DISUSUN OLEH :
(1703030012)
ONGKY W. MELLA
(1703030029)
2018
Kata Pengantar
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Sosiologi Gender yang
kami bahas dalam makalah ini adalah tentang kesetaraan gender dalam pendidikan.
Makalah ini dibuat dengan maksud mendidik dan melatih siswa agar lebih kritis,
terdidik, mealtih untuk bekerja sama dan lebih memahami dalamkesetaraan gender. Selain itu
dengan membuat makalah ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan dalam
pembelajaran mata kuliah sosiologi gender, dengan kegiatan pembuatan makalah seperti ini
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermangfaat dan berguna, khususnya bagi
kami penulis. Tiada kesempurnaan di dunia ini, dan kami rasa masih banyak kekurangan
dalam pembuatan makalah ini, kami mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan dalam
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .....................................................................................................i
BAB II PEMBHASAN
A. Kesimpulan ..........................................................................................10
B. Daftar Pustaka.......................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sau dekade terakhir ini, upaya penyadaran gender menjadi perbincangan serius di
bisa kita liat dari banyaknya cerita dalam buku-buku pelajaran dan bacaan wajib yang
menggambarkan peran laki-laki dan perempuan. Cerita-cerita itu sering menempatkan laki-
laki pada peran sentral, sedangkan perempuan hanya dijadikan sebagai tokoh pelengkap dan
ini antara lain disebabkan adanya pandangan dalam masyarakat yang mengutamakan dan
Kini setelah reformasi, cerita-cerita dalam buku pelajaran sekolah yang lebih
menjadi tidak bias gender juga bukan problem yang sederhana. Hal ini dikarenakan
kurikulum pendidikan kita secara sistematis dirumuskan oleh suatu kebijakan yang berbias
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender
Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin.Secara umum,
pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku.Dalam Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender
adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang
dalam masyarakat.
Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menyatakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke
dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna
tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran
sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk
analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. Gender dalam
Wikipedia bahasa Indonesia menyaakan bahwa gender merupakan aspek hubungan sosial
yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia. Gender dipahami sebagai suatu
konsep mengenai peran laki-laki dan perempuan di suatu masa dan kultur tertentu yang
dikonstruksi. Hal ini merupakan hasil bentukan ketentuan kehidupan bersosial bukan
biologis. Gender mengacu ke peran perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi secara
social.Peran tersebut dipelajari berubah dari waktu ke waktu dan beragam menurut budaya
perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan social dan budaya
masyarakat. Caplan menyaakan bahwa perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan
selain biologis, sebagian justru terbentuk melalui proses budaya dan social. Oleh karena itu
watak social dan budaya selalu mengalami perubahan dalam sejarah, gender juga berubah
dari waktu ke waktu, dari suatau tempat ke tempat yang lain. Sementara jenis kelamin
sebagai kodrat Tuhan dan tidak dapat mengalami perubahan dengan konsekuensi-
konsekuensi logisnya.Adapun ideology gender adalah segala aturan, nilai, mitos, sterotipe
yang mengatur hubungan laki-laki perempuan yang didahului oleh pembentukan identitas
rangka meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender adalah kesamaan
kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai
manusia agar berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,social budaya, pertahanan
dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses,
kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang
setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang
atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki
kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan
Kesadaran akan kesetaraan gender telah menjadi wacana public yang terbuka,
sehingga hamper tidak ada sudut kehidupan manapun yang tidak tersentuh wacana ini.
Gender telah menjadi prespektif baru yang sedang diperjuangkan untuk menjadi control bagi
kehidupan social, sejauh mana prinsip keadilan, penghargaan martabat manusia dan
perlakuan yang sama di hadapan apapun antar sesame manusia termasuk laki-laki dan
perempuan.
historis tertentu, dan adanya bias gender (kelaki-lakian) di dalam penafsiran agama yang
menemukan jati diri dan perannya di tengah masyarakat yang terus berubah.Tidak disangka
bahwa kita masih hidup dalam budaya, pandangan dan ideologi yang didominasi oleh
patriaki.Di tengah masyarakat, laki-laki masih merupakan figure sentral karena memang
terjadi demikian.
beberapa aspek seperti kurikulum, buku pelajaran, metode pengajaran, Garis Besar Progam
Pengajaran (GBPP). Selama Orde Baru berkuasa, pendidikan cenderung diarahkan untuk
mencapai keseragaman ketimbang memberi kesempatan pada anak didik untuk berkreasi.
Dengan memperhatiakan aspek pendidikan, diharapkan sedini mungkin anak didik
memberi tempat dan perhatian pada masalah gender, tidak sekedar jenis kelamin.Melainkan
pendidikan kita telah disusun secara sistematis untuk jangka waktu tertentu.
Dalam dunia pendidikan ada tiga akses yang perlu di perhatikan untuk mewujudkan
kesetaraan tersebut yakni kesetaraan akses terhadap fasilitas pendidikan, dalam peranan
secara terus menerus.Dengan adanya program wajib belajar sembilan tahun untuk anak laki-
laki maupun perempuan, kini pembedaan gender dalam bidang pendidikan dasar dan
Pendidikan tidak hanya sekedar proses pembelajaran tetapi merupakan salah satu
narasumber bagi segala pengetahuan karenanya instrument efektif transfer nilai termasuk
nilai yang berkaitan dengan isu tersebut. Dengan demikian pendidikan juga sarana sosialisasi
Penelitian seluruh siswa SMP di tiga wilayah (Surakarta, Semarang, dan Tegal)
kelas, di sekolah, dau bahkan dalam pergaulana di sekolah.Para siswa masih terbagi ke dalam
prototipe perempuan adalah orang yang "feminin" dan lalaki-laki adalah orang yang
"maskulin".Tugas dan peran perempuan yang mama adalah 3M (memask, menciwi, dan
merawat anak/suami, sedangkan laid¬laki adalah pencari nafkali. Dalain bidang pekerjaan,
perempuan hanya ada wilayah doinestik dan laki-laki di wilayah publik. Oleh karena itu, laki-
laki "hams" sekolah sampai linggi.Mengenai hal pendidkau, perempuan amenolak secara
tegas terhadap pernyataan bahwa perempuan tidak pelit sekolah sampai tinggi.Kesemua hal
di atas lebili bayak disebahkan oleh pola anak di rumah.Mereka didik oleh orang tuanya
dengan ideologi gender, yaitu laki-laki harus hisa melindungi, bertatiggung jawab, tangkas,
dan kuat; sedangkan perempuan barns pandai mengurus nrmah, metnbantu ibunya, dan hams
lembut, sopan.Selain perlakuan guru terhadap siswa yang masih "melindungi" siswa
perempuan dari "kekerasan, kekasaran, kejahilan laki-laki". Hegitu juga dalam bidang
adalah bahasa (Indonesia). Dalam buku-buku bahasa Indonesia, kognisi anak didik
dikontruksi sedemikian rupa yang juga sangat gender's: perempuan "habitatnya" adalah di
kurikulum dan rupaya sudah terakomodasi dalam kurikulum 2004 tinggal bagaimana
mengaplikasikannya dalam bahan ajar terutama isu gender meskipun pada kenyataannya
masih membawa dampak bias gender dalam masyarakat yang berakibat pada kurang
optimalnya pembangunan sumber daya manusia yang unggul di segala bidang tanpa
Partisipasi (tercakup dalam bidang studi dan statistic pendidikan, banyaknya perempuan
mengambil bidang keguruan karena pandangan yang mengatakan bahwa peran guru sebagai
tegas melalui konstruksi tersebut untuk itu perlu perubahan untuk mencapai keadilan dan
kesetaraan gender karena berakibat ketimpangan pada salah satu gender khususnya
perempuan.
Di samping itu perilaku yang tampak dalam kehidupan sekolah interaksi guru-guru ,
guru-murid, murid-murid baik di dalam maupun di luar kelas pada saat pelajaran berlangsung
maupun istirahat berlangsung akan menampakan konstruksi gender yang terbangun selama
diamanatkan oleh UU 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Artinya setiap warga Negara berarti laki-laki dan perempuan
bukan laki-laki saja yang selama ini diprioritaskan oleh keluarga untuk melanjutkan
Gender dalam pendidikan tidak lepas dari faktor lainnya seperti organisasi keluarga
dan pekerjaan, surplus ekonomi, kecanggihan tekhnologi, kepadatan penduduk dan lainnya.
Karna kesemuanya adalah variabel yang saling mempengaruhi banyak hal tentang gender
Berbicara tentang gender bukan ingin menyalahi kodrat tetapi justru mengembalikan
kodrat pada proporsi dan fungsi sosialnya bagaimanakah dijalankan secara setara oleh kaum
laki-laki dan perempuan. Sekolah merupakan salah satu alat Negara yang berperan dalam
mengubah paradigma pendidikan yang tidak berbias gender, perbaikan kurikulum, menata
hubungan guru dan murid, metode pembelajaran yang lain, akan menjadi jalan pembuka
keluarga. Ayah dan ibu yang saling melayani dan menghormati akan menjadi contoh yang
baik bagi anak-anaknya. Demikian pula dalam hal memutuskan berbagai persoalan keluarga,
tentu tidak lagi didasarkan atas "apa kata ayah".Jadi, orang tua yang berwawasan gender
diperlukan bagi pembentukan mentalitas anak baik laki-laki maupun perempuan yang kuat
Memang tidak mudah bagi orang tua untuk melakukan pemberdayaan yang setara
terhadap anak perempuan dan laki-lakinya.Sebab di satu pihak, mereka dituntut oleh
masyarakat untuk membesarkan anak-anaknya sesuai dengan "aturan anak perempuan" dan
"aturan anak laki-laki". Di lain pihak, mereka mulai menyadari bahwa aturan-aturan itu
sebagai pengambil kebijakan di bidang pendidikan, sekolah secara kelembagaan dan terutama
guru.
Dalam hal ini diperlukan standardisasi buku ajar yang salah satu kriterianya adalah
berwawasan gender. Selain itu, guru akan menjadi agen perubahan yang sangat menentukan
bagi terciptanya kesetaraan gender dalam pendidikan melalui proses pembelajaran yang peka
gender.
Dibandingkan dengan fenomena yang ada dimasa lalu gender sudah banyak
memperoleh kesempatan yang sama dengan laki-laki di masa sekarang. Dulu banyak
fenomena dimana orang tua lebih mengutamakan pendidikan untuk anak laki-lakinya dengan
berbagai alasan, tapi tidak dipungkiri mungkin saat ini masih bisa terjadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin.Secara umum,
pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku.Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa
Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik,social budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan
beberapa aspek seperti kurikulum, buku pelajaran, metode pengajaran, Garis Besar Progam
Pengajaran (GBPP). Selama Orde Baru berkuasa, pendidikan cenderung diarahkan untuk
mencapai keseragaman ketimbang memberi kesempatan pada anak didik untuk berkreasi.
diamanatkan oleh UU 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Artinya setiap warga Negara berarti laki-laki dan perempuan
bukan laki-laki saja yang selama ini diprioritaskan oleh keluarga untuk melanjutkan
Mujiran, Paulus. 2002. Pernik-pernik Pendidikan: Manifestasi dalam Keluarga, Sekolah dan
Penyadaran Gender a