Anda di halaman 1dari 9

Phylosophical Theory: Patricia Banner

A. Latar Belakang Filsuf


Patricia Benner lahir di Hampton, Virginia dan menghabiskan masa kecilnya di
Callifornia, dimana ia menerima Pendidikan awal dan profesionalnya. Patricia Benner
memperoleh gelar sarjana seni dari Pasadena College pada tahun 1964, dan pada tahun
1970 meraih gelar master keparawatan dengan spesialis keperawatan medical bedah di
University of Callifornia, San Fransisco (UCSF). School of nursing, PhD-Nya tentang
stress, koping dan kesehatan diberikan pada tahun 1982 di University of Callifornia,
Berkeley , dan disertasinya tersebut terbit pada tahun 1984 . Benner memiliki
pengalaman klinis, termasuk jabatan dalam medical bedah akut, perawatan kritis, dan
asuhan keperwatan dirumah (Alligod, 2017).
Patricia Benner adalah seorang perawat yang sangat berpengalaman di rumah
sakit dan pernah bekerja di berbagai macam setting tempat perawatan di rumah sakit. Di
samping itu Patricia Benner juga seorang peneliti yang aktif dan telah mempublikasikan
banyak sekali hasil penelitiannya. Oleh karena kinerjanya yang baik dan kontribusinya
yang signifikan terhadap pengembangan ilmu keperawatan, Patricia Benner dipercaya
sebagai koordinator evaluasi dan pengembangan kualitas asuhan keperawatan di wilayah
California. Atas prestasi dan kinerjanya, Patricia Benner mendapat penghargaan dari
National Council and State Boards of Nursing pada tahun 2009 atas hasil kerjanya yang
menghasilkan instrumen pengukuran terhadap berbagai penyimpangan dalam asuhan
keperawatan. Instrumen ini disebut Taxonomy of Error, Root Cause and Practice
(TERCAP) (Alligood, 2017).
Terkait paradigma dalam teorinya, pemikiran Patricia Benner sangat dipengaruhi
oleh salah satu teoris besar keperawatan, Virginia Henderson, dan dua orang professor di
University of California (UC), Hubert Dreyfus dan Stuart Dreyfus. Henderson pada
1989 bependapat bahwa teori Patricia Benner dapat memberikan perubahan yang
signifikan dalam pendidikan keperawatan serta mempersiapkan calon calon perawat
yang profesional, terutama dalam hal pendidikan di klinik dimana diperlukan integrasi
antara pengetahuan dan pengalaman pembimbing dan mahasiswa. Sementara itu Dreyfus
bersaudara memberikan dasar tentang proses pencapaian skill melalui pengalaman dan 5
tingkatan kompetensi dalam teori Patricia Benner (Sitzman, 2011). Patricia E
Benner.,R.N.,Ph.D., FAAN. sudah menerbitkan 9 buku dan banyak artikel tentang
keperawatan.Salah satunya beliau mempopulerkan tingkatan skill dalam keperawatan yaitu
“Novice To Expert” pada tahun 1982. Teori “From Novice To Expert” yang dikembangkan oleh
Patricia Benner diadaptasi dari “Model Dreyfus” yang dikemukakan oleh Hubert Dreyfus dan
Stuart Dreyfus. Teori From Novice to Expert menjelaskan 5 tingkat/tahap akuisisi peran dan
perkembangan profesi meliputi: (1) Novice, (2) Advance Beginner, (3) competent, (4) proficient,
dan (5) expert.

B. Sumber Filosofis
Benner mengatakan bahwa pemikiraanya dalam keperawatan sangat dipengaruhi
oleh Virginia Handerson. Benner meneliti praktik keperawatan klinis sebagai upaya
untuk menulusuri dan mendeskripsikan pengetahuan yang melekat dalam praktik
keperawatan. Menurut Benner bahwa pengetahuan dalam sebuah praktik disiplin ilmu
diperoleh dari waktu ke waktu dan dikembangkan melalui pembelajaran eksperimental
serta pemikiran situasional yang merupakan refleksi dalam praktik pada situasi praktik
tertentu (Alligod, 2017). Salah satu perbedaan filosofis pertama benner ialah untuk
membedakan antara pengetahuan praktis dan teoritis, Benner mengatakan bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan dalam disiplin praktik “terdiri dari memperluas
pengetahuan praktik tentang (tahu bagaimana) melalui penyelidikan ilmiah berbasis teori
serta melalui sutu penataan dari keterampilan yang ada yang kemudian dikembangkan
melalui pengalaman klinis melalui praktik disiplin ilmu tersebut.
Dalam menyusun teorinya, Patricia Benner terinisiasi oleh fenomena di lapangan
bahwa banyak sekali perawat senior dan berpengalaman di rumah sakit yang memiliki
pengalaman dan berwawasan luas akan berbagai kondisi klien dan berbagai modalitas
terapi (know what), akan tetapi kurang memiliki pengetahuan yang melatar belakangi
berbagai modalitas perawatan tersebut (know how). Demikian pula sebaliknya, para
preceptor (pembimbing klinik) mahasiswa yang berpraktik di rumah sakit kurang dapat
memberikan bimbingan yang optimall kepada mahasiswanya karena lebih memahami
pengetahuan teoritis (know how) tanpa dipadukan dengan pengetahuan klinis yang cukup
(know what).
Dari pengamatan terhadap dua fenomena ini, Patricia Benner mengambil sudut
pandang bahwasannya teori adalah diturunkan/ dikembangkan dari situasi klinis, dan
praktik keperawatan di klinik dilaksanakan berdasarkan teori dan dikembangkan pula
oleh teori teori tersebut. Maka pada intinya, sesungguhnya antara pengetahuan yang
bersifat teoritik dan pengalaman/ pengetahuan yang diperoleh saling menunjang dan
memperkuat satu sama lain. Inilah yang menjadi dasar pemikiran bagi Patricia Benner
dalam mengembangkan teorinya. Dan penekanan utama sebenarnya adalah pada
bagaimana mengembangkan pengalaman perawat di klinik dengan menjadikan
pengetahuan teoritis sebagai acuannya. Patricia Benner menjadikan pengalaman klinik
sebagai titik tolak karena memang selalu lebih bervariasi dan kompleks dibandingkan
apa yang dituliskan dalam teori, akan tetapi tetap sangat bergantung pada teori itu
sendiri.
Titik tolak teori Benner adalah pengembangan keilmuan terhadap pengalaman klinik
para perawat. Maka dari itu Patricia Benner melakukan serangkaian pengamatan terkait
integrasi antara pengalaman dan pengetahuan. Hal ini dilakukan karena Patricia Benner
berkeyakinan bahwa pengembangan kompetensi yang berdasarkan pengalaman klinik
yang mengacu pada proses pendidikan akan memberikan hasil yang lebih cepat dan
berkualitas (Benner, 1984 dalam Alligood, 2017).
Salah satu penelitian yang esensial dalam teori Patricia Benner adalah yang
dilakukannya pada tahun 1978-1981. Pada penelitian ini Patricia Benner mengkaji
persepsi dan interpretasi suatu fenomena keperawatan yang sama oleh perawat perawat
yang memiliki perbedaan signifikan dalam hal pengalaman, mahasiswa yang baru
praktik, dan mahasiswa senior. Melalui penelitian ini Patricia Benner bermaksud
mengkaji bagaimana tingkat pengalaman dan pengetahuan dapat mempengaruhi
penilaian perawat terhadap fenomena keperawatan. Dari sini Patricia Benner berhasil
mengidentifikasi 31 kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang perawat ahli/ expert,
yang secara induktif kemudian dituangkan ke dalam 7 domain sebagai berikut:
(redaksional asli sengaja ditampilkan untuk menghindari salah interpretasi)
1. The helping role/ peran sebagai pemberi pertolongan
2. The teaching-coaching function/ fungsi pemberi edukasi dan pemberi pelatihan
3. The diagnostic and patient monitoring function/ fungsi sebagai pembuat diagnosa
(keperawatan) dan monitoring pasien
4. Effective management of rapidly changing situation/ kemampuan mengatasi situasi
yang berubah secara cepat dan mendadak
5. Administering and monitoring therapeutic interventions and regiments/ memberikan
intervensi dan monitoring respon pasien terhadap intervensi tersebut
6. Monitoring and ensuring the quality of health care practices/ memonitor dan
memastikan kualitas pelayanan kesehatan
7. Organizational work role competencies/ kemampuan untuk bekerja dan berperan
dalam organisasi dan tim
Benner mengembangkan lagi ruang lingkup penelitiannya pada tahun 1984-1990,
dan kali ini lebih memfokuskan penelitiannya pada kompetensi perawat di critical care.
Tujuan dari penelitiannya kail ini adalah:
1. Mengidentifikasi seberapa besar pengaruh pemahaman teoritis terhadap praktik
2. Mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh dalam pencapaian skill dan
kompetensi perawat
3. Mengidentifikasi faktor faktor penghambat yang bersifat institutional terhadap
pengembangan kompetensi perawat
4. Mengidentifikasi strategi strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
kompetensi perawat.
Dari penelitian ini Patricia Benner menyimpulkan bahwa pembelajaran yang
berkelanjutan dari pengalaman klinik merupakan faktor utama dari pengembangan
kemampuan perawat. Hal ini dicapai melalui keterlibatan perawat dalam setiap aspek
perawatan pasien, termasuk dalam pengambilan keputusan klinik maupun etik. Penelitian
ini kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1996-1997 yang menghasilkan 9 domain
yang harus dikuasai oleh seorang perawat critical care, dan 6 aspek penilaian klinis
(Clinical judgment) yang harus dimiliki oleh perawat.
Dari sekian banyak penelitian yang telah dilakukannya tersebut, Patricia Benner
mencoba mendefinisikan kembali ke lima level kompetensi perawat yang disusun oleh
Dreyfus besaudara sebagai berikut:
1. Novice/ pemula
Pada tahap pemula diawali penugasan keterampilan dalam model dreyfus, seseorang
tidak memiliki latar belakang pengalaman tentang situasi yang dihadapinya.
Peraturan bebas-konteks dan sifat objektif harus diberikan untuk menuntun kinerja.
Level ini paling cocok disematkan kepada mahasiswa keperawatan yang akan
memasuki dunia klinik, akan tetapi Patricia Benner menambahkan perawat senior
yang masuk ke lingkungan/ setting yang sama sekali baru juga dapat dikategorikan
ke dalam level ini. Perawat pada level pemula perlu untuk selalu diarahkan dan
diberi petunjuk yang jelas (tidak konteksual, akan tetapi dapat langsung
diinterpretasi secara tekstual).
2. Advanced Beginner/ pemula tingkat lanjut
Didalam model tahap pemula lanjut berkembang ketika seornag perawat secara
umum sudah dapat menunjukkan kinerja yang baik (dapat diterima), telah memadai
mengalami situasi nyata untuk dapat dicatat dan diperhatikan, atau telah ditunjuk
oleh mentor, telah berulangnya komponen-komponen penh makna pada situasi
tertentu. Pemula lanjut telah cukup berpengalaman untuk memahami berbagai aspek
dari suatu situasi. Pada tahap ini perawat masih memerlukan bimbingan dan arahan
secara kontinyu karena belum mampu memandang situasi secara luas dan holistik.
Perawal masih merasa bahwa situasi klinik dan berbagai kasus pasien adalah sebuah
tantangan yang harus dilalui, dan belum memandang dari sisi kebutuhan pasien.
Meskipun demikian mereka masih sangat membutuhkan bantuan dari senior. Level
ini paling sesuai untuk fresh graduate ners.
3. Competent/ kompeten/ mampu
Tahap kompeten menurut Dreyfus ditandai dengan perencanaan memadai dan cukup
untuk menentukan dan memilih aspek mana dari suatu situasi keperawatan yang
benar benar penting dan kurang perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Kriteria utama
dari level ini adalah perawat harus mampu membuat perencanaan dan
memprediksikan hal hal apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Keterbatasan dari
level ini adalah perawat masih memandang suatu situasi pasien secara parsial
sehingga tindakannya pun kurang dapat menyentuh setiap dimensi pasien sebagai
individu yang holistik. Tahap kompeten sangat diperlukan dalam pembelajaran
klinis, karena sang pembelajar harus mulai mengenali pola-pola dan menentuka
unsur-unsur mana dari situasi yang patut untuk dapat perhatian dan yang dapat
diabaikan. Perawat kompeten menggunakan aturan baru dan proses perencanaan,
sementara juga menerapkan peraturan tindakan yang sudah dipelajari berdasarkan
fakta-fakta yang relevan. Untuk menjadi lebih ahli, perawat yang berkinerja
kompeten harus memungkin adanya suatu situsi yang dapat mengarahkan respon.
4. Proficient/ cakap/ terampil/ handal/ mahir
Pada tahap mahir, model Dreyfus perawat dapat memandang situasi secara holistik,
tidak hanya per aspek dari situasi tersebut. Perawat mampu bertindak bagi pasien
tanpa terlebih dahulu melalui tahapan tahapan penetapan tujuan dan penyusunan
rencana tindakan. Tingkat mahir merupakan lompatan kualitatif melampaui
kompeten. Pada tahap ini perawat mengenali aspek yang paling menonjol dan
memiliki pemahaman intuitif dari situasi berdasarkan pemahaman tentang latar
belakang. Perawat pada tingkat ini mendemonstrasikan kemampuan baru untuk
melihat perubahan yang relevan pada suatu situasi, termasuk pengenalan dan
pengimplementasian respon terampil pada situasi dalam perkembangannya. Mereka
tidak lagi bergantung pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan mereka
memperlihatkan kepercayaan diri dalam pengetahuan dan kemampuan mereka.
Pada level ini juga perawat telah lebih banyak berinteraksi dengan pasien dan
keluarganya.
5. Expert/ ahli/ pakar
Tahap kelima dari model Dryfus tercapai ketika “perawat pakar tidak lagi
bergantung prinsip-prinsip analitis untuk menghubungkan pemahaman terhadap
situasi kepada tindakan yang sesuai.”. Pada level ini perawat telah dapat menentukan
inti masalah yang dialami oleh pasien dan segera mengetahu intervensi apa yang
paling tepat diberikan tanpa harus melalui serangkaian tahap berpikir analitis. Secara
intuitif perawat expert dapat menentukan masalah dan tindakan tanpa dibingungkan
dengan berbagai alternatif. Pengalaman dan pengetahuan yang bersinergi dengan
baik telah membentuk naluri dan intuisinya sehingga dapat memandang pasien
secara keseluruhan dalam waktu yang singkat. Aspek kunci dari praktik seorang
pakar adalah menunjukkan pemahaman klinis dan praktik berbasis sumber daya,
mengetahui-bagaimana, melihat suatu gambaran besar, dan mampu melihat yang tak
terduga.
Ke tujuh domain dan ke lima level kompetensi perawat inilah yang kamudian
menjadi acuan para praktisi keperawatan dalam menerapkan teori from novice to expert
Patricia Benner.

C. Asumsi Utama
Benner menggabungkan asumsi sebagaimana digambarkan dalam disertasi tahun
1985 dalam artikulasi penelitiannya. Benner dan kolaboratornya menjelaskan tema
keperawatan, manusia, situasi dan kesehatan, sebagai berikut :
1. Keperawatan
Keperawatan dideskripsikan sebagai suatu hubungan dalam pemberian asuhan
“sebuah hubungan kondisi yang memungkinkan hubungan dan kepedulian.”
Keperawatan dipandang sebagai suatu praktik asuhan dimana sains dituntut oleh nilau
moral dan etika asuhan dan tanggung jawab. Praktik keperawatan sebagai asuhan dan
studi pengalaman hidup mengenai kesehatan, sakit, serta penyakit dan hubungan antar
ketiga unsur tersebut.
2. Manusia
Benner dan Wrubel mengkonseptualisasikan 4 aspek utama pemahaman yang harus
dihadapi oleh manusia, yaitu peranan situasi, peranan tubuh, peranan urusan pribadi,
dan perananan kesementaraan. Secara bersamaan membentuk manusia didunia.
Benner dam Wrubel mendefinisikan perwujudan sebagai kemampuan tubuh untuk
merespon situasi yang bermakna, mereka menguraikan lima dimensi tubuh sebagia
berikut :
a. Kompleks sebelum lahir, tubuh janin dan bayi baru lahir yang belum
teralkulturasi.
b. Leterampilan tubuh karena kebiasaan lengkap dengan postur, sikap tubuh,
kebiasaan yang dipelajari secara social, dan keterampilan yang tampak pada
kemampuan fisik seperti halnya persepsi panca indera dan bahasa tubuh yang
dipelajari seiring waktu melalui identifikasi, imitasi dan trial error.
c. Proyeksi tubuh yang diatur untuk bertindak dalam situasi tertentu
d. Proyeksi tubuh yang sesungguhnya mengindikasi orientasi atau proyeksi fisk
terkini individu yang fleksibel dan beragam agar sesuai dengan situasi seperti
halnya ketika individu mahir dalam menggunakan computer.
e. Tubuh yang fenomenal, tubuh sadar akan dirinya sendiri dengan kemampuan
untuk membayangkan dan menggambarkan sensasi kinestetik.
Benner dan Wrubel menegaskan bahwa perawat hadir pada semua dimensi tubuh
tersebut dan berupaya untuk memahami perwujudan dalam situasi sehat, sakit dan saat
pemulihan.
3. Kesehatan
Benner dan Wrubel focus pada pengalaman hidup ketika berada pada kondisi sehat.
Kesehatan didefinisikan sebagai apa yang dapat dikaji, sedangkan kesejahteraan
adalah pengalaman manusia terhadap kesehatan dan keutuhan. Hidup sejahtera dan
hidup dengan penyakit dipahami sebagai dua pandangan berbeda tentang keberadaan
manusia didunia. Kesehatan dideskripsikan tidak hanya sebagai ketiadaan penyakit.
4. Situasi
Benner dan Wrubel menggunakan istilah situasi dibandingkan lingkungan, karena
situasi menyatakan lingkungan social bersamaan dengan definsi social dan
kemaknaanya. Mereka menggunakan istilah fenomenologi dalam suatu situasi dan
makna situasi, yang didefinisikan oleh interaksi seseorang, interpretasi, dan
pemahaman terhadap situasi. Ini berarti tiap masa lalu, masa sekarang, dan masa
depan seseorang, yang termasuk makna personal seorang, kebiasaan, cara pandang,
pengaruh dan situasi terkini.
D. Penerimaan Oleh Keperawatan
1. Praktek keperawatan
Benner menggambarkan praktek klinik keperawatan menggunakan
pendekatan interpretasi fenomenologi. From Novice to Expert (1984) berisi beberapa
contoh aplikasi dalam penerapan metodenya di beberapa situasi praktek ( Dolan et
all, 1984). Awalnya, benner menggunakan pendekatan promosi, jenjang perawat
klinik, program untuk lulusan perawat yang baru dan seminar untuk
mengembangkan pengetahuan klinik. Simposium berfokus pada keunggulan pada
praktek keperawatan yang dilaksanakan untuk pengembangan staff, pengenalan, dan
penghargaan sebagai salah satu jalan untuk mendemonstrasikan perkembangan
pengetahuan klinik dalam praktek (Dolan, 1984).
Setelah itu metode benner banyak diadopsi oleh para praktisi keperawatan
misalnya Fenton (1984) menggunakan pendekatan Benner dalam sebuah studi
ethnography untuk penampilan perawat klinik spesialis. Penemuannya terdiri dari
identifikasi dan deskripsi kompetensi perawat untuk mempersiapkan perawat
mahir. Balasco dan Black (1988) and silver (1986) menggunakan metode Benner
untuk membuat pedoman pembedaan pengembangan klinik dan jenjang karir dalam
keperawatan. Farrell and Bramadat (1990) menggunakan paradigma analisa kasus
Benner dalam proyek kolaborasi antara universitas pendidikan keperawatan dan
rumah sakit pendidikan untuk mendalami perkembangan klinik yang sesuai dengan
skill dalam praktek yang nyata.
Benner mengembangkan banyak literature yang berfokus pada praktek
keperawatan dan melakukan publikasi karyanya tersebut (Benner, 1984, 1985, 1987,
benner et all, 1999). Benner mengedit The American Journal of Nursing sejak 1980.
Dan pada tahun 2001, dia mulai mengedit sebuah seri yang berjudul Current
Controversies in Critical Care pada The American Journal of Nursing.
2. Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, model Benner banyak digunakan sebagai acuan
oleh para pendidik untuk mempelajari setiap level perawat dari novice sampai expert
dan mempelajari perbedaan masing masing level sehingga memberikan pengalaman
pembelajaran kepada mahasiswa keperawatan.
Benner (1982) mengkritisi tentang konsep competency-based testing yang
berlawanan dengan kompleksitas keahlian dan tingkat keahlian yang dijelaskan
dalam Model Dreyfus dan 31 kompetensi yang dijelaskan oleh AMICAE (Benner,
1984). Dalam Expertise In Nursing Practice , Benner dan kolega (1996)
menekankan pentingnya pembelajaran skill dan perawatan melaui pengalaman
praktis, penggunaan ilmu pengetahuna dalam praktek, dan dengan pendidikan
formal. Dalam Clinical Wisdom in Critical Care, Benner dan kolega (1999)
memberikan perhatian yang besar pembelajaran berdasarkan pengalaman dan
mempresentasikan bagaimana cara mengajar. Mereka mendisain CD ROM interaktif
untuk melengkapi buku.
3. Penelitian
Metode Benner banyak digunakan sebagai acuan penelitian dalam bidang
keperawatan. Sebagai contoh Fenton (1984, 1985) menggunakan model Benner
dalam penelitian pendidikan. Lock dan Gordon (1989) yang membantu proyek
AMICAE, yang mengembangkan pembelajaran inquiry dalam model formal yang
digunakan dalam praktek keperawatan dan medis. Mereka menyimpulkan bahwa
model formal memberikan petunjuk mengenai pelayanan langsung, pengetahuan dan
hasil yang diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai