Anda di halaman 1dari 16

Isu –isu Aktual Dalam Studi Islam I ( Gender dan Ham)

Tugas ini disusun untuk Mata Kuliah Metodologi Islam

Dosen Pengampu : Dr. H. M. Rozali. M.A

Disusun Oleh : Kelompok 12

Fiza Armanda Nim : 0602181011

PRODI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2019/2020
PENDAHULUAN

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri setiap
orang sejak ia dilahirkan. Ia berlaku universal ( berlaku bagi semoa orang dimana saja
dan kapan saja). Hak ini merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Karena sifatnya
yang demikian, maka tidak ada kekuatan apapun yang bisa mengurangi atau mencabut
hak tersebut.
Gender dalam artian jenis kelamin dalam bahasa Arab disebut istilah jins. Jins
diartikan dengan kind, sort, variety, species, calss, genius, category, sex (male, female),
gender, race, nation. Dalam konteks umum, seluruh ayat Al-Qur’an yang membicarakan
manusia dengan berbagai aspeknya dapat dikaitkan dengan persoalan gender. Oleh
karena itu, cukup banyak ayat yang dapat dijadikan dasar argumentasi untuk
membicarakan masalah gender.

A. Pengertian Gender
Gender adalah kosakata yang berasal dari bahasa Inggris yang bernamakan “jenis
kelamin”, dalam glosarium disebut sebagai seks dan gender. Gender sendiri diartikan
sebagai “suatu sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi
secara sosial. Kultural atau hubungan sosial yang terkontruksi antara perempuan dan
laki-laki yang bervariasi dan sangat bergantung pada faktor-faktor budaya, agama,
sejarah dan ekonomi. Dalam pandangan lain, gender diartikan sebagai himpunan luas
karakteristik yang terlihat untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan,
membentang dari seks biologis, pada manusia, peran sosial seseorang atau identitas
gender. Gender itu sendiri merupakan kajian perilaku atau pembagian peran antara laki-
laki dan perempuan yang sudah dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu
tertentu.
Di Indonesia, kata gender bagi sebagian masyarakat masih diasumsikan sebagai
segala yang identik dengan perempuan. Bahkan seringkali tidak adanya pembatasan
istilah kata gender dengan seks. Kesalahan di dalam memahami kedua istilah tersebut
dapat menimbulkan multi tafsir, sehingga pemahaman konsep gender menjadi bias.
Gender secara umum yang lazim dikenal masyarakat digunakan untuk mengidentifikasi

1
perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi (perbedaan komposisi
kimia, hormone, dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik lainnya).1

B. Pengertian Gender Dalam Islam


Dalam Islam sebetulnya tidak mengenal istilah gender, karena dalam islam tidak
membedakan kedudukan seseorang berdasarkan jenis kelamin dan tidak ada bias gender
dalam islam. Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan
kemuliaan yang sama. Contoh konkretnya adalah islam tidak membedakan laki-laki dan
wanita dalam hal tingkatan takwa, dan surga juga tidak dikhususkan untuk laki-laki saja.
Tetapi untuk laki-laki dan perempuan yang bertakwa dan beramal sholeh. Islam
mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya. Tak dapat dibenarkan anggapan para
orientalis dan musuh islam bahwa islam menempatkan wanita pada derajat yang rendah
atau di anggap masyarakat kelas dua. Dalam islam, sesungguhnya wanita dimuliakan.
Banyak sekali ayat Al-Qur’an ataupun hadis nabi yang memuliakan dan mengangkat
derajat wanita. Baik sebagai ibu, anak, istri, ataupun sebagai anggota masyarakat sendiri.
Tak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam islam, akan tetapi yang
membedakan keduanya adalah fungsionalnya, karena kodrat dari masing-masing.

