Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SEKSUALITAS

Oleh :
Nur Alya (P00820722058)
Putra Fahreza (P00820722059)
Putri Ramadhani (P00820722060)
Rahil wahyuni syafa (P00820722061)

Dosen Pembimbing :
Ns. Mawar Hayati, S. Kep., M. Kep.

PRODI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH UTARA KEMENTRIAN
KESEHATAN ACEH
Tahun 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur hanya kepada Allah
SWT, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil
menyusun proposal skripsi ini sesuai dengan kemampuan yang penulis miliki.
Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan menuangkan ide-ide pikiran
yang baik kepada penulis untuk menyelesaikan kewajiban dalam menghadapi dan
melengkapi syarat-syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Seksual”.
Shalawat bernada salam tidak lupa pula kepada baginda Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari cara berpola pikir yang tidak
mengetahui ilmu kearah yang lebih mengenal ilmu pengetahuan yang kita rasakan
sekarang.
Ucapan terimakasih kepada seluruh teman-teman kerabat dan semua
rekan yang telah berpartisipasi dalam membantu menuangkan ide-ide nya dalam
menyelesaikan tugas makalah ini. Semoga penulisan ini dapat menjadi ilmu yang
bermanfaat dan berguna untuk diterapkan dalam hal yang semestinya.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Lhokseumawe, 2 februari 2023

penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Tujuan ..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Kebutuhan dasar manusia.....................................................................2
1. Pengertian seksualitas.....................................................................2
2. Gangguan seksualitas.......................................................................3
3. Jenis jenis gangguan seksualitas.......................................................4
4. Penyebab gangguan seksualitas.........................................................8
B. Asuhan keperawatan pada masalah seksualitas....................................11
1. Pengkajian keperawatan................................................................11
2. Diagnosa/masalah keperawatan.....................................................12
3. Perencanaan dan intervensi keperawatan.....................................13
4. Implementasi..................................................................................14
5. Evlausai..........................................................................................14
BAB III PENUTUP.........................................................................................16
A. Kesimpulan...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan
ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan.
Dari segala macam kebutuhan adapun kebutuhan yang paling mendasar yang
harus di penuhi oleh setiap individu, adapun 5 kebutuhan mendasar itu yakni : a)
Kebutuhan Keamanan (Safety Needs), b) Kebutuhan Seks (Sex Needs), c)
Kebutuhan Ekonomi (Economical Needs), d) Kebutuhan Rohani (Spritual Needs),
e) Kebutuhan Inovasi (Innovation Needs)8 Dari kelima kebutuhan mendasar
tersebut memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya sehingga semua
kebutuhan dasar tersebut harus terpenuhi dengan semestinya,
Kebutuhan fisiologis dalam hierarki Maslow menempati urutan yang paling
dasar, arti dalam pemenuhan kebutuhan ini seseorang tidak akan atau belum
memenuhi kebutuhan lain sebelum terpenuhinya kebutuhan fisiologisnya.
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi
kelangsungan hidup manusia guna memelihara homeostasis tubuh. Kebutuhan
fisiologis ini mutlak harus terpenuhi, jika tidak dapat berpengaruh terhadap
kebutuhan lainnya.
Manusia memiliki minimal delapan macam kebutuhan fisiologis yang harus
terpenuhi. Kebutuhan fisiologis tersebut, meliputi: oksigen, cairan, nutrisi,
temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat-tidur, seksual dan lain-lain
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan
dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai memperhatikan, dan
menyayangi sehingga terjadi hubungan timbal balik antara kedua individu
tersebut. Seks merupakan suatu kebutuhan yang juga menuntut adanya
pemenuhan yang dalam hal penyalurannya manusia mengekspresikan dorongan
seksual ke dalam bentuk perilaku seksual yang sangat bervariasi.
B. Tujuan
Memahami arti dari kebutuhan seksual dan cara asuhan keperawatan nya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebutuhan dasar manusia


1. Pengertian seksualitas
Dalam kehidupan sehari-hari, kata seks secara harfiah berarti jenis kelamin.
Pengertian seks kerap hanya mengacu pada aktivitas biologis yang berhubungan
dengan alat kelamin (genetalia), meski sebenarnya seks sebagai keadaan anatomi
dan biologis, sebenarnya hanyalah pengertian sempit dari yang dimaksud dengan
seksualitas. Seksualitas yakni keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan,
kepribadian, dan sikap seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta orientasi
seksualnya (Gunawan dalam Soekatno, 2008).
Sedangkan menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu
aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran
gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan
dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai, memerhatikan dan
menyayangi sehingga terjadi sebuah hubungan timbal balik antar dua individu
tersebut.
Seksualitas dan seks merupakan hal yang berbeda :
1) Seksualitas adalah bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka
dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada
orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan,
pelukan ataupun perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh,
cara berpakaian, dan pengolahan kata, termasuk pikiran, pengalaman,
nilai, fantasi, dan emosi
2) Seks adalah menjelaskan ciri jenis kelamin secara anatomi dan fisiologi
pada laki-laki dan perempuan, hubungan fisik antar individu atau
aktivitas seksual genital.

Kebutuhan seksual yang mencakup hubungan seksual atau perilaku seksual


dari dorongan seksual. Dorongan seksual merujuk pada motivasi seksual yang

2
biasanya berfokus pada keinginan beraktivitas seksual dan keinginan merasakan
kenikmatan seksual. Individu yang memiliki dorongan seksual tinggi akan lebih
sering memilki keinginan untuk melakukan hubungan seksual (Baumeister,
2001:264).
Dorongan seksual ada pada setiap diri individu. Namun ada perbedaan
dorongan seksual dilihat dari perspektif gender. Laki-laki dan perempuan
memiliki dorongan seksual lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini dibuktikan
dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Baumeister (2001) dimana dorongan
seksual laki-laki lebih besar daripada perempuan yang tercermin dari pikiran
tentang seks, frekuensi melakukan hubungan seksual, fantasi seksual, keinginan
untuk praktek seksual. Selain laki-laki lebih mendominasi tentang dorongan
seksual daripada perempuan, laki-laki juga lebih rajin dalam melakukan aktivitas
seksual (Baumeister, 2001).
Laki-laki lebih rajin melakukan aktivitas seksual daripada wanita, baik di
awal hubungan, pertengahan, ataupun setelah bertahun-tahun menjalani
hubungan. Maka dapat disimpulkan jika narapidana laki-laki lebih aktif dalam
aktivitas seksual daripada narapidana perempuan. Namun wanita pada hakikatnya
tetap membutuhkan aktivitas seksual, sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
fisiologisnya.

2. Gangguan seksualitas
Disfungsi seksual adalah gangguan seksual dimana klien mengalami kesulitan
untuk berfungsi secara adekuat ketika melakukan hubungan seksual (Durand dan
Barlow, 2006).
Gangguan-gangguan dalam bidang seks biasanya tidak melemahkan atau
melumpuhkan seperti yang terjadi pada kecemasan, depresi, dan skizofernia.
Karena itu, gangguan ini sering dilihat sebagai gangguan-gangguan yang kurang
berat. Dalam beberapa bentuk gangguan itu terlihat bahwa kepuasan seksual
diperoleh dengan cara-cara dan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dari
persetubuhan yang wajar merupakan satu-satunya bentuk kegiatan seks yang lebih
disukai. Gangguan-gangguan ini dapat sangat mengganggu karena pengaruh yang

3
ditimbulkannya terhadap orang lain. Hal ini terjadi, misalnya, bila gangguan-
gangguan ini melibatkan tindakan-tindakan, seperti pemerkosaan, sadism seksual,
atau pelecehan seksual terhadap anak-anak (Semiun, 2006).
Individu-individu dikategorikan sebagai orang-orang yang mengalami
gangguan-gangguan seksual kalau gangguan-gangguan tersebut bukanlah simtom
dari sindrom-sindrom yang lebih puas, misalnya skizofernia dan reaksi-reaksi
obsesif. Pola-pola gangguan-gangguan seksual hampir selalu merupakan akibat
sejarah kesulitan yang panjang dalam perkembangan psikoseksual yang
disebabkan karena faktor-faktor lingkungan dan jarang sekali sebagai akibat dari
cacat-cacat konstitusional saja. Karena gangguan-gangguan seksual ini banyak
terjadi dalam masyarakat kita dan karena beberapa dari gangguan-gangguan itu
sangat berbahaya, maka penting dalam bagian ini akan dijelaskan jenis-jenis
gangguan-gangguan tersebut (Semiun, 2006).

3. Jenis Gangguan seksualitas


Jenis disfungsi seksual berdasarkan DSM IV yakni (Durand dan Barlow,
2006):
a. Gangguan Nafsu seksual
Terdapat dua gangguan yang merefleksikan masalah-masalah yang terkait
dengan fase nafsu dari siklus respon seksual. Masing-masing gangguan
ditandai oleh sedikitnya atau tidak adanya minat terhadap seks yang
menimbulkan masalah dalam suatu hubungan.
1) Gangguan nafsu seksual hipoaktif yaitu minat terhadap kegiatan atau
fantasi seksual yang sangat kurang yang mestinya tidak diharapkan bila
dilihat dari umur dan situasi kehidupan orang yang bersangkutan.
2) Gangguan aversi seksual yaitu perasaan tidak suka yang persisten dan
ekstrim terhadap kontak seksual atau kegiatan serupa itu.
b. Gangguan rangsangan seksual
Gangguan-gangguan rangsangan seksual disebut male erectile disorder
(gangguan ereksi pada laki-laki) dan female sexual arousal disorder
(gangguan rangsangan seksual pada perempuan).

4
1) Gangguan ereksi pada laki-laki yaitu ketidakmampuan sebagian laki-
laki untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis sampai aktifitas
seksual selesai dan keadaan ini terjadi berulang kali.
2) Gangguan rangsangan seksual pada perempuan yaitu ketidakmampuan
sebagian perempuan untuk mencapai atau mempertahankan lubrikasi
vagina dan respon keterangsangan seksual yang membuat vagina
membesar sampai aktifitas seksual selesai dan keadaan ini terjadi
berulang kali.
c. Gangguan orgasme
Fase orgasme dalam siklus respon seksual dapat terdisrupsi dengan cara
tertentu. Orgasme dapat terjadi pada waktu yang tidak tepat atau tidak terjadi
sama sekali.
1) Inhibited orgasm (orgasme yang terhambat) yaitu ketidakmampuan
untuk mencapai orgasme meskipun nafsu dan keterangsangan
seksualnya cukup adekuat pada umumnya dialami oleh perempuan dan
jarang terjadi pada laki-laki (Stock, 1993; Wincze dan Barlow, 1997).
2) Female Orgasmic disorder ( gangguan orgasme pada perempuan).
Orgasme yang terhambat atau tidak terjadi sama sekali, yang terjadi
berulang kali pada sebagian perempuan, menyusul fase perangsangan
seksual yang normal; berhubungan dengan pengalaman mereka
sebelumnya dan stimulus saat itu.
3) Male orgasmic disorder (gangguan orgasme pada laki-laki). Orgasme
yang terhambat atau tidak terjadi sama sekali yang terjadi berulang kali
pada sebagian laki-laki menyusul fase perangsangan seksual yang
normal; berhubungan dengan umur mereka dan stimulus saat itu.
4) Premature ajaculation (ejakulasi dini). Yaitu ejakulasi sebelum orang
menginginkannya, dengan stimulus minimal dan keadaan ini terjadi
berulang kali.
d. Gangguan nyeri seksual (sexual pain disorder) adalah nyeri genital
berulang kali terjadi, yang dialami oleh laki-laki maupun perempuan sebelum,
selama, atau setelah hubungan seksual.

5
1) Dyspareunia adalah rasa nyeri/sakit atau perasaan tidak nyaman selama
melakukan hubungan seksual.
2) Vaginismus. Spasme (kejang urat) pada otot-otot di pertiga luar vagina,
yang terjadi diluar kehendak, yang menggangu hubungan seksual, dan
keadaan ini berulang kali terjadi.

Jenis-jenis penyimpangn seksual (Parafilia)


Kata parafilia (praphilia) diambil dari akar bahasa Yunani para, yang artinya
“pada sisi lain”, dan philos artinya “mencintai”. Pada parafilia (paraphilias),
orang menunjukan keterangsangan seksual (mencintai) sebagai respons terhadap
stimulus yang tidak biasa (“pada sisi lain” dari stimulus normal) (Nevid, Rathus
dan Greene, 2003).
Parafilia adalah gangguan dan penyimpangan seksual di mana rangsangan
seksual muncul nyaris secara eksklusif dalam konteks objek-objek atau individu-
individu yang tidak semestinya (Durand dan Barlow, 2006). Jenis-jenis parafilia:
1) Fetishism
Yaitu dorongan, fantasi dan perilaku yang merangsang secara seksual
yang melibatkan penggunaan benda-benda tak-hidup dan tak-lazim,
yang mengakibatkan distress atau hendaya dalam fungsi kehidupan,
dan keadaan ini berlangsung lama dan berulang kali terjadi (Durand
dan Barlow, 2006).
Normal bagi pria untuk menyukai tampilan, rasa, dan aroma baju
dalam milik kekasih mereka. Namun, pria dengan fetishism lebih
memilih objeknya daripada orang yang memilikinya dan tidak dapat
terangsang tanpa objek tersebut (Nevid, Rathus dan Greene, 2003).
o Transvestic fetishism
Adalah dorongan yang kuat dan berulang serta fantasi yang
berhubungan yang melibatkan memakai pakaian lawan jenis
(cross-dressing) dengan tujuan untuk mendapatkan rangsangan
seksual. Transvestik fethisme dilaporkan hanya terjadi pada pria
heteroseksual. Biasanya, pria yang memakai pakaian lawan jenis

6
melakukannya secara tertutup/pribadi dan membayangkan diri
mereka menjadi wanita yang dicumbunya sambil bermasturbasi
(Nevid, Rathus dan Greene, 2003).
2) Pedofil
Pedofil berasal dari kata “paidos” (bahasa yunani untuk “anak”). Ciri
utama dari pedofilia adalah dorongan seksual yang kuat dan berulang
serta adanya fantasi terkait yang melibatkan aktifitas dengan anak-
anak yang belum puber (biasanya 13 tahun atau lebih muda) (Nevid,
Rathus dan Greene, 2003).
3) Inses
Ketertarikan seksual yang menyimpang yang diarahkan pada anggota
keluarganya sendiri; sering kali berupa ketertarikan ayah terhadap
putrinya yang mulai matang secara fisik (Durand dan Barlow, 2006).
4) Voyeurism
Adalah Parafilia di mana rangsangan seksualnya berasal dari melihat
individu yang tidak menaruh curiga yang sedang membuka pakaian
atau telanjang (Durand dan Barlow, 2006).
5) Eksibisionisme
Adalah Kepuasan seksual diperoleh dengan mempertontonkan alat
kelamin kepada orang-orang asing yang tidak menaruh curiga (Durand
dan Barlow, 2006).
Orang dengan gangguan seksual ini mendapatkan kepuasan
seksual dengan mempertunjukan alat genitalnya di depan umum
(Nevid, Rathus dan Greene, 2003).
6) Frotteurism
Adalah suatu bentuk parafilia yang memiliki karakteristik adanya
dorongan seksual berulang yang melibatkan tindakan menabrakan diri
atau menggesek-gesekan diri ke orang lain tanpa izin untuk
mendapatkan kepuasan seksual. Cirri utamanya adalah dorongan
seksual yang kuat secara persisten dan fantasi terkait yang melibatkan
menggosok atau menyentuh tubuh orang tanpa izin. Froterisme atau

7
“meremas” biasanya terjadi pada tempat-tempat ramai, seperti kereta
api bawah tanah, bus, atau lift (Nevid, Rathus dan Greene, 2003).
7) Sadisme seksual
Sadism seksual maupun masokisme seksual berhubungan dengan
menyakiti atau menghina (sadisme) atau kesakitan/terhina
(masokhisme). Sadisme seksual merupakan parafilia dimana
rangsangan seksualnya berhubungan dengan menyakiti atau menghina
(Durand dan Barlow, 2006).
8) Masokisme seksual
Suatu bentuk parafilia yang memiliki karakteristik adanya dorongan
seksual yang kuat serta fantasi yang melibatkan menerima rasa
direndahkan atau rasa sakit (Nevid, Rathus dan Greene, 2003).

4. Penyebab terjadinya gangguan seksualitas


Penyebab disfungsi seksual jarang muncul sendirian, biasanya pasien yang
dirujuk ke klinik seksualitas mengeluhkan campuran bermacam-macam masalah
seksual, meskipun salah satunya mungkin paling menjadi keprihatinannya
diantaranya (Durand dan Barlow, 2006):
1) Kontribusi biologis
Sejumlah kondisi fisik dan medis memberikan kontribusi
terhadap disfungsi seksual (Kin dan Lipshultz, 1997; Wiegel, dan
kawan-kawan, 2000; Wincze dan Carey, 2001). Penyakit-penyakit
neurologis dan kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi sistem saraf,
seperti diabetes dan penyakit ginjal, dapat secara langsung
mempengaruhi fungsi seksual dengan mengurangi sensitifitas di daerah
genital, dan mereka merupakan penyebab lazim bagi disfungsi ereksi
pada laki-laki (Schover dan Jensen, 1988; Wincze dan Barlow, 1997).
Sakit kronis secara langsung juga dapat mempengaruhi fungsi
seksual. Sebagai contoh, tidak jarang orang-orang yang pernah
mengalami serangan jantung yang takut sampai ke titik terpreokupasi
untuk melakukan kegiatan fisik yang terlibat dalam hubungan seksual.

8
Mereka sering tidak mampu mencapai titik terangsang meskipun
diyakini oeh dokternya bahwa kegiatan seksual aman bagi mereka
(Cooper, 1988).
Penyebab utama disfungsi seksual adalah obat resep. Penanganan
obat untuk tekanan darah tinggi, yang disebut obat anti hipertensi, yang
termasuk golongan yang dikenal sebagai beta-blockers termasuk
propanolol, dapat memberikan kontribusi pada disfungsi seksual. Obat
anti depresan trisiklik serta obat-obat anti depresan dan anti kecemasan
lain juga dapat menggangu hasrat dan kerangsangan seksual pada laki-
laki maupun perempuan (Segraves dan Altof, 1999).
2) Kontribusi psikologis
Ketika dihadapkan pada kemungkinan untuk melakukan
hubungan seksual, individu yang disfungsional cenderung membuat
perkiraan yang terburuk dan menganggap situasinya relative negative
dan kurang menyenangkan (Weisberg, dkk, 2001). Mereka menghindari
sejauh mungkin agar dirinya tidak menyadari adanya stimulus seksual
(dan oleh karenanya tidak sadar seberapa jauh mereka terangsang
secara fisik, sehingga mereka membuat laporan yang terlalu rendah
ketika dimintai informasi tentang keterangsangannya).
Orang-orang yang fungsi seksualnya normal bereaksi terhadap
situasi seksual secara positif. Mereka memfokuskan perhatiannya pada
stimulus-stimulus erotis dan tidak menjadi terdistraksi. Ketika mereka
menjadi terangsang, mereka semakin memfokuskan diri pada stimulus-
stimulus seksual dan erotis tersebut dan membiarkan dirinya menjadi
semakin terangsang secara seksual.
3) Kontribusi sosial dan cultural
Bagi sebagian individu, stimulus seksual menjadi terasosiasi
dengan afek negative sejak masa kanak-kanak. Kelly, Strassberg, dan
Kircher (1990) menemukan bahwa selain menunjukan sikap yang lebih
negative terhadap masturbasi, memiliki rasa bersalah terhadap seks
yang lebih besar, dan lebih mempercayai mitos-mitos seks.

9
4) Interaksi antara faktor psikologis dan fisik
Sikap-sikap yang ditularkan secara sosial tentang seks dapat
berinteraksi dengan masalah hubungan interpersonal dan predisposisi
untuk mengembangkan performance anxiety, yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi seksual.
Disfungsi seksual dapat berasal dari faktor biologis (seperti penyakit atau
efek alcohol, dan obat-obatan lain), faktor psikologis (kecemasan akan performa,
konflik yang tidak terpecahkan, atau kurangnya kompetensi seksual), dan faktor
sosiokultural (seperti pembelajaran budaya yang membatasi secara seksual)
(Nevid, Rathus dan Greene, 2003).
Penyebab gangguan seksual (penyebab parafilia):
Parafilia dapat disebabkan oleh interaksi dari faktor biologis, psikologis, dan
sosial. Usaha untuk menangani parafilia harus dikompromikan dengan fakta
bahwa sebagian besar orang dengan gangguan ini tidak ingin berubah. Berbagai
hal dapat menjadi penyebabnya diantaranya (Nevid, Rathus dan Greene, 2003):
1) Perspektif teori belajar
o Stimulus yang tidak biasa menjadi stimulus terkondisi untuk
rangsangan seksual akibat pemasangannya dengan aktifitas seksual
di masa lalu.
o Stimulus yang tidak biasa dapat menjadi erotis dengan cara
melihatkannya dalam fantasi erotis dan masturbasi.
2) Perspektif psikodinamika
Kecemasan kastrasi yang tidak terselesaikan dari masa kanak-
kanak yang menyebabkan rangsangan seksual dipindahkan pada objek
atau aktifitas yang lebih aman.
3) Perspektif multifaktor
Penganiayaan seksual atau fisik pada masa kanak-kanak dapat
merusak pola rangsangan seksual yang normal.

10
B. Asuhan Keperawatan Pada Masalah Seksual
1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat seksual
a) Klien yang menerima perawatan kehamilan, PMS, infertility,
kontrasepsi.
b) Klien yang mengalami disfungsi seksual / problem (impoten,
orgasmic dysfuntion, dll)
c) Klien yang mempunyai penyakit-penyakit yang akan mempengaruhi
fungsi seksual (peny.jantung, DM, dll)
b. Pengkajian seksual mencakup :
Riwayat Kesehatan seksual
a) Pertanyaan yang berkaitan dengan seks untuk menentukan apakah
klien mempunyai masalah atau kekhawatiran seksual.
b) Merasa malu atau tidak mengetahui bagaimana cara mengajukan
pertanyaan seksual secara langsung – pertanyaan isyarat
c. Pengkajian fisik
a) Inspeksi dan palpasi
b) Beberapa riwayat kes. yang memerlukan pengkajian fisik misalnya
riwayat PMS, infertilitas, kehamilan, adanya sekret yang tdk normal
dari genital, perubahan warna pada genital, ggn fungsi urinaria, dll.
d. Identifikasi klien yang berisiko
a) Klien yang berisiko mengalami gangguan seksual misalnya : Adanya
ggn struktur/fungsi tubuh akibat trauma, kehamilan, setelah
melahirkan, abnormalitas anatomi genital
e. Riwayat penganiayaan seksual, penyalahgunaan seksual
a) Kondisi yang tidak menyenangkan seperti luka bakar, tanda lahir,
skar (masektomi) dan adanya ostomi pada tubuh
b) Terapi medikasi spesifik yang dapat menyebabkan mslh seksual;
kurangnya pengetahuan/salah informasi tentang fungsi dan ekspresi
seksual

11
c) Ggn aktifitas fisik sementara maupun permanen ; kehilangan
pasangan
d) Konflik nilai-nilai antara kepercayaan pribadi dengan aturan religi
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada masalah kebutuhan seksual,


antara lain :
a. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan (b.d )
1) Ketakutan tentang kehamilan
2) Efek antihipertensi
3) Depresi terhadap kematian atau perpisahan dengan pasangan
b. Disfungsi seksual b.d
1) Cedera medulla spinalis
2) Penyakit kronis
3) Nyeri
4) Ansietas mengenai penempatan di rumah perawatan atau panti
c. Gangguan citra tubuh b.d
1) Efek masektomi atau kolostomi yang baru dilakukan
2) Disfungsi seksual
3) Perubahan pasca persalinan
d. Gangguan harga diri b.d
1) cedera medulla spinalis
2) penyakit kronis
3) nyeri
4) ansietas mengenai penempatan di rumah perawatan atau panti

Masalah seksual juga dapat menjadi etiologi diagnosa keperawatan yang lain
misalnya :
1) Kurang pengetahuan (mengenai konsepsi, kontrasepsi, perubahan
seksual normal) b.d salah informasi dan mitos-mitos seksual
2) Nyeri b.d tidak adekuatnya lubrikasi vagina atau efek pembedahan
genital

12
3) Cemas b.d kehilangan fungsi seksual
3. Perencanaan Keperawatan.

Sasaran keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan seksual pasien mencakup


berikut ini:
1) Menjaga, memulihkan, atau meningkatkan kesehatan seksual.
2) Meningkatkan pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan seksual.
3) Mencegah terjadinya atau penyebaran IMS. Mencegah kehamilan
yang tidak diinginkan.
4) Meningkatkan kepuasan dengan tingkat fungsi seksual.
5) Memperbaiki konsep diri seksual.

Intervensi keperawatan untuk meningkatkan kesehatan dan fungsi seksual


sebagian besar berfokus pada peran mengajar perawat. Pasien perlu diajarkan
tentang fungsi seksual normal, efek pengobatan pada fungsi seksual, pencegahan
IMS, dan pemeriksaan payudara dan testis secara mandiri. Selain mengajar,
perawat dapat melakukan hal-hal berikut untuk membantu pasien
mempertahankan konsep diri seksual yang sehat:
1) Berikan privasi selama perawatan tubuh.
2) Beri perhatian pada penampilan dan pakaian pasien
3) Berikan privasi pasien untuk memenuhi kebutuhan seksual mereka
sendiri atau dengan pasangan dalam batas aman secara fisik.

Ingat bahwa kenyamanan pasien dalam mendiskusikan topik yang


berhubungan dengan seks dipengaruhi budaya. Perencanaan untuk pasien harus
mencakup penggunaan teknik komunikasi yang peka budaya yang diterapkan
dengan pasien dan anggota keluarga sesuai dengan budaya.
Tujuan yg akan dicapai terhadap masalah seksual yg dialami klien, mencakup :
1) Mempertahankan, memperbaiki atau meningkatkan kesehatan seksual
2) Meningkatkan pengetahuan seksualitas dan kesehatan seksual
3) Mencegah terjadinya/menyebarnya PMS
4) Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan

13
5) Meningkatkan kepuasan terhadap tingkat fungsi seksual
6) Memperbaiki konsep seksual diri
4. Implementasi
Intervensi yang dipilih perawat didasarkan pada data yang diperoleh dari
pasien dan diagnosis keperawatan yang diidentifikasi. Banyak intervensi
diarahkan untuk memberikan informasi tentang kesehatan seksual dan konseling
untuk perubahan fungsi seksual.
Perawat membutuhkan enam keterampilan dasar untuk membantu pasien di
bidang seksualitas (Berman, Snyder & Frandsen, 2016):
1) pengetahuan diri dan kenyamanan dengan seksualitas mereka sendiri
2) Penerimaan seksualitas sebagai area penting untuk intervensi
keperawatan dan kemauan untuk bekerja dengan pasien yang
mengekspresikan seksualitas mereka dalam berbagai cara
3) Pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan seksual
sepanjang siklus hidup
4) Pengetahuan tentang seksualitas dasar, termasuk bagaimana masalah
kesehatan dan perawatan tertentu dapat memengaruhi seksualitas dan
fungsi seksual dan intervensi mana yang memfasilitasi ekspresi dan
fungsi seksual
5) Keterampilan komunikasi terapeutik
6) Kemampuan untuk mengenali kebutuhan semua pasien dan anggota
keluarga untuk memperkenalkan topik seksualitas tidak hanya dalam
materi tertulis atau audiovisual tetapi juga dalam diskusi verbal.
5. Evaluasi
Evaluasi respons pasien terhadap intervensi keperawatan untuk menentukan
apakah kriteria tujuan dan hasil telah dipenuhi. Berpikir kritis memastikan bahwa
perawat menerapkan apa yang diketahui tentang seksualitas dan situasi unik
pasien. Lakukan diskusi lanjutan dengan pasien atau pasangan untuk menentukan
apakah tujuan dan hasil telah tercapai. Seksualitas dirasakan lebih dari sekadar
diamati, dan ekspresi seksual membutuhkan keintiman yang tidak dapat diterima
untuk diamati. Oleh karena itu, ajukan pertanyaan kepada pasien tentang faktor

14
risiko, masalah seksual, dan tingkat kepuasan mereka. Amati tanda-tanda perilaku
seperti kontak mata, postur tubuh, dan gerakan tangan yang tidak relevan yang
menunjukkan kenyamanan atau menunjukkan kecemasan atau kekhawatiran
berkelanjutan saat topik dibahas.
Antisipasi kebutuhan untuk mengubah ekspektasi dengan individu dan
pasangan saat mengevaluasi hasil. Kadang-kadang seorang perawat perlu
menetapkan kerangka waktu yang lebih tepat untuk mencapai sasaran. Minta
pasien untuk menentukan apa yang dapat diterima dan memuaskan sambil
mempertimbangkan tingkat kepuasan seksual pasangan (Potter et al, 2013).
Ketika hasil tidak tercapai, mulailah mengajukan pertanyaan untuk menentukan
perubahan yang sesuai dalam intervensi
1) Evaluasi tujuan yang telah ditentukan dalam perencanaan. Jika tidak
tercapai, perawat seharusnya mengeksplorasi alasan-alasan tujuan tersebut
tidak tercapai.
Pengungkapan klien atau pasangan, klien dapat diminta mengungkapkan
kekuatiran, dan menunjukkan faktor risiko, isyarat perilaku seperti kontak
mata, atau postur yang menandakan kenyamanan atau kekuatiran.
2) Klien, pasangan dan perawat mungkin harus mengubah harapan atau
menetapkan jangka waktu yang lebih sesuai untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
3) Komunikasi terbuka dan harga diri yang positif penting

15
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan
dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai, memerhatikan dan
menyayangi sehingga terjadi sebuah hubungan timbal balik antar dua individu
tersebut.
Pemenuhan kebutuhan seksual merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang harus terpenuhi. Di dalam masyarakat bebas, seseorang dapat
menyalurkan kebutuhan seksualnya sesuai dengan keinginan dan orientasi seksual
yang dimilikinya.
Adapun faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Seksualitas yaitu:
Pertimbangan Perkembangan, Kebiasaan hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan,
Peran dan Hubungan, dan konsep diri.
Dalam asuhan keperawatan dilakukan 5 tahap yaitu: pengkajian, diagnose,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Studi Tentang Kebutuhan seksualitas, Fikri Kurnia H, Fakultas Ilmu Kesehatan


UMP, 2019

Hawari, Dadang, 2006, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.Yogyakarta ,


PT. Dana Bhakti Prima Yasa

Nurwening Tyas W, dkk. BUKU AJAR 1Kebutuhan Dasar Manusia. Prodi


Kebidanan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya.

17

Anda mungkin juga menyukai