PENDAHULUAN
dan hina dina, mereka tidak menganggapnya sebagai manusia yang mempunyai roh, atau
hanya menganggapnya dari roh yang hina. Bagi mereka, wanita adalah pangkal
menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada ayat yang berbicara tentang hak dan
perempuan sebagai manusia di saat mereka dilecehkan oleh peradaban besar seperti
Byzantium dan Sassanid. Kitab Suci ini memberikan banyak hak kepada perempuan
dalam masalah perkawinan, perceraian, kekayaan dan warisan. Masa Nabi SAW
merupakan masa yang ideal bagi kehidupan perempuan. Mereka dapat berpartisipasi
secara bebas dalam kehidupan publik tanpa dibedakan dengan kaum laki-laki.3
Mengutif Dale F. Eickelman dan James Piscatori dalam bukunya Rofik Suhud
bahwa, disatu pihak perempuan menjadi demikian sentral bagi imajinasi politik dan
moral yang lebih besar, dan esensial bagi penegakan tatanan sipil dan kebajikan, tetapi
dilain pihak bersamaan dengan itu masih saja adanya klaim pria bahwa wanita tidak
1
Amir Hamzah Fakhruddin. Wanita Karier dalam Timbangan Islam: Kodrat Kewanitaan, Emansipasi
dan Pelecehan Seksual (Jakarta: Pustaka Azzam, 1998), Cet. 1, h. 1. Selanjutnya ditulis Fakhruddin, Wanita
Karir.
2
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 1996), h. 309. Selanjutnya ditulis Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran.
3
Agus Nuryanto, Islam Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h.
61. Selanjutnya ditulis Nuryanto. Islam Teologi.
boleh mempunyai hak memilih dan dipilih misalnya dalam keanggotaan di parlemen.4
Atas dasar itu secara historis menurut Asghar Ali Engineer, perempuan masih juga tetap
Ikhwan Fauzi,6 mengatakan hal yang senada bahwa perempuan sebelum Islam
tidak memiliki peranan apapun, ia dirampas haknya, diperjual belikan seperti budak, dan
diwariskan tetapi tidak mewarisi, sehingga sebahagian bangsa melakukan hal itu terus
menerus dan menganggap perempuan tidak punya roh, hilang dengan kematiannya dan
tidak tunduk pada syari'at, berbeda dengan laki-laki, sehingga perempuan dilarang untuk
pernyataan-pernyataan elite politik Indonesia yang dengan menggunakan bahasa dan atas
nama agama berupaya menjegal lawan politiknya, yang kebetulan lawan politiknya,
tersebut menjagokan perempuan sebagai pemimpin negeri ini. Akan Tetapi Karena
mereka ada yang masih mempertahankan keyakinan tersebut, kemudian dengan dalil
atau alasan darurat, merubah dan melanggarnya. Namun pada saat ini pembicaraan
masalah perempuan lebih disebabkan oleh maraknya perlakuan yang tidak adil dan tidak
semestinya dilakukan terhadap perempuan; mulai dari posisinya dalam rumah tangga,
dalam pekerjaan, dalam kehidupan sosial, dan lainnya. Meskipun demikian topik yang
4
Rofik Suhud, "Ekspresi Politik Muslim", (Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 1998), h. 109. Selanjutnya
ditulis Suhud, Ekspresi Politik Muslim.
5
Agus Nuryanto, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta: LKiS, 2003), h. 1. Selanjutnya ditulis
Nuryanto, Pembebasan Perempuan.
6
Ikhwan Fauzi, Perempuan dan Kekuasaan: Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender dalam Islam
(Jakarta: Amzah, 2002), h. 1. Selanjutnya ditulis Fauzi, Perempuan dan Kekuasaan.
sampai saat ini masih menarik ialah masalah kepemimpinan perempuan dalam segala
lapisan.7
Islampun tidak membedakan hak atas laki-laki dan perempuan yaitu bahwa
nilai-nilai fundamental yang mendasari, ajaran Islam seperti perdamaian pembebasan dan
tercermin dalam ayat Al-Qur'an, kisah-kisah tentang peranan penting kaum perempuan di
zaman nabi Muhammad saw, seperti Siti Khadijah, Siti Aisyah dan lain-lain telah banyak
ditulis. Begitupula tentang sikap beliau yang menghormati kaum perempuan dan
tidak boleh menjadi hakim dalam perkara pidana. Sementara Imam Aṭ-Ṭabari dan aliran
Kaum perempuan masih tertinggal dalam banyak hal dari mitra lelaki.10
Dengan mengkaji data dan mencermati fakta yang menyangkut kaum perempuan seperti
eksploitasi terhadap tenaga kerja perempuan dan sebagainya. Dapat dirasakan dan
7
Siti Musdah Mulia, Islam dan Kesetaraan Jender, (Jakarta: Nur Insani, 2007), h. 47. Selanjutnya Siti
Musdah, Islam dan Kesetaraan Jender.
8
Wahid Zaini dkk, Memposisikan Kodrat: Perempuan dan perubahan dalam perspektif Islam (Jakarta:
Mizan, 1999), h. 1. Selanjutnya ditulis Zaini, Memposisikan Kodrat.
9
Yūsuf Al-Qarḍāwi, Meluruskan Dikotomi Agama & Politik “Bantahan Tuntas Terhadap Sekularisme
dan Liberalisme”, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008) h. 78
10
Zaini, Memposisikan Kodrat, h. 66
11
Wahid Zaini, Memposisikan Kodrat, h. 67
Pada era globalisasi ini seringkali kita mendengar teriakan seorang perempuan
yang menuntut hak-haknya, mereka yang mendengarnya banyak yang mempercayai hal
tersebut. Walhasil, apa yang telah disumbangkan untuk kemuliaan setiap wanita akhirnya
terlupakan, dan menganggap Islam sebagai agama yang kurang memberikan keadilan
dan kesamaan.12
berbau tidak Islami, bahkan dari kalangan wanita sendiri. Realitas itu tidak dapat
disembunyikan dan akan terus berkembang karena tidak ada batasannya yang sehat akan
Allah SW berfirman:
Adapun maksud dari statement ini, wanita itu adalah pemimpin dalam rumah
tangganya, pemimpin atas penghuni rumah suaminya dan anaknya dan akan bertanggung
12
Ṭobrani Mas'udi. Wanita Karier dalam Perbincangan. (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 89.
Selanjutnya ditulis Ṭobrani, Wanita Karir.
13
Muhammad Abdul Qadīr Alkaf. Dunia Wanita Dalam Islam (Jakarta: Lentera, 2000), h. 3. Selanjutnya
ditulis Abdul Qadīr, Dunia Wanita dalam Islam.
jawab pada kepemimpinannya. Oleh karena itu untuk dapat menjadi pemimpin yang baik
tentunya pada Allah SWT kelak. Dan menjadi seorang ibu, harus mempunyai ilmu yang
memadai untuk membimbing keluarganya. Maka, wanita harus terus bergerak untuk
dibutuhkan pendidik yang berkualitas pula. Hal itu berarti seorang wanita tidak boleh
berhenti belajar.14
Selain itu seorang wanita juga disebut sebagai madrasah al-ula (ibu adalah
sekolah atau madrasah pertama bagi anak-anaknya). Dikatakan demikian karena jika
seorang ibu mempersiapkan anak-anaknya dengan baik maka sama halnya seorang ibu
Hal senada juga dapat ditemui dihadist yang diriwayatkan Imam Bukhari
seorang perempuan”.16 Inilah yang menjadi dasar kesepakatan para ulama terhadap
kepemimpinan perempuan.
"Harus diakui bahwa memang ulama dan pemikir masa lalu tidak
membenarkan perempuan menduduki jabatan kepala negara, tetapi hal ini
lebih disebabkan oleh situasi dan kondisi masa itu, antara lain kondisi
perempuan sendiri yang belum siap untuk menduduki jabatan, jangankan
kepala negara, menteri, atau kepala daerah pun tidak. Perubahan fatwa dan
pandangan pastilah terjadi akibat perubahan kondisi dan situasi, dan karena itu
tidak relevan lagi melarang perempuan terlibat dalam politik praktis atau
memimpin negara".17
14
Al-Maududy, Maulana Abul a’la, Hak- Hak Asasi Manusia Dalam Islam, terj. Bambang Iriana,
(Jakarta : Bumi aksara, 2005), h. 58. Selanjutnya ditulis Al maududi, hak-hak asasi…
15
http://www.voa-islam.com/2012/4/kepemimpinan -perempuan.html, diakses pada 21 februari 2014,
pukul 12:29 WIB.
16
Said Al-Khin, Musṭofa, dkk. Syarah & Terjemah Riyāḍus Ṣālihīn Karya Imam Nawawi Jilid 1,
(Jakarta : Al – I’tishom, 2010), h. 49
17
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut'ah Sampai
NikahSunnah, dari Bias Lama Sampai Bias Baru. (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 350. Selanjutnya ditulis
Quraish Shihab, Perempuan dari Cinta…
Dalam kaitannya dengan hak-hak perempuan dalam bidang politik,
"Kita dapat berkesimpulan bahwa, tidak ditemukan satu ketentuan agama pun
yang dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang
politik, atau ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya untuk
kaum laki-laki. Di sisi lain, cukup banyak ayat dan hadis yang dapat dijadikan
dasar pemahaman untuk menetapkan adanya hak-hak tersebut".18
adalah ketaqwaanya kepada Allah. Tidak ada yang membedakan berdasarkan jenis
kelamin, ras, warna kulit dan suku. Kedudukan wanita dan pria adalah sama dan diminta
untuk saling bekerjasama untuk mengisi kekurangan satu dengan yang lainnya, 19 sebagai
ُوف َويَ ْنهَىْ نَ ع َْه ْال ُمن َك ِر ِ ْض يَأْ ُمرُونَ بِ ْبل َم ْعر ٍ ضهُ ْم أَوْ لِيَب ُء بَع ُ ََو ْال ُم ْؤ ِمنُىنَ َو ْال ُم ْؤ ِمن
ُ بت بَ ْع
َزيز ِ َّللا ع َّ َّللا َو َرسُىلَهُ أُوْ لَئِكَ َسيَرْ َح ُمهُ ْم
َ َّ َّللاُ إِ َّن َ َّ ََويُ ِقي ُمىنَ الصَّالةَ َوي ُْؤتُىنَ ال َّز َكبةَ َوي ُِطيعُىن
َح ِكيم
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah/9: 71)
Secara umum, ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban
melakukan kerja sama antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan
yang dilukiskan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang ma'ruf dan mencegah yang
munkar. Kata “awliya'”, dalam pengertiannya, mencakup kerja sama, bantuan, dan
18
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h. 314
19
Pada dasarnya istri tidak berkewajiban melayani suami dalam hal memasak, mengurus rumah,
menyapu, menjahid, dan sebagainya. Akan tetapi jika itu dilakukan oleh istri maka itu merupakan hal yang baik.
Sebenarnya suamilah yang berkewajiban untuk memberinya atau menyiapkan pakaian yang telah dijahit dengan
sempurna, makanan yang telah dimasak secara sempurna. M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab
1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta : Lentera Hati, 2011) h. 915. Selanjutnya ditulis
Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab...
penguasaan, sedang pengertian yang dikandung oleh "menyuruh mengerjakan yang
ma'ruf" mencakup segala segi kebaikan atau perbaikan kehidupan, termasuk memberi
nasihat (kritik) kepada penguasa. Dengan demikian, setiap laki-laki dan perempuan
mereka mampu melihat dan memberi saran (nasihat) dalam berbagai bidang kehidupan.20
Oleh karena itu sesungguhnya Islam datang ke dunia ini untuk mengembalikan
kehormatan, harga diri dan hak-hak kaum wanita pada masa hidupnya, mulai dari masa
kanak-kanak, remaja, dewasa tatkala menjadi seorang istri hingga masa seorang wanita
menjadi nenek. Islam mengangkat derajat kaum wanita dan sangat istimewa. Islam
menganjurkan agar kaum pria memperlakukan wanita dengan penuh kelembutan dan
kasih sayang.
model penyampaiannya yang santun, bahasa yang mudah dicerna oleh semua kalangan,
menjadikan tulisan-tulisannya dapat dinikmati oleh semua orang dan menjadi salah satu
pendapatnya yang berkaitan dengan persoalan hukum, perlu lebih dikembangkan untuk
lebih memperkaya wawasan penafsiran Indonesia dan juga wawasan fikih Indonesia di
bahwa hak manusia (hak asasi manusia) meliputi, hak hidup, hak kemerdekaan, serta hak
milik. Hak asasi manusia hanya ada satu, yaitu hak untuk hidup. Satu hal yang patut
dicermati dari perbedaan ini, John Locke juga menyampaikan bahwa hak tersebut berasal
20
Quraish Shihab, Membumikan al Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
(Bandung: Mizan, 1996), h. 417. Selanjutnya ditulis Shihab, Membumikan al Qur’an.
21
Quraish Shihab, Membumikan al Qur’an. h. 69
dari Tuhan yang sifatnya kodrati. Artinya, menurut John Locke, hak asasi manusia ada
Sehingga jelas bahwa Islam pun mengakui konsep hak tersebut yang secara
penuh diberikan Tuhan kepada manusia. Hal ini menimbulkan konsekuensi logis, bahwa
Tuhanlah yang boleh menetapkan mana yang bisa dimiliki haknya oleh manusia dan
mana yang tidak. Secara substantive, hak asasi manusia dalam Islam lebih diarahkan
pada implementasi kewajiban asasi manusia, yaitu keharusan manusia untuk tidak
melakukan sesuatu pada manusia lainnya. Dalam hal ini, pedoman melakukannya
terdapat dalam agama Islam itu sendiri, sedangkan kodifikasi khususnya terdapat dalam
piagam madinah yang merumuskan hak-hak yang dapat diperoleh oleh umat manusia.23
berpendapat, karena di dasarkan pada prinsip bahwa pada dasarnya agama Islam
hukun perdata, hak politik, hak sipil dan hak berpartisipasi dalam kehidupan publik.24
perempuan tersebut, maka penulis merasa perlu untuk memberikan pandangan dan
pendapat serta bersandar kepada dalil-dalil nakli yang ada melalui skripsi ini dengan
B. Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
22
Ahmad Hasanuddin, dkk. Pernikahan Beda Agama ditinjau dari Perspektif Islam dan HAM. (Jakarta:
Universitas Indonesia (UI), 2012), h. 14. Selanjutnya ditulis Hasanuddin, Pernikahan Beda Agama.
23
Imam al-Qoḍi, Bidayatul Mujtahid wa Nihāyatul Muqtaṣid, (Beirut :Dar al Fikr,2008), juz II, h. 23.
Selanjutnya Imam al-Qaḍi, Bidayatul Mujtahid.
24
Fazlur Rahman. Tema Pokok al-Quran, alih bahasa; anas mahyudin (Bandung : pustaka,1996), h. 64.
Selanjutnya ditulis Fazlul Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an.
a. Wilayah Penelitian
b. Pendekatan Penelitian
c. Jenis Masalah
Jenis masalahnya adalah perbedaan pendapat Tentang Hak Asasi Perempuan dalam
d. Pembatasan Masalah
2. Pertanyaan penelitian
perempuan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pokok masalah di atas, yaitu:
3. Untuk mengetahui analisis pendapat Muhammad Quraish Shihab tentang hak politik.
D. Manfaat Penelitian
2. Dari segi pragmatis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
(input) bagi semua pihak, yaitu bagi masyarakat pada umumnya dan bagi pemerintah
perempuan yang sesuai dengan syariat Islam dan hukum positif yang berlaku di
Indonesia.
E. Penelitian Terdahulu
mengkaji secara spesifik topic tersebut, ataupun yang mengkajinya secara umum yang
sejalan dengan bahasan penelitian ini. Berikut ini adalah tinjauan umum atas sebagian
Abdul Manas yang berjudul “Apa Kata Islam Mengenai Wanita Berpolitik”25. Buku
ini menjelaskan tentang hak-hak perempuan dalam berpartisipasi dalam politik dann
batas-batas mereka dalam dunia politik, juga memaparkan tokoh politik perempuan
25
Shayuti Abdul Manas, Apa Kata Islam Mengenai Wanita Berpolitik, (Selangor: Pts Publication dan
Distribution, 2008), Cet. Pertama
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sufian Harun yang berjudul “Gerakan
menjelaskan secara ringkas tentang hak dan kedudukan perempuan dalam Islam, dan
F. Kerangka Pemikiran
dengan para pembantu, ayah berhak menjual anak perempuan kalau ia tidak mempunyai
saudara laki-laki. Ajaran mereka menganggap wanita sebagai sumber laknat karena
untuk menjual isterinya. Sampai 1882 wanita Inggris tak memiliki hak pemilikan harta
benda secara penuh dan tak punya hak menuntut ke pengadilan. Ketika Elizabeth
Geneve University pada 1849, teman-temannya memboikot dengan dalih bahwa wanita
26
Mohd. Sufian Bin Harun, Gerakan Politik Wanita Muslimah di Negara Kelantan, (Skripsi S1 Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
27
Quraish Sihab, Wawasan Al-Quran, h. 296
Dokter setempat mengancam untuk memboikot semua dokter yang bersedia mengajar di
sana.28
Wanita pada zaman Nabi SAW pun bekerja, ketika kondisinya menuntut itu
(bekerja) bukan karena adanya hak atau tidak. Karena Islam cenderung tidak
yang sangat di butuhkan oleh masyarakat atau atas kebutuhan wanita tertentu, misalnya
karena kebutuhan bekerja karena tidak ada yang membiayai hidupnya atau karena yang
pada masa Rasulullah saw dan sahabat beliau, menyangkut keikutsertaan perempuan
dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan. Islam membenarkan mereka bekerja, hanya
diartikan sebagai upaya, baik secara individual maupun kelompok pada kurun dan situasi
tertentu, untuk mengadakan perubahan didalam persepsi dan praktek keislaman yang
telah mapan kepada pemahaman dan pengelaman yang baru.30 Lazimnya, menurut
Azyumardi Azra pembaharuan bertitik tolak pada asumsi dan pandangan yang
dipengaruhi oleh lingkungan dan pandangan yang jelas dipengaruhi oleh perubahan
sosial. Bahwa Islam sebagai realitas sosial dan lingkungan. Apabila realitas sosial
pergeseran dari ketentuan agama Islam maka pemahaman dan pandangan terhadap suatu
persoalan harus berubah pula. Karena prinsip dari norma hukum adalah untuk menjadi
28
Quraish Sihab, Wawasan Al-Quran, h.29
29
Quraish Sihab, Wawasan Al-Qur’an, h. 306-307.
30
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media 2001), h. 87.
Selanjutnya ditulis Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam.
31
Ayumardi Azra, Akar-akar Historis Pemabaharuan Islam di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina 1997), h. 197. Selanjutnya ditulis Ayumardi Azra, Akar-akar Historis…
pedoman apabila terjadi persengketaan. Apabila persengketaan itu telah dapat
diselesaikan dengan cara damai maka norma hukum dapat dikesampingkan. Walaupun
Qur'an dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih dikenal dan
lebih unggul daripada pakar al-Qur'an lainnya. Karya monumetalnya dibidang tafsir yang
dipublikasikan dan menjadi rujukan para pengkaji al-Qur’an adalah Tafsir al-Mishbah.
suatu bahasan pada setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surah33 Hal ini terlihat
ketika beliau menafsirkan ayat-ayat dengan mengutip atau menukil pendapat beberapa
sebuah tawaran tentang metode penafsiran modern secara tematik dengan corak
kedua metode tersebut, tampaknya Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah
juga menggunakan satu lagi metode tafsir yaitu metode tafsir muqarran. Akan tetapi kali
ini Quraish Shihab tidak saja mengkaji isi-isi al-Qur’an dengan diselaraskan pada
fenomena kekinian, ia mulai memasuki lapangan hukum Islam dengan cara menjawab
32
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, (Jakarta :Kalam Mulia, 2008), h. 51. Selanjutnya ditulis
Mudjib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih.
33
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2000), Volume I, h. x-xi
berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur'an
G. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dalam penulisan ini, maka
2. Pendekatan Penelitian
dalam al-Qur'an dan hadis Rasulullah Saw. serta ijtihad para ulama.
3. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber primer
dan sumber sekunder. Sumber primer atau tangan pertama, adalah data yang diperoleh
langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Sumber
utama tersebut, yaitu data yang ada dalam karya Muhammad Quraish Shihab di
dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut'ah Sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama
Sampai Bias Baru; Tafsir al-Misbah; Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas
Adapun sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh lewat pihak lain,
tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data-data ini
diperoleh dari buku-buku bacaan dan literature-literatur lain yang membahas tentang
4. Metode Analisis
dokumen dalam istilah lain juga disebut sebagai analisis isi (content analysis), yaitu
H. Sistematika Pembahasan
pembahasan.
Perempuan dalam Perspektif Islam dan Hak Asasi Perempuan Terhadap Politik
34
Suharmi Arikunti, Metode Penelitian,(Jakarta: Pustaka Setia, 2002), h. 92
BAB IV PENDAPAT MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG HAK
Perpolitikan Di Indonesia.