Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kedudukan wanita dalam pandangan umat-umat sebelum Islam sangat rendah

dan hina dina, mereka tidak menganggapnya sebagai manusia yang mempunyai roh, atau

hanya menganggapnya dari roh yang hina. Bagi mereka, wanita adalah pangkal

keburukan dan sumber bencana.1

Berbicara tentang perempuan dalam berbagai surat, dan pembicaraan tersebut

menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada ayat yang berbicara tentang hak dan

kewajibannya, ada pula yang menguraikan keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam

sejarah agama dan kemanusiaan.2

Al-Qur'an merupakan kitab suci pertama yang memberikan martabat kepada

perempuan sebagai manusia di saat mereka dilecehkan oleh peradaban besar seperti

Byzantium dan Sassanid. Kitab Suci ini memberikan banyak hak kepada perempuan

dalam masalah perkawinan, perceraian, kekayaan dan warisan. Masa Nabi SAW

merupakan masa yang ideal bagi kehidupan perempuan. Mereka dapat berpartisipasi

secara bebas dalam kehidupan publik tanpa dibedakan dengan kaum laki-laki.3

Mengutif Dale F. Eickelman dan James Piscatori dalam bukunya Rofik Suhud

bahwa, disatu pihak perempuan menjadi demikian sentral bagi imajinasi politik dan

moral yang lebih besar, dan esensial bagi penegakan tatanan sipil dan kebajikan, tetapi

dilain pihak bersamaan dengan itu masih saja adanya klaim pria bahwa wanita tidak

1
Amir Hamzah Fakhruddin. Wanita Karier dalam Timbangan Islam: Kodrat Kewanitaan, Emansipasi
dan Pelecehan Seksual (Jakarta: Pustaka Azzam, 1998), Cet. 1, h. 1. Selanjutnya ditulis Fakhruddin, Wanita
Karir.
2
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 1996), h. 309. Selanjutnya ditulis Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran.
3
Agus Nuryanto, Islam Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h.
61. Selanjutnya ditulis Nuryanto. Islam Teologi.
boleh mempunyai hak memilih dan dipilih misalnya dalam keanggotaan di parlemen.4

Atas dasar itu secara historis menurut Asghar Ali Engineer, perempuan masih juga tetap

tersubordinasi (berada di bawah) oleh laki-laki.5

Ikhwan Fauzi,6 mengatakan hal yang senada bahwa perempuan sebelum Islam

tidak memiliki peranan apapun, ia dirampas haknya, diperjual belikan seperti budak, dan

diwariskan tetapi tidak mewarisi, sehingga sebahagian bangsa melakukan hal itu terus

menerus dan menganggap perempuan tidak punya roh, hilang dengan kematiannya dan

tidak tunduk pada syari'at, berbeda dengan laki-laki, sehingga perempuan dilarang untuk

menuntut ilmu pengetahuan dan membaca kitab suci.

Maraknya pembahasan masalah perempuan di Indonesia dipicu oleh

pernyataan-pernyataan elite politik Indonesia yang dengan menggunakan bahasa dan atas

nama agama berupaya menjegal lawan politiknya, yang kebetulan lawan politiknya,

tersebut menjagokan perempuan sebagai pemimpin negeri ini. Akan Tetapi Karena

kepentingan duniawi lainnya, mereka yang dahulunya ramai-ramai mengumandangkan

semboyan tersebut kemudian ramai-ramai mengingkarinya. Suasana kontradiktif ketika

mereka ada yang masih mempertahankan keyakinan tersebut, kemudian dengan dalil

atau alasan darurat, merubah dan melanggarnya. Namun pada saat ini pembicaraan

masalah perempuan lebih disebabkan oleh maraknya perlakuan yang tidak adil dan tidak

semestinya dilakukan terhadap perempuan; mulai dari posisinya dalam rumah tangga,

dalam pekerjaan, dalam kehidupan sosial, dan lainnya. Meskipun demikian topik yang

