Anda di halaman 1dari 18

ISU - ISU KONTEMPORER DALAM AL QURAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Al Quran”

Dosen Pengampu : Zulkipli Nasution, MA

Disusun Oleh :
Kelompok XI / PAI 5 Semester 1
Ikmal Hasan (0301233179)
Fazira Nailah Lubis (0301232159)
Ismail Hamdi Nasution (0301233181)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena telah memberikan rahmat Nya
dan juga karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan
baik dan dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul "Isu – isu kontemporer dalam Al Quran" disusun sebagai salah satu
syarat memenuhi standar penilaian salah satu tugas rutin mata kuliah "Alqur’an", program
studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara.
Makalah ini merupakan tanggung jawab mahasiswa yang diberikan secara kelompok oleh
Bapak” Zulkipli Nasution, MA“selaku dosen pengampu mata kuliah “AL QURAN”
Sebagai penulis tentunya dalam hal ini tidak luput dari kesalahan dalam penulisan. Sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menjadi masukan terhadap penulis. Akhir
kata dengan penuh rasa hormat dan juga kerendahan hati. Semoga makalah yang ditulis dapat
memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca. Aamiin.
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ..............................................................................................................i


DAFTAR ISI ..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................1
1. Latar Belakang Masalah ..............................................................................................2
2. Rumusan Masalah ........................................................................................................2
3. Tujuan Masalah ............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Masalah


Alquran yang merupakan sumber utama ajaran Islam, mengandung nilai-nilai universal yang
menjadi petunjuk bagi kehidupan umat manusia baik pada masa lalu, kini ataupun masa yang
akan datang. Nilai-nilai universal tersebut antara lain berupa nilai kemanusiaan, keadilan,
kesetaraan, kemerdekaan, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan nilai-nilai kesetaraan dan
keadilan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan yang diskriminatif
di antara umat manusia. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:
“Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan
perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal, sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa
(Q.S. Al-Hujurat, 49:13)”
Dari ayat di atas jelaslah bahwa perbedaan yang ditegaskan dan yang kemudian bisa
meninggikan ataupun merendahkan martabat seseorang adalah nilai pengabdian dan
ketakwaannya terhadap Allah swt, karena pada dasarnya manusia diciptakan sama meskipun
mereka berasal dari bangsa ataupun suku yang berbeda. Allah swt memang sengaja
menciptakan mereka dalam keragaman bangsa dan suku dengan maksud agar mereka dapat
mengenal satu sama lain.
Salah satu fitrah manusia adalah mendambakan pasangan ideal dari lawan jenisnya. Islam
sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia mengatur hal tersebut dengan perkawinan.
Hal tersebut bertujuan untuk mengatur tatanan masyarakat dan menghindari kekacauan. Al-
Qur’an telah menjelaskan tujuan perkawinan yaitu agar manusia mendapatkan ketentraman.
Untuk mencapai hal tersebut ditekankan perlunya kesiapan fisik, mental, dan ekonomi bagi
yang ingin menikah. Walaupun pada wali diminta untuk tidak menjadikan kelemahan
ekonomi sebagai alasan untuk menolak lamaran.

2. Rumusan Masalah
1.Bagaimana permasalahan genre dalam perspektif al quran
2.Bagaimana permasalahan HAM dalam perspektif al quran
3.Bagaimana permasalahan nikah beda agama dalam perspektif al quran

3.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana geder dalam perspektif al quran
2. Untuk mengetahui bagaimana HAM dalam perspektif al quran
3. Untuk mengetahui bagaimana nikah beda agama dalam perspektif al quran

BAB II
PEMBAHASAN

A. GENDER

Gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggung-jawab laki-laki dan
perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya
masyarakat. Gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab keluarga dan
masyarakat, sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubahubah sesuai dengan
tuntutan perubahan zaman. Dalam pemahaman lain gender merupakan suatu sifat
yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara
sosial maupun kultural. Perubahan cirri dan sifat-sifat yang terjadi dari waktu ke
waktu dan dari tempat ke tempat lainnya disebut konsep gender.

Selama lebih dari sepuluh tahun istilah gender meramaikan berbagai diskusi tentang
masalah-masalah perempuan, selama itu pulalah istilah tersebut telah mendatangkan
ketidakjelasan - ketidakjelasan dan kesalahpahaman tentang apa yang dimaksud
dengan konsep gender dan apa kaitan konsep tersebut dengan usaha emansipasi
wanita yang diperjuangkan kaum perempuan tidak hanya di Indonesia yang dipelopori
ibu Kartini tetapi juga di pelbagai penjuru dunia lainnya. Kekaburan makna atas
istilah gender ini telah mengakibatkan perjuangan gender menghadapi banyak
perlawanan yang tidak saja datang dari kaum laki-laki yang merasa terancam
“hegemoni kekuasaannya” tapi juga datang dari kaum perempuan sendiri yang
tidak paham akan apa yang sesungguhnya dipermasalahkan oleh perjuangan gender
itu. Istilah gender baru didengar dan diperdengarkan serta “diperjuangkan” sejak
pertengahan abad lalu (abad XX). Gender diperkenalkan pertama kali oleh
sekelompok orang yang menamakan diri sebagai gerakan pembela perempuan dari
London. Gerakan ini memperkenalkan “Gender Discourse”. Istilah gender sendiri
bukanlah jenis kelamin (sex), tapi gender adalah peran yang diakibatkan dari jenis
kelamin seseorang (laki-laki atau perempuan). Memang tak bisa dipungkiri peran ini
tentu akan berbeda dari masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Biasanya merujuk
pada kepatutan dan etika sosial yang berlaku di sebuah masyarakat. Tapi, Islam
memberikan rambu-rambu besar dalam masalah ini. Ada banyak hal yang dibiarkan
tetap global supaya rinciannya disesuaikan dengan keadaan. Adapun di Indonesia,
sejarah gender tak bisa dilepaskan dari kisah emansipasi perempuan, pembebasan
perempuan dari keterkungkungan dan perjuangan meraih persamaan hak dan
kesetaraan dengan laki-laki. Secara personal emansipasi ini mencuat dengan
diterbitkannya surat-surat pribadi RA Kartini dengan istri Gubernur Hindia Belanda di
Indonesia, Abendanon antara tahun 1899-1904 M. Terbitan dalam Bahasa Belanda itu
diberi judul ”Door Duisternis tot Licht” (Habis Gelap Terbitlah Terang) dicetak
sebanyak lima kali sejak tahun 1911 M. Dan pada tahun 1912 M Gubernur Van
Deventer mendirikan “Jam’iyah Kartini”

Sebagai contoh dari perwujudan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-
laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika
dikatakan bahwa seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar,
lebih cocok untuk bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah
lembut, keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus
anak, memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender dan itu bukanlah
kodrat karena itu dibentuk oleh manusia.

Gender bisa dipertukarkan satu sama lain, gender bisa berubah dan berbeda dari
waktu ke waktu, di suatu daerah dan daerah yang lainnya. Oleh karena itulah,
identifikasi seseorang dengan menggunakan perspektif gender tidaklah bersifat
universal. Seseorang dengan jenis kelamin laki-laki mungkin saja bersifat keibuan dan
lemah lembut sehingga dimungkinkan pula bagi dia untuk mengerjakan pekerjaan
rumah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan
kaum perempuan. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin
perempuan bisa saja bertubuh kuat, besar pintar dan bisa mengerjakan perkerjaan-
pekerjaan yang selama ini dianggap maskulin dan dianggap sebagai wilayah
kekuasaan kaum laki-laki. Disinilah kesalahan pemahaman akan konsep
genderseringkali muncul, dimana orang sering memahami konsep gender yang
merupakan rekayasa sosial budaya sebagai “kodrat”, sebagai sesuatu hal yang sudah
melekat pada diri seseorang, tidak bisa diubah dan ditawar lagi. Padahal kodrat itu
sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, antara lain berarti “sifat asli; sifat
bawaan”.

Dengan demikian gender yang dibentuk dan terbentuk sepanjang hidup seseorang
oleh pranata-pranata sosial budaya yang diwariskan secara turun temurun dari
generasi ke generasi bukanlah bukanlah kodrat. Konsep penting yang perlu dipahami
dalam rangka membahas hubungan kaum kaum perempuan dan laki-laki adalah
membedakan antara konsep sex (jenis kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan
pebedaan antara kedua konsep tersebut sangat diperlukan dalam melakukan analisis
untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum
perempuan. Hal ini disebabkan karena ada kaitan yang erat antara perbedaan gender
(gender differences) dan ketidakadilan gender (gender inequalities) dengan struktur
ketidakadilan masyarakat secara luas. Pemahaman atas konsep gender sangatlah
diperlukan mengingat dari konsep ini telah lahir suatu analis gender.

Salah satu tema penting sekaligus prinsip pokok ajaran islam adalah prinsip
persamaan. Islam menjunjung tinggi persamaan antara manusia,baik laki laki dan
perempuan maupun antar bangsa,suku,dan keturunan. Hal ini sesuai dengan firman
Allah swt yaitu:
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku –
suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu disisi Allah swt ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ayat di atas memberikan gambaran kepada kita tentang persamaan antara laki – laki
dan perempuan baik dalam hal ibadah (dimensi spiritual) maupun dalam aktivitas
sosial (urusan karier profesional). Ayat tersebut juga sekaligus mengikis tuntas
pandangan yang menyatakan bahwa antara keduaya terdapat perbedaan yang
memarginalkan salah satu diantara keduanya. Persamaan tersebut meliputi berbagai
hal misalnya dalam hal beribadah, siapa yang rajin ibadah, maka akan mendapat
pahala lebih banyak tanpa melihat jenis kelaminnya. Perbedaan kemudian ada
disebabkan kualitas nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah swt. Ayat ini
juga mempertegas misi pokok Alquran diturunkan adalah untuk membebaskan
manusia dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan, termasuk diskriminasi
seksual, warna kulit, etnis dan ikatan – ikatan primordial lainnya.

1. Hakikat Gender

Kata gender berasal dari bahasa inggris berarti jenis kelamin. Gender diartikan
sebagai perbedaan yang tampak antara laki laki dan perempuan dilihat dari segi
nilai dan tingkah laku. Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh
sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat
(sosial constructions),bukannya sesuatu yang bersifat kodrati. Jenis kelamin
merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang di
tentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan
konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki laki dan perempuan
yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, misalnya perempuan dikenal
lembut dan cantik. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa gender adalah
interpretasi budaya terhadap perbedaan jeis kelamin. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa gender pada hakikatnya lebih menekankan aspek sosial, budaya,
psikologis, dan aspek non biologis lainnya, pada gilirannya, perbedaan gender
dianggap kodrati hingga melahirkan ketidak seimbangan perlakuan jenis kelamin.

Dalam perkembangannya, menurut Mansour Fakih perbedaan gender akan


melahirkan manifestasi ketidakadilan antara lain: terjadi marginalisasi
(pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan, terjadinya subordinasi pada
salah satu jenis kelamin, pelabelan negatif (stereotype), kekerasan (violence),
menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama (doble burden),
pada umumnya yang menjadi korban adalah perempuan dengan adanya tradisidan
keyakinan masyarakatbahwa perempuanlah yang bertugas dan memelihara
kerapian rumah, serta tanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan
domestik.
Perspektif gender dalam Alquran tidak sekedar mengatur keserasian relasi
gender, hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, tetapi lebih dari itu
Alquran juga mengatur keserasian pola relasi antara manusia dan alam. Konsep
berpasang-pasangan (azwaj) dalam Alquran tidak saja menyangkut manusia
melainkan juga binatang dan tumbuh-tumbuhan.

2. Prinsip Kesetaraan Gender

Ada beberapa faktor pertimbangan yang dapat digunakan sebagai standar dalam
membuktikan prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam Alquran. Faktor-faktor
tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Laki-laki dan perempuan Menerima Perjanjian Primordial

Laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian primordial dengan


Allah dan mengemban amanah. Seperti diketahui, menjelang seorang anak
manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian
dengan Rabnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. yaitu:

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak


Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu ?" mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan Kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam)
adalah orang orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".

b. Laki-laki dan perempuan memiliki posisi yang sama sebagai Hamba

Tidak dapat dimungkiri bahwa manusia diciptakan sebagai hamba. Dalam


kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan siapa yang banyak amal ibadahnya, maka itulah mendapat pahala yang
besar tanpa harus melihat dan mempertimbangkan jenis kelaminnya terlebih
dahulu. Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada
Allah swt. hal ini sesuai dengan perintah Allah swt. yaitu:

‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِإْل نَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدون‬

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.

c. Laki-laki dan perempuan sebagai Khalifah di Bumi

Tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah untuk menjadi khalifah di
bumi (khalifah fi al- ard). Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan
dalam firman Allah swt. Yaitu:
‫َو ُهَو اَّلِذ ي َجَع َلُك ْم َخ َلَف اَأْلْر ِض َو َر َفَع َبْع َض ُك ْم َفْو َق َبْع ٍض َد َر َج اٍت ِلَيْبُلَو ُك ْم ِفي َم ا َء اَتنُك ْم ِإَّن َر َّبَك َس ِريُع‬

‫اْلِع َقاِب َو ِإَّنُه َلَغ ُفوٌر َّر ِح يٌم‬

Artinya: Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa- penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.

Kata khalifah dalam ayat tersebut tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin
atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi sama
sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas kekhalifahannya di
bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba
Tuhan.

d. Laki-laki dan perempuan Berpotensi Meraih Prestasi

Peluang untuk meraih prestasi maksimun tidak ada pembedaan antara laki-laki
dan perempuan. Hal ini ditegaskan secara khusus di dalam beberapa ayat Alquran,
diantaranya yaitu firman Allah swt. yaitu:

‫َفاْس َتَج اَب َلُهْم َر ُّبُهْم َأِّني اَل ُأِض يُع َع َم َل َعاِم ٍل ِّم نُك م ِّم ن ذكر َأْو ُأنَثى َبْعُض ُك م ِم ْن َبْع ٍض َفاَّل ِذ يَن َه اَج ُروا‬
‫َو ُأْخ ِر ُجوا ِم ن ِدَياِرِهْم َو ُأوُذ وا ِفي َس ِبيِلي َو َقَتُلوا َو ُقِتُلوا ُأَلَك ِّفَر َّن َع ْنُهْم َس ِّيَئاِتِهْم َو ُأَلْد ِخ َلَّنُهْم َج َّناٍت َتْج ِر ي ِم ن َتْح ِتَها‬
‫اَأْلْنَهُر َثَو اًبا‬

‫ِم ْن ِع نِد ِهَّللا َو ُهَّللا ِع نَده‬

Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan


berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang
diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang
dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan
pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah, dan Allah pada sisi- Nya pahala yang
baik."

Ayat di atas mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan


memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual
maupun urusan karier profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis
kelamin saja baik laki- laki maupun perempuan. Dua gender tersebut berpeluang
memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi optimal. Apabila diperhatikan
di lingkungan masyarakat kenyataannya konsep ideal ini membutuhkan tahapan
dan sosialisasi, karena masih terdapat sejumlah kendala, terutama kendala budaya
yang sulit diselesaikan. Namun dalam Islam baik Alquran dan hadis tidak
membeda-bedakan hal tersebut.

B. Hak Asasi Manusia (HAM)

1. Hakikat Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak asasi manusia terdiri dari tiga kata. Ketiga kata tersebut adalah: kata: 1) Hak, 2)
Asasi dan 3) Manusia. Kata Hak di dalam kamus diartikan dengan "right" dengan
berbagai makna: the right solution, yakni sesuatu yang benar; a right time, yakni
sesuatu yang lurus; is the right man for the job, yakni sesuatu yang cocok atau
sesuai.Ketika menelusuri term al- haqq dalam Alquran sulit untuk mengatakan bahwa
itulah yang dimaksud dengan hak asasi, sebab kebanyakan term al-haqq dalam
Alquran berarti kebenaran petunjuk Allah.

Tidak terdapat makna HAM jika mencari term al-haqq atau al-huquq dalam Alquran.
Meskipun hak dalam arti kepemilikan, sebagaimana definisi Ibnu Nujaim, termasuk
juga pembahasan al-haqq tetapi belum tentu dalam pengertian martabat kemanusiaan.
Term al-haqq dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 287 kali, dan yang
paling banyak adalah term al-haqq umumnya bermakna "kebenaran", sekitar 227 kali.
Adapun kata al-haqq dalam arti "kepemilikan" atau "kewajiban", umumnya
diungkapkan dalam term ahaqq (yang lebih berhak).

Hak asasi manusia merupakan sesuatu yang senantiasa melekat dan paling
fundamental bag manusia. Apabila hak ini tidak terpenuhi berarti harkat dan martabat
manusia berkurang sebagai manusia yang wajar.

2. Perinsip Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak asasi manusia memiliki sifat yang legal, artinya hak-hak itu tidak bergantung
kepada adanya suatu negara atau undang-undang dasar, lepas dari pemerintah yang
tengah berkuasa. Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang dapat meninggikan
derajat manusia; memungkinkan mereka berserikat; berusaha untuk melindungi hak
manusia secara umum tanpa mengganggu hak orang lain dan memelihara kemuliaan
kemanusiaan, dan membantu manusia dalam usaha mereka menggunakan segala
kekuatan akal dan tubuh.

Menurut An-Naim, kesulitan utama yang dihadapi hukum Islam ketika berhadapan
dengan isu- isu hak-hak asasi manusia universal adalah adanya kerangka acuan
(frame of referenced) yang telah dimilikinya. Konsep hak-hak asasi manusia univseral
semula berasal dari Barat. Meskipun demikian, bagi An-Naim, hukum Islam pada
substansinya sejalan dan tidak bertentangan dengan norma-norma legal hak-hak asasi
manusia secara universal, sehingga dapat sejalan dengan berbagai kebutuhan
masyarakat kontemporer dan standar-standar hukum internasional. Bahkan An- Naim
tetap bersiteguh pada proposisi bahwa hukum publik di negara-negara Muslim harus
tetap didasarkan pada hukum Islam. An-Naim tidak setuju dengan sekularisme, yang
menurutnya tidak mempunyai legitimasi dalam Islam. Hak asasi manusia adalah
upaya untuk menjaga hak seseorang tanpa menghilangkan hak orang lain.

Adapun beberapa prinsip hak asasi manusia dalam yang terkandung di dalam
Alquran antara lain yaitu:

1. Persamaan

Islam adalah agama fitrah dan sempurna. Menurut Islam, manusia dilahirkan dalam
keadaan fithrah, tanpa membawa dosa warisan, dan merdeka tanpa menanggung
beban sebagai budak atau dosa orang lain. Konsep fithrah dan merdeka (free) ini juga
memberi arti persamaan derajat (equality atau equalitarisme bagi setiap manusia yang
lahir karena sama-sama lahir dalam keadaan fithrah dan merdeka tanpa ada
perbudakan dan penjajahan. Perbedaan ras, etnik, nasionalisme, atau golongan justru
untuk semakin mewujudkan perkenalan bukan lambang dekradasi kedudukan
Permasalahan ini ditegaskan dalam firman Allah swt. yaitu:

‫َيَأُّيَها الَّناُس ِإَّنا َخ َلْقَتُك م ِّم ن َذ َك ٍر َو ُأنَثى َو َجَع ْلَتُك ْم ُش ُعوًبا َو َقَباِئَل ِلَتَع اَر ُفوا ِإَّن َأْك َر َم ُك ْم ِع نَد ِهَّللا َأْتَقاُك ْم ِإَّن َهَّللا‬

‫ َع ِليٌم َخ ِبيٌر‬:

Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Implementasi prinsip persamaan dalam persfektif Islam pada hakikatnya bertujuan


agar setiap orang atau golongan menemukan harkat dan martabat kemanusiaannya
dan dapat mengembangkan potensinya secara wajar dan layak. Selain itu juga akan
menimbulkan sifat tolong-menolong dan sikap kepedulian sosial antara sesama, serta
solidaritas sosial dalam ruang lingkup sosial.

2. Kebebasan

Islam menghapuskan prinsip perbudakan pada zaman jahiliyah, Hal itu dikarenakan
kebebasan merupakan salah satu hal dasar hidup setiap orang dan merupakan
pengakuan seseorang atau kelompok dan kemuliaan harkat kemanusian orang lain.
Kebebasan semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat yang majemuk
(heterogen). Apabila kebebasan dibatasi, maka yang akan terjadi adalah penindasan
satu golongan terhadap golongan lain. Kebebasan membuat setiap orang atau
golongan merasa terangkat eksistensinya dihargai harkat kemanusiaannya di tengah-
tengah kemajemukan umat.

Banyak kebebasan-kebebasan yang dibutuhkan manusia. Diantaranya kebebasan


dari penganiayaan dan menuntut hak. Kebebasan ini mensyaratkan suatu penegakan
keamanan dan ketertiban sosial dalam masyarakat, agar mereka terhindar dari
tindakan sewenang-wenang dan kezaliman secara mutlak. Dalam kaitan itu Alquran
menyatakan bahwa Allah swt sangat menentang perbuatan keji, baik yang nyata
maupun yang tersembunyi, dan melanggar hak asasi manusia tanpa alasan yang benar.

‫ُقْل ِإَّنَم ا َح َّر َم َر ِّبَي اْلَفَو اِحَش َم ا َظَهَر ِم ْنَها َو َم ا َبْطَن َو اِإْل ْثَم َو اْلَبْغ َي ِبَغْي ِر اْلَح ِّق َو َأن ُتْش ِرُك وا ِباِهَّلل َم ا َلْم ُي نِز َل ِب ِه‬
‫ُس ْلَطَنا َو َأن َتُقوُلوا َع َلى ِهَّللا َم ا اَل َتْع َلُم وَن‬

Artinya: Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik


yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan
sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan)
mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."

Selain itu ada juga kebebasan dari rasa takut Alquran sangat menekankan
pentingnya memberi perlindungan dan memelihara keselamatan diri dan jiwa setiap
manusia. Alquran sangat mencela orang yang membunuh seseorang yang disebut
dengan perbuatan itu seolah-olah sama dengan membunuh manusia seluruhnya.
Sebaliknya Alquran sangat memuji orang yang memelihara kehidupan seseorang yang
disebut dengan perbuatan itu seolah-olah sama dengan memelihara kehidupan
manusia seluruhnya Hal ini terdapat pada firman Allah swt yaitu:

Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, baltima:
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan
Dia telah membunuh manusia seluruhnya, dan Barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya, dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul
Kami dengan (membawa) keterangan- keterangan yang jelas, kemudian banyak
diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka buni.

Adapun kebebasan yang lain yaitu kebebasan berbicara atau berpendapat. Dalam
sejarah Islam dapat ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Nabi
Muhammad saw memberikan kebebasan kepada para sahabatnya untuk berbicara dan
mengemukakan pendapat mereka. Hal ini tampak dalam musyawarah atau konsultasi
yang beliau laksanakan untuk membicarakan berbagai masalah. Beliau
mengembangkan budayah kebebasan berpendapat atau berbeda pendapat dikalangan
para sahabatnya.

Kebebasan berpendapat harus sesuai dengan prinsip kaidah umum Islam. Setiap
manusia diharuskan supaya menegakkan dan melaksanakan yang benar, menghapus
dan menghindari yang salah Dalam menyampaikan pendapat harus dengan sopan
tidak dengan kata-kata keji. Hal ini dapat ditemukan dalam firman Allah swt. yaitu:

‫اْدُع ِإَلى َس ِبيِل َر ِّبَك ِباْلِح ْك َم ِة َو اْلَم ْو ِع َظِة اْلَحَس َنِة َو َج اِد ْلُهم ِباَّلِتي ِهَي َأْح َس ُن ِإَّن َر َّبَك ُهَو َأْعَلُم ِبَم ن َض َّل‬

‫ َو ُهَو َأْعَلُم ِباْلُم ْهَتِد ي‬،‫َعن َس ِبيِلِه‬

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

3. Perdamaian

Allah memerintahkan dalam QS. Al-Hujurat: 9- 10 kepada orang-orang mukmin


agar menciptakan perdamaian di lingkungan mereka. Adapun firman Allah swt yang
menekankan hal tersebut yaitu:

‫َو ِإن َطاِئَفَتاِن ِم َن اْلُم ْؤ ِمِنيَن اْقَتَتُلوا َفَأْص ِلُحوا َبْيَنُهَم ا َف ِإْن َبَغ ْت ِإْح َدَنُهَم ا َع َلى اُأْلْخ َر ٰى َفَق اِتُلوا اَّلِتي َتْبِغ ي َح َّتى َتِفيَء‬
‫ِإَلى َأْم ِر ِهَّللا َفِإن َفاَء ْت َفَأْص ِلُحوا َبْيَنُهَم ا ِباْلَع ْد ِل َو َأْقِس ُطوا ِإَّن َهَّللا ُيِح ُّب اْلُم ْقِس ِط يَن * ِإَّنَم ا اْلُم ْؤ ِم ُن وَن ِإْخ َو ٌة َفَأْص ِلُحوا‬
‫َبْيَن َأَخ َو ْيُك ْم َو اَّتُقوا َهَّللا َلَع َّلُك ْم ُتْر َحُم وَن‬

Artinya: Dan kalau ada dia golongan dari mereka yang Neman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara kohwanya! tapi kalau yang satu melanggar
Perjanjian wehadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian ita kamu
perangi sampai surut kembali pada perintah Allah kalau Dia telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil;
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku ahil. 10. Orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.

Pada ayat 9 di atas menjelaskan bahwa jika ada dua golongan dari orang-orang
mukmin berperang agar menghentikan mereka dari peperangan, dengan nasihat, atau
dengan ancaman, dan atau dengan sanksi hukum. Tetapi, jika salah satu golongan
enggan menerima perdamaian menurut hukum Islam dan melanggarnya yang telah
ditetapkan Allah tentang kejadian bagi makhluknya, maka golongan itu boleh
diperangi sehingga tunduk dan patuh kepada hukum Allah, dan kembali kepada
perintah Allah, yaitu perdamaian. Oleh karena itu, orang-orang yang bertindak
sebagai juru damai harus berlaku adil dan jujur, tanpa berpihak kepada siapapun
dengan mengambil posisi netral sebagai arbitrator, dan tidak mengambil keuntungan
ekonomi dan politis dari padanya.
Jika ayat di atas mewujudkan perdamais intern, maka ayat berikut memerintahkan
wang mukmin agar gemar menerima perdamaian untuk menciptakan perdamaian
eksten sebagaimana ditegaskan Allah swt yaitu:

‫َو ِإن َج َنُحوا ِللَّس ْلِم َفاْج َنْح َلَها َو َتَو َّك ْل َع َلى ِهَّللا ِإَّنُه ُهَو‬

‫الَّس ِم يُع اْلَعِليُم‬

Artinya: Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah


kepadanya dan bertawakkallalı kepada Allalı. Sesunggulmya Dialah yang Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.

4. Keadilan

Kata al-'all dalam Alquran menurut bermakna "pertengahan dan persamaan". Sayyid
Quthub menekankan atas dasar persamaan sebagai asas kemanusiaan yang dimiliki
oleh setiap orang. Keadilan baginya bersifat inklusif, tidak eksklusif untuk golongan
tertentu, sekalipun umpamanya yang menetapkan keadilan itu seorang muslim untuk
orang non-muslim. Perintah menegakkan keadilan dinyatakan secara jelas dalam
beberapa ayat Alquran, misalnya: Qs. al-Maidah (5) :8; Qs. al-An'am (6) 152; Qs. al-
Hujurat (49): 9. Ayat

‫َيَتَأُّيَها اَّلِذ يَن َء اَم ُنوا ُك وُنوا َقَّواِم يَن ِهَّلِل ُش َهَداَء ِباْلِقْس ِط َو اَل َيْج ِر َم َّنُك ْم َشَنَتاُن َقْو ٍم َع َلى َأاَّل َتْع ِد ُلوا اْع ِد ُلوا ُهَو‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa, dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.

Selain ayat tersebut masih banyak ayat-ayat Alquran yang membicarakan keadilan.
Ayat-ayat tersebut mengandung makna bahwa menegakkan keadilan adalah
kewajiban bagi setiap orang mukmin berdasarkan iman kepada Allah swt., sebagai
tindakan persaksian bagi-Nya. Perintah wajib itu ditujukan kepada dua hal, yaitu
perintah menetapkan hukum atau menyelesaikan masalah dengan adil, dan perintah
berlaku adil bagi orang yang menetapkan dan menyelesaikan suatu masalah.

C. Nikah Beda Agama

1. Larangan Nikah Beda Agama

Pernikahan beda agama yang dimaksud adalah pernikahan orang islam


(pria/wanita) dengan orang yang bukan Islam (pria/wanita). Berbicara mengen
pernikahan beda agama secara tekstual dapat ditemui dalam tiga surat yaitu:
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita- wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun Dia menarik hatimu, dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia
menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat- Nya (perintah-
perintah-Nya) kepada manusia supaya .

2. Ketidakhalalan wanita muslimah bagi pria kafir dan sebaliknya

‫َتَأُّيَها اَّلِذ يَن َء اَم ُنوا ِإَذ ا َج اَء ُك ُم اْلُم ْؤ ِم َنُت ُمَه اِج َر اٍت َف اْم َتِح ُنوُهَّن ُهَّللا َأْعَلُم ِب ِإيَم ِنِهَّن َف ِإْن َع ِلْم ُتُم وُهَّن ُم ْؤ ِم َن اِت َفاَل‬
‫َتْر ِج ُعوُهَّن ِإَلى اْلُك َّفاِر اَل ُهَّن ِح ٌّل َّلُهْم َو اَل ُهْم َيِح ُّل وَن َلُهَّن َو اُت وُهم َّم ا َأنَفُق وا َو اَل ُجَن اَح َع َلْيُك ْم َأن َتنِك ُح وُهَّن ِإَذ ا‬
‫اَتْيُتُم وُهَّن ُأُجوَر ُهَّن َو اَل ُتْمِس ُك وا ِبِع َص ِم اْلَك َو اِفِر َو ْسَتُلوا َم ا َأنَفْقُتْم َو ْلَيْسَتُلوا َم ا َأنَفُقوا َذ ِلُك ْم ُح ْك ُم‬

‫ِهَّللا َيْح ُك ُم َبْيَنُك ْم َو ُهَّللا َع ِليٌم َحِك ي‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu


perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka maka jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir, mereka
tiada halal bagi orang- orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula
bagi mereka, dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah
mereka bayar, dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar
kepada mereka maharnya, dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali
(perkawinan) dengan teampuan-perempuan kafir, dan hendak minta mahar yang
telah kamu bayar, dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka
bayar Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di entara kamu, dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

3. Membolehkan pria muslim menikah dengan wanita ahli kitab

Sebagaimana dalam firman Allah, yang Artinya: Pada hari ini Dihalalkan
bagimu yang baik-baik, makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab
itu halal bagimu, dan makanan kan halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan
mangawini) wanita yang menjaga kehormata diantara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang- orang
yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak
menerima hukum- hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat
Termasuk orang-orang merugi.
Ayat-ayat yang telah diuaraikan di atas secara umum membicarakan larangan
menikah dengan orang musyrik baik dari kalangan pria maupun wanita. Firman
Allah swt. di atas secara tegas menyatakan keharaman seorang laki-laki muslim
menikah dengan wanita musyrikah. Dalam ayat tersebut memberi kandungan
makna bahwa haram menikahi wanita musyrik dan keharaman seorang wali
menikahkan anaknya dengan laki-laki musyrik.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Prinsip kesetaraan gender dalam perspektif Islam adalah kaum laki-laki dan perempuan
sama dalam beberapa hal, yaitu; sebagai hamba Allah, sebagai khalifah Allah, menerima
perjanjian primordial, terlibat aktif dalam peristiwa drama kosmis, dan berpotensi yang sama
dalam meraih prestasi. Ajaran Islam tidak ada diskriminasi pendidikan antara laki-laki dan
perempuan. Keduanya sama-sama diwajibkan menuntut ilmu sesuai dengan fithrah-nya,
mengembangkan potensinya dalam rangka melaksanakan tugas hidup sebagai hamba maupun
sebagai khalifah Allah di muka bumi.
HAM dalam perspektif al quran dan islam menjelaskan bahwa menegakkan keadilan
adalah kewajiban bagi setiap orang mukmin berdasarkan iman kepada Allah swt., sebagai
tindakan persaksian bagi-Nya. Perintah wajib itu ditujukan kepada dua hal, yaitu perintah
menetapkan hukum atau menyelesaikan masalah dengan adil, dan perintah berlaku adil bagi
orang yang menetapkan dan menyelesaikan suatu masalah. Agama dan HAM saling
mendukung satu sama lain. Agama membutuhkan HAM agar tidak tercipta ego agamis yang
menjadikan Tuhan dikelilingi amarah, murka dan kebencian karena manusia. Pada dasarnya,
sikap ego tersebut didasari oleh hasrat duniawi manusia untuk memanfaatkan agama demi
kepentingannya.
Agama Islam secara terang-terangan melarang adanya menikah beda agama. Allah Swt.
berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 221 yang mengandung arti, “Dan janganlah kamu
menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang
mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik. Secara hukum syariah,
perbuatan mereka tergolong dalam perbuatan zina. Maka dari itu, dalam Islam tidak
diperbolehkan menikah beda agama karena hukumnya haram, terlebih jika suaminya non-
muslim. Apabila tetap dipaksakan untuk dilakukan, maka hukumnya tetap tidak sah dan
perbuatan mereka tergolong zina.

B. SARAN

Demikianlah hasil makalah kami ,kepada semua pembaca atau siapa saja yang
menyempatkan membaca makalah ini bila mendapat kekeliruan terhadap materi kami harap
bisa meluruskannya dan memakluminya. Maka dari itu kami banyak berharap kepada para
pembaca untuk tidak segan memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun kepada
kami.

DAFTAR PUSTAKA

A.Hamid Hasan Qolay, Kunci Indeks dan Klasifikasi Ayat-ayat Al- Qur’an, Jilid I,
(Bandung: Pustaka, 1989).
Abdullah Karim, Reinterpretasi Ayat-ayat Bias Gender (Interpretasi Anilisis Surah an-Nisa
Ayat 1 dan 34), (Banjarmasin: Puslit IAIN Antasari, 2003).
Ibnu Kastir, Tafsir al-Quran al-‘Adzim, (Bairut: Darul Fikr, 1996.
‘Âsyûr, Muhammad al-Ṯahir ibn, Tafsîr al-Tahrîr wa al-Tanwîr, Tunisia: al-Dâr al-Nasyr wa
al-Tauzî’ wa al-‘Ilân, t.th
As’ad, Musifin dan Basyarahil, Salim Perkawinan dan Masalahnya, (Terj), Ibnu Ahmad
Dahri (Ed), Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar,1993
Cawidu, Harifuddin, Konsep Kufr dalam al-Quran, Suatu Kajian Teologi dalam Pendekatan
Tafsir Tematik, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Dewan Pimpinan Pusat Majelis Dakwah Islamiah, Sosok Ideal Keluarga Muslim-Pancasila,
Jakarta: tt, 1994

Anda mungkin juga menyukai