Anda di halaman 1dari 14

ISU GENDER DALAM PENDIDIKAN

DISUSUN OLEH :

FERDIANTO PALILING KARIMALEY

(1703030012)

ONGKY W. MELLA

(1703030029)

PROGRAM STUDY SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2018
Kata Pengantar

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, kepada

kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Sosiologi Gender yang

kami bahas dalam makalah ini adalah tentang kesetaraan gender dalam pendidikan.

Makalah ini dibuat dengan maksud mendidik dan melatih siswa agar lebih kritis,

terdidik, mealtih untuk bekerja sama dan lebih memahami dalamkesetaraan gender. Selain itu

dengan membuat makalah ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan dalam

pembelajaran mata kuliah sosiologi gender, dengan kegiatan pembuatan makalah seperti ini

diharapkan mahasiswa dapat aktif dalam belajar, juga membaca.

Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermangfaat dan berguna, khususnya bagi

kami penulis. Tiada kesempurnaan di dunia ini, dan kami rasa masih banyak kekurangan

dalam pembuatan makalah ini, kami mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan dalam

penulisan makalah ini.

Kupang, 9 juni 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul .....................................................................................................i

Kata Pengantar ..................................................................................................ii


Daftar Isi.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................2

BAB II PEMBHASAN

A. Pengertian Gender ..................................................................................3


B. Pengertian Kesetaraan Gender ...............................................................4
C. Penyadaran Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan ..............................5
D. Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan ..................................................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..........................................................................................10
B. Daftar Pustaka.......................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sau dekade terakhir ini, upaya penyadaran gender menjadi perbincangan serius di

kalangan aktivitas perempuan, keluarga-keluarga, wartawan, dunia pendidikan maupun

politisi.Perbincangan dilakukan karena banyaknya kejadian dalam masyarakat bias gender

sehingga merugikan perempuan maupun masyarakat secara keseluruhan.

Perempuan biasanya tidak memperoleh kesempatan pendidikan yang memadai.Hal ini

bisa kita liat dari banyaknya cerita dalam buku-buku pelajaran dan bacaan wajib yang

menggambarkan peran laki-laki dan perempuan. Cerita-cerita itu sering menempatkan laki-

laki pada peran sentral, sedangkan perempuan hanya dijadikan sebagai tokoh pelengkap dan

tidak jarang keberadaanya dihilangkan sama sekali.

Di bidang pendidikan, kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki. Kondisi

ini antara lain disebabkan adanya pandangan dalam masyarakat yang mengutamakan dan

mendahulukan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan daripada perempuan.

Kini setelah reformasi, cerita-cerita dalam buku pelajaran sekolah yang lebih

mengekploitasi keperkasaan laki-laki belum banyak berubah. Mengubah aras pendidikan

menjadi tidak bias gender juga bukan problem yang sederhana. Hal ini dikarenakan

kurikulum pendidikan kita secara sistematis dirumuskan oleh suatu kebijakan yang berbias

gender untuk jangka waktu tertentu.


B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan gender?

2. Apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender?

3. Bagaimana upaya penyadaran gender di dalam pendidikan?

4. Bagaimana kesetaraan gender dalam pendidikan?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gender

Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin.Secara umum,

pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila

dilihat dari nilai dan tingkah laku.Dalam Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender

adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku,

mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang

dalam masyarakat.

Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menyatakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke

dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna

tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran

sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk

analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. Gender dalam

Wikipedia bahasa Indonesia menyaakan bahwa gender merupakan aspek hubungan sosial

yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia. Gender dipahami sebagai suatu

konsep mengenai peran laki-laki dan perempuan di suatu masa dan kultur tertentu yang

dikonstruksi. Hal ini merupakan hasil bentukan ketentuan kehidupan bersosial bukan

biologis. Gender mengacu ke peran perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi secara

social.Peran tersebut dipelajari berubah dari waktu ke waktu dan beragam menurut budaya

dan antar budaya.


Gender sebagai konsep yang mengacu pada peran dan tanggung jawab laki-laki dan

perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan social dan budaya

masyarakat. Caplan menyaakan bahwa perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan

selain biologis, sebagian justru terbentuk melalui proses budaya dan social. Oleh karena itu

watak social dan budaya selalu mengalami perubahan dalam sejarah, gender juga berubah

dari waktu ke waktu, dari suatau tempat ke tempat yang lain. Sementara jenis kelamin

sebagai kodrat Tuhan dan tidak dapat mengalami perubahan dengan konsekuensi-

konsekuensi logisnya.Adapun ideology gender adalah segala aturan, nilai, mitos, sterotipe

yang mengatur hubungan laki-laki perempuan yang didahului oleh pembentukan identitas

feminism dan maskulin.

B. Pengertian Kesetaraan Gender

Tujuan memahami gender adalah untuk memutuskan ketimpangan gender dalam

rangka meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender adalah kesamaan

kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai

manusia agar berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,social budaya, pertahanan

dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.

Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya

diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses,

kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang

setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang

atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk

mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki
kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan

dan hasil sumber daya.

Kesadaran akan kesetaraan gender telah menjadi wacana public yang terbuka,

sehingga hamper tidak ada sudut kehidupan manapun yang tidak tersentuh wacana ini.

Gender telah menjadi prespektif baru yang sedang diperjuangkan untuk menjadi control bagi

kehidupan social, sejauh mana prinsip keadilan, penghargaan martabat manusia dan

perlakuan yang sama di hadapan apapun antar sesame manusia termasuk laki-laki dan

perempuan.

Nmaun demikian kesetaraan sepertinya samar-samar dilaksanakan dalam kehidupan

sehari-hari.Alasannya karena prinsip-prinsip kesetaraan dijabarkan dalam konteks sosio-

historis tertentu, dan adanya bias gender (kelaki-lakian) di dalam penafsiran agama yang

selama ini didominasi oleh kaum laki-laki.

C. Penyadaran Kesetaraan Gender dalam Pendidikan

Upaya penyadaran ditempuh dengan harapan membantu perempuan sendiri

menemukan jati diri dan perannya di tengah masyarakat yang terus berubah.Tidak disangka

bahwa kita masih hidup dalam budaya, pandangan dan ideologi yang didominasi oleh

patriaki.Di tengah masyarakat, laki-laki masih merupakan figure sentral karena memang

pendidikan semenjak di tengah keluarga kemudian di lanjutkan di sekolah, dan pekerjaan

terjadi demikian.

Proses penyadaran dapat dilakukan dalam dunia pendidikan dengan membenahi

beberapa aspek seperti kurikulum, buku pelajaran, metode pengajaran, Garis Besar Progam

Pengajaran (GBPP). Selama Orde Baru berkuasa, pendidikan cenderung diarahkan untuk

mencapai keseragaman ketimbang memberi kesempatan pada anak didik untuk berkreasi.
Dengan memperhatiakan aspek pendidikan, diharapkan sedini mungkin anak didik

memberi tempat dan perhatian pada masalah gender, tidak sekedar jenis kelamin.Melainkan

berimplikasi langsung dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat.Harus diakui, untuk

mengubah pendidikan menjadi tidak berbias gender bukanlah langkah mudah.Kurikulum

pendidikan kita telah disusun secara sistematis untuk jangka waktu tertentu.

Dalam dunia pendidikan ada tiga akses yang perlu di perhatikan untuk mewujudkan

kesetaraan tersebut yakni kesetaraan akses terhadap fasilitas pendidikan, dalam peranan

termasuk pengambilan kebijakan, dan kesetaraan dalam menerima manfaat.

Dunia pendidikan menanamkan dan mengembangkan model-model sehingga betul-

betul menginspirasi keluarga, masyarakat untuk memperhatikan (kesetaraan gender) ini

secara terus menerus.Dengan adanya program wajib belajar sembilan tahun untuk anak laki-

laki maupun perempuan, kini pembedaan gender dalam bidang pendidikan dasar dan

menengah sudah hampir tidak ada lagi.

D. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan

Pendidikan tidak hanya sekedar proses pembelajaran tetapi merupakan salah satu

narasumber bagi segala pengetahuan karenanya instrument efektif transfer nilai termasuk

nilai yang berkaitan dengan isu tersebut. Dengan demikian pendidikan juga sarana sosialisasi

kebudayaan yang berlangsung secara formal termasuk sekolah.

Penelitian seluruh siswa SMP di tiga wilayah (Surakarta, Semarang, dan Tegal)

menunjukkan terjadinya kctidaksejajaran gender.Laki-laki masih dominan dalam perilaku di

kelas, di sekolah, dau bahkan dalam pergaulana di sekolah.Para siswa masih terbagi ke dalam

prototipe perempuan adalah orang yang "feminin" dan lalaki-laki adalah orang yang

"maskulin".Tugas dan peran perempuan yang mama adalah 3M (memask, menciwi, dan

merawat anak/suami, sedangkan laid¬laki adalah pencari nafkali. Dalain bidang pekerjaan,
perempuan hanya ada wilayah doinestik dan laki-laki di wilayah publik. Oleh karena itu, laki-

laki "hams" sekolah sampai linggi.Mengenai hal pendidkau, perempuan amenolak secara

tegas terhadap pernyataan bahwa perempuan tidak pelit sekolah sampai tinggi.Kesemua hal

di atas lebili bayak disebahkan oleh pola anak di rumah.Mereka didik oleh orang tuanya

dengan ideologi gender, yaitu laki-laki harus hisa melindungi, bertatiggung jawab, tangkas,

dan kuat; sedangkan perempuan barns pandai mengurus nrmah, metnbantu ibunya, dan hams

lembut, sopan.Selain perlakuan guru terhadap siswa yang masih "melindungi" siswa

perempuan dari "kekerasan, kekasaran, kejahilan laki-laki". Hegitu juga dalam bidang

olahraga,misalnya. Hal itu semakin mngukuhkan stereotipe yang genderis.Penyebab lainnya

adalah bahasa (Indonesia). Dalam buku-buku bahasa Indonesia, kognisi anak didik

dikontruksi sedemikian rupa yang juga sangat gender's: perempuan "habitatnya" adalah di

dapur, sumur, dan kasur, sedangkan laki-laki di luar rumah.

Departemen Pendidikan Nasional berupaya menjawab isu tersebut melalui perubahan

kurikulum dan rupaya sudah terakomodasi dalam kurikulum 2004 tinggal bagaimana

mengaplikasikannya dalam bahan ajar terutama isu gender meskipun pada kenyataannya

masih membawa dampak bias gender dalam masyarakat yang berakibat pada kurang

optimalnya pembangunan sumber daya manusia yang unggul di segala bidang tanpa

memandang jenis kelamin.

Ada tiga aspek permaslahan gender dalam pendidikan yaitu:

 Akses (fasilitas pendidikan yang sulit dicapai)

 Partisipasi (tercakup dalam bidang studi dan statistic pendidikan, banyaknya perempuan

mengambil bidang keguruan karena pandangan yang mengatakan bahwa peran guru sebagai

Pembina juga pengasuh digambarkan sebagai kodrat perempuan sebagai ibu) .

Indikasi berlangsungnya sosialisasi gender dalam pembelajaran sekolah jelas terlihat

tegas melalui konstruksi tersebut untuk itu perlu perubahan untuk mencapai keadilan dan
kesetaraan gender karena berakibat ketimpangan pada salah satu gender khususnya

perempuan.

Di samping itu perilaku yang tampak dalam kehidupan sekolah interaksi guru-guru ,

guru-murid, murid-murid baik di dalam maupun di luar kelas pada saat pelajaran berlangsung

maupun istirahat berlangsung akan menampakan konstruksi gender yang terbangun selama

ini , yaitu bias.

Pemerintah secara terus menerus menyuarakan penyetaraan gender seperti yang

diamanatkan oleh UU 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga Negara berhak

mendapatkan pendidikan”. Artinya setiap warga Negara berarti laki-laki dan perempuan

bukan laki-laki saja yang selama ini diprioritaskan oleh keluarga untuk melanjutkan

pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.Akibatnya bila perempuan bekerja

mendapat upah lebih rendah daripada laki-laki.

Gender dalam pendidikan tidak lepas dari faktor lainnya seperti organisasi keluarga

dan pekerjaan, surplus ekonomi, kecanggihan tekhnologi, kepadatan penduduk dan lainnya.

Karna kesemuanya adalah variabel yang saling mempengaruhi banyak hal tentang gender

begitupun didalam fenomena pendidikan.

Berbicara tentang gender bukan ingin menyalahi kodrat tetapi justru mengembalikan

kodrat pada proporsi dan fungsi sosialnya bagaimanakah dijalankan secara setara oleh kaum

laki-laki dan perempuan. Sekolah merupakan salah satu alat Negara yang berperan dalam

menciptakan hegemoni yang menggiring kebutuhan pembangunan termasuk diantaranya

melanggengkan budaya gender. Pendidikan merupakan media sosialisasi yang terbaik,

mengubah paradigma pendidikan yang tidak berbias gender, perbaikan kurikulum, menata

hubungan guru dan murid, metode pembelajaran yang lain, akan menjadi jalan pembuka

kesadaran gender berawal.


Kesetaraan gender seharusnya mulai ditanamkan pada anak sejak dari lingkungan

keluarga. Ayah dan ibu yang saling melayani dan menghormati akan menjadi contoh yang

baik bagi anak-anaknya. Demikian pula dalam hal memutuskan berbagai persoalan keluarga,

tentu tidak lagi didasarkan atas "apa kata ayah".Jadi, orang tua yang berwawasan gender

diperlukan bagi pembentukan mentalitas anak baik laki-laki maupun perempuan yang kuat

dan percaya diri.

Memang tidak mudah bagi orang tua untuk melakukan pemberdayaan yang setara

terhadap anak perempuan dan laki-lakinya.Sebab di satu pihak, mereka dituntut oleh

masyarakat untuk membesarkan anak-anaknya sesuai dengan "aturan anak perempuan" dan

"aturan anak laki-laki". Di lain pihak, mereka mulai menyadari bahwa aturan-aturan itu

melahirkan ketidakadilan baik bagi anak perempuan maupun laki-laki.

Kesetaraan gender dalam proses pembelajaran memerlukan keterlibatan Depdiknas

sebagai pengambil kebijakan di bidang pendidikan, sekolah secara kelembagaan dan terutama

guru.

Dalam hal ini diperlukan standardisasi buku ajar yang salah satu kriterianya adalah

berwawasan gender. Selain itu, guru akan menjadi agen perubahan yang sangat menentukan

bagi terciptanya kesetaraan gender dalam pendidikan melalui proses pembelajaran yang peka

gender.

Dibandingkan dengan fenomena yang ada dimasa lalu gender sudah banyak

memperoleh kesempatan yang sama dengan laki-laki di masa sekarang. Dulu banyak

fenomena dimana orang tua lebih mengutamakan pendidikan untuk anak laki-lakinya dengan

berbagai alasan, tapi tidak dipungkiri mungkin saat ini masih bisa terjadi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin.Secara umum,

pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila

dilihat dari nilai dan tingkah laku.Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa

Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal

peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang

berkembang dalam masyarakat.

Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk

memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar berperan dan berpartisipasi

dalam kegiatan politik,social budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan

dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.

Proses penyadaran dapat dilakukan dalam dunia pendidikan dengan membenahi

beberapa aspek seperti kurikulum, buku pelajaran, metode pengajaran, Garis Besar Progam

Pengajaran (GBPP). Selama Orde Baru berkuasa, pendidikan cenderung diarahkan untuk

mencapai keseragaman ketimbang memberi kesempatan pada anak didik untuk berkreasi.

Pemerintah secara terus menerus menyuarakan pengarusutaman gender seperti yang

diamanatkan oleh UU 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga Negara berhak

mendapatkan pendidikan”. Artinya setiap warga Negara berarti laki-laki dan perempuan

bukan laki-laki saja yang selama ini diprioritaskan oleh keluarga untuk melanjutkan

pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.Akibatnya bila perempuan bekerja

mendapat upah lebih rendah daripada laki-laki.


Daftar Pustaka

 Muawanah, Elfi. 2009. Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia.

 Mujiran, Paulus. 2002. Pernik-pernik Pendidikan: Manifestasi dalam Keluarga, Sekolah dan

Penyadaran Gender a

Anda mungkin juga menyukai