4
Rofik Suhud, "Ekspresi Politik Muslim", (Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 1998), h. 109. Selanjutnya
ditulis Suhud, Ekspresi Politik Muslim.
5
Agus Nuryanto, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta: LKiS, 2003), h. 1. Selanjutnya ditulis
Nuryanto, Pembebasan Perempuan.
6
Ikhwan Fauzi, Perempuan dan Kekuasaan: Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender dalam Islam
(Jakarta: Amzah, 2002), h. 1. Selanjutnya ditulis Fauzi, Perempuan dan Kekuasaan.
sampai saat ini masih menarik ialah masalah kepemimpinan perempuan dalam segala

lapisan.7

Islampun tidak membedakan hak atas laki-laki dan perempuan yaitu bahwa

nilai-nilai fundamental yang mendasari, ajaran Islam seperti perdamaian pembebasan dan

egaliterianisme termasuk persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan banyak

tercermin dalam ayat Al-Qur'an, kisah-kisah tentang peranan penting kaum perempuan di

zaman nabi Muhammad saw, seperti Siti Khadijah, Siti Aisyah dan lain-lain telah banyak

ditulis. Begitupula tentang sikap beliau yang menghormati kaum perempuan dan

memperlakukannya sebagai mitra dalam perjuangan.8

Menurut Abu Hanifah seorang perempuan dibolehkan menjadi hakim, tetapi

tidak boleh menjadi hakim dalam perkara pidana. Sementara Imam Aṭ-Ṭabari dan aliran

Dhahiriyah membolehkan seseorang perempuan menjadi hakim dalam semua perkara,

sebagaimana mereka membolehkan kaum perempuan untuk menduduki semua jabatan

selain puncak kepemimpinan negara.9

Kaum perempuan masih tertinggal dalam banyak hal dari mitra lelaki.10

Dengan mengkaji data dan mencermati fakta yang menyangkut kaum perempuan seperti

tingkat pendidikan mereka, derajat kesehatan, partisipasi mereka dalam pengambilan

keputusan tindak kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual, pemerkosaan

eksploitasi terhadap tenaga kerja perempuan dan sebagainya. Dapat dirasakan dan

melihat betapa masih memprihatinkannya status kaum perempuan.11

7
Siti Musdah Mulia, Islam dan Kesetaraan Jender, (Jakarta: Nur Insani, 2007), h. 47. Selanjutnya Siti
Musdah, Islam dan Kesetaraan Jender.
8
Wahid Zaini dkk, Memposisikan Kodrat: Perempuan dan perubahan dalam perspektif Islam (Jakarta:
Mizan, 1999), h. 1. Selanjutnya ditulis Zaini, Memposisikan Kodrat.
9
Yūsuf Al-Qarḍāwi, Meluruskan Dikotomi Agama & Politik “Bantahan Tuntas Terhadap Sekularisme
dan Liberalisme”, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008) h. 78
10
Zaini, Memposisikan Kodrat, h. 66
11
Wahid Zaini, Memposisikan Kodrat, h. 67
Pada era globalisasi ini seringkali kita mendengar teriakan seorang perempuan

yang menuntut hak-haknya, mereka yang mendengarnya banyak yang mempercayai hal

tersebut. Walhasil, apa yang telah disumbangkan untuk kemuliaan setiap wanita akhirnya

terlupakan, dan menganggap Islam sebagai agama yang kurang memberikan keadilan

dan kesamaan.12

Disamping itu, masih terdapat pandangan kepadanya sebagai manusia yang

berbau tidak Islami, bahkan dari kalangan wanita sendiri. Realitas itu tidak dapat

disembunyikan dan akan terus berkembang karena tidak ada batasannya yang sehat akan

peranannya dalam kehidupan dan pengakuan terhadap hak-haknya.13

Allah SW berfirman:

  


   
   
   
  
    
  
  
   
   
      

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar”. (QS. An-Nisa/4: 34)

Adapun maksud dari statement ini, wanita itu adalah pemimpin dalam rumah

tangganya, pemimpin atas penghuni rumah suaminya dan anaknya dan akan bertanggung

12
Ṭobrani Mas'udi. Wanita Karier dalam Perbincangan. (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 89.
Selanjutnya ditulis Ṭobrani, Wanita Karir.
13
Muhammad Abdul Qadīr Alkaf. Dunia Wanita Dalam Islam (Jakarta: Lentera, 2000), h. 3. Selanjutnya
ditulis Abdul Qadīr, Dunia Wanita dalam Islam.
jawab pada kepemimpinannya. Oleh karena itu untuk dapat menjadi pemimpin yang baik

dan mampu untuk mempertanggung jawabkan kepemimpinannya pada suaminya, dan

tentunya pada Allah SWT kelak. Dan menjadi seorang ibu, harus mempunyai ilmu yang

memadai untuk membimbing keluarganya. Maka, wanita harus terus bergerak untuk

meningkatkan kualitas dirinya. Karena untuk mencetak generasi yang berkualitas,

dibutuhkan pendidik yang berkualitas pula. Hal itu berarti seorang wanita tidak boleh

berhenti belajar.14

Selain itu seorang wanita juga disebut sebagai madrasah al-ula (ibu adalah

sekolah atau madrasah pertama bagi anak-anaknya). Dikatakan demikian karena jika

seorang ibu mempersiapkan anak-anaknya dengan baik maka sama halnya seorang ibu

telah menyyiapkan suatu bangsa yang berakar kebaikan.15

Hal senada juga dapat ditemui dihadist yang diriwayatkan Imam Bukhari

“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya kepada

seorang perempuan”.16 Inilah yang menjadi dasar kesepakatan para ulama terhadap

kepemimpinan perempuan.

Sejalan dengan keterangan tersebut, Muhammad Quraish Shihab menyatakan:

"Harus diakui bahwa memang ulama dan pemikir masa lalu tidak
membenarkan perempuan menduduki jabatan kepala negara, tetapi hal ini
lebih disebabkan oleh situasi dan kondisi masa itu, antara lain kondisi
perempuan sendiri yang belum siap untuk menduduki jabatan, jangankan
kepala negara, menteri, atau kepala daerah pun tidak. Perubahan fatwa dan
pandangan pastilah terjadi akibat perubahan kondisi dan situasi, dan karena itu
tidak relevan lagi melarang perempuan terlibat dalam politik praktis atau
memimpin negara".17

14
Al-Maududy, Maulana Abul a’la, Hak- Hak Asasi Manusia Dalam Islam, terj. Bambang Iriana,
(Jakarta : Bumi aksara, 2005), h. 58. Selanjutnya ditulis Al maududi, hak-hak asasi…
15
http://www.voa-islam.com/2012/4/kepemimpinan -perempuan.html, diakses pada 21 februari 2014,
pukul 12:29 WIB.
16
Said Al-Khin, Musṭofa, dkk. Syarah & Terjemah Riyāḍus Ṣālihīn Karya Imam Nawawi Jilid 1,
(Jakarta : Al – I’tishom, 2010), h. 49
17
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut'ah Sampai
NikahSunnah, dari Bias Lama Sampai Bias Baru. (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 350. Selanjutnya ditulis
Quraish Shihab, Perempuan dari Cinta…
Dalam kaitannya dengan hak-hak perempuan dalam bidang politik,

Muhammad Quraish Shihab menegaskan:

"Kita dapat berkesimpulan bahwa, tidak ditemukan satu ketentuan agama pun
yang dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang
politik, atau ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya untuk
kaum laki-laki. Di sisi lain, cukup banyak ayat dan hadis yang dapat dijadikan
dasar pemahaman untuk menetapkan adanya hak-hak tersebut".18

Muhammad Quraish Shihab juga menambahkan bahwa dalam al–Qur’an

banyak menceritakan persamaan kedudukan wanita dan pria, yang membedakannya

adalah ketaqwaanya kepada Allah. Tidak ada yang membedakan berdasarkan jenis

kelamin, ras, warna kulit dan suku. Kedudukan wanita dan pria adalah sama dan diminta

untuk saling bekerjasama untuk mengisi kekurangan satu dengan yang lainnya, 19 sebagai

mana di jelaskan dalam surat At-Taubah ayat 71 yang berbunyi:

‫ُوف َويَ ْنهَىْ نَ ع َْه ْال ُمن َك ِر‬ ِ ‫ْض يَأْ ُمرُونَ بِ ْبل َم ْعر‬ ٍ ‫ضهُ ْم أَوْ لِيَب ُء بَع‬ ُ َ‫َو ْال ُم ْؤ ِمنُىنَ َو ْال ُم ْؤ ِمن‬
ُ ‫بت بَ ْع‬
‫َزيز‬ ِ ‫َّللا ع‬ َّ ‫َّللا َو َرسُىلَهُ أُوْ لَئِكَ َسيَرْ َح ُمهُ ْم‬
َ َّ ‫َّللاُ إِ َّن‬ َ َّ َ‫َويُ ِقي ُمىنَ الصَّالةَ َوي ُْؤتُىنَ ال َّز َكبةَ َوي ُِطيعُىن‬
‫َح ِكيم‬

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah/9: 71)
Secara umum, ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban

melakukan kerja sama antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan

yang dilukiskan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang ma'ruf dan mencegah yang

munkar. Kata “awliya'”, dalam pengertiannya, mencakup kerja sama, bantuan, dan

18
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h. 314
19
Pada dasarnya istri tidak berkewajiban melayani suami dalam hal memasak, mengurus rumah,
menyapu, menjahid, dan sebagainya. Akan tetapi jika itu dilakukan oleh istri maka itu merupakan hal yang baik.
Sebenarnya suamilah yang berkewajiban untuk memberinya atau menyiapkan pakaian yang telah dijahit dengan
sempurna, makanan yang telah dimasak secara sempurna. M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab
1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta : Lentera Hati, 2011) h. 915. Selanjutnya ditulis
Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab...
penguasaan, sedang pengertian yang dikandung oleh "menyuruh mengerjakan yang

ma'ruf" mencakup segala segi kebaikan atau perbaikan kehidupan, termasuk memberi

nasihat (kritik) kepada penguasa. Dengan demikian, setiap laki-laki dan perempuan

Muslimah hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar masing-masing

mereka mampu melihat dan memberi saran (nasihat) dalam berbagai bidang kehidupan.20

Oleh karena itu sesungguhnya Islam datang ke dunia ini untuk mengembalikan

kehormatan, harga diri dan hak-hak kaum wanita pada masa hidupnya, mulai dari masa

kanak-kanak, remaja, dewasa tatkala menjadi seorang istri hingga masa seorang wanita

menjadi nenek. Islam mengangkat derajat kaum wanita dan sangat istimewa. Islam

menganjurkan agar kaum pria memperlakukan wanita dengan penuh kelembutan dan

kasih sayang.

Kelebihan yang dimiliki Muhammad Quraish Shihab, selain hal-hal tersebut,

model penyampaiannya yang santun, bahasa yang mudah dicerna oleh semua kalangan,

kompromistis, dan beberapa pemikiran hukumnya yang sarat nuansa keindonesiaan

menjadikan tulisan-tulisannya dapat dinikmati oleh semua orang dan menjadi salah satu

tanda semakin berkembangnya kajian fikih Indonesia. Kajian tentang pendapat-

pendapatnya yang berkaitan dengan persoalan hukum, perlu lebih dikembangkan untuk

lebih memperkaya wawasan penafsiran Indonesia dan juga wawasan fikih Indonesia di

masa yang akan datang.21

Dalam pemikiran klasik beberapa doktrin seperti John Locke menyatakan

bahwa hak manusia (hak asasi manusia) meliputi, hak hidup, hak kemerdekaan, serta hak

milik. Hak asasi manusia hanya ada satu, yaitu hak untuk hidup. Satu hal yang patut

dicermati dari perbedaan ini, John Locke juga menyampaikan bahwa hak tersebut berasal

