mampu
bertindak bagi pasien tanpa terlebih dahulu melalui tahapan tahapan
penetapan tujuan dan penyusunan rencana tindakan. Pada level ini
juga perawat telah lebih banyak berinteraksi dengna pasien dan
keluarganya.
5. Expert/ ahli/ pakar
Pada level ini perawat telah dapat menentukan inti masalah yang
dialami oleh pasien dan segera mengetahu intervensi apa yang
paling tepat diberikan tanpa harus melalui serangkaian tahap
berpikir analitis. Secara intuitif perawat expert dapat menentukan
masalah dan tindakan tanpa dibingungkan dengan berbagai
alternatif. Pengalaman dan pengetahuan yang bersinergi dengan
baik telah membentuk naluri dan intuisinya sehingga dapat
memandang pasien secara keseluruhan dalam waktu yang singkat.

Ke tujuh domain dan ke lima level kompetensi perawat inilah yang


kamudian menjadi acuan para praktisi keperawatan dalam menerapkan teori
from novice to expert Patricia Benner.

8
BAB III
ANALISA KASUS

Keterangan :
perawat magang diidentikkan dengan level novice, PA 1 diidentikkan dengan level
advance beginner, PA 2 diidentikkan dengan level competent, PN diidentikkan
dengan level proficient, dan CCM diidentikkan dengan level expert.

Kasus :
ICCU Rumah Sakit “Harapan Kami” dikenal dengan kinerja perawatnya yang
professional, sehingga dijadikan percontohan ICCU di wilayah kota “Pondok Cinta”.
Ruangan ini menerapkan system MPKP dengan model “primary Nursing”. Perawat di
ruangan ini antara lain:
Clinical care manager: Ns. Thoyyibh, RN, MSN, CPNS
Staff:
a. Perawat primer (PN)
b. PA 1 (advance)
c. PA 2 (competent)
d. Perawat magang
Pada pagi hari, seperti biasa ruangan tampak tenang dan damai. Bunyi monitor
jantung pun saling bersahutan layaknya kicau burung di pagi hari yang menambah
suasana indah di ruang tersebut.

Adegan 1
Telepon berdering dari IGD:
PN : “ Hallo…selamat pagi ICCU dengan Thoyyibh, ada yang bisa saya bantu?
Ok..ok..bisa, masih ada bed yang kosong”.
Beberapa menit kemudian pasien baru datang diantar oleh petugas IGD.
(Adegan antara perawat IGD dan PN dilakukan operan pasien).
Ns IGD : “ Ini pasien Tn Kardiudin (60 tahun) dengan STEMI Inferior, sudah
dipasang infuse, cairan IV maintenance, pemberian oksigen via simple
masker, diberikan obat nitrat dan morfin, pasien sudah stabil. Masalah

9
keperawatan utama penurunan curah jantung, tolong observasi lebih
lanjut!”
PN : “Ok..terimakasih”
(kemudian PN sambil merapikan pasien yang baru diantar, melakukan pengkajian dan
anamnesa singkat)
PN : “Selamat pagi pak Kardiudin, bapak bisa panggil saya Bang Thoyyibh.
Sekarang saya dan tim akan merawat bapak di sini…bapak tenang saja dan
harus semangat agar cepat membaik kondisinya.”
Pasien : “Oke pak”
PN : “Sekarang apa yang bapak rasakan?”
Pasien : “Nyeri sudah ringan pak, Cuma saya agak takut saja dengan masa depan
saya..madesu (masa depan suram)”
PN : “Oke pak sekarang bapak istirahat dulu ya, bapak tidak perlu khawatir kami
akan membantu bapak semaksimal mungkin “

Adegan 2
Setelah melakukan pengkajian pada pasien barunya, Kemudian PN melakukan
pembagian tugas pada AN sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
PN : “Dek, sudah pernah EKG? Tolong ambil rekaman EKG nya ya..! sama
V4R juga ya “ (menyuruh perawat magang)
PM : “Ya..bu” (dengan langkah yang tidak pasti dan wajah agak bingung, si
perawat menyiapkan EKG)
PA 1 : “Lhoo…gel nya mana?” (bertanya pada perawat magang)
PM : “Sorry..lupa” (kemudian dia bergegas mengambil jelly)
Tindakan rekam EKG pun mulai dilaksanakan, dan ……..
PA 1 : “Lho koq kualik?? Kepriben..???” (dengan nada yang agak tinggi)
PM : “Mana yang kebalik bu? Sudah nempel semua koq.” (tangan dan kaki
gemetaran)
PA 1 : “Nempel seh nempel, tapi coba dilihat lagi elektrodanya. Yang di tangan itu
lho, benar gak?”
Pasien : “Koq dipasang dipelas dipasang dilepas gini toohh?” (cemas)
PM : “Tenang pak ya”
PA 1 : “Ya neh..bisa gak seh, perasaan dari tadi salah terus”
PM : “Maaf bu, saya belum pernah melakukan pada pasien langsung, ini yang
pertama kali”

10
PA 1 : “Bilang dong sayaaang…. biar diajarin, jangan sok tahu gitu tapi malah
salah” (dengan nada agak rendah dan lembut) “Sini tak bantu
melakukannya” (EKG dilakukan oleh mereka sampai selesai)
PM : “Apa hasil EKGnya neh bu?”
PA 1 : “e..ee..e.. heart rate nyaaaaa….70” (dengan gayanya yang sambil
menghitung kotak kecil dari kertas EKG)
PM : “Kelainan apa yang itu bu?”
PA 1 : “Hhmmmmm….kayaknya ini infark di lateral.”
PM : “Itu artinya apa?”
PA 1 : “Waduuhh…apa ya, kita tanya ke kakak kedua aja yuk!” (sambil garuk-
garuk kepala)
PM : “Setujuuu”
Mereka pun menemui kakak kedua alias PA 2 yang sedang berada di nurse station
dan sedang asyik diskusi dengan PN.
PA 1 : “Mba, maaf mengganggu sebentar.”
PA 2 :”Ya..gak papa, ada apa?”
PA 1 : “Ini benar infark lateral ya? Terus kenapa ya bisa seperti ini?”
PA 2 : “Mana hasilnya, sini tak liat” (sambil mengambil kertas rekaman EKG dan
membacanya)
“oooo…bukan itu hasilnya, kalo yang begini namanya infark inferior.
Coba deh kamu lihat ini ada ST elevasi di lead II, III, aVF yang
menandakan inferior. Terus ada lagi nih..coba liat di V1 dan V2 ada ST
depresi dan gelombang R yang tinggi. Ini kemungkinan ada infark
posterior juga. Sudah ya..ada yang nanya lagi gak?”

Kemudian PN ikut serta dalam diskusi itu.


PN : “Naahh…kalau seperti itu, nursing intervention atau NIC apa yang kita
lakukan? Ayo dek apa kira-kira?” (sambil menunjuk PM dan meminta
untuk menjawab pertanyaannya)
PM : “Apa yaaaa…eee….ukur TTV”
PN : “Ada lagi gak?”
PM : “Gak ada bu…sudah kayaknya” (sambil tersipu malu)
PN : “Yang lain..???” (sambil melihat ke arah PA 1)

11
PA 1 : “selaIn TTV….. kita juga perlu terapi oksigen serta bisa monitor EKGnya
secara kontinu” (dengan percaya dirinya dia berbicara sambil menyenggol
PM yang tadi kesulitan melakukan rekaman EKG)
PN : “Apa lagi ya?”
PA 1 : “Eee….itu aja. Menurut saya itu sudah cukup”
PA 2 : “Selain memonitor secara kontinu, kita juga harus bisa menginterpretasikan
hasilnya dunk.” (sambil menyenggol PA 1). Kita berikan oksigen sungkup
8 liter per menit, dan untuk meningkatkan curah jantung kita berikan
dobutamin sehingga perfusi koroner nya meningkat..(dengan bangga dan
merasa benar)
PN : “Oke bagus, tapi itu intervensi kan intervensi medis…yang saya tanyakan
adalah intervensi K E P E R A W A T A N… kalaupun itu tadi, sifatnya
kolaboratif…yang utama bagi kita adalah critical thinking dalam
menginterpretasikan setiap data yang kita peroleh dari pasien. Kemudian
jangan lupa, setiap intervensi harus sesuai dengan NIC, nursing
intervention category. Dan criteria hasilnya mengacu pada NOC nursing
outcome category”
PA 2 : (bisik bisik), “emang C nya itu category ya cuy? “
PN : “Eh maaf maksud saya, nursing intervention dan outcome
CLASSIFICATION. Dan jangan lupa kalian juga harus terus belajar dan
berlatih untuk meningkatkan kompetensi agar bisa menjadi perawat yang
expert”

Setelah diskusi yang hangat dan cerdas tersebut, perawat primer kemudian
melaporkan tindakan perawatan yang sudah dilakukan terhadap pasien berikut dengan
evaluasinya kepada clinical care manager, Ns Thoyyibh di ruang kepala
PN : “Selamat siang pak, aslmkum”
CCM : “Iya selamat siang Wa’Alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh…
(dengan logat arab yg berwibawa)
PN : “Ini pak saya mau melaporkan perkembangan kondisi tuan kardiudin.
Sekarang kondisi pasien stabil, tadi sudah diobservasi ketat oleh staf kita.
Dokter juga sudah visited dan memberikan terapi dobutamin 5
ug/kgbb/menit, oksigen via NRBM 8 lpm…”
CCM : “Tadi yang merawat siapa saja? Dan bagaiman performance mereka?”

12
PN : “Beberapa masih perlu belajar lagi, tapi tadi SAYA juga sudah
mengevaluasi dan mengajari tentang aplikasi teori Patricia Benner kepada
mereka.”
CCM : “Terus kondisi psikologis pasien bagaimana, apa sudah dikaji dan
diintervensi? “
PN : “Sudah pak, kami telah menerapkan asuhan keperawatan yang holistic
sesuai dengan kemampuan kami. Oh ya, menurut saya perawat magang dan
PA 1 kita perlu diikutkan pelatihan EKG di RS Harapan Kita sebagai mitra
dari RS Harapan Kami. Kemudian kita juga perlu mendatangkan Prof
Niknok untuk mengajarkan ilmu itu sehingga kita bias menggunakannya di
MPKP.”
CCM : “Oke lah kalau begitu…. Good jooooobbbbb”

Kemudian CCM berdiri di tengah-tengah dan menjelaskan kepada penonton:


“Pemirsa… beginilah penerapan Philosophy of nursing by Patricia Benner in my
ward. Perlu kita ketahui bahwa according to Benner membagi 5 tingkatan kompetensi
perawat dalam pemberian pelayanan keperawatan. ……..(memasukan isi dari teori
Benner yang ada di tinjauan pustaka). Dengan demikian maka kita harus terus
meningkatkan kemampuan dan kompetensi kita. Jangan puas sampai di sini tetapi
harus lebih dari sekarang. Kalau bisa lanjutkan sampai program spesialis dan doctor
keperawatan. Syukuurrr…syukuurrr.. sampe professor.
Demikianlah drama ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Amiiiiinnn….

Narator: Demikianlah akhir dari penampilan kelompok kami, kurang dan lebihnya
semoga bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Wassalam

13
ANALISA KASUS

Berdasarkan kasus di atas, penerapan teori keperawatan dari Benner yang


dapat dilihat adalah domain tentang peran membantu, fungsi pengajaran- coaching,
fungsi diagnostik dan monitoring pasien, pengaturan dan monitor intervensi dan
regimen terapeutik dari keperawatan, monitor dan jaminan dari kualitas praktek
asuhan keperawatan, pengorganisasian dan kompetensi peran kerja. Selain itu juga
ada domain tambahan dari Fenton untuk teori Benner yaitu tentang perawat specialist
klinik (CNS) tentang peran perawat sebagai konsultasi.

Peran membantu (the helping role) dalam kasus ini yaitu menunjukkan
kompetensi dari masing-masing perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang memiliki tujuan untuk meningkatkan proses penyembuhan, memberikan rasa
nyaman. Disini perawat berusaha untuk membantu pasien dengan memberikan respon
tindakan yang cepat agar bisa menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan rekam EKG dan
menginterpretasikan hasilnya sehingga perawat tahu penyakit (kondisi klinis) pasien
dan intervensi yang diberikan juga disesuaikan dengan kondisi. Dengan demikian
maka diharapkan pasien bisa mendapatkan pelayanan keperawatan yang baik.
Pelayanan tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kompetensi dari setiap perawat.

Penjelasan domain pada paragraf di atas juga berhubungan sekali dengan


domain yang lain dari Benner yaitu tentang fungsi diagnostik dan monitoring pasien.
Kompetensi yang dimiliki oleh perawat klinik tersebut fungsi diagnostik dan monitor
pasien dengan melakukan rekam EKG dan melihat perkembagan dari kondisi
penyakit. Yang jelas, diagnostik disini bukanlah untuk mendiagnosa penyakit (medis)
dari pasien. Benner menjelaskan bahwa untuk domain ini merujuk kembali ke
kompetensi yang dimiliki perawat untuk mengkaji dan merencanakan tujuan yang
akan dicapai dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien. Dengan
demikian maka rencana tindakan keperawatan akan lebih mudah ditentukan dan
diberikan pada pasien.

Pengelolaan dan monitor dari intervensi keperawatan perlu dilakukan dengan


baik. Fungsi ini juga ada dalam domain Benner dan itu terlihat dalam skenario di atas

14
dimana perawat primer menanyakan tindakan keperawatan selanjutnya setelah
perawat mampu membaca hasil EKG dan mengetahui kondisi pasien. Intervensi yang
diberikan sesuai kompetensi tentu akan berhubungan dengan pencegahan terjadinya
komplikasi yang terjadi selama proses perawatan atau pengobatan baik di rumah sakit
atau di masyarakat. Pemberian asuhan keperawatan dengan intervensi yang betul-
betul sesuai kondisi pasien dapat menunjukkan kualitas dari pelayanan yang
diberikan. Ini juga salah satu domain yang diharapkan dari teori Benner tentang
monitor dan jaminan dari kualitas praktek asuhan keperawatan. Untuk menjamin
kualitas dari pelayanan yang diberikan haruslah memperhatikan aspek lain seperti
tetap mempertahankan keamanan dari pasien, meningkatkan kuliatas secara kontinu,
mampu berkolaborasi dan konsultasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokter,
mampu mengevaluasi diri dan mengelola teknologi yang dapat digunakan dalam
memberikan pelayanan keperawatan pada pasien.

Skenario di atas juga terlihat adanya fungsi perawat sebagai pengajar-


coaching. Hal ini dapat dilihat dari proses bimbingan yang diberikan perawat asosiate
advance kepada perawat magang yang masih baru (belum memiliki kompetensi yang
bagus dibandingkan perawat asosiate advance). Begitu perawat asosiate advance
mendapatkan bimbingan dari perawat asosiate kompeten. Proses pembelajaran sangat
perlu untuk mendapatkan kompetensi agar bisa menjadi perawat yang expert (ahli).
Menurut Benner, seseorang menjadi ahli itu biasanya untuk satu bidang tertentu,
bukan semuanya sehingga ada yang namanya perawat spesialis klinik (CNS).

Proses pembelajaran dengan memberikan bimbingan kepada perawat yang


belum memiliki kompetensi dengan bagus ternyata belum cukup. Terkadang dalam
situasi seperti itu juga perlu menerapkan sesuatu hal seperti konsultasi. Peran perawat
sebagai konsultasi juga perlu dilaksanakan karena tidak semua perawat mampu atau
tahu dalam kondisi tertentu. Hal ini dapat dilihat dari cerita skenario di atas bahwa
perawat asosiate yang advance ternyata masih perlu konsultasi dengan perawat
asosiate kompeten. Diskusi atau konsultasi pun dapat terjadi antara perawat asosiate
kompeten dengan perawat primer dan clinical care manager (CCM). Untuk menjadi
perawat yang expert (ahli) tidak cukup dengan pengalaman saja, tetapi juga harus
diimbangi dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang baik. Dengan demikian teori
yang dimiliki haruslah diimbangi dengan jam terbang (praktek). Semakin lama
praktek maka semakin banyak pengalaman klinik yang didapat. Kemampuan untuk
memberikan pengalaman ke orang lain (diskusi dan konsultasi) pun semakin baik.

15
Sehingga perawat yang demikianlah yang sangat diinginkan/diharapkan dalam
memberikan pelayanan keperawatan pada pasien di tatanan klinik dan masyarakat.

Untuk mempertahankan kuallitas yang baik, maka perlu adanya system


pengorganisasian yang baik seperti memprioritaskan masalah yang ada di lapangan,
membangun team building yang bagus, mampu mengkoordinasikan dengan
departemen, profesi lain atau perawat yang telah expert. Dapat disimpulkan bahwa
penerapan domain teori Benner pada scenario tersebut lebih banyak menonjolkan
tentang domain fungsi pengajaran-coaching. Pengajaran yang ada dalam cerita
tersebut adalah kemapuan bimbingan yang diberikan perawat associate kepada
perawat magang. Selain itu juga perawat di ruangan memberikan informasi tentang
prosedur yang akan diberikan sehingga pasien tahu dan memiliki pengetahuan baru
tentang tindakan yang dilakukan tersebut.

16
BAB IV
ANALISA KEKURANGAN & KELEMAHAN TEORI

Dari pembahasan dan skenario di atas dapat kita simpulkan bahwa teori
Patricia Benner relevan dengan kondisi di lapangan dan penerapannya dapat
digunakan sebagai dasar pengembangan kualitas SDM keperawatan baik di klinik
maupun pendidikan. Pembagian level kompetensi perawat tidak semata mata
berdasarkan pengalaman di klinik tapi juga harus ditinjau dari 7 domain Patricia
Benner sehingga penjenjangan benar benar berdasarkan kapabilitas dalam
menerapkan asuhan keperawatan secara profesional.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, Martha Raille and Ann Marriner Tomey. 2006. Nursing Theorists
and Their Work. St louis, missouri: Elsevier mosby

Alligood, Martha Raille and Ann Marriner Tomey. 2006. Nursing Theory
Utilization and Application. St louis, missouri: Elsevier mosby

Sitzman, Kathleen L and Lisa Wright Eichelberger. 2011. Understanding the


Work of Nurse Theorists, A Creative Beginning. Second edition. Jones
and Bartlett Publishers: Massachusetts. Didownload dari
http://nursing.jbpub.com

18

Anda mungkin juga menyukai