ISLAM
Disusun oleh:
4. Fatimatuz Zahro’(2123552018)
FAKULTAS TEKNIK
JOMBANG
2021
KATA PENGANTAR
Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang
sedang dipelajari, agar kami semua menjadi mahasiswa yang berguna
bagi agama, bangsa dan negara.
Terima kasih,
wassalamu’ alaikum.
Jombang, 03 Desember 2021
Penyusun
A. Pendahuluan
Perbedaan laki-laki dan perempuan masih menyimpan beberapa masalah, baik dari
segi substansi kejadian maupun peran yang diemban dalam masyarakat. Perbedaan
anatomi biologis antara keduanya cukup jelas. Akan tetapi, efek yang timbul akibat
Perbedaan secara genetik antara laki-laki dan perempuan perlu dibahas lebih cermat
dan hati-hati, karena kesimpulan yang keliru mengenai hal ini tidak hanya akan
berdampak pada persoalan sains semata, tetapi juga mempunyai dampak lebih jauh
perempuan secara genetik berbeda, tanpa memberikan penjelasan secara tuntas, maka
memperlakukan laki-laki sebagai jenis kelamin utama dan perempuan sebagai jenis
kelamin kedua.
dengan fokus perhatian kepada ayat-ayat al-Qur’an yang bernuansa gender. Langkah-
Gender dalam Perspektif al-Qur’an Dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata yang
persis sepadan dengan istilah gender, namun jika yang dimaksud gender
perbedaan fungsi, peran, dan relasi antara keduanya, maka dapat ditemukan
sejumlah istilah untuk itu. Semua istilah yang digunakan dalam al-Qur’an
Hak-hak wanita yang telah digariskan di dalam syariat tidak hanya didasarkan
pada teks al-Qur’an, namun juga pada sunnah Nabi dan pendapat para fuqoha
(hakim) seorang hakim Mesir yang sangat terkenal al-Shaikh Muhammad al-
didasarkan pada al-Qur’an apa yang datang dari Rasul Allah, ucapan dan
perbuatannya, serta ara’ al-fuqaha (pendapat para hakim yang dipengaruhi oleh
zamannya
pendapat orang yang tidak lepas dari konteks zaman ketika ia hidup.
seharusnya tidak diberlakukan sebagai ajaran yang normatif. Ajaran ini harus
sebuah ayat, “Kami laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka.
untuk menyusahkannya.”
emansipatif yang tiada tara pada masanya di saat perempuan terpuruk dalam kegelapan.
diturunkan mendapat penghargaan tinggi, justru terutama dari Nabi Muhammad, figur
panutan dari seluruh umat Islam. Menurut Asghar Ali Engineer, adalah suatu revolusi
masyarakat Mekah secara menyeluruh.Secara bertahap Islâm menjadi agama yang sangat
masa awal maupun pertumbuhan dan perkembangan Islâm, baik dalam urusan domestik
maupun publik. Ini dibuktikan antara lain melalui peran perempuan dalam membantu
perjuangan Rasulullah seperti di medanperang. Khadijah, istri Nabi yang sangat setia,
misalnya, menghibahkan banyak harta bendanya untuk perjuangan Islam; Arwa ibn Abd
al-Muthalib yang meminta anak laki-lakinya agar membantu Nabi dan memberi apa saja
aqiqah bagi anak laki-laki dua ekor kambing dan bagi anak perempuan satu ekor. Kedua,
sholat jenazah untuk mayat laki-laki imam berdiri setentang dengan kepala mayat.
Namun, untuk mayat perempuan imam berdiri di tengah atau setentang perutnya. Ketiga,
air kencing bayi perempuan yang masih menyusu pada ibunya dan belum makan suatu
makanan, cara menghilangkannya dengan dicuci. Sedangkan pada bayi laki-laki cukup
dipercikkan.
Keempat, bagian waris anak laki-laki dan perempuan berbeda dengan perbandingan 2:1.
Kelima, laki-laki diperbolehkan menikah sampai empat kali jika dapat berlaku adil.
Keenam nilai kesaksian dua orang wanita sama dengan nilai kesaksian seorang laki-laki.
Terakhir, batas aurat wanita yang harus ditutupi ialah seluruhnya, kecuali wajah.
D. Hak-hak Perempuan
hak Perempuan Al-Qur'an berbicara tentang perempuan dalam berbagai surat dan
pembicaraan tersebut menyangkut berbagai sesi kehidupan. Ada ayat yang berbicara
tentang hak dan kewajibannya, ada pula yang menguraikan ke-istimewaan tokoh-tokoh
perempuan dalam sejarah agama dan kemanusiaan. Secara umum surat al-Nisa ayat 32
apa yang diusahakannya, dan bagi perempuan dianugerahkan hak (bagian) dari apa yang
diusahakannya.13 Berikut ini akan dikemukakan beberapa hak yang dimiliki oleh kaum
bermula dari surat al-Ahzab ayat 33. Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu
danjanganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah Ayat
ini seringkali dijadikan dasar untuk menghalangi wanita keluar rumah. Al-Qurthubi
(W 671 H) yang dikenal sebagai salah seorang pakar tafsir khususnya dalam bidang
hukum menulis antara lain: “makna ayat diatas adalah perintah untuk menetap di
rumah, walaupun redaksi ayat ini ditujukan kepada istri-istri Nabi Muhammad
SAW., tetapi selain dari mereka juga tercakup dalam perintah tersebut”. Selanjutnya
mufassir tersebut menegaskan bahwa agama dipenuhi oleh tuntunan agar wanita-
wanita tinggal di rumah, dan tidak keluar rumah kecuali karena keadaan darurat.
Disamping itu, para perempuan pada masa Nabi SAW., aktif pula di berbagai bidang
pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin seperti Ummu Salim binti
Malhan yang merias antara lain Shatujah binti Thuyay, istri Nabi Muhammad SAW.,
serta ada juga yang menjadi perawat, bidan dan sebagainya. Tentu saja tidak semua
bentuk dan ragam pekerjaan yang terdapat pada masa kini telah ada pada masa Nabi
membenarkan kaum wanita aktif dalam berbagai kegiatan, atau bekerja dalam
berbagai bidang di dalam maupun di rumahnya secara mandiri, bersama orang lain,
atau dengan lembaga dengan pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut
Apakah wanita memiliki hak-hak dalam bidang politik? Paling tidak ada tiga alasan
(QS An-Nisa: 34). b. Hadits yang mengatakan bahwa akal wanita kurang cerdas
c. Hadits yang mengatakan: Lam yathlaha qaum wallawu arra hum imra’at (tidak
akan bahagia satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan).
Salah satu ayat yang sering dikemukakan oleh para pemikir Islam berkaitan dengan
beriman, lelaki dan perempuan sebagian mereka adalah auliya bagi sebagian yang
lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang ma’rug mencegah yang mungkar,
mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan raulNya,
mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Secara umum ayat diatas dipahami sebagai
terkandung dalam frase “menyuruh mengerjakan yang ma’ruf” mencakup segala segi
memberi saran atau nasehat untuk berbagai bidang kehidupan. Kita dapat
berkesimpulan bahwa tidak dikemukakan satu ketentuan agama pun yang dapat
ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya untuk kaum lelaki. Disisi
lain, cukup banyak ayat dan hadits yang dapat dijadikan dasar pemahaman untuk
surat An-Nisa’. Di dalamnya juga terdapat qiwamah bagi laki-laki dan bagi
perempuan, yaitu firman Allah: “Kaum laki-laki adalah pemimpin (qawwamun) bagi
kaum wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki dan
perempuan) atas sebagian yang lain. Dan karena mereka telah menafkahkan sebagian
harta mereka. Maka wanita yang shalehah ialah yang taat dan memelihara hal-hal
yang telah dipelihara oleh Allah ketika suaminya tidak ada: wanita-wanita yang
tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka
maha mengetahui lagi maha mengenal (QS. al-Nisa’: 34)15 Dengan demikian, ayat
34 surat An-Nisa diatas adalah berisi tentang penjelasan sifat-sifat yang harus
disebabkan oleh anugerah yang telah diberikan Allah kepadanya berupa kekayaan,
pendidikan ataupun kadar intelektual. Sifat-sifat tersebut adalah patuh dan menjaga
aib suami, apabila ia memiliki sifat-sifat demikian maka ia pantas untuk memimpin.
Akan tetapi bagaimana jika ia tidak memiliki sifat-sifat tersebut? Jika demikian,
maka ia telah keluar dari garis kelayakan sebagai pemimpin, yang dalam ayat diatas
khawatirkan nusyuznya…..) yakni keluar dari sifat kerendahhatian dan menjaga aib
suami
Gender dan Jenis Kelamin Gender adalah jenis kelamin bentukan yang dikonstruksi
oleh budaya dan adat istiadat. Seperti laki-laki kuat, berani, cerdas, menguasai,
sedangkan perempuan itu lemah, penakut, kurang cerdas (bodoh), dikuasai, dan lain-
lain. Isu gender menguat ketika disadari bahwa perbedaan gender antara manusia
penting dalam urusan politik, stereotype atau pencitraan yang negatif bagi
kasur), kekerasan, dan double burden (beban ganda); terhadap perempuan yang
bermuara pada perbuatan tidak adil yang dibenci oleh Allah Swt. Gender adalah
perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah
bersifat kodrati.
gender harus dibedakan dari jenis kelamin (seks). Jenis kelamin merupakan
pensifatan, atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara
biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan, konsep gender adalah
suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi
secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan dikenal lembut dan cantik.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa gender adalah interpretasi budaya terhadap
perbedaan jenis kelamin. Gender dan jenis kelamin perlu disikapi berbeda. Gender
bukan perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis yakni
perbedaan jenis kelamin (seks), adalah kodrat Tuhan. Dan oleh karenanya, secara
differences) antara laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial. Yakni
perbedaan yang bukan kodrat, atau bukan ketentuan Tuhan. Melainkan diciptakan
oleh manusia (laki-laki dan perempuan), melalui proses sosial dan kultural yang
panjang.
Hukum waris Islam merupakan jawaban atas praktek hukum waris yang sudah
Dan Yunani. Lebih khusus lagi, hukum waris Islam datang untuk membenahi praktik
waris masyarakat Jahiliah. Semua praktek waris pada masa tersebut tidak pernah
memberikan bagian kepada wanita. Bahkan dalam satu riwayat disebutkan bahwa
dalam tradisi masyarakat Arab apabila ada seorang laki-laki meninggal dan
meninggalkan janda, maka ahli warisnya akan melemparkan pakaian kepada sang
janda tersebut agar orang lain tidak mengawininya. Seandainya janda tersebut cantik
maka ahli waris akan segera mengawininya. Namun, apabila janda tersebut jelek
maka dia akan ditahan sampai meninggal dan kemudian harta peninggalannya
Mengenai hukum warisan islam, al-Quran dengan tegas menyatakan bahwa bagian
berbeda dengan masyarakat sewaktu ayat-ayat tentang waris turun. Kebudayaan dan
peradaban masyarakat saat ini sudah mengalami perubahan yang sangat pesat
sehingga hukum waris yang telah digariskan ajaran islam dengan perbandingan 2:1,
Secara mendasar perbedaan jenis kelamin tidak menentukan hak kewarisan dalam
Islam. Artinya laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak yang sama kuat
untuk mendapatkan warisan. Hal ini secara jelas disebutkan dalam surah An-Nisa’
mendapatkan warisan. Pada surah an-Nisa’ ayat 11-12, 176 secara rinci telah
menerangkan kesamaan kekuatan hak warisan antara laki-laki dan perempuan, ayah
dan ibu (ayat 11), suami dan istri (ayat 12), saudara laki-laki dan perempuan (ayat 12
dan 176).
Tentang jumlah bagian yang didapat oleh laki-laki dan perempuan terdapat dua
bentuk.
· Pertama: laki-laki mendapat jumlah yang sama banyak dengan perempuan,
seperti saudara laki-laki dan saudara perempuan sama-sama mendapatkan bagian 1/6
dalam kasus pewaris tidak memiliki ahli waris langsung atau bapak dan ibu sama-
· Kedua: laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dari yang didapatkan
perempuan. Hal ini dapat dijumpai dalam kasus pewaris meninggalkan ahli waris
seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan atau dalam kasus pewaris
Dilihat dari segi jumlah bagian memang jelas tidak sama, tetapi ini bukan berarti
tidak adil karena keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah
yang didapat ketika menerima hak waris tetapi juga dikaitkan dengan kegunaan dan
kebutuhan.
Menurut pandangan Islam, pembagian harta warisan yang tidak sama antara laki-laki
dan perempuan ini tetap adil karena secara umum, laki-laki membutuhkan lebih
banyak materi dibandingkan perempuan, hal ini karena laki-laki baik itu seorang
bapak atau saudara laki-laki memikul kewajiban ganda yakni untuk dirinya sendiri
berikut:
perempuan wajib dipenuhi oleh ayahnya, saudara laki-lakinya, anaknya, atau siapa
KESIMPULAN
secarabiologisdidefinisikandalamkategoripriadanwanita. Secaraumum,
keduanyabisaditerjemahkansebagai “jeniskelamin”,
tetapikonotasikeduanyaberbeda.Sekslebihmenunjukkepadapengertianbiologis,
definisijenderadalahsuatukonsep yang
digunakanuntukmengidentifikasiperbedaanlaki-
lakidanperempuandarisegisosialbudaya. Jenderdalamartiinimendefinisikanlaki-
lakidanperempuandarisudut non-biologis.
Ajaran Islam tidaksecaraskematismembedakanfaktor-faktorperbedaanlaki-
lakidanperempuan,
tetapilebihmemandangkeduainsantersebutsecarautuh.Antarasatudenganlainnyasecara
biologisdansosiokulturalsalingmemerlukandandengandemikiannantarasatudengan
yang lainmasing-masingmempunyaiperan.
Hubunganantaralaki-
lakidanperempuanadalahsetara.Tinggirendahnyakualitasseseoranghanyaterletakpadat
memberikanpenghargaan yang
samadansetimpalkepadamanusiadengantidakmembedakanantaralaki-
Hukum waris islam sangat berdimensi sosiohistoris karena hukum waris tersebut
lahir sebagai respon islam atas kondisi masyarakat saat itu yang bertindak zalim
Aturan yang cukup rinci yang ada pada waris islam diyakini sebagai suatu
dalil yang mempunyai status Qath’i al-Tsubut, Qath’i al-Wurud, dan sekaligus
Qath’i al Dilalah. Oleh karena itu, ada ulama yang berpendapat bahwa ketentuan-
ketentuan yang ada dalam hukum waris islam harus dijalankan sesuai dengan
islam yang lebih fleksibel dan kompromis terhadap perubahan struktur sosial yang
terjadi dalam masyarakat. Melalui metode Maqashid al-Tasyri’ yang oleh imam
manusia di dunia dan akhirat serta melalui substansi keadilan yang terkandung
dalam ketentuan hukum waris islam, bisa saja formula 2:1 yang digariskan hukum
DAFTAR PUSTAKA
https://ibtimes.id/perbedaan-dan-kesetaraan-gender-dalam-islam/
https://bocah-sinau.blogspot.com/2011/01/jender-dalam-hukum-kewarisan-
islam.html
https://menzour.blogspot.com/2018/05/makalah-tentang-argumen-kesetaraan.html
Agil, Said, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: Ciputat Pers,
Januari 2002.
Engineer, Asghar Ali, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003. Kusti’ah dkk, Belajar Gender, Semarang: JGJ PMII Jateng, 2005.
Press, 2004.