Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“ISLAM DAN GENDER”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama
Dosen Pembimbing: Ahmad Nilnal Munachifdlil’Ulla S.Pd.I,M.Pd

Disusun oleh :
KELOMPOK 10

1. Nila Alfiyatun Ni’mah ( 202111120 )


2. Feby Dwi Fitriya ( 202111121 )
3. Nuke Ainun Nafis ( 202111132 )
4. Ahmad Habib Hidayat ( 202111133 )

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Islam Dan Gender” dengan
tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama
Islam.
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang pandangan islam tentang
gender bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis sangat berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Ahmad Nilnal Munachifdlil’Ula
S.Pd.I,M.Pd selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam.Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Bagi
kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Semoga makalah ini
dapat memberi manfaat kepada penulis dan pembaca pada umumnya. Aamiin.

Kudus, 20 September 2021

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................................. i


Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gender ........................................................................................... 2
2.2 Kesetaraan Gender Dalam Islam...................................................................... 3
2.3 Prinsip-Prinsip Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an..................................... 4
2.4 Analisis Gender Dalam Hukum Islam.............................................................. 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 8
3.2 Saran ................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 9

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah telah menuliskan bahwa jauh sebelum datangnya Islam, telah dikenal adanya
dua peradaban besar yaitu peradaban Yunani dan peradaban Romawi. Selain itu, dunia juga
mengenal adanya dua agama besar, yaitu Yahudi dan Nasrani. Eksistensi kaum perempuan
dalam perputaran waktu pada masa peradaban-peradaban serta agama-agama tersebut
memiliki nuansa tersendiri. Hal tersebut secara khusus dapat dilihat dari sisi kesetaraan antara
kaum laki-laki dan perempuan, baik dalam hal publik maupun domestik. Yunani yang dikenal
dengan ketinggian filsafatnya, ternyata penghargaan mereka terhadap perempuan tidak
setinggi sebagaimana mereka menghargai filsafat. Kalangan elit mereka menempatkan
perempuan hanya di dalam lingkup tembok istana. Sementara pada level bawah posisi
perempuan malah semakin rendah. Mereka seperti halnya barang yang bebas diperjualbelikan
dipasar-pasar bebas. Bagi yang berumah tangga, nasibnya berada sepenuhnya dibawah
kontrol kaum laki- laki. Sebagai konsekuensi dari isu gender yang semakin marak
dibicarakan, perempuan Islam dewasa ini banyak yang ingin meninjau ulang ajaran Islam
yang mewajibkan istri patuh kepada suaminya. Apakah ajaran ini memang mempunyai dasar
yang kuat atau sekedar pemahaman ulama sesuai dengan kondisi perempuan di zaman
mereka. Apakah ajaran demikian tidak bisa ditawar lagi atau dipahami sesuai dengan
kemajuan yang telah dicapai perempuan masa kini.
Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan
dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam
perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu
terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan
sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan
dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi
hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial, budaya,
ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga. Gender dipersoalkan karena secara sosial
telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-
laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat
cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam
hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pengertian Gender
1.2.2 Kesetaraan Gender Dalam Islam
1.2.3 Prinsip-Prinsip Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an
1.2.4 Analisis Gender Dalam Hukum Islam
1.3 Tujuan Masalah

1
1.3.1 Untuk mengetahui tentang pengertian gender
1.3.2 Untuk mengetahui kesetaraan gender dalam Islam
1.3.3 Untuk mengetahui prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam Al-Qur’an
1.3.4 Untuk mengetahui Analisis Gender Dalam- Hukum Islam

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gender


Secara bahasa gender berasal dari bahasa inggris, Gender artinya jenis kelamin.
Sedangkan istilah gender menurut Webster’s New World Dictionary, sebagaimana dikutip
Nasaruddin Umar, diartikan sebagai perbedaan yang tampak anatara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Selanjutnya gender sebagai sebuah gejala sosial dapat
diartikan sebagai pembagian peran manusia berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Persoalan gender, khususnya yang berkaitan dengan pengubahan struktur
masyarakat kearah yang lebih adil bagi kedua jenis kelamin, telah menjadi isu didunia Islam
sejak awal abad ke-20. Dari pengertian ini menggambarkan adanya upaya untuk mengetahui
perbedaan yang jelas antara kecendrungan laki-laki dan perempuan dan sekaligus pula
menjelaskan bahwa isu gender berasal dari masyarakat dan tradisi Barat yang berusaha untuk
memposisikan perbedaan peran wanita dan pria dalam intraksi sosial mereka di masyarakat.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya.
Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat, bukannya sesuatu yang
bersifat kodrati.
Gender sendiri tidak dapat disamakan dengan seks dan kodrat. Karena dalam
pengertiannya kodrat dan seks, memiliki pengertian yang berbeda. Istilah seks sendiri
merupakan fisik secara biologis, yaitu alat kelamin pria dan wanita dari sejak lahir hingga
meninggal dunia. Sedangkan kodrat adalah sifat bawaan bologis dari Allah SWT berikan
kepada manusia. Kebanyakan orang diluar sana mengatakan bahwa gender adalah sama
dengan jenis kelamin. Padahal gender memiliki pengertian sendiri dan berdiri sendiri. Gender
adalah perbedaan prilaku antara pria dan wanita yang dikonstruksi secara sosial yakni
perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh
manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Sekarang-sekarang ini gender masih
banyak di perbincangkan, mungkin karena banyak orang yang mensalah gunakan kata
gender. Maka dari itu pahami dahulu apa maksud dari kata tersebut, baru kita dapat
menggunakan kata itu dengan sewajarnya saja.

2.2 Kesetaraan Gender Dalam Islam


Kesetaraan gender adalah posisi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam
memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam aktifitas kehidupan baik dalam
keluarga, masyarakat maupu berbangsa dan bernegara. Keadilan gender adalah suatu proses
menuju setara, selaras, seimbang, serasi ,tanpa diskriminasi. Islam tidak membedakan antara
hak dan kewajiban yang ada pada anatomi manusia, hak dan kewajiban itu selalu sama di
mata Islam bagi kedua anatomi yang berbeda tersebut. Islam mengedepankan konsep
keadilan bagi siapun dan untuk siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka. Islam
menyamakan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan mengandung nilai-nilai
kesetaraan (equality), keadilan Konsep Gender dalam Islam dan menolak ketidakadilan,
keselarasan, keserasian dan keutuhan bagi manusia. Islam memperkenalkan konsep relasi
3
gender yang mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur’an yang sekaligus menjadi tujuan umum
syari’ah mewujudkan keadilan dan kebajikan (Q.S an-Nahl [16]: 90) yang artinya:
“sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan
dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiaban yang sama dalam
menjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran social dalam masyarakat tidak ditemukan
ayat Al-Qur’an atau hadist yang melarang kaum perempuan aktif didalamnya. Sebaliknya Al-
Qur’an dan hadist banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai
profesi. Dengan demikian, keadilan gender adalah suatu kondisi adil bagi perempuan dan
laki-laki untuk dapat mengaktualisasi dan mendedikasikan diri bagi pembangunan bangsa dan
negara. Keadilan dan kesetaraan gender berlandaskan pada prinsip-prinsip yang
memposisikan laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Tuhan (kapasitasnya
sebagai hamba). Penegasan Alquran yang menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki
memiliki fungsi dan kedudukan yang sama ini dibuktikan oleh Nabi Muhammad dengan
melakukan pembebasan kaum perempuan dari cengkramman teologi, mitos dan budaya
jahiliyyah, antara lain dalam hal waris, anak perempuan mendapat separoh bagian dari laki-
laki. Salah satu misi Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa Islam adalah mengangkat
harkat dan martabat perempuan, karena ajaran yang dibawanya memuat misi pembebasan
dari penindasan. Perempuan merupakan bagian dari kelompok tertindas, termajinalkan dan
tidak mendapatkan hak-haknya dalam kehidupan. Semenjak menjadi bayi perempuan dalam
tradisi masyarakat Arab jahiliyah sudah terancam hak hidupnya, perempuan dianggap sebagai
makhluk yang tidak produktif, membebani bangsa, dan sumber fitnah, oleh karena itu jumlah
perempuan tidak perlu banyak menurut pandangan mereka. Ayat Al-Quran yang dijadikan
rujukan dalam pembicaraan tentang asal kejadian perempuan adalah firman Allah dalam QS.
An-Nisa‟ ayat 1 :

‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجااًل‬ َّ َ‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوب‬ َ َ‫اح َد ٍة َّو َخل‬
ِ ‫س َّو‬ ٍ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذيْ خَ لَقَ ُك ْم ِّم ْن نَّ ْف‬
‫َكثِ ْيرًا َّونِ َس ۤا ًء ۚ َواتَّقُوا هّٰللا َ الَّ ِذيْ تَ َس ۤا َءلُوْ نَ بِ ٖه َوااْل َرْ َحا َم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬
Terjemahannya :
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang
satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah
kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan
kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.
Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak dapat disangkal karena
memiliki kudrat masing-masing. Perbedaan tersebut paling tidak dari segi biologis. Al-Quran
mengingatkan: ” Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari
apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. Ayat di atas mengisyaratkan
perbedaan, dan bahwa masing-masing memiliki keistimewaan. Jenis laki-laki dan perempuan
sama di hadapan Allah. Memang ada ayat yang menegaskan bahwa “Para laki-laki (suami)

4
adalah pemimpin para perempuan (istri)” (QS. An-Nisa‟: 34), namun kepemimpinan ini tidak
boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi Al-Quran
memerintahkan untuk tolong menolong antara laki-laki dan perempuan dan pada sisi lain Al-
Quran memerintahkan pula agar suami dan istri hendaknya mendiskusikan dan
memusyawarahkan persoalan mereka bersama.

2.3 Prinsip-Prisip Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an


Berkenaan dengan terjadinya ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam
masyarakat, Islam dalam hal ini telah memberikan beberapa prinsip dasar tentang kesetaraan
gender laki-laki dan perempuan antara lain adalah:
1. Laki-laki dan Perempuan sama-sama Sebagai Hamba Allah SWT

Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah Tuhan, sebagaimana
firman Allah dalam surat al-Zariyat ayat : 56
56 : ‫وما خلقت الجن واالنس اال لیعبدون {الذاریات‬
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-
laki dan perempuan. Keduanya punya potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba
yang ideal. Hamba yang ideal diistilahkan dengan orang-orang yang “bertakwa”. Untuk
mencapai derajat takwa tidak dikenal perbedaan jenis kalamin.
Kekhususan yang diberikan Allah kepada laki-laki, karena laki-laki adalah pelindung
bagi perempuan, semua ini tidaklah menyebabkan laki-laki menjadi hamba yang utama di
sisi Allah SWT. Kelebihan tersebut diberikan kepada laki-laki dalam kapasitasnya sebagai
anggota masyarakat yang memiliki peran sosial dan publik lebih dari perempuan. Dalam
kapasitasnya sebagai hamba, laki-laki dan perempuan masing-masing mendapatkan
penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar pengabdiannya. Firman Allah dalam surat al-
Nahl ayat 97:
‫من عمل صالحا من ذكر \و انثى وھو مؤمن فلنحیینھ حیوة طیتة ولنجزنھم اجرھم باحسن ما كانوا یعملون {النحل‬
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
2. Laki-laki dan Perempuan Sebagai Khalifah di Bumi

Tujuan penciptaan manusia di bumi di samping untuk menjadi hamba Allah yang
tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah SWT, juga menjadi khalifah di bumi
(khalifah fi al-ardhi), untuk mengelola, mengolah dan memanfaatkan bumi dan seisinya.
Kata “khalifah” tidak merujuk kepada salah satu jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan
punya fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas
kekhalifahannya, sebagaimana juga mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan.
Peran sebagai khalifah yang dipercayakan kepada manusia baik laki-laki maupun
perempuan membawa konsekuensi. Pertama, manusia secara kodrati akan senantiasa
berusaha untuk berkembang, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, sehingga

5
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Kedua, ada perbedaan yang bersifat kodrati
antara laki-laki dan perempuan karena peran yang berbeda, sehingga dapat melengkapi
antara keduanya untuk memperoleh manfaat yang maksimal. Ketiga, karena hakikat
kemuliaan manusia yang mengemban misi sebagai khalifah di bumi, maka ada serangkaian
hak asasi yang menjadi hak manusia itu sendiri.
3. Kewajiban Amar Ma’ruf, Nahi ‘an Munkar

Dalam al-Qur’an, Allah SWT mengisyaratkan bahwa yang berkewajiban


melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar adalah semua orang, tidak hanya laki-laki saja
tetapi juga perempuan. Oleh karena itu, persyaratan dan persiapan yang diperlukan bagi
orang yang akan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar adalah mempunyai keimanan
yang teguh, kepribadian yang baik dan sehat, akhlak yang terpuji, taat beribadah, punya
kemampuan dan kemauan untuk mengajarkan kebaikan. Kewajiban amar ma’ruf nahi
munkar bagi perempuan, ini berarti perempuan itu harus berpartisipasi dalam masyarakat
membetulkan yang salah, memperbaiki yang kurang, meluruskan yang bengkok. Ia dapat
memulainya dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Karena itu Islam memandang bahwa
perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam melakukan tugas amar
ma’ruf nahi munkar. Perempuan itu juga dituntut untuk tampil di tengah masyarakat sebagai
pelopor pembebasan, pembaharuan dan kemajuan, asalkan perempuan tersebut memenuhi
kriteria yang dibutuhkan oleh seseorang yang akan menjalankan tugasnya di tengah
masyarakat.
4. Laki-laki dan Perempuan Berpotensi Meraih Prestasi

Peluang untuk meraih prestasi dan pengembangan diri tidak ada perbedaan antara laki-
laki dan perempuan. Islam telah memberikan kesetaraan gender dan memberikan ketegasan
bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spritual maupun urusan karir profesional tidak
mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Namun dalam kenyataan di tengah
masyarakat konsep ideal ini membutuhkan tahapan dan sosialisasi, karena masih terdapat
sejumlah kendala terutama kendala budaya yang sulit dihilangkan. Pada prinsipnya Islam
tidak membedakan hak untuk meraih prestasi baik bagi laki-laki ataupun bagi perempuan,
hanya saja harus disesuaikan dengan kemampuan intelektual dan ketrampilannya. Karena
itu perempuan mampu menjadi manusia yang produktif yang setara dengan laki-laki. Tidak
ada halangan bagi perempuan untuk bekerja di sektor publik, profesi apapun, jika ia
menjaga kesopanan dan melindungi kesuciannya. Dalam tafsiran tradisional, laki-laki itu
mempunyai superioritas atas perempuan. Para teolog hampir sepakat dalam persoalan ini.
Mereka mengutip ayat al-Qur’an yang mendukung posisi mereka, surat al-Nisa’ ayat 34.
‫الرجال قوامون على النساء بما فضل هللا بعضھم على بعض وبما انفقوا من اموالھم‬
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain, karena mereka telah
menafkahkan sebahagian dari harta mereka...(QS. al-Nisa’: 34).
Kata qawwam dalam ayat ini bisa diinterpretasikan bermacam-macam seperti
“wewenang, “pelindung”, “berkuasa” dan “pendukung”. Menurut Ali Engeneer tokoh yang
concern dengan isu feminisme tafsiran yang paling tepat itu adalah “pendukung” seperti
yang ditunjukkan oleh bagian akhir ayat itu karena mereka telah menafkahkan sebahagian
dari harta mereka. Jadi, laki-laki adalah pendukung perempuan karena mereka memberi

6
nafkah untuk biaya hidup. Dengan demikian ayat yang ditafsirkan tersebut tidak
memperkuat superioritas laki-laki atas perempuan. Kata qawwam digunakan dengan
pengertian “kekuasaan” dikaitkan dengan pemberian nafkah keluarga. Andai kata
perempuan yang memberi nafkah karena. suami tidak mampu, tentu laki-laki tersebut tidak
menjadi berkuasa terhadap perempuan. Jadi superioritas laki-laki atas perempuan bukan
karena nafkah. Yang jelas, dalam persoalan sosial, ekonomi, agama tidak memerikan
kebijaksanaan yang final untuk itu.
2.4 Analisis Gender Dalam Hukum Islam
Hukum Islam bersifat dinamik. Ia selari dengan perubahan sosial masyarakat Islam.
Dalam sejarah pembinaan hukum Islam, berlaku fasa perkembangan yang bersifat turun-naik.
Bermula dari zaman Nabi SAW, para Sahabat, Imam mujtahid hinggalah ke fasa pasca tajdid,
terdapat bagian pandangan dalam penetapan hukum Islam. Pandangan tersebut sama ada
terlalu rigid atau ketat, ada yang agak longgar. Ia selaras dengan metodologi istinbat hukum
yang digunapakai. Walau bagaimanapun, dalam menganalisis gender dalam hukum Islam,
beberapa elemen boleh diaplikasikan, di antaranya:
a. Marginalisasi Kaum Wanita Muslim
Dalam teks keagamaan terdapat berbagai elemen ketidakadilan mengakibatkan kerugian
kepada wanita, contohnya wanita tidak boleh memegang jabatan tertentu, tidak boleh bekerja
serta perlu menetap di rumah dan wanita mendapat warisan separuh daripada bagian lelaki.
b. Subordinasi Kaum Wanita Muslim
Tafsiran agama juga memainkan peranan yang penting dalam membenarkan dominasi
terhadap kaum wanita. Persoalannya, mengapakah al-Quran menempatkan kedudukan
lelaki di atas wanita?
Dalam memahami ayat “‫اء‬žž‫ون على النس‬žž‫ال قوام‬žž‫ ”الرج‬hendaklah dihuraikan sebagai deskripsi
keadaan struktur dan norma sosial masyarakat pada masa itu, dan bukanlah suatu norma
ajaran yang harus dipraktikkan. Selain itu, timbul isu hak kahwin wanita dinombor
duakan, bahagian waris wanita lebih kecil, wanita perlu mahram ketika bermusafir, wanita
muslimah tidak boleh berkahwin dengan lelaki bukan Islam, wanita tidak boleh menjadi
imam solat lelaki, tidak boleh azan, tidak wajib solat jumaat berbanding lelaki, wanita muda
dilarang ke masjid dan wanita perlu menutup aurat seluruh badan.
c. Stereotaip Kaum Wanita Muslim
Stereotaip merupakan pelabelan terhadap suatu kelompok tertentu yang mengakibatkan
kerugian dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotaip itu adalah bersumberkan
pandangan gender yang dikembangkan melalui satu keyakinan tafsiran keagamaan. Tetapi
dalam kenyataannya banyak stereotaip yang berhubung dengan sifat semula jadi kaum
wanita yang direndahkan kerana adanya konstruksi gender masyarakat Islam yang bersumber
tafsiran keagamaan. Misalnya, pandangan bahawa menstruasi(haid) yang merupakan
kejadian semulajadi, telah melahirkan konstruksi sosial seolah-olah ‘kotor’ sehingga perkara
buruk sering menimpa mereka. Selain itu, wanita dianggap sebagai penggoda dan
punca Adam diturunkan ke bumi. Wanita juga dianggap mempunyai tahap akal yang
rendah, kurang daya ingatan dan lebih beremosi berbanding rasional.

7
d. Kekerasan terhadap Kaum Wanita Muslim
Kekerasan (violence) adalah suatu serangan atau pencerobohan terhadap fizikal mahupun
mental dan psikologi seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia ini berdasarkan
beberapa faktor. Salah satu dari kekerasan terhadap satu gender adalah disebabkan oleh
anggapan gender atau gender-related violenceyang berasaskan keyakinan atau tafsiran
umat Islam terhadap keagamaannya. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut adalah seperti
pemukulan (ketika isteri nusyuz) atau penderaan yang terjadi dalam rumahtangga
(domestic violence) termasuklah penyiksaan terhadap anak (child abuse). Selain itu
termasuk juga kategori ini, kanak-kanak perempuan dikhitan, konsep mahram yang
membataskan pergerakan wanita, wanita perlu ber‘iddah dan berihdad selepas ditalak,
sedangkan lelaki tidak.
e. Beban Kerja Kaum Wanita Muslim
Dalam Islam, peranan lelaki dan wanita dalam rumah tangga adalah berbeza yang mana
lelaki berperanan sebagai ketua keluarga dan pencari nafkah sedangkan wanita berperanan
menguruskan rumahtangga. Meskipun di dalam al-Quran tidak dijelaskan bahawa
peranan mencari nafkah lebih bernilai berbanding menguruskan keperluan
rumahtangga, namun kenyataannya terdapat diskriminasi penghargaan dan penilaian
terhadap kedua-dua peranan tersebut. Dalam realiti semasa, kaum wanita perlu keluar
mencari nafkah sama ada sebagai pencari nafkah utama atau sampingan, tetapi
tanggungjawab rumah tangga tetap dibebankan padanya. Situasi ini menimbulkan dilema
dalam rumah tangga (Zaitunah Subhan, 2004 : 47-51).

BAB III

8
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemahaman terhadap gender dalam Islam merupakan hal yang memerlukan analisis
yang kuat tentang hal-hal yang menjadi bagian dalam pembahasan ini. Perbedaan antara
kaum perempuan dan kaum laki-laki tidak semestinya dipahami berdasarkan biologis,
sehingga pemahaman terhadap gender tersebut akan memberi peluang terjadinya terhadap
makna yang termaksud dalam pembahasan gender tersebut. Gender dapat dipahami sebagai
perbedaan yang terlihat antara kaum perempuan dan kaum laki-laki berdasarkan relasi sosial
yang lebih terkait dengan nilai dan prilaku. Prinsip kesetaraan gender dalam perspektif Islam
adalah kaum laki-laki dan perempuan sama dalam beberapa hal, yaitu; sebagai hamba Allah,
sebagai khalifah Allah, dan berpotensi yang sama dalam meraih prestasi. Prinsip ini secara
jelas diuraikan dalam pedoman ajaran Islam berupa teks atau nash Al-Qur,an dan Hadis.
Sedangkan perbedaan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan hanya dapat dilihat dari
segi tingkat ketaqwaan kepada Allah SWT.
Gender dalam pandangan Islam melihat bahwa jenis laki-laki dan perempuan sama di
hadapan Allah SWT. Ada ayat yang menegaskan bahwa “Para laki-laki (suami) adalah
pemimpin para perempuan (istri)” (QS. An-Nisa‟: 34), namun kepemimpinan ini tidak boleh
mengantarnya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi Al-Quran memerintahkan
untuk tolong menolong antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender adalah posisi yang
sama antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat dalam aktifitas kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat maupu berbangsa
dan bernegara. Keadilan gender adalah suatu proses menuju setara, selaras, seimbang,
serasi tanpa diskriminasi. Oleh sebab itu kalau sudah terjadi kesetaraan dan keadialan
gender tersebuat maka apa yang di anggap oleh kalangan penggiat gender akan
terpenuhi dan seluruh permasalahan yang mereka anggap kontroversi akan bisa diatasi,
dengan catatan harus sesuai dengan keadilan yang telah diterapakan oleh Al-Qur’an
dan hadits Rasulullah SAW tanpa ada bias gender, subordinasi, marginalisasi dan bentuk-
bentuk keadilan lainnya yang dianggap merugikan perempuan.

3.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini penulis berharap para pembaca mengetahui


pandangan Islam tentang gender dalam kehidupan manusia. Kami juga meminta maaf atas
kekurangan didalam penulisan makalah yang kami susun ini, kritik dan saran dari pembaca
kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini sehingga menjadi lebik baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Malisi, M. (2012). Gender dalam Islam. Muwazah, 4(5).


Juono, R. P. (2015). KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Studi
Pemikiran Pendidikan Hamka dalam Tafsir al-Azhar). Analisis: Jurnal Studi
Keislaman, 15(1), 121-141.
Rusli, M. (2011). Konsep Gender Dalam Islam. Kafaah: Journal of Gender Studies, 1(2),
151-158.
Malisi, M. (2012). Gender dalam Islam. Muwazah, 4(5).
Harahap, M. Y. (2018). Studi Gender Dalam Islam. Jurnal Ilmiah Al-Hadi, 3(2), 733-749.
Ramli, M. A. (2012). Analisis Gender Dalam Hukum Islam. Jurnal Fiqh, 9, 137-162.

10

Anda mungkin juga menyukai