Dalam Al-Qur’an sendiri dijelaskan bahwa tiap orang menanggung akibat/dosa


dari perbuatannya masing-masing dan islam tidak mengenal dosa turunan. Bentukan
kultural yang merendahkan wanita ini menyebabkan laki-laki memegang otoritas di
segala bidang kehidupan masyarakat (patriarki), baik dalam pergaulan domestik (rumah
tangga), pergaulan sosial ataupun dalam politik. Ayat Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 34,
seringkali di jadikan dalil bagi mereka yang beranggapan bahwa dalam islam, kedudukan
laki-laki lebih mulia dari pada wanita. Padahal jika di telaah lebih dalam, sesungguhnya
ayat tersebut sebenarnya memuliakan wanita karena dalam ayat tersebut, tugas mencari
nafkah di bebankan.2

1
Apiek Gandamana, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.( Medan : Harapan Cerdas, 2019),
h. 217
2
Apiek Gandamana, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. (Medan : Harapan Cerdas, 2019),
h. 219

2
Ayat tersebut juga menjelaskan secara implisit bahwa tidak ada diskriminasi antara
laki-laki dan wanita, akan tetapi yang membedakan antara keduanya adalah dari segi
fungsionalnya karena kodrat masing-masing. Seperti halnya yang dijelaskan dalam surah
An-Nisa’ (4) : 34, yang artinya :

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
Karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, sebab itu
maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Benar”.
(QS. An-Nisa’, 4:34)

Di dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun sunnah nabi yang merupakan sumber utama
ajaran islam, terkandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan
manusia dulu, kini dan akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan,
keadilan, kemerdekaan, kesetaraan dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai keadilan dan
kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi
diantara umat manusia.

C. Konsep-konsep Gender
Agama mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan,
keserasian, keselarasan, keutuhan, baik sesama umat manusia maupun dengan
lingkungan alamnya. Konsep relasi gender dalam Islam lebih dari sekedar mengatur
keadilan gender dalam masyrakat, tetapi secara teologis dan teleologis mengatur pola
relasi mikrokosmos (manusia), makrosrosmos (alam), dan Tuhan. Hanya dengan
demikian manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah, dan hanya khalifah
sukses yang dapat mencapai derajat abid sesungguhnya. Laki-laki dan perempuan
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan peran khalifah dan
hamba.

3
Soal peran sosial dalam masyarakat tidak ditemukan ayat Al-Qur’an atau hadits
yang melarang kaum perempuan aktif di dalamnya. Sebaliknya Al-Qur’an dan hadits
banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi. Telah
dijelaskan, bahwa Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat atau aktifitas
perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke
tempat lain, dari satu kelas ke kelas lain, itulah yang kemudian di kenal dengan konsep
gender. Sebenarnya kondisi ini tidak ada salahnya. tetapi akan menjadi bermasalah
ketika peran-peran yang telah diajarkan kemudian menempatkan salah satu jenis kelamin
(baik laki-laki maupun perempuan) pada posisi yang tidak menguntungkan. Karena tidak
semua laki-laki mampu bersikap tegas dan bisa ngatur, maka laki-laki yang lembut akan
dicap banci. Sedangkan jika perempuan lebih berani dan tegas akan dicap tomboi. Tentu
saja hal ini tidak cocok dan memberikan tekanan.

Dengan demikian, keadilan gender adalah suatu kondisi adil bagi perempuan dan
laki-laki untuk dapat mengaktualisasikan dan mendedikasikan diri bagi pembangunan
bangsa dan negara. Keadilan dan kesetaraan gender berlandaskan pada prinsip-prinsip
yang memposisikan laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Tuhan
(kapasitasnya sebagai hamba laki-laki dan perempuan masing-masing akan mendapatkan
penghargaan dari Tuhan sesuai dengan pengabdiannya).3

D. Kesetaraan Gender dalam Al-qur’an


Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 70 yang artinya : “Bahwa Allah SWT telah
menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan
kedudukan yang paling terhormat, manusia juga diciptakan mulia dengan memiliki akal,
perasaan dan menerima petunjuk.”.

Oleh karena itu Al-Quran tidak mengenal pembedaan antara lelaki dan perempuan
karena dihadapan Allah SWT, lelaki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan
yang sama, dan yang membedakan antara lelaki dan perempuan hanyalah dari segi
biologisnya.

3
Deny Setiawan. Pendidikan Kewarganegaraan. (Medan : Madenatera, 2016), h. 150

4
Adapun dalil-dalil dalam Al-Quran yang mengatur tentang kesetaraan gender
adalah :
1. Tentang Hakikat Penciptaan Lelaki dan Perempuan (QS. Ar-Rum ayat 21), yang artinya :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”

Dan juga dijelaskan pula dalam surah An-Nisa ayat 1, surah Al-Hujurat ayat 13
yang pada intinya berisi bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-
pasangan yaitu lelaki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan tentram, agar
saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak
laki-laki dan perempuan serta agar mereka saling mengenal. Ayat-ayat diatas
menunjukkan adanya hubungan yang saling timbal balik antara lelaki dan perempuan,
dan tidak ada satupun yang mengindikasikan adanya superioritas satu jenis atas jenis
lainnya.

2. Tentang Kedudukan dan Kesetaraan antara Lelaki dan Perempuan (QS. Ali-Imran ayat
195), yang artinya : Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan
berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal
di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan
dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung
halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah
akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke
dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah.
Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.”4

Allah SWT juga memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara lelaki
dan perempuan dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Dan Allah pun memberikan
sanksi yang sama terhadap perempuan dan lelaki untuk semua kesalahan yang
dilakukannya. Jadi pada intinya kedudukan dan derajat antara lelaki dan perempuan
dimata Allah SWT adalah sama, dan yang membuatnya tidak sama hanyalah keimanan
dan ketaqwaannya.
4
Deny Setiawan. Pendidikan Kewarganegaraan. (Medan : Madenatera, 2016), h. 153

5
E. Kesetaraan Gender

Dari studi yang dilakukan dengan menggunakan analisis gender ternyata ditemukan
berbagai bentuk manifestasi ketidakadilan gender, yaitu :
1. Terjadi marginalisasi terhadap kaum perempuan. Meskipun tidak setiap marginalisasi
perempuan disebabkan oleh ketikadilan gender, namun yang dipersoalkan dalam analisis
gender adalah marginalisasi yang sisebabkan oleh perbedaan Gender.
2. terjadi subordinasi pada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat maupun
Negara banyak kebijakan dibuat tanpa “menganggap penting” kaum perempuan.
Misalnya, anggapan karena “perempuan toh nantinya akan ke dapur, mengapa harus
sekolah tingi-tinggi” atau karena anggapan bahwa perempuan itu emosional maka dia
tidak tetpat untuk memimpin partai politik atau menjadi presiden, hal ini adalah proses
subordinasi dan diskriminasi yang disebabkan oleh gender. Pelabelan negative
(stereotype) terhadap kaum perempuan dan akibat dari stereotype itu terjadi diskriminasi
serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat kita banyak sekali stereotype
yang dilabelkan kepada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan,
memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan. Karena adanya keyakinan masyarakat
bahwa laki-laki adalah pencari nafkah misalnya, maka setiap pekerjaan yang dilakukan
oleh perempuan dinilai hanya sebagai “tambahan”, karenanya boleh dibayar lebih
rendah.
3. Kekerasan (violence) terhadap kaum perempuan yang disebabkan oleh perbedaan gender.
Kekerasan disini mulai dari kekerasan dalam bentuk yang lebih halus, seperti pelecehan
seksual dan penciptaan ketergantungan sampai kekerasan fisik, seperti pemerkosaan,
pemukulun, dan pembunuhan.
4. karena peran gender perempuan adalah pengelola rumah tangga, maka banyak
perempuan menanggung bebab kerja domestik yang lebih banyak dan lebih lama (double
burden).5

Untuk mengatasi ketidaksetaraan dan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan


perlu adanya solusi hubungan gender yang setara (gender equality) yang dibangun diatas

5
I Gusti Ayu Agung Ariani. Mengenal Konsep Gender Permasalahan dan Implementasinya dalam Pendidikan.
(Jakarta : Kencana, 2002)

6
kesadaran gender. Menurut Gerson dan Peiss setidaknya ada tiga konsep dasar bentuk
hubungan gender, yakni :
a. Konsep bentuk hubungan boundaries (menggambarkan adanya struktur kompleks, yakni
fisik, sosial, ideologis dan psikologis yang membentuk perbedaan dan persamaan antara
laki-laki dan perempuan sehingga membentuk perilaku dan sikap dari setiap kelompok
gender).
b. Konsep bentuk hubungan proses negosiasi-dominasi (konsep negosiasi dalam hubungan
dengan kajian ini terjadi tawar menawar antra laki-laki dan perempuan mengenai
persetujuan hak. Setiap kelompok memiliki aset untuk berkerjasama dan menolak atura
social yang berlaku, sedangkan konsep dominasi adalah system pengendalian dan
paksaan oleh laki-laki dan perempuan).
c. Konsep kesadaran gender merupakan satu hal dari berbagai kesadaran yang harus dimilki
oleh setiap individu. Tidak ada pendiskriminasian atas nama apapun. Perempuan berhak
mendapatkan apa yang menjadi haknya da berhak melaksanakan apa yang menjadi
kewajibannya.6

F. Prinsip Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an


Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan gender ada
di dalam Al-Qur’an, yaitu :
1. Perempuan dan Laki-laki sama-sama sebagai hamba, sebagaimana dalam surah Al-
Zariyat, (51):56. Dalam kapasitas sebagai hamba tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba
ideal. Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan sebagai orang-orang yang
bertaqwa (mutaqqun), dan untuk mencapai derajat mutaqqun ini tidak dikenal adanya
perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu, sebagaimana
disebutkan dalam surat Al-Hujurat, (49):13, yang artinya : “ Hai manusia, sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”

6
Laila Ahmed. Wanita & Gender Dalam Islam Akar-Akar Histories Perdebatan Modern. (Jakarta : Lentera,
2000), h. 108-109

7
2. Perempuan dan Laki-laki sebagai sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fi al’ard)
ditegaskan dalam surat Al-An’am, (6):165, dan Al-Baqarah, (2):30. Dalam kedua ayat
tersebut, kata ‘khalifah" tidak menunjuk pada salah satu jenis kelamin tertentu, artinya,
baik perempuan maupun laki-laki mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah di
bumi.

3. Perempuan dan laki-laki sama-sama mengembang amanah dan menerima perjanjian awal
dengan Tuhan, seperti dalam surat Al-A’raf, (7):172, yakni ikrar akan keberadaan Tuhan
yang disaksikan oleh para malaikat. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak
dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama
menyatakan ikrar ketuhanan yang sama. Qur’an juga menegaskan bahwa Allah
memuliakan seluruh anak cucu Adam tanpa pembedaan jenis kelamin, di jelaskan dalam
surat Al-Isra’ (17) : 70.

4. Perempuan dan Laki-laki sama-sama berpotensi meraih prestasi, peluang untuk meraih
prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara perempuan dan laki-laki ditegaskan
secara khusus dalam 3 (tiga) ayat, yakni: QS. Ali Imran, (3):195, QS. An-Nisa, (4):124,
QS. An-Nahl, (16) : 97. Ketiganya mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal
dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual
maupun karier profesional, tidak mesti didominasi oleh satu jenis kelamin saja.7

G. Pengertian HAM
HAM adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada
diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abad, berkait dengan harkat dan martabat
manusia. HAM juga berati seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan
manusia sebagai makhkuk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia. Dengan kata lain, HAM adalah
kemerdekaan, kebebasan, dan perlindungan paling mendasar bagi setiap manusia,
bersifat lintas pemerintahan dan agama, tidak berbeda baik saat perang maupun damai,
serta bersifat tetap. Saat ini, kajian HAM meliputi :

7
Deny Setiawan. Pendidikan Kewarganegaraan. (Medan : Madenatera, 2016), h. 156

8
1. Hidup, kebebasan, dan keamanan.
2. Kemerdekaan beragama, berpikir, berpolitik, melakukan gerakan, berserikat,
berpendapat, dan berorganisasi.
3. Menempuh jalur hukum, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, memiliki sesuatu,
berkebudayaan.
4. Berumah-tangga dan berkeluarga.
5. Bebas dari diskriminasi, penghukuman yang tidak adil, tirani, dan penindasan.

Hak ini bersifat sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia. HAM juga
berarti sebagai hak dasar (asasi), yang dimiliki dan melekat pada manusia, karena
kedudukannya sebagai manusia. Tanpa adanya hak tersebut manusia akan kehilangan
harkat dan martabatnya sebagai manusia.

H. Pengertian HAM dalam Islam


Fakta telah membuktikan, bahwa risalah Islam (sejak permulaannya kota suci
Mekah sudah memasukkan hak-hak asasi manusia dalam ajaran-ajaran dasarnya
bersamaan dengan penekanan masalah kewajiban manusia terhadap sesamanya. Oleh
karenanya, kita dapat menemukan di berbagai surah dalam Kitab Suci Al Qur`an yang
diturunkan pada awal-awal periode Mekah, yang berbicara tentang pengutukan terhadap
berbagai bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berlaku pada masa itu. Al
Qur`an tidak hanya mengutuk berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang terjadi
pada masa itu, tetapi juga memberikan motivasi secara positif kepada manusia untuk
menghargai hak-hak tersebut. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah Swt, yang artinya :

“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa
apakah dia dibunuh” (Q.S. At-Takwir : 8-9)

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (Q.S. Al-Ma`un : 1-3)

“Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan
budak dari perbudakan” (Q.S. Al-Balad : 12-13)

9
Nabi Muhammad S.A.W. telah mengadakan berbagai tindakan sebagaimana telah
ditetapkan dalam Al Qur`an yang menghendaki terwujudnya pelaksanaan hak-hak asasi
mansia. Selain itu, beliau telah memproklamasikan kesucian hak-hak asasi manusia ini
untuk segala zaman ketika berkhutbah di depan kaum muslim pada waktu haji wada`
(perpisahan), yakni sebagaimana diriwayatkan dalam H.R. Muslim (“Kitab al-Hajj”),
sebagai berikut :  “Jiwamu, harta bendamu, dan kehormatanmu adalah sesuci hari ini.
Bertakwalah kepada Allah dalam hal istri-istrimu dan perlakuan yang baik kepada
mereka, karena mereka adalah pasangan-pasanganmu dan penolong-penolongmu yang
setia. Tak ada seorang pun yang lebih tinggi derajatnya kecuali berdasarkan atas
ketakwaan dan kesalehannya. Semua manusia adalah anak keturunan Adam, dan Adam
itu diciptakan dari tanah liat. Keunggulan itu tidak berarti orang Arab berada di atas
orang non-Arab dan begitu juga bukan non-Arab di atas orang Arab.
Keunggulan juga tidak dipunyai oleh orang kulit putih lebih dari orang kulit hitam
dan begitu juga bukan orang kulit hitam di atas orang kulit putih. Keunggulan ini
berdasarkan atas ketakwaannya”.
Kedudukan penting HAM sesudah wafatnya Rasulullah S.A.W. dan diteruskan
oleh Khulafa ar-Rasyidin, serta sistem kekuasaan Islam berganti dengan monarki. Di sini
HAM dalam Islam tetap mendapatkan perhatian luar biasa masyarakat Islam. HAM
dalam Islam bukanlah sifat perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang
terbatas, namun merupakan tujuan dari negara itu sendiri untuk menjaga hak-hak asasi
manusia terutama bagi mereka yang terampas hak-haknya. Jadi, setiap prinsip dasar
pemerintahan Islam pada hakikatnya adalah berlakunya suatu praktik usaha perlindungan
dari terjadinya pelanggaran HAM. Kini Islam telah memberikan sinar harapan bagi umat
manusia yang menderita dengan cara memberikan, melaksanakan, dan menjamin respek
terhadap hak-hak asasi manusia itu.8

I. Internalisasi HAM dalam Ilmu-ilmu Syari'ah

Studi hukum Islam dapat dilihat dan dibedakan menjadi :

8
El Majda Muhtaj. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. (Jakarta : Kencana, 2016), h. 43-51

10
1. Penelitian hukum Islam sebagai asas, Dalam penelitian ini, sasaran utamanya adalah
dasar-dasar konseptual hukum Islam seperti masalah filsafat hukum, sumber-sumber
hukum, konsep maqashid al-syari’ah, qawâ’id alfiqhiyah, manhaj al-ijtihâd, turuq al-
istimbâth, konsep qiyas, konsep ‘âm dan khâsh, konsep nâsikh dan mansûkh, dan lain-
lain.
2. Penelitian hukum Islam normatif. Dalam penelitian ini sasaran utamanya adalah hukum
Islam sebagai norma atau aturan, baik yang masih dalam bentuk nash maupun yang
sudah menjadi produk pikiran manusia. Aturan yang masih dalam bentukpemikiran
manusia meliputi ayat-ayat ahkâm dan Hadis ahkâm. Sedangkan yang sudah berbentuk
pikiran manusia meliputi kitab-kitab fikih, kitab-kitab fikih perbandingan, keputusan
pengadilan, undang-undang, fatwa para ulama, dan bentukbentuk aturan lainnya yang
mengikat, seperti kompilasi hukum Islam, konstitusi (dustur), kodifikasi hukum,
perjanjian-perjanjian internasional, deklarasi hak-hak asasi manusia, surat-surat kontrak,
surat wasiat, surat kesaksian, dan sebagainya.
3. Penelitian hukum Islam sebagai gejala sosial. Dalam penelitian ini sasaran uatamanya
adalah perilaku hukum masyarakat muslim dan masalah-masalah hukum Islam. Ini
mencakup masalah masalah seperti politik, perumusan dan penerapan hukum (siyâsah
al-syar’iyyah), perilaku penegak hukum (qâdhi), perilaku pemikir hukum (seperti
mujtahid, fuqaha, mufti, dan anggota badan-badan legislatif), masalah-masalah
administrasi dan organisasi hukum (seperti pengadilan dengan segala tingkatannya), dan
perhimpunan penegak dan pemikir hukum (seperti perhimpunan hakim agama,
perhimpunan atau kelompok studi peminat hukum Islam, lajnah-lajnah fatwa dari
organisasi-organisasi keagamaan, dan juga lembaga-lembaga penerbitan atau pendidikan
yang mengkhususkan diri atau mendorong studi-studi hukum Islam).9

J. Konsep HAM dalam Islam


Hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh agama Islam dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu :
1. HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia
2. HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok rakyat yang berbeda dalam situasi
tertentu, status, posisi dan lain-lainnya yang mereka miliki. Hak-hak asasi manusia
khusus bagi nonmuslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya merupakan
beberapa contoh dari kategori hak asasi manusia-hak asasi manusia ini.
9
Baharuddin Lopa. Alquran dan Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta : Dana Bakti Prima Yasa Malik, 1999), h. 116

11
Hak-hak dasar yang terdapat dalam HAM menurut Islam ialah :
1. Hak Hidup
2. Hak-hak Milik
3. Hak Perlindungan Kehormatan
4. Hak Keamanan dan Kesucian Kehidupan Pribadi
5. Hak Keamanan Kemerdekaan Pribadi
6. Hak Perlindungan dari Hukuman Penjara yang Sewenang-wenang
7. Hak untuk Memprotes Kelaliman (Tirani)
8. Hak Kebebasan Ekspresi
9. Hak Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan
10. Hak Kebebasan Berserikat
11. Hak Kebebasan Berpindah
12. Hak Persamaan Hak dalam Hukum
13. Hak Mendapatkan Keadilan
14. Hak Mendapatkan Kebutuhan Dasar Hidup Manusia, dan
15. Hak Mendapatkan Pendidikan.10

K. Prinsip-prinsip HAM
Ada beberapa prinsip pokok yang terkait dengan penghormatan, pemenuhan
pemajuan, dan perlindungan HAM. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1. Prinsip Universal : bahwa HAM itu berlaku bagi semua orang apapun jenis
kelaminnya, statusnya, agamanya, suku bangsa atau kebangsaannya.
2. Prinsip tidak dapat dilepaskan (inalienable) : yaitu siapapun, dengan alasan apapun,
tidak dapat dan tidak boleh mengambil hak asasi seseorang. Seseorang tetap
mempunyai hak asasinya kendati hukum di negaranya tidak mengakui dan
menghormati hak asasi orang itu atau bahkan melanggar hak asasi tersebut.
3. Prinsip tidak dpat dipisahkan (indivisible) : bahwa hak-hak sipil dan politik, maupun
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya serta hak pembangunan, tidak dapat dipisah-
pisahkan baik dalam penerapan, pemenuhan, pemantauan, maupun penegakannya.
4. Prinsip saling tergantung (inler dependent) : bahwa disamping tidak dapat
dipisahkan, hak-hak asasi itu saling tergantung satu sama lainnya, sehingga

Syamsuhadi Irsyad. Paradigma Terbaru Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Mahasiswa. (Bandung :


10

Alfabeta, 2017), h. 143

12
pemenuhan hak asasi yang satu akan mempengaruhi pemenuhan hak asasi lainnya.
Oleh karena itu, prinsip ini sekaligus mengakhiri perdebatan mengenai prioritas
pemenuhan dan pemajuan HAM, dimana beberapa negara semula berpandangan
behawa suatu kategori HAM tertentu harus mendapatkan prioritas terlebih dahulu
dibandingkan dengan kategori HAM lainnya.
5. Prinsip keseimbangan, artinya bahwa perlu ada keseimbangan dan keselarasan
diantara HAM perorangan dan kolektif di satu pihak dengan tanggung jawab
perorangan terhadap individu yang lain, masyarakat dan bangsa di pihak lainnya. Hal
ini sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Keseimbangan dan keselarasan antara kebebasan dan tanggung jawab merupakan
faktor penting dalam penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan HAM.
6. Prinsip Partikularisme : bahwa kekhususan nasional dan regional serta berbagai latar
belakang sejarah, budaya, dan agama sesuatu yang penting dan harus terus menjadi
pertimbangan. Namun, hal ini tidak serta merta menjadi alasan untuk tidak
memajukan dan melindungi HAM, karena adalah tugas semua negara, apapun sistem
politik, ekonomi, dan budayanya, untuk memajukan dan melindungi semua HAM.11

Kesimpulan
Hak Asasi Manusia (HAM) dan gender merupakan isu global, yang menjadi sorotan
sejumlah aktivis HAM diberbagai bidang. Hal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman
tentang pentingnya menjaga hak-hak individu. Sebab, penjagaan terhadap hak individu
merupakan bagian terpenting dalam membangun sinergitas dan keseimbangan ekosistem
kehidupan manusia. Untuk melaksanakan penanaman nilai-nilai saling menjaga hak-hak
individu tentunya sikap saling menghargai, menghormati, dan moral sangatlah penting untuk
dibangun dan dijaga dalam kehidupan sehari-hari.

Gender secara umum yang lazim dikenal masyarakat digunakan untuk


mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi (perbedaan
komposisi kimia, hormone, dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik
lainnya). Atas dasar itulah maka studi gender lebih menekankan kepada perkembangan aspek
maskulinitas atau feminimitas seseorang. Dengan kata lain mendefinisikan laki-laki dan
perempuan dari sudut non biologis.

11
Suryadi Umar Bakry. Dasar-dasar Hubungan Internasional. (Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), h. 285

13
14
DAFTAR PUSTAKA

Gandamana, Apiek. 2019. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Medan :


Harapan Cerdas.

Muhtaj, El Majda. 2017. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta : Kencana.

Setiawan, Deny. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan. Medan : Madenatera

Irsyad, Syamsuhadi. 2017. Paradigma Terbaru Pendidikan Kewarganegaraan Untuk


Mahasiswa. Bandung : Alfabeta.

Bakry, Suryadi Umar. 2019. Dasar-dasar Hubungan Internasional. Jakarta : Prenadamedia


Group.

Abu A’la Maududi, Maulana. 1998. Hak Asasi Manusia dalam Islam. Jakarta : Ghalia
Indonesia.

Budiarjo, Miriam. 1998. Konsepsi Barat dan non-Barat Mengenai Hak Asasi Manusia,
Jakarta: Ghalia Indonesia.

Lopa, Baharuddin. 1999. Alquran dan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta : Dana Bakti Prima
Yasa Malik.

Ahmed, Laila. 2000. Wanita & Gender Dalam Islam Akar-Akar Histories Perdebatan
Modern. Jakarta : Lentera.

Agung Ariani, I Gusti Ayu. 2002. Mengenal Konsep Gender (Permasalahan dan
Implementasinya dalam Pendidikan). Jakarta : Kencana

15

Anda mungkin juga menyukai