Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334063909

PERAN PEREMPUAN DAN TANTANGANNYA

Article · June 2019

CITATIONS READS
0 11,272

4 authors, including:

Yanti Wulandari
iain madura
1 PUBLICATION 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Yanti Wulandari on 27 June 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERAN PEREMPUAN DAN TANTANGANNYA

Oleh
Nor Hidayanti
Yanti Wulandari
18380012069@iainmadura.ac.id
18380012080@iainmadura.ac.id

Abstrak:

Berbicara soal keberadaan peran perempuan seakan tidak ada habisnya, sosok
perempuan ini selalu menjadi daya tarik bagi pemikir untuk menjadi bahan kajian yang
dalam mengenai histori dan keberadaan sosok perempuan disemua belahan duni, terlebih
di Negara Indonesia yang mayoritas memeluk agama islam. Umat muslim sendiri kerap
sekali dihadapkan pada fenomena dan peran perempuan, dari jaman ke nabian sampai
pada masa kontemporer hari ini, sosok perempuan selalu menjadi diskusi panjang akan
perannya dalam bernegara. Tentu, masih banyak ditemui di beberapa Negara memandang
sempit tentang peran perempuan. Di sisi lain dibeberapa Negara sekuler dan modern sudah
tidak mempermasalahkan tentang kiprah perempuan, kebebesan yang dimilki perempuan
harus dijunjung tinggi sehingga banyak ditemui kiprah perempuan sudah hal bagian penting
bagi keikutsertaan dalam pembangunan negaranya. Namun yang menjadi masalah adalah
ketika bicara perempuan dan agama, hususnya dinegara Indonesia yang sebagian besar
menganut agama Islam, dimana memiliki sejarah panjang mengenai sejarah pahitnya
sosok perempuan, dari deskriminasi hingga batasan pergaulan dalam bernegara adalah
contoh akan bukti pahitnya keberadaan dan kiprah sosok perempuan. Artikel ini membahas
mengenai peran perempuan yang perlu apresiasi setingi-tingginya oleh seluruh rakyat
inidonesia, bahwa perempuan adalah hal penting dalam kemajuan dunia dan sebagai
sumbangsih ide dan kreatifitasnya dalam memajukan Negara yang kita cintai dan peran
aktif dari sosok perempuan tidak menyimpang dari kitab suci al-Qur’an. Artikel ini juga
membahas tantangan perempuan sebagai Peran Perempuan di era revolusi industry 4.0,
Peran Perempuan dalam Politik, Peran Perempuan di Lingkungan Keluarga, dan Peran
perempuan dalam Pembangunan.

Kata Kunci : Peran Perempuan, tantangan

A. Pendahuluan

Sosok Perempuan selalu menjadi perbincangan hangat disemua belahan dunia, baik
di Negara yang memiliki pemahaman ideologi sekularisme ataupun Negara yang memiliki
paham keagamaan yang tinggi. Posisi perempuan memiliki sejarah panjang dari masa
kemasa baik dari jaman ke nabian sampai pada masa modern. Dalam konteks agama
samawi, sejarah tentang kehidupan dan peran perempuan telah tertuang dalam kitab
perjanjian lama yang diyakini sebagai kitab suci bagi kaum yahudi. Kitab perjanjian lama
menempatkan perempuan sebagai sumber utama dari kesalahan. Hal ini terkisahkan
dalam bentuk cerita atau kisah-kisah yang diyakini kebenarannya. Dikisahkan bahwa
hawa adalah penyebab dikeluarkannya adam dari surge karena telah merayu adam untuk
ikut seta memakan buah khuldi setelah sebelumnya dia terpesona oleh rayuan iblis.

1
Tidak hanya itu, kitab perjanjian lama juga mengisahkan peristiwa antara nabi luth dan
putrinya. Nabi luth sebagai pembawa risalah dijadikan contoh sebagai laki-laki yang
terpesona oleh rayuan perempuan, yaitu putrinya. Dikisahkan bahwa, nabi luth melakukan
uzlah kegunung kemudian dia mendiami gua yang terdapat digung tersebut. Sebagai
seorang anak, putrid dari nabi luth ini memberikan pengabdian dengan mengantar bahan
makanan kepada ayahnya. Suatu hari, putrid nabi luth ini mengajak dan menggoda nabi
luth untuk ikut serta menikmati bir yang ia bawa. Sehingga pada akhirnya mereka terlena
dalam kemabukan, kemudian ia melakukan tindakan amoral yang pada akhirnya
menyebabkan putri Nabi luth ini menjadi hamil.

Ajaran yahudi juga mewajibkan bagi orang yang telah meninggal untuk melimpahkan
hak waris kepada anak laki-laki tampa sedikitpun melibatkan anak perempuan. Dalam
kitab perjanjian lama pasal 419 juga tertulis bahwa harta benda yang dimliki oleh istri
adalah hak atau milik suami secara penuh, sementara sang istri hanya berhak memiliki
harta benda yang menjadi mahar dalam pernikahan. Dalam kitab perjanjian lama pasal
429 dinyatakan bahwa laki-laki memiliki hak vito untuk menceraikan istri yang dianggap
telah melakukan amoral seperti zina.

Dalam sejarah masyarakat Arab pra-Islam sebagian besar hak-hak perempuan


dihapuskan. Orang Aran pra-Islam bersedih dengan kelahiran anak perempuan, karena
merupakan bencana dan aib bagi ayah dan keluarganya sehingga mereka
membunuhnya, tanpa undang-undang dan tradisi yang melindunginya. Husayin
Muhammad Yusuf dalam bukunya ahdaf al-Ushrah fi al-Islam, menyatakan bahwa
seorang perempuan pada masa jahiliah dapat diwariskan seperti harta warisan. Apabila
suami meninggal dunia, maka anak yang bukan dari istri yang ditinggalkan (anak tiri)
dapat mewariskan ibu tiri jadi istrinya, bahkan boleh juga keluarga dekatnya yang
mewarisi ibu tersebut sebagai istrinya tampa mahar (maskawin) atau menikahkannya
dengan orang lain, tetapi maharnya diambil oleh keluarga dekatnya. (Zaitunah Subhan,
2015: 4 - 7).

Posisi perempuan menjadi sangat penting bagi perubahan sosial, baru-baru ini dunia
dikejutkan dengan berubahnya peraturan tentang ruang lingkup batas perempuan di
Negara Arab Saudi, dengan diberlakukannya peraturan baru tentang ruang gerak
perempuan yang lebih luas misal perempuan yang dulu tidak boleh nyetir mobil dan tidak
boleh nonton bola tapi hari ini pemerintah arab Saudi telah merealisasikan aturan baru
tentang bolehnya perempuan nyetir mobil dan nonton bola.

Studi kasus pemerintah Arab Saudi diatas merupakan tanda yang signifikan bagi
peran perempuan, karena Negara arab Saudi merupakan barometer agama islam
sebagai yang sama memiliki kesamaan agama dengan Negara Indonesia.

B. Pembahasan
1. Gender dalam Pandangan Agama

Agama juga menjadi alasan penting bagi kemajuan dari sosok perempuan,
perdebatan tentang tafsir perempuan dari sudut alqur’an masih menjadi perdebatan yang
masih belum selesai pada hari ini, masih alot perdebatan antar pemikir islam tentang tafsir
perempuan dari sudut al-Qur’an misalnya tentang memaknai gender dalam konsep al-
Qur’an sehingga masyarakat yang fanatik agama memandang gender adalah hasil dari
produk Negara barat atau sekularisme mengutip dari buku karanan Prof.Dr.Zaitunah

2
Subhan bahwa gender merupakan sebuah istilah yang menunjukkan pembagian peran
sosial antara laki-laki dan perempuan yang mengacu kepada pemberian cirri emosional
dan psikologis yang diharapkan oleh budaya tertentu disesuaikan dengan fisik laki-laki
dan perempuan. (Zaitunah Subhan, 2015: 2).

Al-Qur’an memposisikan perempuan pada posisi yang terhormat, melindungi hak-


haknya, menjelaskan peran dan kewajibannya, sekaligus memuliakan kedudukannya. Hal
ini menunjukkan bahwa Islam telah memberikan posisi yang mulia bagi perempuan.
Kedudukan yang diberikan Islam kepada perempuan itu merupakan kedudukan yang
tidak pernah diperoleh pada syriat agama samawi dahulu dan tidak pula ditemukan dalam
masyarakat manusia manapun.

Tafsir al-Qur’an mengenai posisi perempuan menjadi pembahasan husus bagi pemikir
islam, menurut abduh, ini merupakan kehususan bagi kaum laki-laki yang memiliki
kapasitas dan kualifikasi tertentu, bukan sebagai bentuk justifikasi superioritas laki-laki
terhadap perempuan berdasarkan jenis kelamin. Menurutnya, bahwa penetapan hokum-
hukum tersebut merupakan periogratif Allah SWT yang tidah mendiskreditkan
perempuan. Menentang kebijakan ini sama halnya dengan menentang kekuasaan Allah.

Agenda utama yang dikembangkan oleh para pemikir Islam kontemporer yaitu
memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam segala bidang atau
aspek kehidupan termasuk hak berpolitik, hak memilih dan dipilih sebagai pemimpin.
Dalam masalah fikih terutama warisan dan kesaksian perempuan sama dengan laki-laki.

Sebagian pakar Islam kontemporer menawarkan penafsiran baru dan segar terhadap
ayat al-Qur’an yang selama ini secara tradisional digunakan untuk mendiskriminasi kaum
perempuan. Prinsip-prinsip yang dikembangkan, bahwa pintu ijtihad terbuka lebar.
Metode yang diterapkan yaitu mereduksi kekuatan qath’i. Artinya, bila dalam pemahaman
Islam tradisional ayat-ayat tersebut bersifat mutlak dan wajib diamalkan tanpa interpretasi,
maka dalam pemikiran Islam modern, ayat-ayat tersebut ditinjau dengan memperhatikan
sebab turun ayat, dengan memperhatikan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi
masyarakat ketika ayat tersebut diturunkan. (Zaitunah Subhan, 2015: 14 - 15).

Dalam konsep gender, bukanlah suatu sifat yang kodrati atau alami, tetapi merupakan
hasil konstruksi sosial dan kultural yang telah berproses sepanjang sejarah manusia.
Misalnya, perempuan itu lembut, emosional, hanya cocok mengambil peran domestik,
sementara laki-laki itu kuat, rasional, layak berperan di sector public. Di sini, ajaran agama
diletakkan dalam posisi sebagai salah satu pembangun konstruksi sosial dan kultural
tersebut. Melalui proses panjang, konsep gender tersebut akhirnya dianggap sebagai
ketentuan Tuhan. Maksudnya, seolah-olah bersifat biologis dan kodrati yang tak bisa
diubah-ubah lagi, seolah sudah merupakan sunnatullah.

Dengan kata lain, gender merupakan konsep yang menggambarkan relasi antara laki-
laki dan perempuan yang dianggap memiliki perbedaan menurut konstruksi sosial budaya
yang meliputi perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab. Disinilah kita dapat
membedakan antara seks dan gender, seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan
dari segi biologis (nature) sedangkan gender adalah perbedaan antara keduanya
disebabkan karena faktor sosial budaya (nature) yang menjadikan mereka berbeda,
seperti laki-laki bekerja dalam sector public sementara perempuan bekerja dalam wilayah
domestik (mengurus rumah dan anak-anak) maka gender merupakan kontruksi sosial,
tidak dimilki sejak lahir, bias dibentuk/bias berubah, dipengaruhi oleh tempat,
waktu/zaman, suku/ras/bangsa, budaya, status sosial, pemahaman agama, ideology

3
Negara, politik, hokum, dan ekonomi. Karena itu gender bukan kodrat, dibuat manusia,
bias dipertukarkan, rekatif, berbeda dengan cirri-ciri yang terdapat pada laki-laki maupun
perempuan (jenis kelamin, biologis, nature). (Zaitunah Subhan, 2015: 3).

2. Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender menjadi sorotan dalam rangka memajukan peran perempuan


dalam pembangunan. Dilihat dari sudut pandang kemampuan secara intlektual laki-laki
dan perempuan dalam kapasitas dan potensinya sama. Sehingga laki-laki dan
perempuan dapat dipandang setara, sedangkan kalau dicermati kemampuan spesifik
adalah kemampuan yang berbeda karena feminimnya sehingga kesetaraan itu menjadi
tidak tepat, dalam hal ini kesetaraan itu kalau dipandang harus sama (50 : 50) maka
tidak akan pernah terjadi kesetaraan, konsep kesetaraan ini mengindikasikan bahwa
laki-laki dan perempuan harus mempunyai kapasitas, kesukaan dan kebutuhan yang
sama, sehingga idealnya mereka harus meraih tingkat kesehatan, pendidikan,
pendapatan, partisipasi politik yang sama pula. Secara implisit di sini tidak diakui
adanya tidak sama antara laki-laki dan perempuan (Wibowo, 2011).

Menurut survei Women's Health and Life Experiences pada 2016 silam, satu dari tiga
perempuan Indonesia yang berusia 15-64 tahun mengaku pernah mengalami kekerasan
fisik dan seksual. Perempuan juga masih menghadapi rintangan hukum dan diskriminasi
di lapangan kerja. Dengan angka sebesar 51% pada 2017 silam, keterlibatan perempuan
Indonesia di pasar tenaga kerja masih jauh di bawah rata-rata pria sebesar 80%.

Berbagai permasalahan yang terjadi dalam segi pribadi dan budaya. Seperti yang kita
ketahui, bahwa Indonesia kaya akan adat dan budaya. Beberapa kebudayaan menuntut
wanita/perempuan hanya berperan sebagai sosok yang melayani kaum pria. Konsep
seperti itu berbeda jauh dengan konsep kesetaraan gender. Akan tetapi, adakah diantara
kita yang menyalahkan adat budaya diterapkan. Selama ini, banyak wanita/perempuan
beranggapan bahwa ujung tombak kehidupannya terletak pada laki-laki yang akan
menjadi suaminya kelak. Sehingga pikiran untuk meraih pendidikan dan perencanaan
karir dan masa depan tidak sejauh pemikiran para laki-laki. Seharusnya pergerakan
kesadaran harus dilakukan sejak dini, sehingga wanita yang memiliki kualitas pendidikan
yang baik dan pekerjaan yang baik mampu memiliki daya saing. (Guntur Alamsyah, 2018).

Konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam Islam menurut Ridha (1986)
tercermin dalam beberapa ayat al-Qur’an, antara lain surat al-Nisa’: 34 dan al-Baqarah :
228 bahwa kelebihan laki-laki atas perempuan merupakan fitrah dan kodrati karena allah
melebihkan laki-laki untuk fisiknya yang kuat, akalnya lebih tajam sehingga diberi
tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga, kelebihan laki-laki tersebut sebagai dasar
pemberian peran-peran ideal misalnya mencari ilmu dan bekerja.

3. Peranan Perempuan

Fitrah perempuan meliputi hamil, melahirkan, menyusui, juga tanggung jawab


mengasuh mendidik anak, dan mengatur rumah tangga suaminya. Perempuan bias
menjadi pemimpin dalam konteks tertentu dan dalam wilayah domestik. Peran jenis
kelamin laki-laki yang dipersepsikan sebagai pemberi pada perempuan, karena ia lebih
tinggi derajatnya. Ridha masih rancu dalam memahami jenis kelamin (seks) dengan
perbedaan gender sebagai rekontruksi sosial. Kesetaraan gender hanya dipahami

4
sebatas status keduanya dihadapan Allah, tetapi tidak pada implementasi dalam
membangun relasi yang setara gender. (Mufidah, 2010: 23-24).

Peranan dan kontribusi para perempuan (istri) dapat dilihat dari banyaknya waktu
yang dicurahkan untuk setiap kegiatan yang dilakukan baik pada kegiatan produktif,
reproduktif, maupun kegiatan sosial. Kegiatan produktif terkait curahan waktu
perempuan/istri yakni sekitar 217 jam per bulannya, sedangkan suami 312 jam per
bulannya. Kegiatan reproduktif curahan waktu istri 10 jam per harinya, sedangkan suami
rata-rata 2 jam per harinya. Kegiatan social curahan waktu istri lebih dari 19 jam per
bulannya, dan curahan waktu suami rata-rata 15 jam per bulannya. Suami lebih
mendominasi akses terhadap lahan budi daya rumput laut, peralatan budi daya, alat
tangkap rajungan, kredit, hewan ternak, dan rajungan.

Perempuan/istri cenderung memiliki akses terhadap lahan untuk ladang, pendapatan


pengolahan rumput laut dan mengupas rajungan, dan hasil tanam ladang. Kontrol yang
dimiliki suami adalah hamper semua sumber daya dan manfaat yaitu pada lahan budi
daya, lahan untuk ladang, peralatan budi daya, alat tangkap rajungan, kredit, hewan
ternak, tenaga kerja, hasil budi daya rumput laut, rajungan, dan penyuluhan.
Perempuan/istri memegang kontrol pada pengolahan pasca panen, peralatan pengolahan
pasca panen, pendapatan yang lain, dan hasil tanam ladang.

Pola pengambilan keputusan suami dan istri dalam rumah tangga nelayan budi daya
rumput laut dilakukan secara bermusyawarah, yaitu merupakan hasil diskusi antara suami
dan istri.Keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama tetapi masih dengan
perbedaan pengaruh dari masing-masing individu. Pola pengambilan keputusan untuk
kegiatan reproduktif dan sosial lebih diputuskan secara bersama. Keterlibatan
perempuan/istri dalam kegiatan produktif memberikan kontribusi pendapatan terhadap
pendapatan rumah tangganya. (Eko Ariwidodo, 2019, Vol. 13: 332).

John Naisbitt dan Patricia Aburdune dalam buku Megatrends 2000 yang diterbitkan
pada tahun 1982 meramalkan : “Bahwa perempuan akan mengambil semua peran dalam
berbagai lini kehidupan”. Karenanya perbincangan tentang perempuan menjadi menarik,
mengingat ramalan itu kini menjadi nyata. Globalisasi menunjukkan adanya peningkatan
kemajuan di bidang telekomunikasi, elektronika, dan bioteknologi. Kemajuan ini memberi
dampak pula pada keterlibatan perempuan di sektor ekonomi, politik, dan bidang sosial
lainnya.

Keterlibatan perempuan yang semakin besar pada sektor publik, tentu saja
merupakan kemajuan. Hanya saja globalisas membawa konsekwensi bagi kehidupan
perempuan. Bagi mereka yang berstatus single, situasi ini memberi ruang yang selebar-
lebarnya untuk mengaktualisasikan diri. Meraih cita, mengukir prestasi adalah hal utama
yang ingin diwujudkan. Ukuran sukses ditandai dengan adanya posisi yang mapan dan
prestise. memiliki gaji yang besar, jaringan kerja internasional, jam kerja yang semakin
padat. (Mazdalifah, 2012).

4. Sejarah Perbedaan Antara Laki-Laki dan Perempuan

Muhammad (2000) perbedaan kodrati laki-laki dan perempuan hanya sebatas


perbedaan biologis yang tidak digunakan perbedaan peran sosial. Dalam peneletian
melalui referensi kitab-kitab fiqih klasik dari berbagai madzhab fiqih dan disiplin ilmu
agama ini dikemukakan perlunya rekontruksi pemikiran dalam islam hususnya dibidang
fiqih dalam konteks sosial agar terungkap disstorsi dalam menangkap pesan-pesan moral

5
islam yang humanis kontekstual. Tafsir agama membentuk budaya masyarakat perlu di
riviuw, di evaluasi, dan ditafsirkan kembali untuk kepentimgan proses kesetaraan dan
keadilan gender. (Mazdalifah, 2012: 33).

Sejarah Indonesia sendiri mencatat akan perjuangan dan kegigihan ibu kartini yang
memiliki semangat juang tinggi dalam melawan penjajahan sehingga dari sejarah itulah
bangsa ini tidak lagi membedakan antara kekuatan sosok perempuan ataupun sosok laki-
laki.

Sejak Kartini memperjuangkan kedudukan perempuan setara dengan kaum lelaki,


maka sejak itu emansipasi bergulir. Emansipasi adalah satu gerakan yang dimaksud agar
perempuan memiliki kedudukan dan setara dengan kaum lelaki. Artinya setara dalam
kehidupan di sektor publik dan sektor domestik. Pada zaman Kartini yang diperjuangkan
adalah perempuan memperoleh pendidikan setara dengan laki-laki. Ia berpendapat
pendidikan perempuan merupakan hal penting untuk mengangkat derajat bangsanya,
karena ibu-ibu yang terdidik akan bisa membesarkan anak mereka dengan lebih baik.

Berpuluh tahun kemudian emansipasi telah merasuki tatanan masyarakat, bukan saja
di bidang pendidikan tetapi di bidang politik, ekonomi, hukum dan sosial lainnya. Dan kini
di era globalisasi perempuan Indonesia sama majunya dengan perempuan di negara lain.
Banyak perempuan telah menduduki posisi penting di berbagai bidanga.

Namun diakui atau tidak keberadaan tentang peran perempuan ditengah masyarakat
desa di Negara Indonesia yang rata-rata masih memiliki pemahaman dan fanatik buta
terhadap agama dan budaya masih banyak ditemui tentang pandangannya tentang
perempuan yang biasa kita dengar dengan sebutan perempuan ruang kerjanya adalah di
dapur, sumur dan kamar.

Masyarakat yang sangat masih terbelakang cara berfikirnya masih banyak


memposisikan perempuan sangat sempit ruang geraknya, sehingga masih banyak klaim
yang dilontarkan oleh masyarakat terhadap keberadaan peran dan posisi perempuan.

Pemerintah Indonesia sendiri memberlakukan yang sama antara perempuan dengan


laki-laki, tidak ada perbedaan ataupun dekriminasi terhadap peran perempuan
dipemerintah Indonesia sehingga pendidikan yang sama pun biasa dinikamati juga oleh
perempuan. Hak-hak atas perempua pun dijamin oleh Negara sehingga tidak ada
ketimpangan hak hukum yang diperoleh oleh seorang perempuan di Indonesia.

Sebagaimana isi publik lain seperti Demokrasi, hak asasi manusi (HAM), dan
peluralisme, kesetaraan gender telah menjadi wacana publik yang terbuka sehinnga
hamper tidak ada sudut kehidupan manapun yang tidak tersentuh olehnya. Gender telah
menjadi perspektif baru yang sedang digunakan untuk mengontrol kehidupan sosial dan
mengukur penggunaann keadilan, penghargaan martabat kemanusiaan, dan perlakuan
yang sama dihadapan apapun antara laki-laki dan perempuan dalam kehiduan riel
masyarakat. (Mazdalifah, 2012: 37-38).

Shahrur mengkaji isu perempuan melalui perspektif fiqih. Ia prihatin terhadap kajian
tentang perempuan yang dilakukan oleh orang-orang diluar Islam yang mencoba
memberikan solusi diluar Islam yang berdampak pada kebingungan umat Islam. Problem
perempuan dalam Islam tidak dapat diselesaikan tanpa melibatkan konsep Islam tentang
perempuan yang ountentik yang bersumber dari batasan-batasan hokum Allah dan
dilakukan oleh umat Islam sendiri. (Mazdalifah, 2012: 38).

6
Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 7
tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai pengahapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap wanita pada bagian 1 Pasal 1 yang berbunyi “untuk tujuan konvensi
yang sekarang ini, istilah “Dikreminasi terhadap wanita” berarti setiap pembedaan,
pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai
pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan
atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok dibidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh wanita, terlepas dari status
perkawinan mereka, atas dasar persamaan pria dan wanita”. (Universitas Indonesia,
2012: 11-12).

Posisi perempuan sebagai salah satu dari pembangunan Negara melahirkan banyak
sejarah positive tentang keberadaannya, dari masa ke masa peran perempuan
memberikan energi positif bagi perubahan sosial sebagai salah satu unsur dari kemajuan
sosial.

Dengan adanya Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) ini diharapkan pemerintah


dapat bekerja lebih optimal, efisien, efektif terutama dalam menghasilkan kebijakan publik
yang mengacu pada tercapainya kesetaraan dan keadilan gender, yang dikenal dengan
rensponsif gender. Kebijakan responsif gender akan mengubah diskriminasi jenis kelamin
yang seringkali berdampak pada terhambatnya kinerja dan budaya kerja pada instansi
lembaga pemerintah maupun swasta sehingga terwujud pelayanan public yang ramah
terhadap laki-laki maupun perempuan.

Implementasi PUG dalam pembangunan di Indonesia merupakan langkah konkrit,


politis, dan sistematis dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Langkah
advokasi isu gender dalam pembangunan ini bertumpu pada dua pendekatan; pertama,
meletakkan pemerintah sebagai agen of change bagi pembangunan yang adil gender;
kedua, melakukan interfensi terhadap semua tahap proses pembangunan, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, hingga evaluasi.

Pengarusutamaan gender dilaksanakan dengan analisis gender untuk


mengidentifikasi sebab-sebab ketidak setaraan dan ketidak adilan gender, dan
pemecahan permasalahan, kemudian di integrasikan dalam perencanaan kebijakan dan
proses pembangunan nasional. Menteri Negara Pemberdayaan perempuan memberikan
bantuan tekhnis sesuai dengan bidang tugas dan fungsi serta kewenangannya kepada
instansi dan lembaga kepemerintah ditingkat pusat dan daerah. Bantuan teknis dapat
berupa panduan, pelatihan, konsultasi, informasi, koordinasi, penyediaan bahan dan data.
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh pimpinan instansi pusat maupun daerah untuk
dilaporkan kepada presiden dengan tembusan pemberdayaan perempuan. (Mufidah,
2010: 103-105).

Gerakan perempuan Indonesia sesungguhnya cukup banyak memikirkan,


mendiskusikan, dan keluar dengan banyak rekomendasi kebijakan dalam merespons
persoalan persoalan tersebut. Gerakan perempuan jika diamati sepanjang 20 tahun
terakhir menggunakan beragam strategi bekerja dari dalam sistem dan di luar sistem
melalui jaringan yang sifatnya baik formal maupun informal. Dalam pembahasan tentang
gerakan perempuan, kita tidak boleh melupakan hakikat dari gerakan yang sifatnya
majemuk karena gerakan perempuan sangat beragam. Bicara tentang masalah gender
artinya tidak dapat dilepaskan dan bertaut serta memiliki tali-temali dengan persoalan
kelas sosial, ras, dan etnik. Ketimpangan gender dengan demikian harus dimaknai
sebagai persoalan yang juga melekat pada struktur sosial dan struktur politik yang juga

7
bergender. Refleksi kritis yang bisa menjadi catatan atas semua persoalan ini ialah
gerakan perempuan yang belum terlalu optimal dalam mencari linkage transnasional-
nasional-dan lokal dalam merespons persoalan-persoalan tersebut. Fenomena Indonesia
tidak bisa dilepaskan dari konteks global. Masalah fundamentalisme agama, masalah
counter-terrorism, buruh migran, kekerasan seksual merupakan masalah-masalah yang
tidak lagi bisa dilihat dalam scope mikro, tapi berdimensi global. Penempatan Indonesia
dalam peta dan mapping politik global merupakan tantangan pertama sebelum kita
membuat policy response atau advocacy responds terhadap isu-isu gender yang menjadi
isu kritis yang dihadapi perempuan Indonesia. Kebanyakan gerakan-gerakan perempuan
dalam strateginya masih berpikir sangat parsial, sektoral, dan belum secara optimal
menggunakan analisis komprehensif makro-mikro dan keterkaitan mikro-makro dalam
menjawab tantangan dan merespons isu-isu tersebut. (Anip soetjibto: 2018).

5. Perempuan di Era Digital


Revolusi Industri 4.0 merupakan era yang diwarnai oleh kecerdasan buatan (artificial
intelligence), era super komputer, rekayasa genetika, inovasi, dan perubahan cepat yang
berdampak terhadap ekonomi, industri, pemerintahan, dan politik. Gejala ini diantaranya
ditandai dengan banyaknya sumber informasi melalui media sosial, seperti youtube,
Instagram, dan sebagainya. Hadirnya Revolusi Industri 4.0 seharusnya dapat
dimanfaatkan dan dikelola dengan baik oleh kaum perempuan karena memiliki prospek
yang menjanjikan bagi posisi perempuan sebagai bagian dari peradaban dunia.
Berdasarkan uraian tersebut, tulisan ini ingin mengkaji peluang dan tantangan peran
perempuan diera revolusi Industri 4.0. (Ni Wayan Suarmini, Siti Zahrok, Dyah Satya Yoga
Agustin, 2018, Vol. 5: 48-49).
Problem yang dihadapi perempuan dalam era digital saat ini ialah kesenjangan
keterampilan digital. Bahkan menurut Nafesh-Clarke dalam forum Kesetaraan Gender
yang digelar di Chatham House London, In tech, it's a man's world. Seringkali digital
didefinisikan hanya sebatas pengukuran kesenjangan akses seseorang terhadap
komputer dan internet, padahal ada kesenjangan nyata antara perempuan dan laki-laki.

Era digital memandang perempuan baru sebatas konsumen. Lapangan ekonomi digital
yang masih terus akan berkembang ini perlu diisi perempuan Indonesia sebagai aktor
yang aktif. Tantangan ekonomi dunia digital ialah kreativitas dan selalu siap terhadap
perubahan. Khusus bagi perempuan ada satu tantangan lagi yaitu digital gap yang harus
segera diatasi. Untuk urusan kreatif, kemampuan perempuan telah lama diakui
masyarakat di dunia. Bahkan dalam periode-periode krisis ekonomi yang terjadi di banyak
negara, perempuanlah yang paling berhasil survive. Namun, sayangnya kreativitas dalam
era ekonomi digital belum banyak disentuh perempuan, termasuk di Indonesia.

Dalam hal kesiapan terhadap perubahan pun perempuan dikenal paling siap dan
adaptif terhadap perubahan. Kehalusan rasa yang dimiliki perempuan yang kadang
menjebaknya untuk memilih kompromi ketimbang kompetisi. Namun, bukan tidak
mungkin perempuan-perempuan Indonesia menjadi aktor-aktor utama kompetisi dalam
ekonomi digital. Literasi digital memang masih menjadi masalah besar di Indonesia.
Literasi digital, mengacu pada kemampuan individu untuk menemukan, mengevaluasi,
memproduksi, dan mengomunikasikan informasi yang jelas melalui tulisan dan bentuk
komunikasi lainnya di berbagai platform digital. Dalam situasi kesenjangan digital yang
besar antara perempuan dan laki-laki, maka literasi digital ini makin berat dihadapi
perempuan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi institusi pendidikan di Indonesia.

8
Pemerintah dan dunia usaha perlu memberi kesempatan berkembang bagi perempuan
untuk mengembangkan bisnis digital di satu sisi dan pada sisi lain menyiapkan
perempuan-perempuan muda dengan literasi serta kemampuan.
Kemampuan digital dalam arti bukan hanya sekadar kemampuan sebagai pengguna atau
konsumen. Namun, lebih dari itu kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah dari dunia
digital. Langkah ini bisa dimulai dari mengenalkan anak-anak perempuan terhadap
perangkat digital dan mengajaknya untuk mengetahui jauh lebih dalam terhadap
perangkat digital yang digunakan. Dalam hal pengembangan kewirausahaan digital
perempuan, perlu ada upaya serius agar perempuan dapat memperoleh akses
permodalan yang sama besar dengan laki-laki. Cerita sukses Bank Grameen yang banyak
melibatkan perempuan dalam penyaluran kredit perlu diperluas hingga permodalan
ventura bagi perempuan. (Joice Triatman, 2018)

6. Peran Perempuan dalam Politik


Problem yang dihadapi perempuan dalam era digital saat ini ialah kesenjangan
keterampilan digital. Bahkan menurut Nafesh-Clarke dalam forum Kesetaraan Gender
yang digelar di Chatham House London, In tech, it's a man's world. Seringkali digital
gap didefinisikan hanya sebatas pengukuran kesenjangan akses seseorang terhadap
komputer dan internet, padahal ada kesenjangan nyata antara perempuan dan laki-
laki. Era digital memandang perempuan baru sebatas konsumen. Lapangan ekonomi
digital yang masih terus akan berkembang ini perlu diisi perempuan Indonesia sebagai
aktor yang aktif. Tantangan ekonomi dunia digital ialah kreativitas dan selalu siap
terhadap perubahan. Khusus bagi perempuan ada satu tantangan lagi yaitu digital gap
yang harus segera diatasi.
Untuk urusan kreatif, kemampuan perempuan telah lama diakui masyarakat di
dunia. Bahkan dalam periode-periode krisis ekonomi yang terjadi di banyak negara,
perempuanlah yang paling berhasil survive. Namun, sayangnya kreativitas dalam era
ekonomi digital belum banyak disentuh perempuan, termasuk di Indonesia. Dalam hal
kesiapan terhadap perubahan pun perempuan dikenal paling siap dan adaptif
terhadap perubahan. Kehalusan rasa yang dimiliki perempuan yang kadang
menjebaknya untuk memilih kompromi ketimbang kompetisi. Namun, bukan tidak
mungkin perempuan-perempuan Indonesia menjadi aktor-aktor utama kompetisi
dalam ekonomi digital.
Literasi digital memang masih menjadi masalah besar di Indonesia. Literasi digital,
mengacu pada kemampuan individu untuk menemukan, mengevaluasi,
memproduksi, dan mengomunikasikan informasi yang jelas melalui tulisan dan bentuk
komunikasi lainnya di berbagai platform digital. Dalam situasi kesenjangan digital yang
besar antara perempuan dan laki-laki, maka literasi digital ini makin berat dihadapi
perempuan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi institusi pendidikan di Indonesia.
Pemerintah dan dunia usaha perlu memberi kesempatan berkembang bagi
perempuan untuk mengembangkan bisnis digital di satu sisi dan pada sisi lain
menyiapkan perempuan-perempuan muda dengan literasi serta kemampuan yang
memadai untuk masa depannya.
Kemampuan digital dalam arti bukan hanya sekadar kemampuan sebagai
pengguna atau konsumen. Namun, lebih dari itu kemampuan untuk menghasilkan nilai
tambah dari dunia digital. Langkah ini bisa dimulai dari mengenalkan anak-anak
perempuan terhadap perangkat digital dan mengajaknya untuk mengetahui jauh lebih
dalam terhadap perangkat digital yang digunakan. Dalam hal pengembangan
kewirausahaan digital perempuan, perlu ada upaya serius agar perempuan dapat
memperoleh akses permodalan yang sama besar dengan laki-laki. Cerita sukses

9
Bank Grameen yang banyak melibatkan perempuan dalam penyaluran kredit perlu
diperluas hingga permodalan ventura bagi perempuan. (Gurniwan K.Pasya, upi.edu).

7. Peran Perempuan di Lingkungan Keluarga


Meski hari ini masih ada yang kontra terhadap aktifnya peran perempuan disegala
bidang karena hawatir tidak akan sempat untuk peduli terhadap lingkungan keluarga,
namun sifat dan karakter perempuan yang tampa mengeluh sudah banyak
membuktikan bahwa perempuan yang aktif di kegiatan luar, namun juga memberikan
tauladan yang baik dalam kehidupan keluarga.
Peran perempuan dalam lingkungan keluarga sangat dibutuhkan karena dengan
sifat perempuan yang humanis, dan penuh kasih sayang dirapkan mampu memberian
contoh dan tauladan yang baik bagi keluarga kecilnya atau bahwkan untuk lingkungan
keluarga sekitat.
Lingkungan yang hari ini serba modern yang semakin menggerus sifat budaya,
etika dan nilai kesopanan membutuhkan sentuhan kehumanisan yang penuh rasa
kasih sayang dari sosok perempuan, maka disinlah peran perempuan sebagai sosok
yang mampu mejawab tantangan modern ini agar bisa memberikan tauladan yang
positif bagi regenasi bangsa ini.
Arti keberhasilan bagi keluarga atau lebih tepatnya orang tua didalam masyarakat
sekalipun? Indikatornya, bagaimana anak-anak sebagai buah cinta akan dilihat dan
‘’dimanfaatkan’’ oleh masyarakatnya. Hidup yang berharga, bermanfaat, demikian
juga hasil produksi keluarga hanya akan bermanfaat ketika masyarakat dapat
memanfaatkannya bagi orang banyak.
Tentu kualitas secara umum, diukur dari bagaimana menghadapi kondisi di luar
rumah, persoalan dalam hidup dan kehidupan, menjadi sosok yang dirindukan dan
bukan dihindari orang lain. Untuk itu, kualitas harus dibangun atas fondasi yang
menggunakan material yang baik. Bukan hanya secara kuantitas tetapi juga
performance dalam relasi dengan sesama manusia lain, dan lingkungannya.
Keterampilan hidup tidak boleh hanya diserahkan pada sekolah, karena tidak akan
dapat diselesaikan dengan mempertimbangkan sesuai karakteristik dan kekahasan
yang dimiliki oleh setiap anak didik.
Sistem di sekolah hanya menyelesaikan bagian yang sangat kecil dari upaya
membangun sumber daya manusia menjadi modal manusia sebagai faktor utama
pembangunan bangsa. Proses yang berlangsung lama, intensif dan tertanam kuat
dalam diri anak hanya efektif dalam proses yang intensif dilakukan selama dan dalam
keluarga. Baik bersifat soft skill dan hard skill.
Ketika soft dan hard skill terbangun dalam kelenturan dan suatu kerangka
keluarga yang berbasis nilai budaya yang bersumber dari suatu kebiasaan, keyakinan
dan agama dengan interpretasi yang hakiki dan mengembangkan nilai kesetaraan dan
keadilan bertumpu dari relasi dengan sesama berbasis nilai ke-bhineka-an yang
tunggal ika, dengan mengekspresikan universalitas.
Maka sebagai orang tua dan ibu akan lega dan yakin, tidak kuatir melepas anak-
anak mengabdikan diri dan seluruh eksistensinya sebagai bangsa Indonesia, di
tengah percaturan dan persaingan global yang tanpa ampun. Ibu sudah berhasil
memainkan perannya sebagai peletak dasar membangun fondasi karakter mulia, dari
dalam keluarga dan akan menjadi tiang yang kokoh bagi bangsa Indonesia. (Mamik
Indaryani, 2016).

8. Peran Perempuan dalam Pembangunan


Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)
mengapresiasi upaya Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) dan Kementerian Badan

10
Usaha Milik Negara (Kemen BUMN) yang telah menyelenggarakan acara ini,
sebagai bentuk upaya dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di
Indonesia. Mengingat saat ini kondisi perempuan dan anak di Indonesia cukup
memprihatinkan. Berbagai hasil kajian memperlihatkan bahwa perempuan dan anak
merupakan kelompok rentan yang sering mengalami berbagai masalah, seperti
kemiskinan, bencana alam, konflik, kekerasan, dan sebagainya.
Menteri Yohana menjelaskan, bahwa perempuan dan anak seringkali mengalami
berbagai kekerasan, baik fisik, psikis dan seksual, serta menjadi korban stereotype,
marginalisasi, subordinasi, dan beban ganda. Banyak perempuan dianggap hanya
melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga, sedangkan
laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama, sehingga pendapatan perempuan
dianggap hanya sebagai tambahan saja. Perempuan juga mengalami marjinalisasi
(proses peminggiran) yang berdampak pada kemiskinan secara ekonomi.
Perempuan juga sering mengalami subordinasi atau penomorduaan, khususnya
dalam kesempatan untuk memperoleh hak-hak pendidikan, yang sering
dinomorduakan dibandingkan pendidikan laki-laki. Terakhir adalah beban ganda,
banyak perempuan yang bekerja mencari nafkah sekaligus mengerjakan urusan
rumah tangga. Untuk mengatasi permasalahan perempuan tersebut, pendidikan,
kesehatan dan pemberdayaan ekonomi menjadi faktor sangat penting yang harus
ditingkatkan,” ungkap Menteri Yohana.
Menteri Yohana juga menegaskan, bahwa perempuan berpotensi besar untuk
membangun bangsa ini, oleh karena itu sangat perlu memberikan akses bagi
perempuan untuk berpartisipasi di segala bidang pembangunan. Perempuan harus
diberi kesempatan untuk melakukan kontrol terhadap proses pembangunan. Dengan
demikian kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dapat terwujud dan
pembangunan dapat berjalan dengan baik. (Kementarian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2018).

C. Penutup
Kesimpulan
Al-Qur’an memposisikan perempuan pada posisi yang terhormat, melindungi hak-
haknya, menjelaskan peran dan kewajibannya, sekaligus memuliakan kedudukannya. Hal
ini menunjukkan bahwa Islam telah memberikan posisi yang mulia bagi perempuan.
Kedudukan yang diberikan Islam kepada perempuan itu merupakan kedudukan yang
tidak pernah diperoleh pada syriat agama samawi dahulu dan tidak pula ditemukan dalam
masyarakat manusia manapun.

Posisi perempuan sebagai salah satu dari pembangunan Negara melahirkan banyak
sejarah positive tentang keberadaannya, dari masa ke masa peran perempuan
memberikan energi positif bagi perubahan sosial sebagai salah satu unsur dari kemajuan
sosial.

Kesetaraan gender menjadi sorotan dalam rangka memajukan peran perempuan


dalam pembangunan. Dilihat dari sudut pandang kemampuan secara intlektual laki-laki
dan perempuan dalam kapasitas dan potensinya sama. Sehingga laki-laki dan
perempuan dapat dipandang setara, sedangkan kalau dicermati kemampuan spesifik
adalah kemampuan yang berbeda karena feminimnya sehingga kesetaraan itu menjadi
tidak tepat, dalam hal ini kesetaraan itu kalau dipandang harus sama.

11
DAFTAR PUSTAKA

Subhan, Zaituna. Al-Qur’an dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender dalam Penafsiran.
Jakarta: Prenada Media Grup. 2015.

Ariwidodo, Eko. Kontribusi Pekerja Perempuan Sektor Rumput Laut Kecamatan Blutoh
Kabupaten Sumenep.
https://www.Researchgate.net/publication/319985988_Kontribusi_Pekerja_Perempuan_
Sektor_Rumput_Laut_di_Kecamatan_Blutoh_Kabupaten_Sumenep. Di kutip Tanggal 18
Juni 2019.

Mufida. Bingkai Sosial Gender Islam, Strukturasi, dan Kontruksi Sosial. Malang: UIN Maliki press.
2010.

Mazdalifah. Tantangan Perempuan di Era Globalisasi.


https://mazdalifahjalil.wordpress.com/2012/11/tantangan-perempuan-di-era-globalisasi/.
Di kutip Tanggal 18 Juni 2019.

Universitas Indonesia. Hak Asasi Perempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan
Gender. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2012.

Indaryani, Mamik. Peran Perempuan dalam Keluarga dan Negara.


https://umk.ac.id/arsip/indeks.pap/Opini_Redmore/2042/Peran/Perempuan/dalam/Keluar
ga/dan/Negara. Di kutip pada Tanggal 16 JUNI 2019.

Dian Hatifah, Ratu. Peran Politik Perempuan. https://serikatnews.com/Peran-Politik-Perempuan/.


Di kutip Tanggal 19 Juni 2019.

K. pasya, Gurniwan.
https://file.upi.edu/direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196103231986031_R._GU
RNIWAN_KAMIL_PASYA/jurnal_wanita.pdf. Di kutip Tanggal 20 Juni 2019.

12

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai