Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TEORI KEPERAWATAN

“from novice to expert”


Patricia Benner

Disusun oleh :
Vergio Markus : 18011104037
Michella Muntuntu : 18011104048
Putrinda Bujung : 18011104052
Nadia Runturambi : 18011104042
Natanael Ratunlangi : 18011104036
Artika Aring : 18011104044
Angela Rumondor : 18011104035
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan atas hikmat dan rahmat-Nya yang memberikan
kekuatan, kecerdasaan dan kerja sama sehingga kami berhasil menyusun makalah tentang
standard praktek keperawatan profesional. Makalah ini dibuat untuk menunjang proses
pembelajaran keperawatan. Kiranya makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Demikian saya
mengharapkan kritik dari pembaca tentang makalah ini agar dapat membantu untuk memenuhi
kebutuhan keperawatan profesonal.

Dibuat Oleh

Kelompok 2
Daftar Isi…

BAB I Pendahuluan…

1.1 Latar belakang…


1.2 Tujuan…

BAB II Konsep …

2.1 Konsep teori patricia banner…

2.1.1 Biografi…

2.1.2 Sumber filosofi…

2.1.3 Konsep Caring, Clinical wisdom and ethics in nursing pracrice…

2.1.4 Asumsi utama…

2.1.5 Penerimaan dalam komunitas…

BAB III Pembahasan…

3.1 Analisa teori Patricia banner dan penerapanya dalam proses keperawatan…

BAB IV Penutup…

4.1 Kesimpulan…
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang.


Keperawatan merupakan profesi yang terus-menerus mengalami perkembangan, dan memiliki
paradigma yang merupakan kerangka acuan atau dasar pemikiran dari teori keperawatan.
Keperawatan dalam paradigmanya memandang empat komponen utama yaitu manusia, perawat,
kesehatan, dan lingkungan, sehingga dalam pengembangan teori-teori keperawatan selalu
berpedoman pada empat komponen ini.

Model/teori keperawatan memberikan kerangka kerja yang luas untuk saling mengaitkan
berbagai aspek situasi kesehatan yang kompleks. Karena klien individual, keluarga dan
komunitas masing-masing mempunyai masalah kesehatan yang unik, maka perawat harus
memilih model/teori keperawatan yang paling sesuai dengan situasi kesehatan klien. Setiap
model/teori keperawatan didasarkan pada asumsi yang berbeda dan mempunyai perspektif yang
unik tentang konsep klien, keperawatan, kesehatan, dan lingkungan serta interaksi antara pasien
dan perawat.

Model dan teori keperawatan seperti teori keperawatan filosofi “From Novice to Expert”
yang diperkenalkan oleh Patricia Benner diadaptasi dari “Model Dreyfus” yang dikemukakan
oleh Hubert Dreyfus dan Stuart Dreyfus. Teori ini menjelaskan 5 tingkat/tahap akusisi peran dan
perkembangan profesi. Dalam makalah ini kelompok berusaha untuk menyajikan analisa Patricia
Benner dengan model Caring, Clinical Wisdom, and Ethics in Nursing.
1.2 Tujuan.
Agar makalah ini dapat dipahami dan dapat menganalisa tentang model “Caring, Clinical
Wisdom, and Ethics in Nursing Practice” oleh Patricia Benner dalam praktik proses
keperawatan, dan agar pembaca bisa :

a. dapat memahami dan menjelaskan model Caring, Clinical


Wisdom, and Ethics in Nursing Practice oleh Patricia Benner dalam
praktik proses keperawatan.

b. dapat menganalisa model Caring, Clinical Wisdom, and Ethics in


Nursing Practice oleh Patricia Benner dalam praktik proses
keperawatan.
BAB II

KONSEP

2.1 Konsep teori Patricia Benner.


Berikut akan dijelaskan tentang konsep dan teori Patricia Banner yang dimulai dari biografi,
sumber filosofi, dst.

2.1.1 Biografi.
Patricia Benner lahir di Hampton, pada tahun 1942. Beliau memperoleh gelar sarjana
keperawatan dari Pasadena College pada tahun 1964, kemudian pada tahun 1970 Benner
mendapat gelar Master in Nursing dari University of California San Fransisco (UCSF). Benner
diterima di University of California berfokus pada stress dan mengatasi kesehatan (Alligood &
Tomey, 2014).

Dalam keperawatan karya Benner telah digunakan untuk menentukan pengujian inovasi dan
perubahan praktik keperawatan. Sebagai contoh Filosofi Benner dipakai untuk menguji ancaman
terhadap kelangsungan keperawatan kepada individu yang kritis (Walsh, 1997), sementara itu
Alcock (1996) menggunakan karya Benner untuk mempelajari praktik keperawatan tingkat lanjut
dari sudut pandang administratif. Hal serupa dilakukan oleh Dunn (1997) yang menggunakan
karya Benner untuk menguji praktik keperawatan lanjut di literatur keperawatan. (Alligood &
Tomey, 2014).
2.1.2 Sumber filosofi.
“The nurse-patient relationship is not a uniform, professionalized blueprint but rather a
kaleidoscope of intimacy and distance in some of the most dramatic, poignant, and mundane
moments of life.” 

(Benner, 1984)

Benner mengakui bahwa keperawatan sangat dipengaruhi oleh Virginia Henderson. Benner


mempelajari tentang praktik klinik keperawatan. Ia mencoba menemukan dan menggambarkan
bahwa ilmu pengetahuan digabungkan dalam praktik keperawatan. Benner berpendapat bahwa
ilmu pengetahuan timbul dari waktu ke waktu dalam disiplin praktik dan dikembangkan melalui
pembelajaran eksperimen dan situasi berfikir dan refleksi praktik dalam situasi tertentu (Alligood
& Tomey, 2014).

Karya dari Benner ini lebih merujuk kepada artikulasi, artinya sebagai deskripsi/melukiskan,
ilustrasi/menggambarkan dan mengkomunikasikan pada area – area kebijakan praktis,
keterampilan tentang tahu dan bagaimana serta menjelaskan praktik yang baik dan (Alligood &
Tomey, 2014).

Salah satu filosofi pertama Benner menjelaskan bahwa ada perbedaan antara praktik dan ilmu
teori. Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dibangun di dalam disiplin praktik “Ilmu praktik
mengacu pada mengetahui dan bagaimana melalui  teori berdasarkan penemuan ilmiah”
2.1.3 Konsep Peduli (Caring), Kebijakan Klinis (Clinical Wisdom), dan Etika
dalam Praktik Keperawatan (Ethics in Nursing Practice).

A. Skill Acquisition in Nursing.

Alligood & Tomey (2014) menjelaskan teori “From Novice To Expert”  yang dikembangkan


oleh Patricia Benner diadaptasi dari “Model Dreyfus” yang dikemukakan oleh Hubert Dreyfus
dan Stuart Dreyfus. Teori From Novice to Expert menjelaskan 5 tingkat/tahap akuisisi peran dan
perkembangan profesi meliputi: (1) Novice,

(2) Advance Beginner,

(3) Competent,

(4) Proficient,

(5) Expert.

Penjelasan dari kelima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Novice (Pemula).

Tingkat Novice pada akuisisi peran pada Dreyfus Model, adalah seseorang tanpa latar
belakang pengalaman pada situasinya. Perintah yang jelas dan atribut yang obyektif harus
diberikan untuk memandu penampilannya. Di sini sulit untuk melihat situasi yang relevan
dan irrelevan. Secara umum level ini diaplikasikan untuk mahasiswa keperawatan, tetapi
Benner bisa mengklasifikasikan perawat pada level yang lebih tinggi ke novice jika
ditempatkan pada area atau situasi yang tidak familiar dengannya.
2. Advanced Beginner.

Advance Beginner dalam Model Dreyfus adalah ketika seseorang menunjukkan


penampilan mengatasi masalah yang dapat diterima pada situasi nyata. Advance
beginner mempunyai pengalaman yang cukup untuk memegang suatu situasi. Kecuali
atribut dan ciri-ciri, aspek tidak dapat dilihat secara lengkap karena membutuhkan
pengalaman yang didasarkan pada pengakuan dalam konteks situasi.

Fungsi perawat pada situasi ini dipandu dengan aturan dan orientasi pada penyelesaian
tugas. Mereka akan kesulitan memegang pasien tertentu pada situasi yang memerlukan
perspektif lebih luas.

Situasi klinis ditunjukkan oleh perawat pada level advance beginnersebagai ujian


terhadap kemampuannya dan permintaan terhadap situasi pada pasien yang
membutuhkan dan responnya. Advance beginner mempunyai responsibilitas yang lebih
besar untuk melakukan manajemen asuhan pada pasien, sebelumnya mereka mempunyai
lebih banyak pengalaman. Benner menempatkan perawat yang baru lulus pada tahap ini.
3. Competent.

Menyelesaikan pembelajaran dari situasi praktik aktual dengan mengikuti kegiatan yang
lain, advance beginner akan menjadi competent. Tahapcompetent dari model Dreyfus
ditandai dengan kemampuan mempertimbangkan dan membuat perencanaan yang
diperlukan untuk suatu situasi dan sudah dapat dilepaskan.

Konsisten, kemampuan memprediksi, dan manajemen waktu adalah penampilan pada


tahap competent. Perawat competent dapat menunjukkan reponsibilitas yang lebih pada
respon pasien, lebih realistik dan dapat menampilkan kemampuan kritis pada dirinya.

Tingkat competent adalah tingkatan yang penting dalam pembelajaran klinis, karena


pengajar harus mengembangkan pola terhadap elemen atau situasi yang memerlukan
perhatian yang dapat diabaikan. Competent harus mengetahui alasan dalam pembuatan
perencanaan dan prosedur pada situasi klinis. Untuk dapat
menjadi pandai, competent harus mampu meresponsituasi.

Poin pembelajaran yang penting dari belajar mengajar aktif pada


tingkatancompetent adalah untuk melatih perawat membuat transisi
dari competentke proficient.

4. Proficient.

Perawat pada tahap ini menunjukkan kemampuan baru untuk melihat perubahan yang
relevan pada situasi, meliputi pengakuan dan mengimplementasikan respon keterampilan
dari situasi yang dikembangkan. Mereka akan mendemonstrasikan peningkatan percaya
diri pada pengetahuan dan keterampilannya. Pada tingkatan ini mereka banyak terlibat
dengan keluarga dan pasien.
5. Expert.

Benner menjelaskan pada tingkatan ini perawat expert mempunyai pegangan


intuitif dari situasi yang terjadi sehingga mampu mengidentifikasi area dari masalah
tanpa kehilangan pertimbangan waktu untuk membuat diagnosa alternatif dan
penyelesaian.

Perubahan kualitatif pada pada expert adalah “mengetahui pasien” yang berarti
mengetahui tipe pola respon dan mengetahui pasien sebagai manusia. Aspek kunci pada
perawat expert adalah:

a. Menunjukan pegangan klinis dan sumber praktis.


b. Menunjukan proses know-how.
c. Melihat gambaran luas.
d. Melihat yang tidak diharapkan.

Patricia Benner dan Wrubel mengembangkan model akuisisi keterampilan termasuk di dalamnya
adalah konsep caring dalam praktik keperawatan. Benner dan Wrubel mendefenisikan dan
menjelaskan konsep caring, perawat, manusia, kesehatan, stress  koping dan lingkungan yang
diterbitkan pada tahun 1989 dalam bukunya the primacy of caring: stress and coping in health
and illness, dan menggunakan contoh interaksi perawat – pasien untuk menggambarkn tentang
proses dan konsep.
2.1.4 Asumsi Utama.
A. Keperawatan.

Keperawatan didefinisikan sebagai hubungan yang didasarkan  pada caring dalam berbagai


situasi dan kondisi yang memungkinkan dan menjadi perhatian.  Ilmu keperawatan sebagai
panduan melalui seni dan etik dari pelayanan dan tanggung jawab. Perawat mempromosikan
penyembuhan melalui pelayanan kepada pasien dalam mempertahankan hubungan manusia. Hal
ini merupakan hubungan  manusia dimana orang dapat memberikan pengobatan pada saat sakit,
hubungan antara sehat dan sakit serta penyakit yang mengacu kepada  pandangan Benner dan
Wrubel dalam praktik keperawatan (Benner & Wrubel, 1989 dalam Sitzman &  Eichelberger
2011).

Sitzman &  Eichelberger (2011) menjelaskan caring didefenisikan sebagai sesuatu yang


berhubungan dan memiliki masalah dengan menyatukan pikiran, perasaan dan tindakan, caring
mengatur apa yang paling penting bagi seseorang/manusia. Oleh karena itu, menyelesaikan stress
dan bagaimana seseorang bisa mengatasinya. Benner dan Wrubel (1989) menyatakan bahwa
caring timbul dari keterkaitan dan memiliki beberapa hal yang lebih penting dari yang
lain.”tanpa caring seseorang akan menjadi memprihatinkan”.

Karakteristik sikap yang berhubungan dengan caring adalah empati, dukungan, ingin menghibur


orang lain dan pengasuhan. Ketika seorang perawat memberikan pelayanan kepada klien, dimana
pelayanan itu menimbulkan stress/masalah, maka yang perlu dilakukan adalah  pengkajian
emosional dan proses keterlibatan. Keterlibatan dengan klien membuat perawat dapat
mendiagnosis suatu masalah dan mengidentifikasi solusi dan menciptakan lingkungan yang
terpercaya.
Caring adalah hal yang penting menurut Benner dan Wrubel karena  dapat menciptakan
lingkungan dimana perawat dapat memberikan asuhan kepada klien.

Caring penting dikarenakan :

- Menciptakan apa yang akan terjadi, apa yang menjadi masalah dana pa pilihan yang tepat
untuk mengatasinya.
- Menciptakan lingkungan yang memungkinkan, apa yang berhubungan dana pa yang
menjadi tujuan.
- Menciptakan hal yang mungkin saat memberi dan mendapatkan bantuan.

B. Manusia.

Interpretasi Benner dan Wrubel tentang manusia didasarkan pada eksistensi filosofi dan kesatuan


atau keutuhan manusia. Sehingga Benner mendeskripsikan manusia sebagai mahluk yang
menginterpretasikan diri, yaitu manusia tidak muncul dengan sendirinya ke alam dunia yang
telah ditetapkan tetapi melalui proses perjalanan hidup. Manusia dipandang sebagai sesuatu yang
kreatif, mahluk  generatif yang hidup di dalam sebuah konteks dan mampu bertindak dan
memiliki pemahaman  komprehensif. Menurut Benner dan Wrubel karakterikstik manusia yaitu
sebagai sosok yang harus berhadapan dengan situasi, tubuh, masalah perorangan dan peristiwa
yang bersifat sementara (Benner & Wrubel, 1989 dalam Sitzman &  Eichelberger 2011).

C. Kesehatan.

Benner dan Wrubel  menggunakan definisi kesehatan dari Kleinman, Elsenberg, dan Good  yang
menyatakan bahwa kesehatan adalah tidak adanya penyakit yang digambarkan sebagai
pengalaman kehilangan atau gangguan fungsi tetapi juga penyakit merupakan wujud dari
kelainan pada sel, jaringan, atau organ. Semua pengobatan penyakit selama sakit harus masuk
akal dalam konteks pengalaman hidup manusia. (Benner & Wrubel, 1989 dalam Sitzman
&  Eichelberger 2011).
D. Situasi.

Benner lebih mengarah ke situasi atau lebih mengutamakan situasi daripada konsep lingkungan
dalam bekerja. Benner memilih situasi karena menurut Benner, situasi memiliki konteks sosial
dalam arti dan penafsirannya yang berdampak pada manusia. Manusia lebih terbiasa dengan
dunia mereka dibanding hidup dalam suatu lingkungan. Interpretasi seseorang berdampak pada
setiap situasi. Pandangan fenomenologi Benner didasarkan pada situasi. Hal ini di buktikan
dalam tulisannya saat dia menggunakan istilah “being situated and situated
meaning” menunjukkan adanya keterlibatan dan interpretasi dari setiap kejadian atau peristiwa
dalam kehidupan (Benner & Wrubel, 1989 dalam Sitzman &  Eichelberger 2011).

E. Stress.

Menurut Benner, stress adalah makna dari gangguan, pemahaman, dan fungsi kelancaran
sehingga bahaya, kehilangan, atau tantangan yang dialami mampu membuat manusia
memperoleh keterampilan baru. Stress sebagai perwujudan dari fisik, emosional, dan atau
intelektual yang mengalami gangguan fungsi. Stress terjadi ketika seseorang menyadari bahwa
ada sesuatu yang salah atau tidak terjadi ketidakseimbangan. Stress adalah konsekuensi dalam
kehidupan yang tidak bisa dihindarkan dalam kehidupan di dunia sehingga membutuhkan
kepedulian akan hal tersebut (Benner & Wrubel, 1989 dalam Sitzman &  Eichelberger 2011).
F. Koping.

Koping tidak termasuk solusi untuk stres melainkan apa yang dilakukan oleh seseorang untuk
mengatasi gangguan yang disebabkan oleh stres. Benner dan Wrubel berdasarkan pada karya
Lasarus (1986) yang menjelaskan stres dan koping. Koping adalah melakukan sesuatu secara
langsung dan juga tidak melakukan sesuatu secara langsung atas dasar tujuan yang ada. Perilaku
koping lainnya adalah mencari informasi. Cara seseorang memandang situasi dan membuat
pilihan untuk memiliki sifat yang positif dalam menghadapi gangguan. Benner dan Wrubel
memberikan banyak contoh tentang bagaimana seseorang berupaya dengan situasi seperti :
pengembangan diri selama hidup / dalam kehidupan, peduli kepada diri sendiri dari berbagai
penyakit diantaranya kanker dan penyakit neurologis (Benner & Wrubel, 1989 dalam Sitzman
&  Eichelberger 2011).

2.1.5 Penerimaan dalam komunitas.

A. Praktik keperawatan.

Benner menggambarkan praktik klinik keperawatan menggunakan pendekatan interpretasi


fenomenologi. From Novice to Expert (1984) meliputi beberapa contoh aplikasi dalam
penerapan metodenya di beberapa situasi praktik. Awalnya, Benner menggunakan pendekatan
promosi, jenjang perawat klinik, program untuk lulusan perawat yang baru dan seminar untuk
mengembangkan pengetahuan klinik. Simposium berfokus pada keunggulan pada praktik
keperawatan yang dilaksanakan untuk pengembangan staff, pengenalan, dan penghargaan
sebagai salah satu jalan untuk mendemonstrasikan perkembangan pengetahuan klinik dalam
praktik (Alligood & Tomey, 2014).

Setelah itu, metode Benner banyak diadopsi oleh para praktisi keperawatan misalnya Fenton
(1984) menggunakan pendekatan Benner dalam sebuah studiethnography untuk penampilan
perawat klinis spesialis. Penemuannya terdiri dari identifikasi dan deskripsi kompetensi perawat
untuk mempersiapkan perawat mahir. Balasco dan Black (1988) dan Silver (1986) menggunakan
metode Benner untuk membuat pedoman pembedaan pengembangan klinik dan jenjang karir
dalam keperawatan. Farrel and Bramadat (1990) menggunakan paradigma analisa kasus Banner
dalam proyek kolaborasi antara universitas pendidikan keperawatan dan rumah sakit pendidikan
untuk mendalami perkembangan klinik yang sesuai dengan skill dalam praktik yang
nyata(Alligood & Tomey, 2014).

B. Pendidikan.

Dalam dunia pendidikan, model Benner banyak digunakan sebagai acuan oleh para pendidik
untuk mempelajari setiap level perawat dari novice sampaiexpert dan mempelajari perbedaan
maisng-masing level sehingga memberikan pengalaman pembelajaran kepada mahasiswa
keperawatan.

Benner (1982) mengkritisi tentang konsep competency-based testing yang berlawanan dengan


kompleksitas keahlian dan tingkat keahlian yang dijelaskan dalam Model Dreyfus dan 31
kompetensi yang dijelaskan oleh AMICAE (Benner,1984). Dalam expertise in Nursing Practice,
Benner dan kolega (1996) menekankan pentingnya pembelajaran skill dan perawatan melalui
pengalaman praktis, penggunaan ilmu pengetahuan dalam praktik, dan dengan pendidikan
formal. Dalam Clinical Wisdom in Critical Care, Benner dan kolega (1999) memberikan
perhatian yang besar tentang pembelajaran berdasarkan pengalaman dan mempresentasikan
bagaimana cara mengajar. Mereka mendesain CD ROM interaktif untuk melengkapi
buku (Alligood & Tomey, 2014).

C. Penelitian.

Metode Benner banyak digunakan sebagai acuan dalam bidang keperawatan. Sebagai contoh
Fenton (1984,1985) menggunakan model Benner dalam penelitian pendidikan. Lock dan Gordon
(1989)  yang membantu proyek AMICAE, yang mengembangkan pembelajaran inquiry dalam
model formal yang digunakan dalam praktik keperawatan dan medis. Mereka menyimpulkan
bahwa model formal memberikan petunjuk mengenai pelayanan langsung, pengetahuan, dan
hasil yang diinginkan (Alligood & Tomey, 2014).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisa teori patricia benner dan penerapanya dalam proses keperawatan.

A. Clarity.

Teori Patricia Benner from Novice to Expert menjelaskan 5 tahapan / akusisi peran dan


perkembangan profesi dengan cukup jelas, Namun, ada beberapa konsep dimana kelompok
masih kurang memahami penjelasan Benner.  

Model Benner membagi 5 tahap meliputi : Novice, advanced beginner, competent, proficient,
dan expert dalam memberikan pemahaman terhadap kompetensi kelima level keterampilan dan
bagaimana kemampuan perawat dalam mengidentifikasi karakteristik pada setiap level praktik
keperawatan.

Berdasarkan analisa kelompok, dalam tatanan praktik keperawatan, penjelasan lima tahapan
Benner memberikan pemahaman profesi tentang pentingnya menjadi expert (ahli), dimana
seorang perawat ahli adalah perawat yang mampu mengembangkan keterampilan dan
pemahaman terhadap pasien dari waktu ke waktu melalui pendidikan dasar dan banyaknya
pengalaman. Benner menggambarkan empat aspek utama untuk menjadi  expert, antara
lain menunjukkan pegangan klinis dan sumber praktis, mewujudkan proses know-how, melihat
gambaran yang luas, melihat yang tidak diharapkan. Namun, Benner tidak secara detail
memaparkan empat aspek utama ini dalam kaitannya dengan praktik keperawatan sehingga
dalam hal ini kelompok kurang  memahami maksud dari keempat aspek tersebut. Meskipun
demikian, karya Benner saat ini banyak memberikan konstribusi untuk pemahaman praktik klinis
serta pengetahuan keperawatan yang diaplikasikan dalam praktik.
Konstribusi Benner berdasarkan lima tahapan akuisisi peran yang dikembangkannya dari model
Dryfus ini menjadi dasar dalam penerapan model jenjang karir perawat yang kemudian
dikembangkan lagi oleh Swansburg tahun 2000. Suroso (2011), juga menjelaskan pada
perkembangannya model jenjang karir perawat diterapkan dan dikembangkan di berbagai
Negara, seperti USA, UK, Kanada, Taiwan, Jepang dan Thailand termasuk juga di Indonesia.
Jenjang karir perawat di Indonesai telah disusun oleh PPNI bersama departemen kesehatan
dalam bentuk pedoman jenjang karir perawat tahun 2006.

Suroso (2011) memaparkan seorang perawat diberi tanggung jawab dan wewenang sesuai
dengan tingkatan kompetensi yang dimilikinya (jenjang karir perawat). Tatanan pelayanan
pengembangan karir perawat menurut Depkes tahun 2006 dikaitkan dengan lima tahapan Benner
yaitu :

PK I : DIII, 2 tahun pengalaman atau Ners tanpa pengalaman dapat dikategorikan dalam
level  Novice.

PK II : DIII, 5 tahun pengalaman atau Ners pengalaman 3 tahun, dalam kategori Advanced


Beginner dimana pengalaman yang dimiliki belum cukup untuk dapat dilepaskan secara
mandiri dalam memberikan asuhan keperawatan.

PK III :  DIII, 9 tahun pengalaman atau Ners pengalaman 6 tahun, atau Sp1 tanpa pengalaman
dalam kategori Competent dimana perawat sudah mempunyai kemampuan
mempertimbangkan dan membuat perencanaan yang diperlukan, dan sudah mandiri.

PK IV : Ners, 9 tahun pengalaman, Sp1 pengalaman 2 tahun, Sp2 tanpa


pengalaman, Proficient mempunyai kemampuan melihat perubahan yang relevan serta
melibatkan keluarga dalam intervensi.

PK V : Sp1 pengalaman 4 tahun, Sp2 pengalaman 1 thn. Expert mampu mengidentifikasi area


dari masalah tanpa kehilangan pertimbangan waktu untuk membuat diagnose alternative
dan penyelesaian.
Selain penjelasan lima tahapan di atas, Benner juga menjelaskan pentingnya
konsep caring dalam praktik keperawatan. Benner memandang ”tanpa caring seseorang akan
menjadi memprihatinkan” sehingga konsepcaring ini menciptakan lingkungan dimana perawat
dapat memberikan asuhan kepada klien. Kesehatan dipandang tidak hanya terbebas dari penyakit
yang digambarkan sebagai pengalaman kehilangan atau gangguan fungsi tetapi juga kelainan
pada sel, jaringan, atau organ. Benner memaparkan manusia ada oleh karena eksistensi filosofi
dan kesatuan atau keutuhan manusia melalui proses perjalanan hidup. Menurut kelompok,
Banner masih secara abstrak menjelaskan manusia sebagai konsep utama keperawatan, dimana
Benner berpendapat manusia ada karena eksistensi filosofi. Kelompok membutuhkan penalaran
mendalam dalam memahami makna dan karakteristik manusia menurut Benner.

Penjelasan tentang stress dan koping cukup jelas dipaparkan oleh Benner. Benner menjelaskan
manusia tidak terlepas dari stress yang membutuhkan koping dalam mengatasi gangguan
penyebab stress yang terjadi. Stress juga membutuhkan caring dalam penanganannya. Pandangan
fenomenologi Benner didasarkan pada situasi. Manusia lebih terbiasa dengan dunia mereka
dibanding hidup dalam suatu lingkungan. Interpretasi seseorang berdampak pada setiap situasi.

B. Simplycity.

Teori Patricia Benner from Novice to Expert relatif sederhana dengan hanya membagi 5


tahapan Novice, advanced beginner, competent, proficient, dan expert. Namun menurut
kelompok,  tahapan ini hanya dapat digunakan sebagai kerangka kerja karena dalam
penerapannya yaitu pada penerapan jenjang karir disesuaikan dan dimodifikasi berdasarkan
situasi dan kondisi rumah sakit serta diperlukan adanya sosialisasi dan pemahaman dari perawat
dalam mengidentifikasi karakteristik dan tujuan dari setiap level yang ada. 
C. Generality.

Teori from Novice to Expert memiliki karakteristik yang universal, tidak dibatasi oleh umur,
penyakit, kesehatan atau lokasi praktek keperawatan. Selain iru, Model Benner ini hanya dapat
dibuktikan dengan menggunakan metodologi kualitatif yang terdiri dari 31 kompetensi, 7 domain
praktek keperawatan dan 9 domain perawatan kritis. Kelompok menganalisa bahwa perspektif
Benner adalah fenomenologi meskipun Model Benner didasarkan pada data based research yang
mendukung pengembangan praktik keperawatan.. Namun, kelompok berpendapat bahwasanya
model dengan perspektif fenomenologi seharusnya memiliki karakteristik tertentu tidak
universal, sehingga dalam praktiknya dapat secara spesifik ditentukan masalah keperawatan
berdasarkan tingkat umur terkait stress dan koping serta pengaruhnya terhadap empat asumsi dari
paradigma keperawatan, yaitu manusia, kesehatan, keperawatan, dan lingkungan.

Kelompok berpendapat Benner merupakan tokoh keperawatan dengan dedikasi yang begitu luar


biasa. Metode Benner banyak diadopsi oleh praktisi dan dikembangkan dalam praktik
keperawatan, pendidikan, dan penelitian. Salah satunya, analisa kasus Banner digunakan dalam
proyek kolaborasi universitas pendidikan keperawatan dengan rumah sakit pendidikan. Selain
itu, di bidang pendidikan menjadi perhatian besar bagi Banner tentang pembelajaran berdasarkan
pengalaman. Namun, kelompok masih kurang memahami alasan Benner mengapa beliau sangat
mengkritisi konsep competency-based testing.Sampai saat ini konsep competency-based
testing tetap diperlukan dalam uji kompetensi selain dari segi keahlian yang dimiliki. Menurut
kelompok, seorang perawat profesional adalah perawat yang mampu mengintegrasikan
pemahaman analisa kasus berdasarkan tes tertulis dan tes praktik.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan.

Untuk dapat menerapkan konsep Caring, Clinical Wisdom, and Ethics In Nursing


Practice Caring dengan baik, seorang perawat harus mempunyai bekal ilmu pengetahuan serta
ditunjang dengan pengalaman dan keterampilan yang memadai. Proses keperawatan diawali dari
SDM perawat, semakin piawai maka praktik yang dilakukan terhadap klien akan semakin baik.

Anda mungkin juga menyukai