20
Quraish Shihab, Membumikan al Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
(Bandung: Mizan, 1996), h. 417. Selanjutnya ditulis Shihab, Membumikan al Qur’an.
21
Quraish Shihab, Membumikan al Qur’an. h. 69
dari Tuhan yang sifatnya kodrati. Artinya, menurut John Locke, hak asasi manusia ada

karena diberikan oleh Tuhan.22

Sehingga jelas bahwa Islam pun mengakui konsep hak tersebut yang secara

penuh diberikan Tuhan kepada manusia. Hal ini menimbulkan konsekuensi logis, bahwa

Tuhanlah yang boleh menetapkan mana yang bisa dimiliki haknya oleh manusia dan

mana yang tidak. Secara substantive, hak asasi manusia dalam Islam lebih diarahkan

pada implementasi kewajiban asasi manusia, yaitu keharusan manusia untuk tidak

melakukan sesuatu pada manusia lainnya. Dalam hal ini, pedoman melakukannya

terdapat dalam agama Islam itu sendiri, sedangkan kodifikasi khususnya terdapat dalam

piagam madinah yang merumuskan hak-hak yang dapat diperoleh oleh umat manusia.23

Begitu juga mengenai permasalan wanita dalam Islam, Fazlur Rahman

berpendapat, karena di dasarkan pada prinsip bahwa pada dasarnya agama Islam

memperjuangkan kebebasan dan persamaan. Walaupun menurutnya, prinsip Syari’ah

masih memberikan peluang bagi diskriminasi yang serius. Ia mencontohkannya dalam

hukun perdata, hak politik, hak sipil dan hak berpartisipasi dalam kehidupan publik.24

Dengan melihat problema tentang penyimpangan-penyimpangan hak-hak

perempuan tersebut, maka penulis merasa perlu untuk memberikan pandangan dan

pendapat serta bersandar kepada dalil-dalil nakli yang ada melalui skripsi ini dengan

judul “Hak Politik Perempuan dalam Perspektif Muhammad Quraish Sihab”.

B. Rumusan Masalah

Dalam perumusan masalah penulis membagi tiga bagian yaitu:

1. Identifikasi Masalah

22
Ahmad Hasanuddin, dkk. Pernikahan Beda Agama ditinjau dari Perspektif Islam dan HAM. (Jakarta:
Universitas Indonesia (UI), 2012), h. 14. Selanjutnya ditulis Hasanuddin, Pernikahan Beda Agama.
23
Imam al-Qoḍi, Bidayatul Mujtahid wa Nihāyatul Muqtaṣid, (Beirut :Dar al Fikr,2008), juz II, h. 23.
Selanjutnya Imam al-Qaḍi, Bidayatul Mujtahid.
24
Fazlur Rahman. Tema Pokok al-Quran, alih bahasa; anas mahyudin (Bandung : pustaka,1996), h. 64.
Selanjutnya ditulis Fazlul Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an.
a. Wilayah Penelitian

Wilayah penelitian dalam pembahasan ini ialah fiqih perempuan.

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif.

c. Jenis Masalah

Jenis masalahnya adalah perbedaan pendapat Tentang Hak Asasi Perempuan dalam

Hukum Islam menuntut Muhammad Quraish Shihab.

d. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya pokok permasalahan, maka penulis membatasi

permasalahan pada Pendapat Muhammad Quraish Sihab Tentang Hak Asasi

Perempuan dalam bermasyarakat.

2. Pertanyaan penelitian

a. Bagaimana hak asasi perempuan dalam Perspektif Islam?

b. Bagaimana Biografi dan karya pemikiran Muhammad Quraish Shihab?

c. Bagaimana Analisis pendapat Muhammad Quraish Shihab tentang hak politik

perempuan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pokok masalah di atas, yaitu:

1. Untuk mengetahui tentang hak asasi perempuan dalam Perspektif Islam.

2. Untuk mengetahui Biografi dan karya pemikiran Muhammad Quraish Shihab.

3. Untuk mengetahui analisis pendapat Muhammad Quraish Shihab tentang hak politik.
D. Manfaat Penelitian

Dari tujuan penelitian sebagaimana tersebut di atas, maka diharapkan

penelitian ini akan memberikan manfaat atau kontribusi sebagai berikut :

1. Dari Segi teoritis, dapat memberikan sumbangsih pemikiran baik berupa

pembendaharaan konsep, metode proposisi, ataupun pengembangan teoriteori dalam

khasanah studi hukum dan masyarakat.

2. Dari segi pragmatis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan

(input) bagi semua pihak, yaitu bagi masyarakat pada umumnya dan bagi pemerintah

khususnya, dalam pelaksanaan menegakkan perlindungan hukum terhadap hak asasi

perempuan yang sesuai dengan syariat Islam dan hukum positif yang berlaku di

Indonesia.

E. Penelitian Terdahulu

Sejumlah penelitian dengan bahasan politik islam telah dilakukan, baik

mengkaji secara spesifik topic tersebut, ataupun yang mengkajinya secara umum yang

sejalan dengan bahasan penelitian ini. Berikut ini adalah tinjauan umum atas sebagian

karya-karya penelitian tersebut baik yang berupa buku maupun skripsi.

Salah satu penelitian tersebut adalah penelitian yangt dilakukan Shayuthi

Abdul Manas yang berjudul “Apa Kata Islam Mengenai Wanita Berpolitik”25. Buku

ini menjelaskan tentang hak-hak perempuan dalam berpartisipasi dalam politik dann

batas-batas mereka dalam dunia politik, juga memaparkan tokoh politik perempuan

yang mempunyai peran-peran tersendiri dalam sejarah islam. Sekaligus menyadarkan

kaum perempuan, tentang pentingnya keterlibatan mereka dalam kancah politik.

25
Shayuti Abdul Manas, Apa Kata Islam Mengenai Wanita Berpolitik, (Selangor: Pts Publication dan
Distribution, 2008), Cet. Pertama
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sufian Harun yang berjudul “Gerakan

Politik Wanita Muslimah di Negara bagian Kelantan”26. Penelitian ini membahas

tentang gerakan politik wanita muslimah di Negara bagian Kelantan dalam

memfokuskan peran partisipasi gerakan dewan muslimah di Kelantan. Beliau juga

menjelaskan secara ringkas tentang hak dan kedudukan perempuan dalam Islam, dan

kewajiban partisipasi politik mereka menurut Al-Qur’an

F. Kerangka Pemikiran

Perempuan dianggap sebagai sumber petaka, sumber godaan seksual, korupsi,

dan kejahatan. Augustine merenungkan tentang ihwal misteri mengapa Tuhan

menciptakan perempuan. Dalam mayasrakat Yahudi, wanita dianggap sama derajatnya

dengan para pembantu, ayah berhak menjual anak perempuan kalau ia tidak mempunyai

saudara laki-laki. Ajaran mereka menganggap wanita sebagai sumber laknat karena

dialah yang menyebabkan Adam terusir dari sorga.27

Sepanjang abad pertengahan, nasib perempuan masih sangat memprihatinkan.

Di Inggris, misalnya, dalam perundang-undangannya sampai 1805 mengakui hak suami

untuk menjual isterinya. Sampai 1882 wanita Inggris tak memiliki hak pemilikan harta

benda secara penuh dan tak punya hak menuntut ke pengadilan. Ketika Elizabeth

Blackwill yang merupakan dokter wanita pertama di dunia menyelesaikan studinya di

Geneve University pada 1849, teman-temannya memboikot dengan dalih bahwa wanita

tidak wajar memperoleh pelajaran. Bahkan ketika sementara dokter bermaksud

mendirikan Institut Kedokteran untuk wanita di Philadelphia, Amerika Serikat, Ikatan

26
Mohd. Sufian Bin Harun, Gerakan Politik Wanita Muslimah di Negara Kelantan, (Skripsi S1 Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
27
Quraish Sihab, Wawasan Al-Quran, h. 296
Dokter setempat mengancam untuk memboikot semua dokter yang bersedia mengajar di

sana.28

Wanita pada zaman Nabi SAW pun bekerja, ketika kondisinya menuntut itu

(bekerja) bukan karena adanya hak atau tidak. Karena Islam cenderung tidak

membenarkan wanita keluar rumah untuk bekerja kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan

yang sangat di butuhkan oleh masyarakat atau atas kebutuhan wanita tertentu, misalnya

karena kebutuhan bekerja karena tidak ada yang membiayai hidupnya atau karena yang

menanggung hidupnya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Sedikit banyak contoh

pada masa Rasulullah saw dan sahabat beliau, menyangkut keikutsertaan perempuan

dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan. Islam membenarkan mereka bekerja, hanya

saja dalam keadaan darurat dan tidak menjadikannya sebagai dasar.29

Dengan demikian sudah sepantasnya gerakan pembaharuan dalam Islam dapat

diartikan sebagai upaya, baik secara individual maupun kelompok pada kurun dan situasi

tertentu, untuk mengadakan perubahan didalam persepsi dan praktek keislaman yang

telah mapan kepada pemahaman dan pengelaman yang baru.30 Lazimnya, menurut

Azyumardi Azra pembaharuan bertitik tolak pada asumsi dan pandangan yang

dipengaruhi oleh lingkungan dan pandangan yang jelas dipengaruhi oleh perubahan

sosial. Bahwa Islam sebagai realitas sosial dan lingkungan. Apabila realitas sosial

berubah maka perubahan pemahan pun harus dilakukan.31

Di zaman sekarang peran laki-laki dengan perempuan telah mengalami

pergeseran dari ketentuan agama Islam maka pemahaman dan pandangan terhadap suatu

persoalan harus berubah pula. Karena prinsip dari norma hukum adalah untuk menjadi

28
Quraish Sihab, Wawasan Al-Quran, h.29
29
Quraish Sihab, Wawasan Al-Qur’an, h. 306-307.
30
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media 2001), h. 87.
Selanjutnya ditulis Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam.
31
Ayumardi Azra, Akar-akar Historis Pemabaharuan Islam di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina 1997), h. 197. Selanjutnya ditulis Ayumardi Azra, Akar-akar Historis…
pedoman apabila terjadi persengketaan. Apabila persengketaan itu telah dapat

diselesaikan dengan cara damai maka norma hukum dapat dikesampingkan. Walaupun

tidak meniggalkan kaidah-kaidah agama.32

Muhammad Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Qur'an di

Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-

Qur'an dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih dikenal dan

lebih unggul daripada pakar al-Qur'an lainnya. Karya monumetalnya dibidang tafsir yang

dipublikasikan dan menjadi rujukan para pengkaji al-Qur’an adalah Tafsir al-Mishbah.

Dalam konteks memperkenalkan al-Qur’an, buku tersebut berusaha menghidangkan

suatu bahasan pada setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surah33 Hal ini terlihat

ketika beliau menafsirkan ayat-ayat dengan mengutip atau menukil pendapat beberapa

mufassir lain dalam kitab-kitab mereka kemudian berusaha menemukan formulasi

penafsiran yang paling tepat.

Corak metode penafsiran Muhammad Quraish Shihab pada intinya adalah,

sebuah tawaran tentang metode penafsiran modern secara tematik dengan corak

penafsiran sastra dengan sistematika penyusunan menggunakan metode taĥlîlî. Selain

kedua metode tersebut, tampaknya Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah

juga menggunakan satu lagi metode tafsir yaitu metode tafsir muqarran. Akan tetapi kali

ini Quraish Shihab tidak saja mengkaji isi-isi al-Qur’an dengan diselaraskan pada

fenomena kekinian, ia mulai memasuki lapangan hukum Islam dengan cara menjawab

persoalan-persoalan hukum Islam tersebut, khususnya yang ada di Indonesia.

Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur'an tentang

32
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, (Jakarta :Kalam Mulia, 2008), h. 51. Selanjutnya ditulis
Mudjib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih.
33
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2000), Volume I, h. x-xi
berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur'an

sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.

G. Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dalam penulisan ini, maka

digunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Metode Pelaksanaan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini penyusun menggunakan studi historis dan

kontemporer yaitu membahas tentang perlindungan hak asasi perempuan dalam

perspektif Muhammad Quraish Shihab, dengan pendekatan dalil-dalil dalam Al-

Qur'an dan hadits sebagai bahan skripsi ini.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah:

a. Pendekatan syar'iy, yaitu suatu pendekatan dengan mengutip dalil-dalil normatif

dalam al-Qur'an dan hadis Rasulullah Saw. serta ijtihad para ulama.

b. Pendekatan yuridis yaitu suatu pendekatan yang meggunakan dalil-dalil hukum

untuk mencapai pembahasan yang ilmiah.

3. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber primer

dan sumber sekunder. Sumber primer atau tangan pertama, adalah data yang diperoleh

langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat

pengambilan data langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Sumber

utama tersebut, yaitu data yang ada dalam karya Muhammad Quraish Shihab di

antaranya: Membumikan al-Qur'an; Menabur Pesan Ilahi; Perempuan; Perempuan

dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut'ah Sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama
Sampai Bias Baru; Tafsir al-Misbah; Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas

Pelbagai Persoalan Umat;.

Adapun sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh lewat pihak lain,

tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data-data ini

diperoleh dari buku-buku bacaan dan literature-literatur lain yang membahas tentang

persoalan hak-hak asasi perempuan perspektif Muhammad Quraish Shihab.

4. Metode Analisis

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan cara analisis

dokumen dalam istilah lain juga disebut sebagai analisis isi (content analysis), yaitu

aktivitas atau analisis informasi yang menitikberatkan kegiatannya pada penelitian

dokumen, menganalisis hak-hak perempuan dalam Islam.34

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN yang meliputi pembahasan mengenai Latar Belakang

masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Penelitian

Terdahulu, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian dan sistematika

pembahasan.

BAB II HAK ASASI PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM yang meliputi

pembahasan mengenai Pengertian Hak Asasi Perempuan, Kedudukan

Perempuan dalam Perspektif Islam dan Hak Asasi Perempuan Terhadap Politik

BAB III BIOGRAFI DAN KARYA PEMIKIRAN MUHAMMAD QURAISH

SHIHAB yang meliputi pembahasan mengenai Biografi Muhammad Quraish

Shihab, Pendidikan dan Karya-Karyanya, Karakteristik Pemikiran Muhammad

Quraish Shihab dan Pendapat Quraish Shihab tentang Hak-hak perempuan.

34
Suharmi Arikunti, Metode Penelitian,(Jakarta: Pustaka Setia, 2002), h. 92
BAB IV PENDAPAT MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG HAK

POLITIK PEREMPUAN yang meliputi pembahasan Perlindungan Hukum

Islam Terhadap Hak Asasi Perempuan, Pendapat Muhammad Quraish Shihab

tentang Hak-Hak Politik Perempuan dan Perempuan dalam Perspektif

Perpolitikan Di Indonesia.

BAB V PENUTUP yang meliputi pembahasan Kesimpulan dan Saran.

Anda mungkin juga menyukai