Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PELAYANAN KEBIDANAN BERBASIS KEADILAN GENDER


Instrumen Kajian Sensitif Gender dan Budaya dalam Pelayanan Kebidanan, Penelitian
dan Evaluasi Program

DISUSUN OLEH : Kelompok 4

Cicih Aulia

Hesti Ufiasih

Janeta Lucky Safitri

Mira Marliani

Murti Utaminingsih

Weny Yulanda

Dosen Mata Kuliah :

Dr. Indra Supradewi, SKM, MKM

JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PRODI SARJANA TERAPAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN AKADEMIK 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan kuasa-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai Instrumen Kajian Sensitif
Gender dan Budaya dalam Pelayanan Kebidanan, Penelitian dan Evaluasi Program yang
diberikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak
sedikit masalah yang dihadapi, namun berkat kerja keras serta bantuan dari berbagai pihak,
semua masalah tersebut dapat teratasi dengan baik. Oleh karena itu, penulis berterimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan
makalah ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun guna kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.

Jakarta, Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan..................................................................................................................1

Bab II Tinjauan Pustaka


A. Definisi..................................................................................................................2
B. Budaya Dalam Pelayanan Kebidanan Berdasarkan Gender..................................3
C. Kesetaraan Gender Menjadi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).........3
D. Kesetaraan Gender Sebagai Tujuan dalam RPJMN 2020-2024...........................5
E. Kerangka Analisis Gender..............................................................................................7
F. Instrumen Gender di Indonesia.............................................................................15
G. Gender Analysis Pathway (GAP)..........................................................................18

Pembahasan Jurnal.........................................................................................................24

Bab III Penutup


A. Kesimpulan............................................................................................................27
B. Saran......................................................................................................................27

Daftar Pustaka.................................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laki-laki dan wanita memiliki perbedaan yang dapat dilihat dari nilai dan
tingkah laku. sifat dan perilaku yang di lekatkan pada laki – laki dan perempuan yang
di bentuk secara social maupun budaya disebut gender. Kata gender dapat diartikan
sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat
proses sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
Ada perbedaan secara biologis antara perempuan dan laki-laki-namun
kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial
tentang kepantasan dalam berperilaku, dan pada gilirannya hak-hak, sumber daya, dan
kuasa. Kendati tuntutan ini bervariasi di setiap masyarakat, tapi terdapat beberapa
kemiripan yang mencolok. Misalnya, hampir semua kelompok masyarakat
menyerahkan tanggung jawab perawatan anak pada perempuan, sedangkan tugas
kemiliteran diberikan pada laki-laki atau contoh lainnya seperti hampir setiap
pasangan usia subur yang melakukan KB adalah wanita sementara hanya sedikit laki-
laki yang melakukan KB.
Sementara itu, manusia tidak lahir dengan membawa budayanya, melainkan
budaya tersebut di wariskan dari generasi ke generasi. Sebagaimana halnya ras, etnik,
dan kelas, gender adalah sebuah kategori sosial yang sangat menentukan jalan hidup
seseorang dan partisipasinya dalam masyarakat dan ekonomi. Tidak semua
masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan ras atau etnis, namun semua
masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan gender-dalam bentuk kesenjangan
dan perbedaan-dalam tingkatan yang berbeda-beda. Seringkali dibutuhkan waktu
cukup lama untuk mengubah ketidakadilan ini. Suasana ketidakadilan ini terkadang
bisa berubah secara drastis karena kebijakan dan perubahan sosial-ekonomi.

B. Tujuan
Tujuan utama dari penulisan makalah ini memahami instrumen kajian sensitif
gender dan budaya dalam pelayanan kebidanan, penelitian dan evaluasi program

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Gender
Gender adalah konsep hubungan social yang membedakan (memilahkan atau
memisahkan ) fungsi dan peran antara laki – laki dan perempuan itu tidak di tentukan
karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan di bedakan
menurut kedudukan, fungsi, dan peranan masing – masing dalam berbagai bidang
kehidupan dan pembanguan (suyanto, 2010 )
Gender merupakan perbedaan yang terlihat antara laki – laki dan perempuan
apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender itu berasal dari bahasa latin “genus”
yang berarti jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang di lekatkan pada
laki – laki dan perempuan yang di bentuk secara social maupun budaya.

2. Budaya
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata budaya berasal dari Bahasa
sansekerta “bodhya” yang berarti akal budi. Menurut schiffman (2008) budaya adalah
kumpulan tentang keyakinan, nilai, adat yang berfungsi untuk mengarahkan perilaku
konsumen di anggota masayarakat tertentu.
Menurut Sarwono (2015:3) budaya adalah suatu set dari sikap, perilaku dan
symbol-simbol yang dimiliki bersama oleh orang – orang dan biasanya di
komunikasikan dari satu generasi berikutnya. Manusia tidak lahir dengan membawa
budayanya, melainkan budaya tersebut di wariskan dari generasi ke generasi.

3. Sensitif gender
Sensitif gender merupakan suatu kesadaran tentang ketidaksetaraan gender dapat
menimbulkan ketidakadilan social. Masyarakat yang sensitif gender akan menjadi
masyarakat yang sadar gender dimana masyarakat akan mempunyai cara pandang
bahwa konstruksi gender dapat mempengaruhi kehidupan social dan kebijakan public.
Kepedulian gender atau sensitif gender dimasyarakat dapat dimulai di tataran
keluarga, seorang suami yang sensitif gender akan sangat mempengaruhi
kelangsungan keharmonisan keluarga. Keluarga yang harmonis menjadi salah satu
factor ketahanan keluarga.

4. Analisis gender
Analisis gender adalah sebuah proses analisa yang di gunakan untuk mengetahui
peran perempuan dan laki – laki yang berkaitan dengan apa yang mereka lakukan, dan
sumber daya apa yang mereka miliki.
Analisis gender dianggap sebagai kritisi baru yang memfokuskan perhatiannya
pada relasi social antara laki – laki dan perempuan, terutama pada ketidakadilan
struktur dan sistem yang disebabkan oleh gender. Oleh karena hal tersebut alat
analisis gender dapat di pahami sebagai konsep yang di gunakan untuk mengenali
adanya ketidakadilan di balik perbedaan relasi social laki-laki dan perempuan.

2
B. Budaya dalam Pelayanan Kebidanan Berdasarkan Gender
Budaya dalam pelayanan kebidanan berdasarkan gender yang sering terjadi di
dalam masyarakat salah satunya yaitu terkait Keluarga Berencana (KB). Didalam
budaya masyarakat bahwa yang dianjurkan untuk KB adalah istri, sedangkan dalam
pelayanan KB itu ada pelayanan KB yang dapat di gunakan oleh laki – laki, yaitu
coitus interuptus, MOP Vasektomi dan Kondom.
1. Coitus interuptus
Coitus interuptus atau senggama terputus yaitu metode keluarga berencana
tradisional atau alamiah, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari
vagina sebelum mencapai ejakulasi. Banyak suami yang tidak mau melakukan ini
karena memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual (orgasme).
2. Kondom
Kondom adalah cara KB yang di sarungkan ke alat kelamin laki – laki. Alat
kondom merupakan alat KB yang familiar dan cukup banyak di gunakan oleh
suami saat bersenggama namun yang membuat beberapa suami tidak mau
menggunakannya karena mengurangi kenikmatan berhubungan seksual (orgasme)
3. MOP (Metode Operasi Pria) Vasektomi
Vasektomi adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm) pada vasa deferensia
atau tindakan operasi ringan dengan cara mengikat dan memotong vas deferen
sehingga sperma tidak dapat lewat dan air mani tidak mengandung spermatozoa
sehingga tidak terjadi pembuahan . operasi berlangsung kurang lebih 15 menit
pasien tidak perlu rawat inap. Sperma yang sudah di bentuk oleh tubuh tidak di
keluarkan melainkan, di serap dan di hancurkan oleh tubuh. Yang membuat MOP
jarang di minati oleh suami yaitu karena di perlukan tindakan operatif,
menimbulkan nyeri dan tidak nyaman bahkan kadang terjadi komplikasi seperti
infeksi, pembengkakan dan perdarahan.
Hal tersebut di atas merupakan contoh budaya pelayanan yang sering terjadi di
masyarakat dan lebih sering perempuanlah yang diharuskan menggunakan alat
kontrasepsi.

C. Kesetaraan Gender Menjadi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)


Komitmen pemerintah dalam memastikan pembangunan manusia Indonesia berbasis
gender diperkuat melalui turut sertanya Negara Indonesia dalam memenuhi target
pembangunan di tingkat global. Setelah Millennium Development Goals (MDGs) yang
berakhir tahun 2015, saat ini Indonesia sedang menjalankan target Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs). Terdapat 17 tujuan utama yang
disepakati dalam SDGs yang lahir pada tahun 2012 melalui pertemuan Konferensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pembangunan Berkelanjutan di Rio de
Janeiro. Upaya dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) ini
ditargetkan dapat tercapai dalam 15 tahun atau di tahun 2030 (UNDP, 2020).
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs), 2015-
2030

3
1. Pengentasan segala bentuk kemiskinan di semua tempat.
2. Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta
meningkatkan pertanian berkelanjutan.
3. Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk
semua usia.
4. Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan
kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan.
6. Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan
untuk semua.
7. Menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan dan modern untuk
semua.
8. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan
kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.
9. Membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri inklusif dan
berkelanjutan, serta mendorong inovasi.
10. Mengurangi Kesenjangan Intra-Dan Antarnegara
11. Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh, dan Berkelanjutan.
12. Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
13. Mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya.
14. Melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya Kelautan dan
samudera untuk pembangunan yang berkelanjutan.
15. Melindungi, merestorasi dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem
daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan
degradasi lahan, serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati.
16. Menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk pembangunan berkelanjutan,
menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun kelembagaan yang
efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan
17. Menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk
pembangunan berkelanjutan
SDGs memuat 17 tujuan yang terbagi ke dalam 169 target. Pembangunan berbasis
gender tercantum secara eksplisit dalam tujuan ke-5, “Mencapai Kesetaraan Gender dan
Memberdayakan Kaum Perempuan dan Anak”. Adanya tujuan kesetaraan gender sebagai
salah satu tujuan SDGs menguatkan urgensi kesetaraan gender dalam pembangunan
manusia. Kemajuan suatu negara tidak dapat dicapai tanpa adanya kesetaraan gender. Hal
ini tampak menjadi kesadaran seluruh bangsa yang menjadi anggota PBB, termasuk
Indonesia, untuk memastikan segala diskriminasi berbasis gender harus diakhiri agar
kemajuan negara melalui pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.
Di dalam tujuan ke-5, SDGs menetapkan sejumlah target capaian yang menjadi
indikator keberhasilan dari tujuan kesetaraan gender, yaitu (www.un.org, 2020):
1. Mengakhiri semua bentuk diskriminasi terhadap semua perempuan dan anak
perempuan dimanapun

4
2. Menghapuskan semua bentuk kekerasan terhadap semua perempuan dan anak
perempuan di ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan orang dan eksploitasi
seksual dan berbagai jenis eksploitasi lainnya
3. Menghapus kan semua praktik berbahaya, seperti anak, pernikahan dini dan paksa,
serta mutilasi alat kelamin wanita
4. Mengenali dan menghargai pekerjaan mengasuh dan pekerjaan rumah tangga yang
tidak dibayar melalui penyediaan pelayanan publik, infrastruktur dan kebijakan
perlindungan sosial dan peningkatan tanggung jawab bersama dalam rumah tangga
dan keluarga yang tepat secara nasional
5. Menjamin partisipasi penuh dan efektif serta kesempatan yang sama bagi perempuan
untuk kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan
politik, ekonomi dan masyarakat
6. Menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi dan hak
reproduksi seperti yang telah disepakati sesuai dengan Program Aksi Konferensi
Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan dan Platform Aksi Beijing
serta dokumen-dokumen hasil reviu dari konferensi-konferensi tersebut.
7. Melakukan reformasi untuk memberikan perempuan hak yang sama atas sumber daya
ekonomi, serta akses ke kepemilikan dan kendali atas tanah dan bentuk properti
lainnya, layanan keuangan, warisan dan sumber daya alam, sesuai dengan hukum
nasional
8. Meningkatkan penggunaan teknologi yang memungkinkan, khususnya teknologi
informasi dan komunikasi, untuk mempromosikan pemberdayaan perempuan
9. Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang kuat dan perundang-undangan yang
dapat ditegakkan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan semua
perempuan dan anak perempuan di semua tingkatan

D. Kesetaraan Gender Sebagai Tujuan dalam RPJMN 2020-2024

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019


secara tegas menempatkan kesetaraan gender sebagai salah satu pertimbangan mendasar

5
dalam penyusunan rencana pembangunan di Indonesia. Sumber Daya manusia (SDM)
diposisikan sebagai modal utama dalam pembangunan nasional sehingga kualitas SDM
menjadi prioritas utama pembangunan. Untuk mengukur capaian kesetaraan gender,
RPJMN menggunakan tiga indikator yang telah disepakati secara global, yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG).
Dalam memastikan kesetaraan gender terintegrasi dalam pembangunan di Indonesia,
pemerintah menyadari adanya sejumlah tantangan dalam pembangunan SDM. Secara
khusus, dalam bidang kesetaraan gender, RPJMN menyebutkan adanya sejumlah
tantangan yang diidentifikasi, yaitu:
1. Tantangan dalam pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah meningkatkan
upaya promotif dan preventif; meningkatkan pelayanan kesehatan ibu anak, perbaikan
gizi (spesifik dan sensitif), mengendalikan penyakit menular maupun tidak menular,
meningkatkan pengawasan obat dan makanan, serta meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan.
2. Tantangan dalam pembangunan pendidikan adalah mempercepat peningkatan taraf
pendidikan seluruh masyarakat untuk memenuhi hak seluruh penduduk usia sekolah
dalam memperoleh layanan pendidikan dasar yang berkualitas, dan meningkatkan
akses pendidikan pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi; menurunkan
kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok sosial-ekonomi, antarwilayah dan
antarjenis kelamin, dengan memberikan pemihakan bagi seluruh anak dari keluarga
kurang mampu; serta meningkatkan pembelajaran sepanjang hayat.
3. Tantangan dalam mempercepat peningkatan kesetaraan gender dan peranan
perempuan dalam pembangunan adalah meningkatkan pemahaman, komitmen, dan
kemampuan para pengambil kebijakan dan pelaku pembangunan akan pentingnya
pengintegrasian perspektif gender di semua bidang dan tahapan pembangunan,
penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender termasuk perencanaan dan
penganggaran yang responsif gender di pusat dan di daerah; dan
4. Tantangan dalam peningkatan perlindungan perempuan dan anak dari tindak
kekerasan dan perlakuan salah lainnya adalah merubah sikap permisif masyarakat dan
praktek budaya yang toleran terhadap kekerasan dan perlakuan salah lainnya, serta
melaksanakan sistem perlindungan perempuan dan anak secara terkoordinasi dan
menyeluruh mulai dari upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi
Meskipun target capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG) di tahun 2019 tidak disebutkan angkanya, namun RPJMN
telah mentargetkan adanya peningkatan capaian IPG dari sebesar 69,6 di tahun 2013 dan
IDG sebesar 70,5 di tahun 2013 menjadi meningkat di tahun 2019. Dalam memastikan
target ini, di dalam Matriks Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan
Beragama yang menjadi lanjutan dokumen RPJMN disebutkan adanya sembilan sasaran
bidang yang lima diantaranya terkait langsung dengan kesetaraan gender, yaitu:
1. Meningkatnya kesertaan ber-KB dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh
seimbang;

6
2. Meningkatnya status gizi masyarakat, status kesehatan ibu dan anak, meningkatnya
pengendalian penyakit menular di lingkungan, dan meningkatnya perlindungan
finansial;
3. Meningkatnya taraf pendidikan penduduk;
4. Tersedianya layanan publik serta lingkungan dan sistem sosial yang inklusif bagi
penyandang disabilitas dan lanjut usia, meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang
memiliki regulasi untuk pengembangan akses lingkungan insklusif bagi disabilitas
dan lanjut usia, terbangunnya sistem dan tata kelola layanan dan rehabilitasi sosial
yang terintegrasi dan partisipatif melibatkan pemerintah daerah, masyarakat dan
swasta;
5. Meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya pemenuhan hak semua anak,
termasuk anak dalam kondisi khusus, meningkatnya perlindungan perempuan dan
anak dari berbagai tindak kekerasan

E. Kerangka Analisis Gender


Kerangka analisis perencanaan gender atau disingkat kerangka analisis gender
merupakan upaya untuk menerjemahkan ide-ide dari analisis gender yang “akademis”
serta “konseptual” ke dalam kerja-kerja dan panduan untuk para praktisi LSM, pekerja-
pekerja pembangunan, relief.
Kerangka-kerangka ini digunakan untuk memperkenalkan secara singkat konsep
gender bagi mereka yang ‘awam’ dengan issu perempuan/gender dalam pembangunan,
dengan menekankan bahwa gender adalah isu pembangunan dan bahwa pembangunan
tidak bebas nilai sehingga potensial menindas gender tertentu. Tidak dimaksudkan untuk
terjebak dalam berpikir secara “mengisi matrix” semata dan terkotak-kotak, tetapi
memberikan dasar-dasar analisis gender.
Di samping itu, kegunaan lain adalah bisa dijadikan dasar kebijakan gender (gender
policy) pada institusi-institusi seperti masyarakat sipil, LSM, CBOs, NGOs, BRA,
pemerintahan dan sebagainya. Umumnya, kerangka analisis gender yang berbeda
digunakan untuk saling melengkapi demi menjawabi kebutuhan suatu kebijakan lembaga.
Ada banyak model yang sering digunakan tetapi yang akan diperkenalkan di sini
adalah 4 jenis alat analisis yang berbeda satu sama lain, yakni Kerangka Harvard, Moser,
Longway dan Kerangka Relasi Sosialnya Naila Kabeer.
1. Kerangka Harvard (Harvard Framework)
Kerangka analisis gender Harvard lebih concern dengan membuat pembagian
kerja gender (division of labour), peran dalam pengambilan keputusan, tingkat control
atas sumberdaya yang kelihatan.
Sebagai konsep dan alat, ini dibutuhkan data detail bagi perencanaan gender.
Implikasi perencanaan program terhadap gender perempuan adalah diperlukan analisis
yang menutupi bolong (gaps) pada level beban kerja, pengambilan keputusan dsb
antara perempuan dan laki-laki.
Tiga data set utama yang diperlukan:
a) Siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan berapa banyak alokasi waktu yang
diperlukan? Hal ini dikenal sebagai “Profil Aktifitas”.

7
b) Siapa yang memiliki akses dan kontrol (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber
daya tertentu? Hal ini kerap dikenal dengan “Profil Akses dan Kontrol” Siapa
yang memeliki akses dan kontrol atas “benefit” seperti produksi pangan, uang
dsb?
c) Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender,
serta akses dan kontrol yang ada pada “profil aktifitas” dan “profil akses dan
kontrol”.

Tujuan dari alat analisis ini adalah:


a) Membedah alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan perempuan
b) Membantu perencana proyek untuk lebih efisien dan meningkatan produtifitas
secara keseluruhan
Tabel Alat Profil Aktifitas
Aktifitas Perempuan Laki-laki
Aktifitas produksi
 Pertanian
 Livelihood
 Pekerjaan
 Peternakan
 Perikanan
 Dsb
Aktifitas reproduksi
 Mengambil air
 Pemenuhan energi KK
 Penyiapan makanan
 Menjaga anak
 Kesehatan
 Membersihkan rumah
 Memperbaiki rumah
 Belanja/jual di/ke Pasar

Catatan: Parameter lainnya perlu juga dilihat namun bergantung dari konteks:
 Gender dan dominasi umur: indetifikasi yang lebih jelas soal perempuan
dewasa, laki-laki dewasa, anak-anak, dan/atau orang tua yang melakukan
aktifitas tertentu
 Alokasi waktu: perlu dihitung prosentasi alokasi waktu untuk tiap aktifitas dan
apakah dilakukan secara harian atau kadang-kadang?
 Lokus aktifitas: perlu dilihat secara jeli di mana suatu kegiatan dilakukan
supaya bisa melihat peta mobilitas penduduk.

Tabel Profil Akses dan Kontrol atas sumber daya dan benefit
Akses Kontrol
Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki
Sumber daya
 Tanah
 Alat produksi
 Tenaga kerja
 Cash/uang
 Pendidikan
 Pelatihan

8
 Tabungan
 Dll
Benefit
 Aset kepemilikan
 Non pendapatan
 Kebutuhan dasar
 Pendidikan
 Kekuasaan politis
 dll

Tabel Faktor saling pengaruh antara “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”.
Faktor Pengaruh Hambatan Kesempatan
(constraints) (opportunities)
Norma-norma dan
hierarki sosial
Faktor demografi
Struktur kelembagaan
Faktor ekonomi
Faktor politik
Parameter hukum
Training
Sikap komunitas
terhadap pihak luar spt
LSM?
Dll

Kekuatan/keutamaan dari Kerangka Harvard:


 Praktis dan mudah digunakan khususnya pada analisis mikro yakni level
komunitas dan keluarga
 Berguna untuk baseline informasi yang detail
 Fokus pada hal-hal yang kasat mata, fakta objektif, fokus pada perbedaan gender
dan bukan pada kesenjangan
 Gampang dikomunikasikan pada pemula/awam

Keterbatasan:
 Tidak ada fokus pada dinamika relasi kuasa dan kesenjangan (inequality)
 Tidak efektif untuk sumberdaya yang tidak kasat mata seperti jaringan sosial dan
sosial kapital
 Terlalu menyederhanakan relasi gender yang kompleks, kehilangan aspek
negosiasi, tawar-menawar dan pembagian peran.

2. Kerangka Moser
Dikenal juga sebagai “the University College-London Department of Planning
Unit (DPU) Framework”. Secara singkat, kerangka ini menawarkan pembedaan
antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas
dan berfokus pada beban kerja perempuan. Uniknya, ia tidak berfokus pada
kelembaggan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga.
Tiga konsep utama dari kerangka ini adalah:

9
a) Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja reproduksi, kerja
produktif dan kerja komunitas. Ini berguna untuk pemetaan pembagian kerja
gender dan alokasi kerja
b) Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis
bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan
transformasi status dan posisi perempuan (spt subordinasi).
c) Pendekatan analisis kebijakan – dari fokus pada kesejahteraan (welfare),
Kesamaan (equlity), anti kemiskinan, effisiensi dan pemberdayaan atau dari WID
ke GAD.

Tabel Tiga alat utama Kerangka Moser


Alat 1: Peran lipat tiga (triple roles) A. Kerja reproduksi perempuan
Perempuan B. Kerja Produktif
C. Kerja komunitas
Alat 2: Gender need assessment A. Kebutuhan/kepentingan praktis
B. Kebutuhan/kepentingan strategis
Alat 3: Gender Disaggregated data - intra- Siapa mengotrol apa dan siapa yang memiliki
household kekuasaan atas pengambilan keputusan?

Kekuatan/Keutamaan Kerangka Moser:


 Mampu melihat kesenjangan perempuan dan laki-laki
 Penekanan pada seluruh aspek kerja di mana membuat peranan ganda perempuan
terlihat
 Menekankan dan mempertanyakan asumsi dibalik proyek-2 intervensi
 Penekanan pada perbedaan antara memenuhi kebutuhan dasar-praktis dengan
kebutuhan strategis

Keterbatasan/Kelemahan Kerangka Moser:


 Fokus pada perempuan dan laki-laki dan tidak pada relasi sosial
 Tidak menekanakan aspek lain dari kesenjangan spt akses atas sumber daya
 Jika ditanyakan, perempuan akan mengidentifikasikan kebutuhan praktisnya.
Menemukan ukuran-2 kebutuhan strategis sulit. Perubahan strategis adalah sebuah
proses yang kompleks dan kontradiktif. Dalam prakteknya, sesuatu yang praktis dan
strategis berkaitan erat.
 Pendekatan kebijakan yang berbeda-2 bercampur dalam prakteknya
 Kerja secara efektif lebih berfungsi sebagai alat analisis intervensi ketimbang
perencanaan.

10
Table Perkembangan Pendekatan Kebijakan Gender (dari Moser 1989)
Pendekatan Tujuan Implementasi Asumsi
kebijakan
Kesejahteraan Melibatkan Proyek-2 kesejahteraan -Perempuan dilihat sebagai
(Welfare) 1950- perempuan dalam social focus pada bantuan penyebab ketertinggalan
1970, masih kegiatan pangan, nutrisi spt. -peran pasif perempuan dalam
digunakan pembangunan Ketrampilan masak yang penelitian pertanian, SDA dan
semata-mata sebagai lebih tinggi, dan proyek-2 pembangunan
“ibu yang lebih baik” KB -Tidak ada kaitan antara
dan ibu rumah tangga perempuan, gender dan isu
strategis spt nutrisi, kesehatan dan
pangan
Kesamaan -upaya mensejajarkan Asalinya dikenal dengan -pengakuan atas ”triple roles”
(Equity) perempuan dalam istilah ”Perempuan dalam perempuan dalam pembangunan
1975-1985, pembangunan pembangunan – pada ranah rumah tangga,
sangat -mempromosikan WID/Women in ekonomi dan komunitas
dipromosikan perempuan sebagai Development” yang -pengakuan bahwa perempuan
pada konferensi peserta aktif dalam dipromosikan pada memiliki hak-hak dasar tapi juga
perempuan I pembangunan permulaan dekade kebutuhan strategis
-menjawab masalah Perempuan PBB dan -penelitian pertanian dan SDA
subordinasi ”Nairobi Forward mulai mengakui peran lipat tiga
perempuan dalam Looking Strategies” dan kebutuhan strategis
pembangunan perempuan dalam pembangunan
-perempuan mulai dilihat sebagai
korban pembangunan
Anti -untuk Proyek-2 WID berubah -Prioritas utama pada kerentanan
Kemiskinan meningkatakan fokus pada proyek-2 dan marginalisasi ekonomi
1970an produktifitas income generating (IGA) perempuan
perempuan miskin skala kecil, proyek-2 -penelitian-2 pertanian dan
-pengentasan kerajinan tangan adalah pembangunan mulai konsentrasi
kemiskinan melalui tipikal “proyek pada IGA perempuan tapi belum
peningkatan produksi perempuan” melihat kepentingan strategis
perempuan
Effisiensi -mengentaskan -Proyek-2 WID berfokus -Perempuan diakui produktif
1980an kemiskinan dengan pada proyek-2 sektoral dalam pertanian dan management
meningkatkan seperti perempuan dan SDA.
efisiensi dalam kehutanan, perempuan -perempuan dilihat sebagai solusi
penelitian dan dan perikanan dsb. terhadap pembangunan; waktu
pembangunan -proyek-2 pembangunan mereka dilihat sebagai elastis
-meningkatkan masih berkutat pada -relasi gender sebagai relasi kuasa
partisipasi perempuan pemenuhan kebutuhan belum dikenali
dalam penelitian dan dasar perempuan -Pengarusutamaan isu perempuan
pembangunan -beberapa proyek mulai dan gender dalam pembangunan
mengadopsi perspektif untuk efisiensi sumber daya
gender ketimbang proyek
berbicara semata tentang
perempuan
Pemberdayaan -pemberdayaan Gender dan pembangunan -pengakuan bahwa walaupun
Akhir 1980an perempuan melalui (GAD-gender and fokus pada peran perempuan
hak yang lebih besar development) berfokus adalah penting, namun relasi
untuk menentukan pada kebutuhan dasar dan dengan laki-2 dan seluruh sistim
nasip sendiri strategis dan kerap politik dan ekonomi adalah sangat
-sub-ordinasi sebagai dipisahkan. penting
akibat dari -Perempuan sebagai agen
penindasan laki-2 pembangunan dan agenda kolektif
tapi juga sistim yang perempuan adalah penting
meninda laki-2 -Perlu dikaji ulang penelitian dan
terlebih perempuan pembangunan

11
3. Longwe Framework – Kerangka Kerja ”Pemberdayaan”
Kerangka Longwe berfokus langsung pada penciptaan situasi/pengkondisian
di mana masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe
menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality)
di mana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak
pernah sama dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal). Pengambilan
keputusan (kontrol) merupakan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan
(equality).
Dalam assessment proyek, kerangka Longwe bisa diturunkan menjadi dua
alat:
a) Level kesederajatan (Equality level)
Tujuan utama alat ini adalah untuk menilai apakah sebuah proyek/program
intervensi pembangunan mampu mempromosikan kesederajatan dan
pemberdayaan perempuan atau tidak.
Asumsi dasar dibalik alat ini adalah bahwa titik tercapainya kesederajatan
(equality) antara perempuan dan laki-laki mengindikasikan level pemberdayaan
perempuan. Ada lima level dalam aras kesederajatan dan pemberdayaan yang
perlu dicermati:
Bentuk ini, seolah mengikuti alur pikirnya Abraham Maslow tentang teori
hierarki of human needs, dengan meletakan kebutuhan dasar-praktikal pada titik
yang paling bawah dan kebutuhan ”aktualisasi diri” sebagai kebutuhan tertinggi
diterjemahkan sebagai ”kontrol dan decision making”. Tentunya, ilustrasi ini
memiliki kelemahan dan terkesan dipaksakan.

Tabel 6. Level kesederajatan dan pemberdayaan


Equality Pemberdayaan
Perempuan Laki-laki perempuan Laki-laki
Kontrol (decision Making)

Partisipasi

Kesadaran Kritis
(conscienticicao)
Akses

Welfare (kebutuhan dasar-


praktis)
Anak panah di atas menunjukan arah peningkatan menuju pemberdayaan dan
equality.

b) Isu Spesifik Perempuan – dengan tujuan pada pengenalan akan kebutuhan


spesifik perempuan.
Asumsi utamanya adalah bahwa semua isu perempuan berkaitan dengan
equality dalm peran sosial dan ekonomis. Tiga level pengenalan atas isu
perempuan di dalam proyek adalah NEGATIF, NETRAL & POSITIF.

12
4. Kerangka Relasi Sosial
Kerangka “relasi social” ini awalnya dikemukakan oleh Naila Kabeer yang
sebelumnya adalah pengajar pada Institute of Development Studies, Sussex, UK.
(Lihat Reversed Realities: Gender Hierarchies in Development, Verso, 1994).
Tujuan dari kerangka ini adalah untuk:
 Menganalisis ketimpangan gender yang ada di dalam distribusi sumber daya,
tanggung jawab dan kekuasaan.
 Menganalisis relasi antara orang, relasi mereka dengan sumber daya, aktifitas dan
bagaimana posisi mereka melailui lensa kelembagaan.

 Menekankan kesejahteraan manusia (human well-being) sebagai tujuan utama


dalam pembangunan

Kerangka ini didasarkan pada ide bahwa tujuan pembangunan adalah pada
kesejahteraan manusia (human well-being), yang terdiri atas survival, security dan
otonomi. Produksi dilihat bukan hanya relasinya terhadap pasar, tetapi juga
reproduksi tenaga kerja, kegiatan subsistent, dan kepedulian lingkungan hidup.
Kemiskinan dilihat sebagai relasi social yang tidak seimbang, yang dihasilkan
oleh ketidak seimbangan distrubusi sumber daya, klaim, dan tanggun jawab. Relasi
gender adalah salah satu tipe relasi social. Relasi social bukanlah sesuatu yang kaku
dan kekal. Mereka dapat dan berubah melalui faktor-faktor seperti perubahan makro
atau agen manusia. Relasi social termasuk sumber daya yang dimiliki orang.
Perempuan miskin kerap dikeluarkan dari akses dan kempemilikan atas sumber daya
dan bergantung pada hubungan patron dan ketergantungan. Pembangunan dapat
menolong si miskin untuk membangun solidaritas, reciprocity and otomomi dalam
akses terhadap sumber daya
Kelembagaaan menjamin produksi, memperkuat dan reproduksi relasi social, dan
karena itu perbedaan social dan kesenjangan. Ketimpangan gender di reproduksi
bukan hanay di level KK, tapi melalui sekelompok kelembaggaan termasuk
komunitas internasional, negara dan pasar. Kelembagaan didefinisikan sebagai
kerangka yang nyata atas aturan main organsasi sebagai bentuk structural khusus
Oleh karena itu analisis gender mengandung pengertian atau pemahaman untuk
melihat pada bagaimana kelembagaan menciptakan dan mereproduksi ketidak
seimbangan dan ketimpangan. Ada empat ranah kelembaggan utama yakni negara,
pasar, komunitas dan keluarga.

Tabel Ranah Kelembagaan


Ranah Bentuk organisasi/struktur
Kelembagaan
Negara Lembaga hukum, administrasi, militer, GAM dsb
Pasar Perusaan, tukang kredit, industri pertanian, multi nasionanl
dsb.,
Komunitas Lembaga nonformal gampong, organisasi desa, PKK, jaringan
informal, relasi patron-client, NGOs, panglima Laot dsb.
Keluarga- Rumah tangga, garis keturunan, keluarga household, extended

13
kekerabatan families, lineage groupings

Lima dimensi relasi social kelembagaan yang relevan dengan gender analisis:
a) Aturan (Rules), atau bagaimana aturan main yang terjadi; apakah memperkuat
atau menghambat? Aturan tertulis atau tidak (informal)
b) Aktifitas (Activities), yakni siapa melakukan apa, siapa mendapatkan apa, siapa
berhak mengklaim atas apa. Aktifitas bisa saja yang bersifat produktif, regulative,
dan distributive.
c) Sumber daya, yakni yang yang digunakan, apa yang diproduksikan, termasuk
input sdm (tenaga kerja, pendidikan), material (pangan, capital aset, dan
sebagainya), ataupun yang tidak kelihatan seperti kehendak baik, informasi dan
jaringan.
d) Orang (People), yakni siapa yang terlibat, siapa yang pergi, siapa melakukan apa?
Kelembagaan relative selektif dalam masukan atau mengeluarkan orang,
menugaskan mereka pada sumber daya dan tanggung jawab, memposisikan
mereka dalam hierarkis dsb.
e) Kekuatan (Power), yakni siapa mengontrol, memutuskan dan kepentingan siapa
yang dilayani.
f) Analisis kelembagaan ini menyingkapkan beta gender dan berbagai jenis
kesenjangan/ketimpangan diproduksi dan direproduksi ulang.

Naila Kabeer mengkalsifikasikan kebijakan pembangunan sebagai berikut:


a) Gender-blind (Buta gender)
 Tidak membedakan perbedaan perempuan dan laki-laki
 Terjebak ‘built in”
 Cenderung mengeluarkan perempuan
b) Sadar gender (Gender-aware)
 Mengenali perbedaan antara prioritas dan kebutuhan perempuan dan laki-laki

Tabel Kebijakan sensitive gender ada tiga jenis:


gender-  dalam terang perbedaan gender, targeting layanan kebutuhan praktis
neutral perempuan dan laki-laki
 Bekerja dalam kondisi yang ada untuk pembagian kerja atas sumber
daya dan tanggung jawab berbasi gender
gender-  dalam terang perbedaan gender, merespon kebutuhan praktis
specific perempuan dan laki-laki secara spesifik
 Bekerja dalam kondisi yang ada untuk pembagian kerja atas sumber
daya dan tanggung jawab berbasis gender
gender  Dimaksudkan untuk transformasi relasi gender yang ada untuk
redistributive menciptakan keseimbagan relasi.
 Menargetkan secara spesifik perempuan dan laki-laki
 Bekerja untuk kebutuhan praktis gender secara transformative
 Bekerja untuk kebutuhan strategis gender

Kerangka analisisi relasi social menekankan pada akar masalah ketimpangan gender
dengan memetakan secara jelas apa sebab langsung (immediate), faktor kontributif
(underlying) dan yang bersifat structural.

14
Tabel Analisis Akar Masalah Gender – Pada Berbagai Aras
Analisis Akar Masalah Gender – Pada Berbagai Aras
Dampak jangka panjang
Dampak jangka menengah
(Intermediate)/underlying causes
Dampak Langsung (Immediate)
Masalah Utama
Dampak Langsung di level:
 Rumah tangga
 Komunitas
 Pasar
 Negara
Dampak jangka menengah
(Intermediate)/underlying causes
 Rumah tangga
 Komunitas
 Pasar
 Negara
 Rumah tangga
 Komunitas
 Pasar
 Negara

Kekuatan:
 Melihat kemiskinan bukan semata sebagai deprivasi material tetapi pada marginalisasi
social
 Mengkonsepkan gender sebagai pusat dari pembangunan dan bukan terpisah
 Menghubungkan analisis makro dan mikro.
 Membuat interaksi antara berbagai bentuk kesenjangan berbasis kelas, gender dan ras
 Memusatkan analisis pada kelembangaan dan memberikan inspirasi pada aspek
politik kelembagaan.
 Dinamis karena berupaya membongkar proses-proses pemiskinan dan pemberdayaan
 Bisa digunakan pada proyek level ataupun perencanaan kebijakan pada berbagai level.

Kelemahan
Karena lebih kompleks, analisis gender jadi bisa tenggelam dalam konteks yang lebih
luas.

F. Instrumen Gender di Indonesia


Salah satu isu pokok dalam arah dan sasaran kebijakan RPJMN 2020-2024 yang tidak
terukur melalui Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender (IKKG) adalah pokok kebijakan
yang ketiga, yaitu penguatan kelembagaan PUG. Sasaran dari kebijakan ini adalah
meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang
responsif gender di tingkat nasional dan daerah. Kebijakan ini ada dalam tataran yang
berbeda dengan kedua isu pokok lainnya, yaitu tataran variabel proses. Sebagai variabel
proses, penguatan kelembagaan PUG hanyalah sasaran antara dan bukan sasaran akhir

15
dari pembangunan. Meski demikian variabel proses ini berperan dalam mendukung
proses pembangunan kesetaraan dan keadilan gender. Karena itu, dalam tahap
analisisnya, IKKG perlu didukung oleh indikator-indikator yang mengukur variabel
proses tersebut, yaitu Indikator Kelembagaan Pengarusutamaan Gender (IKPUG).
IKPUG mengukur sejauh mana penguatan kelembagaan PUG sudah dapat tercapai.
Istilah ‘kelembagaan’ didefinisikan secara harfiah sebagai hal-hal yang terkait dengan
lembaga. Kata ‘lembaga’ di dalam kajian ini dimaksudkan untuk mencakup:
a. software dari pembangunan yaitu segala bentuk perundang-undangan,
termasuk kebijakan;
b. hardware pembangunan yaitu bentuk dan kondisi institusi-institusi penggerak
dan pelaksana PUG, unit-unit penunjang PUG; dan
c. user pembangunan yaitu sumber daya manusia pemerintahan, serta organisasi
dan badan hukum di masyarakat termasuk dunia usaha yang berpartisipasi
dalam PUG maupun dalam pencapaian kesetaraan dan keadilan gender.
Dengan demikian, kelembagaan PUG merupakan fondasi institusional yang kondusif
bagi terselenggaranya perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi kebijakan
yang responsif gender dan bertujuan untuk mencapai sasaran kesetaraan dan keadilan
gender dalam pembangunan. Sebagai fondasi institusional, kelembagaan PUG yang
efektif juga secara otomatis akan mendukung tercapainya kedua sasaran pembangunan
kesetaraan gender, yaitu meningkatnya peran perempuan dalam pembangunan dan
menurunnya jumlah tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terhadap perempuan.
Sebagai indikator proses, indikator Kelembagaan PUG mengukur ketersediaan
komponen-komponen kelembagaan PUG yang sangat diperlukan dalam proses
perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan yang responsif gender. Dalam studi ini, dasar pemikiran yang digunakan
adalah bahwa dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam pembangunan diperlukan
komponen-komponen yang dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok besar,
yaitu:
a) Pertama, semua kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh Negara yang
berdampak langsung kepada pengarusutamaan gender dan/atau peningkatan
kesetaraan gender.
b) Kedua, semua institusi pemerintahan yang mendukung proses
pengarusutamaan gender dalam semua aspek pembangunan. Dalam hal ini,
juga mencakup bentuk pelembagaan PUG ke dalam setiap institusi tersebut,
serta penyediaan data terpilah dan anggaran.
c) Ketiga, sumber daya manusia yang melaksanakan PUG, baik pada tataran
kebijakan maupun tataran teknis. Dalam hal ini meliputi aspek pemahaman,
komitmen, dan kompetensi.
d) Keempat, semua bentuk partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam
melakukan pengarusutamaan gender, baik secara mandiri maupun sebagai
mitra pemerintah. Dalam hal ini, mencakup pusat-pusat kajian, organisasi
masyarakat, organisasi sosial, dan perusahaan-perusahaan.

16
Keempat komponen tersebut saling berkaitan secara timbal balik, sehingga dari
keempat komponen ini selanjutnya dikembangkan 14 indikator yang akan dipakai untuk
mengukur pencapaian kebijakan penguatan kelembagaan PUG. Sebagai indikator proses,
semakin baik nilai IKPUG, maka diharapkan akan berkorelasi semakin positif dengan
IKKG. Kelembagaan PUG yang semakin efektif secara langsung maupun tidak langsung
akan mengakibatkan semakin terwujudnya kesetaraan yang dialami perempuan dan laki-
laki dalam akses, partisipasi dan perolehan manfaat di berbagai bidang pembangunan.

17
G. Gender Analysis Pathway (GAP)
GAP merupakan analisis yang berangkat dari sebuah kebijakan/program/ kegiatan
yang sudah ada, maka hasil dari analisis akan diketahui apakah kebijakan/ program/
kegiatan yang ada sudah responsif gender atau belum, dan jika belum maka akan
direformulasikan menjadi responsif gender. Apabila GAP diterapkan pada
kebijakan/program/kegiatan yang baru akan disusun, maka formulasi kebijakan/ program/
kegiatan tersebut langsung dibuat responsif gender. Di bawah ini merupakan tabel Matrik
Model GAP:

Catatan:
1. Implementasi GAP sebagaimana matriks di atas bisa diletakkan sebagai pola pikir
dalam penyusunan suatu dokumen kebijakan, atau sebagai dokumen pendamping
suatu rencana kebijakan atau program atau kegiatan tertentu yang dipilih sesuai
dengan prioritas.
2. GAP di tingkat program dapat dilakukan apabila kegiatan-kegiatan yang ada
didalamnya berdasarkan ketentuan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
merupakan kegiatan dengan ciri dan atau lokasi yang sama.
3. Apabila kegiatan-kegiatan dalam sebuah program sangat beragam, atau sangat
banyak, berbeda ciri dan atau lokasi maka analisis gender menggunakan GAP
berbasis kegiatan

18
Langkah GAP Alur Kerja Analisa GAP terdiri dari 9 langkah sebagai digambarkan
sebagai berikut.

Untuk selanjutnya, setiap langkah akan diberi dua contoh yaitu ”Peningkatan Kesertaan ber-
KB Pria” dan ”Pembentukan dan Pengembangan PIK-KR”.
 Langkah 1 :
o Pilih kebijakan/program/kegiatan yang akan dianalisis. Pada langkah ini
identifikasi dan tuliskan tujuan dari kebijakan/program/kegiatan.
o Contoh:

 Langkah 2 :
o Paparkan data pembuka wawasan. Sajikan data pembuka wawasan yang
terpilah menurut jenis kelamin baik data kualitatif maupun data kuantitatif.
o Contoh:

19
 Langkah 3:
o Bagian pertama dari upaya mengenali isu gender, yaitu melihat faktor
kesenjangan gender. Pada langkah ini, identifikasi isu gender pada proses
perencanaan dengan memperhatikan 4 faktor kesenjangan seperti akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat.
o Contoh:

20
 Langkah 4:
o Bagian ke dua dari upaya mengenali isu gender, yaitu melihat penyebab
kesenjangan internal. Pada langkah ini, identifikasi isu gender di internal
lembaga dan/atau budaya organisasi yang dapat menyebabkan terjadinya
isu gender.
o Contoh:

 Langkah 5:
o Bagian ke tiga dari upaya mengenali isu gender, yaitu melihat penyebab
kesenjangan eksternal. Pada langkah ini, identifikasi isu gender di
eksternal lembaga pada proses pelaksanaan.
o Contoh:

 Langkah 6:
o Merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan yang telah
dianalisis pada langkah 1 sehingga menjadi responsif gender.
o Contoh:

Direktorat Peningkatan Partisipasi Direktorat Bina Remaja dan Hak-


Pria, Sub-direktorat Pelayanan hak Reproduksi
Promosi dan Konseling
Mengembangkan penelitian mencari PKBR dikaitkan dengan
laternatif alat KB pria. Upaya kependudukan. Mengurangi
meningkatkan peserta KB pria melalui kehamilan di bawah usia 20 tahun
peningkatan kepedulian para pria
untuk ikut memikul tanggung

21
jawabnya dalam kegiatan
pengendalian kelahiran
 Langkah 7:
o Menyusun rencana aksi yang responsif gender dengan merujuk pada isu
gender yang telah diidentifikasi pada langkah 3 sampai dengan langkah 5
dan disesuaikan dengan tujuan kebijakan/program kegiatan yang telah
dirumuskan kembali pada langkah 6.
o Contoh:

 Langkah 8:
o Bagian pertama dari pengukuran hasil. Pada langkah ini menetapkan
baseline, yaitu data dasar yang dipilih untuk mengukur kemajuan
pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan. Data dasar tersebut juga dapat
diambil dari data pembuka wawasan pada langkah 2.
o Contoh:

 Langkah 9:
o Bagian ke dua dari pengukuran hasil. Pada langkah ini, tetapkan indikator
gender yaitu ukuran kuantitatif maupun kualitatif untuk:
 memperlihatkan apakah kesenjangan gender telah menghilang atau
berkurang, dan/atau

22

memperlihatkan apakah telah terjadi perubahan perilaku dan nilai
pada perencana kebijakan/program/kegiatan, di internal lembaga,
dan/atau
 memperlihatkan apakah terjadi perubahan relasi gender di dalam
rumah tangga, dan/atau di masyarakat.
o Contoh:

Berikut contoh jika 9 langkah tersebut disatukan dalam satu tabel matriks GAP:

23
PEMBAHASAN JURNAL

Pada kelompok kami akan membahas masalah pada jurnal yang berjudul:
“Pengarusutamaan Gender dalam Implementasi Program Keluarga Berencana di Kota
Yogyakarta”. Dalam pengarusutamaan gender, program KB diharapkan tidak hanya wanita yang
berperan, namun juga laki-laki mengambil peranan tersebut. Jurnal ini akan mengangkat penelitian
untuk mengetahui aspek yang sudah dan belum diakomodasi dalam program KB melalui indikator
kesetetaraan gender yaitu akses, partisipasi, control dan manfaat dan pentingnya pengarusutamaan
gender dalam program KB. Akomodasi dalam hal ini merupakan upaya Dinas Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana (DPKB) dalam melakukan pengarusutamaan gender di program
KB. Hasil menunjukkan bahwa ada sejumlah aspek pengarusutamaan gender yang sudah diakomodasi
dan yang belum maksimal dilakukan. Pada jurnal menggambarkan pemahaman masyarakat terhadap
aspek-aspek kesetaraan gender di dalam program KB.
Saat ini dalam program Suistanable Development Goals (SDGs) yang merupakan komitemen
global dan nasional dalam upaya mensejahterakan masyarakat mencakup kesetaraan gendel (Gender
Equality) di dalamnya. Namun kenyataannya saat ini masih terjadi ketimpangan gender dalam
pelaksanaan KB di Indonesia. Diketahui dari data BKKBN 2014 proporsi metode kontrasepsi menurut
jenis kelamin bahwa 93,66% akseptor KB adalah perempuan sementara laki-laki hanya 6,34 %. Hal
ini menunjukkan laki-laki sangat kecil dalam mengambil peranan dalam penggunaan alat KB dan
wanitalah pelaku yang dominan.
Penelitian pada jurnal yang diangkat yaitu menemukan data peserta aktif KB di wilayah
Yogyakarta sebagai berikut :

Data Peserta KB Aktif di Kota Yogyakarta Desember 2016 & 2017


Jumlah Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi % Jumlah
No Tahun
IUD MOW MOP Kondom Implan Suntikan Pil %
1 2016 32.45 5.84 0.64 17.18 2.90 30.53 10.45 100
2 2017 33.19 6.19 0.68 17.69 2.79 28.92 20.54 100
Sumber: Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, 2017.

Berdasarkan data dari DPKB Yogyakarta , bahwa ada laki-laki yang mengikuti program
Metode Operasi Pria (MOP) sangat rendah hanya 0,64 % di tahun 2016 dan 0,68% di tahun
2017. Laki-laki yang mengikuti program MOP dikarenakan beberapa faktor:
1. Perempuan (istri) tidak cocok dengan semua jenis metode
2. Ada efek samping pada metode KB yang dipakai oleh perempuan (istri)

Dari alasan pria yang menjadi faktor seorang suami menjadi akseptor KB MOP adalah
bukan dikarenakan kesadaran, namun lebih disebabkan faktor istri yang awalnya ber-KB
namun ada ketidakcocokan. Adanya data DPKB disebabkan pengetahuan masyarakat Kota
Yogyakarta yang masih belum terbuka akan manfaat atau kelebihan menggunakan alat
kontrasepsi laki-laki belum banyak diketahui. Penyuluhan yang dilakukan DPKB kepada
pasangan sebenarnya tidak membedakan target KB karena target adalah pasangan (laki-laki
dan perempuan), namun adanya faktor yang menjadi penghambat:
1. Budaya patriarki : hanya perempuan yang ber-KB, laki-laki tidak
2. Ketepatan waktu dalam melakukan penyuluhan karena laki-laki bekerja
3. MOP pilihan untuk pasangan yang tidak ingin memiliki anak

24
4. Kurangnya pekerja lapangan/ penyuluh KB

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang menjadi penghambat diatas, maka DPKB


mengambil suatu langkah untuk menanggulanginya yaitu:
1. Bekerja sama dengan kelompok motivasi KB Pria, sebagai contoh “Kelompok
Motivasi Pria Janoko” di kecamatan Umbulharjo, kelompok ini terdiri dari laki-laki
yang sudah melakukan MOP dan dijadikan best practice dari KB Pria dan memiliki
tugas mengajak para suami yang kurang mengerti tentang KB laki-laki terutama
MOP.
2. Forum Antar Umat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan
(FAPSEDU) untuk memberi pengertian kepada masyarakat di wilayah yang memiliki
fanatisme sempit dan salah tafsir mengenai program KB, bahwa KB pada laki-laki
haram, forum ini akan mengklarifikasi pola pikir masyarakat, forum ini melibatkan
tokoh masyarakat dan agama.
3. Pelayanan KB MOP gratis dengan syarat adanya Kartu BPJS dan KTP sehingga
mempermudah pelayanan.
4. Konsultasi dapat melalui media social, grup whatssapp, sehingga masyarakat bisa
bertanya kapan saja dan mempermudah penyuluhan.
5. Memberikan pengetahuan bahwa KB pada laki-laki tidak hanya MOP, namun bisa
dengan kondom dan coitus interuptus, bahkan menurut BKKBN adanya pilihan KB
suntik dan pil bagi laki-laki.

Pengarusutamaan gender yang menjadi salah satu strategi dalam program KB memiliki
tujuh prasyarat yang saling berhubungan, yaitu :
1. Komitmen
2. Kebijakan
3. Kelembagaan
4. Sumber daya
5. Data terpilah
6. Alat analisis
7. Partisipasi masyarakat

Pengarusutamaan gender di Kota Masyarakat dalam program KB terkendala oleh


kesenjangan partisipasi masyarakat. Kesenjangan tersebut dapat dilihat dari akses, partisipasi,
kontrol, dan manfaat yang diterima laki-laki dan perempuan. Meningkatkan partisipasi laki-
laki dalam program KB bukanlah hal mudah, dibutuhkan waktu dan sosialisasi terus-menerus
serta dukungan berbagai pihak terkait, dimulai dari BKKBN dan Dinas Pengendalian
Penduduk dan keluarga Berencana yang terus menjadi penggerak dan penyuluh bagi
masyarakat untuk mewujudkan pengurusutamaaan gender dalam KB. Jadi, para laki-laki
maupun perempuan memiliki peran dan tanggung jawab yang sama.

Sumber Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial : Muthia Andriani dan Janianton Damanik
Tahun 2019 berjudul “Pengarusutamaan Gender dalam Implementasi Program
Keluarga Berencana di Kota Yogyakarta”, vol.18, No.2.

25
26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengarusutamaan gender di Kota Masyarakat dalam program KB terkendala
oleh kesenjangan partisipasi masyarakat. Kesenjangan tersebut dapat dilihat dari
akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang diterima laki-laki dan perempuan.
Meningkatkan partisipasi laki-laki dalam program KB bukanlah hal mudah,
dibutuhkan waktu dan sosialisasi terus-menerus serta dukungan berbagai pihak
terkait, dimulai dari BKKBN dan Dinas Pengendalian Penduduk dan keluarga
Berencana yang terus menjadi penggerak dan penyuluh bagi masyarakat untuk
mewujudkan pengurusutamaaan gender dalam KB. Jadi, para laki-laki maupun
perempuan memiliki peran dan tanggung jawab yang sama.
B. Saran
Untuk mencapai kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi sebagai
contoh misalnya dalam program KB , masyarakat harus diberikan pemahaman yang
benar agar lebih bisa menerima dan terbuka serta memberikan dukungan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan program KB ini. Dimana bagi pasangan suami istri,
kerjasama antara kedua belah pihak harus terjalin dengan baik. Karena masalah
kesehatan reproduksi dan KB bukanlah hanya merupakan tanggung jawab
perempuan tapi merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri maka
sangat diperlukan pemahaman dan pengaruh seimbang antara suami dan istri untuk
dapat membantu perilaku kesehatan rerpoduksi secara optimal.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. https://elearning.menlhk.go.id/pluginfile.php/854/mod_resource/content/1/analisis
%20gender/pengertian_gender.html
2. https://www.google.co.id/books/edition/Sensitivitas_Gender_dalam_Partai_Politik/
ZDnrDwAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=KONSEP+gender&printsec=frontcover
3. http://jea.ppj.unp.ac.id/index.php/jea/article/view/65/33
4. Modul/Materi Sosialisasi Gender Perkumpulan Aksara Yogyakarta 2018
5. https://www.google.co.id/books/edition/
Buku_Ajar_Asuhan_Keluarga_Berencana_Pela/YE8tEAAAQBAJ?
hl=en&gbpv=1&dq=pengertian+koitus+interuptus&pg=PA78&printsec=frontcover
6. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/906/9/BAB%20II.pdf
7. https://www.menlhk.go.id/site/single_post/3150
8. https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/4fbbd-pedoman-teknis-penyusunan-
gender-analisis-pathway-gap-dan-gender-budget-statement-gbs.pdf diakses pada
tanggal 18 September 2021
9. https://pdfcoffee.com/3-matrik-model-gender-analysis-pathway-gap-pdf-free.html
diakses pada tanggal 18 September 2021
10. https://www.zef.de/fileadmin/user_upload/e0ad_Kerangka%20Analisis
%20Perencanaan%20Gender-Jonatan%20Hivos.doc diaskes pada tanggal 18
September 2021
11. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial : Muthia Andriani dan Janianton Damanik
Tahun 2019 berjudul “Pengarusutamaan Gender dalam Implementasi Program
Keluarga Berencana di Kota Yogyakarta”, vol.18, No.2.
12. Kemenppa. 2019. Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2020. Jakarta:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Didapat dari https://kemenpppa.go.id. Diperoleh tanggal 01 September 2021.
13. Bappenas. 2020. Rancangan Teknokratik RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA
MENENGAH NASIONAL 2020-2024 Indonesia Berpenghesilan Menengah-Tinggi
yang Sejahtera, Adil, dan Berkesinambungan. Jakarta: Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional Republik Indonesia. Didapat dari https://bappenas.go.id.
Diperoleh tanggal 01 September 2021.
14. Kemenpppa. 2010. Pedoman Teknis Perencanaan dan Penganggaran Responsif
Gender Bagi Daerah. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia. Didapat dari https://kemenpppa.go.id.
Diperoleh tanggal 01 September 2021.
15. Bappenas. 2012. Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender (IKKG) dan Indikator
Kelembagaan Pengarusutamaan Gender (IKPUG) Kajian Awal. Jakarta: Direktorat
Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak. Didapat dari
https://bappenas.go.id. Diperoleh tanggal 01 September 2021.

28
29

Anda mungkin juga menyukai