Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, atas kehendak dan karunia-Nya kami mampu
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Studi Islam yang
membahas tentang “Perspektif Islam Dalam Keseteraan Gender”. Shalawat serta salam
tidak lupa kami panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Achmad Gholib, M. Ag. Sebagai
Dosen Pengampu yang telah memercayai kami untuk membuat makalah ini dan teman-teman
kelompok yang telah bersama-sama menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Makalah ini
telah kami susun dengan semaksimal mungkin dengan mencari referensi dari berbagai buku
yang dapat mempermudah kami dalam proses pembuatan makalah.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekuranga baik dari segi kalimat
maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar menjadi
acuan serta koreksi bagi makalah berikutnya. Dengan adanya makalah ini semoga dapat
bermanfaat khusunya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca. Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 2
BAB II PEMBAHASAN 3
Kesimpulan ......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faktor perbedaan gender merupakan alternatif pembeda yang paling mudah
untuk diidentifikasi, dan dapat dijadikan alasan sebagai pendorong bagi mereka untuk
melakukan manipulasi nilainilai kemanusiaan. Sehingga dengan mengeksploitasi
perbedaan posisi seks antara laki-laki dan perempuan, kepentingan untuk saling
mendominasi dan menguasai di antara mereka dapat terealisasi. Kondisi ini yang
kemudian menghantarkan manusia pada suatu peradaban jahiliyah penuh kebiadaban
dalam berbagai aspek multi kompleks dan multi dimensional.
Perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidak-adilan, baik bagi kaum
laki -laki dan terutama terhadap kaum perempuan. Sebagaimana dimaklumi bahwa
sejarah telah memberikan gambaran sangat jelas bagi kita tentang betapa kejamnya
peradaban jahiliyah, dimana relasi sosial pada masa itu menilai keberadaan seorang
perempuan di pandang sebagai aib terhadap keluarganya. Sehingga begitu dilahirkan
langsung dikubur hidup-hidup oleh ayahnya. Bahkan pada masa pra Islam nasib kaum
perempuan dalam relasi sosial budaya dipandang tidak memiliki peranan apapun.
Dalam kondisi yang dimarginalkan secara kultural inilah kaum perempuan dirampas
haknya, diperjual belikan seperti budak, dan diwariskan, tetapi tidak mewarisi.
Bahkan sebagian bangsa melakukan hal itu terus menerus. Bahkan menganggap
perempuan tidapengkhianatan terhadap harkat dan martabat perempuan, yang telah
sangat berjasa melahirkan dan membesarkan setiap laki-laki sampai akhir zaman,
merupakan pengalaman buruk dari lembaran hitam sejarah peradaban umat manusia.
B. Rumusan Masalah
1) Apa itu pengertian gender?
2) Apa itu kesetaraan gender dalam Al-Qur’an?
3) Apa pandangan ulama kontemporer tentang kepimpinan wanita?
C. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui apa itu gender
2) Untuk mengetahui apa kesetaraan gender itu dalam Islam
3) Untuk mengetahui pandangan ulama kontemporer tentang kepimpinan wanita
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Gender
Kata “Gender” berasal dari bahasa inggris, gender yang berarti “jenis kelamin”. Dalam
Webster’s New World Dictionary, jender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.1
1
Nassaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender, ( Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hlm 29
2
Ibid, hlm 30
3
Iswah Adriana, Kurikulum Berbasis Gender, Tadrîs. Volume 4. Nomor 1. 2009 hlm 138
4
Eniwati Khaidir, Pendidikan Islam Dan Peningkatan Sumber Daya Perempuan, (Pekanbaru:LPPM UIN Suska
Riau, 2014) hlm 16
2
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa gender adalah
peran antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya.
Suatu peran maupun sifat dilekatkan kepada laki-laki karena berdasarkan kebiasaan atau
kebudayaan biasanya peran maupun sifat tersebut hanya dilakukan atau dimiliki oleh laki-
laki dan begitu juga dengan perempuan. Suatu peran dilekatkan pada perempuan karena
berdasarkan kebiasaan atau kebudayaan yang akhirnya membentuk suatu kesimpulan
bahwa peran atau sifat itu hanya dilakukan oleh perempuan.
5
Iswah Adriana, Op.Cit , hlm139
6
Umar, Nasaruddin 1999, Argumen Kesetaraan Gender perspektif al-Qur’an
3
b) Laki-laki dan perempuan sebagai Khalifah di Bumi
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah,
disamping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada
Allah Swt., juga untuk menjadi khalifah di bumi (khalifah fî al-ard). Kapasitas
manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan di dalam QS. al-An’am: 165 artinya
sebagai berikut: “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Kata khalifah dalam ayat tersebut tidak menunjuk kepada salah satu jenis
kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai
fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-
tugas kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus
bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan.
Menurut Fakhr al-Razi tidak ada seorang pun anak manusia lahir di
muka bumi ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka
disaksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorang pun yang mengatakan
4
“tidak” 7 . Dalam Islam, tanggung jawab individual dan kemandirian
berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah
manusia. Dengan demikian dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis
kelamin. Laki-laki dan perempua sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang
sama.
7
Fakhr al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr (Beirut: Dâr al-Haya’ al-Turats al-Arabi, 1990), Jilid XV, h. 402. 381
5
kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu:
"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?
4. Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan, disebutkan
dalam QS. al-A’raf: 23 artinya sebagai berikut: Keduanya berkata: "Ya Tuhan
kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah
kami termasuk orang-orang yang merugi.
5. Setelah di bumi, keduanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi
dan saling membutuhkan, disebutkan dalam QS. al-Baqarah: 187 artinya
sebagai berikut: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu.
e. Laki-laki dan perempuan Berpotensi Meraih Prestasi Peluang untuk meraih prestasi
maksimun tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan, ditegaskan secara
khusus di dalam beberapa ayat diantaranya QS. Ali-Imran: 195 artinya sebagai
berikut: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang- orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir
dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan
yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan
pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-
sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya
pahala yang baik. “
ۗ ض َّو ِّب َما ٓ ا َ ْن َفقُ ْوا ِّم ْن ا َ ْم َوا ِّل ِّه ْم ٍ ع ٰلى َب ْع َ ض ُه ْم َ ّٰللاُ َب ْع
ض َل ه َّ َس ۤا ِّء ِّب َما ف ِّ ع َلى
َ الن َ َا َ ِّلر َجا ُل قَ َّوا ُم ْون
ظ ْوه َُّن َوا ْه ُج ُر ْوه َُّن فِّى ُ ُّٰللاُ َۗواله ِّت ْي تَخَافُ ْونَ ن
ُ ش ْوزَ ه َُّن فَ ِّع ظ ه َ ب ِّب َما َح ِّف ِّ ص ِّلحٰ تُ ٰق ِّن ٰتتٌ حٰ ِّف ٰظتٌ ِّل ْلغَ ْيفَال ه
ع ِّليًّا َك ِّبي اْرا
َ َّٰللا َكان َ س ِّبي اَْل ۗا َِّّن ه
َ علَ ْي ِّه َّن َ َ اج ِّع َواض ِّْرب ُْوه َُّن ۚ فَا ِّْن ا
َ ط ْع َن ُك ْم فَ ََل تَ ْبغُ ْوا ِّ ض َ ْال َم
6
Artinya : Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-
perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri
ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-
perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada
mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari
alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. (Q.S An-
Nisa : 34)
8
Dikutip dari www.index.php.com. Posted 08 Juni 2009.
9
Ambo Asse, Hadis Ahkam: Ibadah, Sosial dan Politik(Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2009), h.
204.
7
sebagai pemimpin, maka tidak ada salahnya wanita dipilih dan diangkat sebagai
pemimpin.10
Sedangkan Jumhur ulama sepakat akan haramnya wanita memegang kekuasan
dalam al-wilayatul-kubra atau al-imamatul-uzhma (pemimpin tertinggi). Di mana
wanita berperan sebagai pemimpin tertinggi dalam urusan pemerintahan. Sebab dalam
matan suatu hadits terdapat kata"Wallu Amrakum" (Yang Memerintah Kamu Semua),
yang ditafsirkan sebagai Khalifah dalam sistem politik Islam. Sehingga jumhur ulama
memberikan pengharaman pada wanita. Hampir ulama klasik memandang perlu untuk
mengetengahkan bahwa hak menjadi khalifah adalah haq laki-laki, bukan wanita. Ini
diungkapkan baik oleh Al-Ghazali, Al-Mawardi, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Khaldun.11
Akan tetapi dalam batas kepemimpinan dalam satu bidang tertentu, yang tidak
menyeluruh dalam masyarakat, wanita berhak mendapatkan itu, seperti dalam
kejaksaan, pendidikan bahkan menjadi menteri.12
10
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual (Cet.I;Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 67.
11
Muhammad Azhar, Filsafat Politik: Perbandingan Islam dan Barat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996).
12
Yusuf Qardhawy, Fiqh Daulah..., 248.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menjadi manusia berkemanusiaan bukanlah ihwal mudah, namun tak bijak, jika
alasan itu menyurutkan integritas kita. Apalagi jika berhadapan dengan fenomena
pengingkaran atas perbedaan insaniyah, yang membawa manusia terjebak stikma
ketidaksetaraan gender. Dimana manusia mengetahui dan seharusnya sadar bahwa laki-laki
dan perempuan adalah sama-sama manusia. Tetapi kaum sekularis tak mau menyadari
eksistensi kediriannya yang berbeda. Kalangan sekularis dengan ideologi gender yang
berasumsi bahwa ketidakadilan sang Pencipta Yang Maha Adil dalam ajaran agamanya telah
menundukkan laki-laki dan perempuan ada pada ketidaksetaraan menurut penafsiran agama
versi mereka.
Pembagian peran dan fungsi yang relevan menurut fitrah kemanusiaan, merupakan
jaminan terlaksanaannya tugas secara harmonis. Kondisi bertentangan terjadi apabila dalam
menjalankan misi mengelola dunia, dipenuhi ambisi keserakahan dan nafsu eksploitasi tak
bertanggung jawab. Maka bisa dipastikan bahwa kegagalan dan kehancuranlah yang akan
dihasilkan peradaban manusia. Semua ini jauh dari misi utama kehadiran laki-laki dan
perempuan yang tak lain adalah khilafah Allah dengan tugas utama memakmurkan bumi.
Agar laki-laki dan perempuan berfungsi optimal dalam misi kemanusiaanya, sangat
dibutuhkan sikap bijak kita sebagai khalifah Allah di bumi untuk mampu meramu peradaban
Islami sebagai prinsip hidup umat. Sehingga peran dan fungsi maskulinitas dan feminitas diri
terukur secara proporsional, dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sosialnya.
Laksana menata konstruksi sebuah bangunan berkualitas, kuat dan kokoh, maka takaran
komposisi komponen yang digunakan ditentukan secara seimbang dan tidak sama rata
misalnya untuk pengecoran membutuhkan semen yang banyak, namun untuk bagian tertentu
semen tidak digunakan sama sekali. Demikian pula seharusnya dalam melakukan konstruksi
gender dalam relasi sosial, tidak seharusnya laki-laki dan perempuan melaksanakan peran dan
fungsi yang sama dalam mengerjakan setiap pekerjaan. Biarkan mereka menikmati peran dan
fungsi menurut perbedaan fitrahnya. Paradigma filosofi terpenting dalam konteks ini adalah
bagaimana mereka dapat bekerjasama, walaupun tidak harus hadir dan berada bersama.
9
DAFTAR PUSTAKA
10