Anda di halaman 1dari 13

FINAL TEST

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN ISLAM

Mata Kuliah Akuntansi Syariah dan Kepimpinan Islam

WAHYUDI MAKMUR
003804292020

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
202
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membicarakan tentang kepemimpinan perempuan, tentu saja kita tidak dapat melupakan

perjuangan pahlawan perempuan yang mengantarkan kita kepada kemajuan-kemajuan yang

telah kita capai sekarang. R.A Kartini adalah pahlawan perempuan dalam bidang pendidikan

untuk memajukan kaum perempuan. Kartini menghendaki persamaan hak bagi perempuan dan

untuk itu ia mencetuskan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak gadis pribumi, karena pada

waktu itu kehidupan anak-anak gadis pribumi masih sangat terikat dan dibatasi oleh adat.

Dengan diberi pendidikan, maka perempuan akan lebih cakap menunaikan tugas utamanya

sebagai pendidik pertama dari manusia. Di samping diberi pelajaran membaca, menulis, dan

menghitung, anak-anak gadis pribumi juga diberi pelajaran keterampilan, sehingga mereka

nantinya bisa lebih mandiri. Beliau berpendapat, bahwa Tuhan menjadikan laki-laki dan

perempuan sebagai makhluk yang sama, jiwanya sama, hanya bentuknya yang berlainan. Karena

itu kedudukannya juga tidak boleh dibeda-bedakan (Ridjal, 1993: 88).

Dalam Al-Qur’an sendiri sudah dijelaskan dalam beberapa ayat yang menyebutkan bahwa

kedudukan antara laki- laki dan perempuan adalah sama. Salah satu ayat Al-Qur’an yang

Menjelaskan tentang kesetaraan kedudukan antara laki-laki dan perempuan adalah QS. At-

Taubah ayat 71:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi

penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah

dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-
Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana.” (QS. At-Taubah:71) (KementrianUrusan Agama Islam, Wakaf, Da’wah dan Irsyad

Kerajaan Saudi Arabia, 1990: 291).

Ayat tersebut menegaskan bahwa tugas-tugas kemanusiaan tidak hanya dibebankan

kepada laki-laki tetapi juga kepada perempuan. Ayat ini sekaligus menjadi dasar pentingnya

keterlibatan perempuan dalam aktivitas sosial dalam rangka amar ma’ruf dan nahi mungkar.

Namun, penafsiran ulama-ulama abad klasik dan pertengahan berpendapat bahwa laki-laki lebih

unggul dari pada perempuan. Penafsiran tersebut muncul karena dua hal. Pertama, belum adanya

pemahaman tentang sex dan gender ketika mufasir-mufasir tersebut hidup. Kedua, pandangan

Al-Qur’an tentang kesetaraan manusia, tidak membedakan jenis kelamin maupun suku bangsa,

dan menegaskan bahwa kemuliaan adalah bagi yang bertaqwa (Hamidah, 2011: 28).

Kemudian Tutik Hamidah (2011: 29) menjelaskan sesungguhnya sudah sangat jelas,

bahwa keunggulan dan kemuliaan manusia bukanlah kondrat, melainkan berkat usahanya

menjadikan dirinya menjadi manusia yang bertaqwa. Dengan demikian, baik laki-laki maupun

perempuan, memiliki kesempatan yang sama di hadapan Allah SWT. Dan sudah tentu Allah

SWT tidak memuliakan laki-laki karena jenis kelaminnya, begitu pula tidak merendahkan

perempuan karena jenis kelaminnya.

Sistem sosial patriarkhis yang mendudukkan posisi laki- laki di atas perempuan akan

menyebabkan laki-laki memiliki sikap yang negatif terhadap konsep kesetaraan gender. Hal ini

dikarenakan laki-laki dalam sistem ini menganggap perempuan tidak pantas untuk disejajarkan

dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan. Perempuan harus patuh pada setiap kemauan

laki-laki, karena perempuan hanyalah bagian dari laki-laki (Prasetyo, 1997: 47). Sebaliknya

perempuan akan memiliki sikap yang positif terhadap konsep kesetaraan gender. Sikap positif

tersebut terjadi karena yang paling menjadi korban dalam sistem patriarkhis adalah kaum

perempuan, sehingga mereka akan mendukung konsep kesetaraan gender.

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 3 menyebutkan bahwa: “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Konsep kesetaraan yang dinyatakan

secara ideal tersebut masih amat jauh dari realita. Kenyataan di dalam masyarakat terlihat banyak

persoalan, antara lain: masih amat rendahnya tingkat upah yang diberikan pada pekerja

perempuan, masih amat rendahnya tingkat ketrampilan perempuan untuk banyak bidang

pekerjaan di sektor publik, dan adanya persoalan kekerasan yang selalu mengancam dan

ditimpakan pada perempuan, dan banyak lagi yang lainnya (Faruk, 1997: 5).

Namun bagi beberapa kalangan perempuan, hal tersebut justru menjadi motivasi dan

cambukan bagi mereka untuk terus berkarya mewujudkan cita-citanya. Bahkan di Indonesia

sendiri, sejak abad ke-19 telah muncul sejumlah sarjana Muslim Indonesia yang secara intensif

menyuarakan perlunya rekonstruksi khazanah Islam dalam perspektif baru yang berpihak pada

kesetaraan gender. Bahkan pada masa tersebut mulai muncul ormas-ormas Islam yang digagas

oleh feminis-fiminis Muslim guna membebaskan perempuan dari domestifikasi, subordinasi,

dan diskriminasi yang selama ini membelenggu ruang gerak perempuan. Ormas-ormas tersebut

di antaranya: Muhammadiyah-Aisyiyah sebagai ideologi perempuan untuk pendidikan dan ruang

publik, NU-Muslimat-Fatayat sebagai pemberdayaan perempuan dalam politik, Pesistri untuk

mengembalikan muslimat pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, Perempuan PUI sebagai

pemberdayaan perempuan untuk

memahami berbagai masalah, Muslimat Nahdlatul Wathan sebagai upaya memajukan

perempaun Lombok, dan Muslimat Al- Washliyah untuk perempuan dan dakwah sosial

(Jamhari, 2003: 34).

Berangkat dari hal tersebut, pada masa modern ini, di mana peran perempuan dalam

ranah publik mulai terbuka, sedikit demi sedikit telah membuka jalan bagi kaum perempuan

untuk ikut serta dalam berbagai aktivitas sosial maupun politik. Di mana perempuan sudah tidak

hanya menjadi pengikut dari kaum lelaki, tetapi sudah mulai menunjukkan eksistensinya dengan

memimpin sebuah organisasi sendiri, yang anggotanya tidak hanya kaum perempuan saja tetapi

juga terdapat kaum laki-laki sebagai pihak yang dipimpin oleh perempuan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam memimpin sebuah organisasi atau kelompok, seseorang harus memiliki

kemampuan memimpin yang baik, baik laki-laki maupun seorang perempuan. KhatibPahlawan

Kayo (2005: 25) menyebutkan beberapa sifat-sifat kepemimpinan yang dikehendaki oleh

masyarakat luas, yaitu: sikap demokratis, penuh vitalitas, memiliki keramahtamahan, penuh

antusias, simpatik, terpercaya, dan penuh daya juang.

Islam tidak pernah melarang kaum perempuan menjadi pemimpin, imam, atau khalifah.

Karena tugas kepemimpinan bersifat universal, berlaku bagi kaum laki-laki maupun kaum

perempuan. Inti dari kepemimpinan adalah sunnatullah akan kewajiban manusia untuk

mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan Allah SWT.

Ratu Bilqis menjadi salah satu sejarah yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Dia adalah

seorang perempuan yang terseleksi oleh sejarah dan menunjukkan kepada dunia bahwa

perempuan mempunyai kemampuan dan kesamaan peran dalam memajukan dan mengemban

tugas kepemimpinan. Ratu Bilqis menjadi ikon sejarah yang cukup penting untuk menjelaskan

posisi dan peran kepemimpinan kaum perempuan dalam memajukan dan turut serta dalam

pembangunan. Ratu Bilqis menjadi pemimpin di negeri Saba’ yang dengan kepemimpinannya

ia meraih berbagai kemajuan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan materi (Mubin, 2008:

75-76).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belaakng diatas, maka rumusan masalah yang diangkat yaitu :

1. Bagaimana fenomena kepimpinan perempuan di Indonesia?

2. Bagaimana sejarah kepimpinan perempuan di Indonesia?

C. Tujuan

Tujuan dari penyusunan artikel ini untuk memaparkan fenomena kepimpinan perempuan di

Indonesia dan sejarah kepimpinan perempuan di Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan

Pemikiran Rowan Gibson (1997) mengenai problem global di abad ke-21, Indonesia tengah
menghadapi zaman yang serba berubah begitu cepat, zaman yang serba membingunkan dan
tidak menentu. Banyak persoalan institusi yang membutuhkan solusi-solusi baru, seperti
bagaimana mengembangkan kemampuan melihat masa depan yang sangat dibutuhkan untuk
menjadi yang terdepan dalam kompetisi dunia?. Kata kunci dari semua ini, menurut Gibson
adalah kepemimpinan. Banyak definisi diberikan tentang kepemimpinan, antara lain:
George R.Terry, Leadership is the activit of influencing people to strive willingly for
group objectives. Harold Koontz and Cyril O’Donnell, 1984. state that leadership is
influencing peoplethe follow in the achivement of a common goal. Handbook of Leadership,
memberikan definisikepemimpinan sebagai “suatu interaksi antar anggota suatau kelompok.
Pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih memengaruhi
orang lain daripada perilakuorang lain yang memengaruhi mereka. Kepemimpinan timbul
ketika satu anggota kelompokmengubah motivasi atau kompetensi anggota lainnya di
dalam kelompok”. Dengan demikandapat di simpulkan bahwa kepemimpinan merupakan
suatu proses atau kegiatan untuk mempengaruhi orang atau sekelompok orang anggota
organisasi untuk mencapai tujuan bersama.Sehubungan dengan isu gender dan kepemimpinan
Robbins (1998), mengemukakan dua kesimpulan: Pertama, menyamakan antara laki-laki
dan perempuan cenderung mengabaikanperbedaan diantara keduanya. Kedua, bahwa apa
yang menjadi perbedaan antara perempuan danlaki-laki adalah bahwa perempuan memiliki
gaya kepemimpinan yang lebih democratic, sedangkan laki-laki merasa lebih nyaman
dengan gaya yang bersifat directive
(menekankan
pada cara-cara yang bersifat perintah).
Sejumlah studi lainnya memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan inheren
antara laki-laki dan perempuan dalam hal gaya kepemimpinannya. Perempuan cenderung
mengadopsi gaya kepemimpinan yang lebih demokratik. Laki-laki menggunakan gaya yang
mendasarkan
pada kontrol dan perintah. Mereka lebih mendasarkan pada jabatan otoritas formal sebagai
dasar baginya untuk melakukan pengaruhnya (Sudarmo, 2008).
Penelitian Tannen (1995) bahwa pemimpin yang menekankan pada hubungan dan
keakraban yang cenderung dimiliki oleh perempuan, memungkinkan seorang pemimpin
tersebut bersikap memberdayakan segenap anggotanya, serta menekankan struktur organis.
Sedangkan pemimpin yang menekankan pada status dan kemandirian, yang cenderung dimiliki
oleh laki-lakimemungkinkan pemimpin tersebut mengadopsi struktur hirarkis, spesialisasi, dan
perintah.
Penelitian tentang hubungan gender dan kepemimpinan juga dikemukakan oleh Sara
Levinson, seorang Presiden Properti NFL, Inc di New York. Ia mengungkapkan pertanyaan
secara langsung dalam sebuah tanya jawab dengan seluruh anggota laki-laki yang ada di
timnya. Ia bertanya kepada mereka: “Apakah kepemimpinan saya berbeda dengan laki-laki?”
Jawab mereka: “ya” (dikutip dalam Sudarmo, 2008) Jawaban ini cukup memberikan dukungan
bahwa ada perbedaan gaya kepemimpinan antara perempuan dan laki-laki.
⚫ Perempuan cenderung lebih memiliki perilaku yang demokratis dan partisipatif,
seperti
hormat pada orang lain, perhatian pada orang lain, Gaya seperti ini mengacu pada
kepemimpinan interaktif, gaya seperti ini memiliki unsur-unsur kepemimpinan yang
transformasional,yakni yang inspirasional.
⚫ Berbeda dengan laki-laki yang ang cenderung lebih mengarah pada perilaku yang
directive (mendasarkan pada instruksi) dan assertive (cenderung agresif dan dogmatik),
dan menggunakan otoritas yang baiasanya ia miliki untuk melakukan “kontrol dan
komando”

B. Kepemimpinan Perempuan
Fenomena yang ada menunjukkan banyak perempuan yang telah menduduki jabatan
sebagai pemimpin kepala desa, kepala kantor , kepala sekolah, manajer perusahaan, direktur
rumah sakit, direktur bank, sebagai pemimpin keluarga, dan lain-lain. Namun Persentase
perempuan sebagai pemimpin dibandingkan populasi perempuan secara keseluruhan, jauh
lebih rendah dibandingkan dengan persentase laki laki sebagai pemimpin.
Fakta lain terkait dengan proporsi perempuan dalam angkatan kerja dan usaha yang sejak
dulu sampai saat ini, usaha perdagangan cukup diminati oleh perempuan. Akan tetapi dalam
kesempatan memperoleh bantuan kredit peningkatan usaha, perempuan pengusaha masuk
dalam
kelompok penerima dengan modal kecil dan menengah. Sumber:
http://id.shvoong.com/social- sciences/sociology/2258375-perempuan-dan-
kepemimpinan/#ixzz2FbCEYEQN
Perempuan untuk tampil sebagai pemimpin diibaratkan Bass (1990) dan Klenke (1996)
sebagai fenomena atap kaca atau glass ceiling yaitu adanya hambatan yang seolah-olah tidak
terlihat, tembus pandang, tetapi dalam kenyataannya merintangi akses perempuan dan kaum
minoritas lain dalam menuju kepemimpinan puncak.
Bass, Avolio, dan Atwater ( 1996) menemukan bahwa laki-laki umumnya lebih
menampilkan kepemimpinan transaksional dibandingkan perempuan. Sebaliknya,
perempuan lebih memperlihatkan kepemimpinan transformasional dibanding kan laki-laki.
Carless menemukan bahwa manajer perempuan lebih menggunakan kepemimpinan
transformasional dibandingkan manajer laki-laki.
Menurut Natalie Porter dan Jessica Henderson Daniel, (2007: 249) Banyak kualitas
yang diperlukan untuk memiliki kepemimpinan organisasi yang efektif pada situasi
sekarang ini yakni berkualitas dan umumnya diasosiasikan dengan Kemimpinan
Transformasional (Bass,1985; Burn,1978; Chia-Chen,2004), dan juga diasosiasikan dengan
para Pemimpin Wanita (Applebaun, Audet, Miller, 2002).

C. Sejarah Kepimpinan Perempuan di Indonesia

Di Indonesia, kesetaraan gender sudah sangat baik, lihat saja Megawati, beliau seorang

perempuan yang menjadi Presiden, sebuah sukses dalam peraihan karir yang paling tinggi di

negeri ini. Ada Rini Suwandi seorang professional handal yang menjabat sebagai menteri

Perdagangan. Ada juga ibu Susi sebagi mentri kelautan dan khofifah indar parawansa sebagai

gubernur jawa timur saat ini. Hal ini sangat mengherankan bahwa kaum feminis Indonesia

tidak merasa terwakili oleh prestasi yang diraih mereka ini. Dilain sisi ada banyak sekali wanita

karir di Indonesia yang merangkap menjadi ibu tetapi sukses dalam pekerjaannya. Profil-profil

tersebut sudah menggambarkan bahwa perempuan mempunyai andil hebat dalam politik dan

perekonomian Negara Indonesia. Di negara Islam pun kita menjumpai banyak perempuan yang

memegang kendali politik tertinggi contohnya Benazir Butto pernah menjabat sebagai Perdana
Meteri di Pakistan, Shirin Ebadi perempuan Iran dengan kepribadian luar biasa memenangkan

hadiah Nobel 2003. Chandrika Bandaranaike Kumaratunga Presiden Srilanka. Dua perempuan

pintar di Philipina Cory Aquino & Gloria Arroyo. Di belahan dunia lain juga kita kenal

Margareth Tacher, Madeleine Albright, dan Madonna perempuan genius dengan kepribadian

yang kontraversial dan sangat sukses.

Kemudian dasar berikutnya adalah hadits Abi Bakrah yang diriwayatkan oleh Bukhari,

Ahmad, Nasa’i dan Turmudzi, bahwa Rasulullah SAW bersabda “la yuflihu qaumun wa lau

amruhum imratan” tidak akan berbahagia suatu kaum yang menyerahkan suatu urusan kepada

perempuan. Hadits lain menyebutkan bahwa perempuan kurang akal dibandingkan dengan

laki-laki. Ketiga dasar tersebut yang kemudian dijadikan dasar alasan larangan perempuan

dalam memegang jabatan politik (kepemimpinan). Baik ayat maupun hadits tersebut

mengisyaratkan bahwa perempuan tidak pada tempatnya menjadi pemimpin, hanya lakilaki

yang pantas menjadi pemimpin dan perempuan wajib mengakui kepemimpinan laki – laki. Di

zaman sekarang di Indonesia terdapat beberapa pemimpian perempuan yang mempunyai

pengaruh besar di Indonesia, yaitu sebagai berikut :

• Nurhayati Subakat, CEO PT Paragon Technology & Inovation

• Cindy Jean, Direktur Komunikasi & Pemasaran Sepatu Eagle

• Handayani, Consumer Business Director Bank BRI

• Anis Anjayani, Direktur Keuangan PT Hutama Karya (persero)

• Lilis Mulyawati, Presiden Direktur PT Duta IntidayaTbk (Watsons Indonesia)

• Lianawaty Suwono, Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA)

• Rista Qatrini Manurung, Direktur Hukum dan Kepatutan PT AIA Financial

• Elvira Lianita, Direktur PT HM SampoernaTbk

• Atiek Nurwahyuni, CEO PT Transmedia


• Kuntari Laksmitadewi Wahyuningdyah, Direktur Operasi PT Pupuk Indonesai Energi

• Satia Indrarini, Direktur Pengembangan SDM PT Bank DBS Indonesia

• Evi Afiatin, Direktur Keuangan PT BPJS Ketenagakerjaan

• Dian Siswarini, Presiden Direktur dan CEO PT XL Axiata

• Meylindawati, Direktur Keuangan (CFO) Allianz Life Indonesia

• Silvia Halim, Direktur Kontruksi PT MRT Jakarta


BAB III

KESIMPULAN

Kepemimpinan Wanita dalam Perspektif Feminis Muslim. semua produk hukum dalam

masyarakat harus mengacu pada prinsip keadilan dan kesetaraan. Tentang kepemimpinan

perempuan kehadiran perempuan dalam panggung politik. Tidak semata demi kepentingan

perempuan melainkan demi keadilan sosial dan kemanusiaan demi mewujudkan keadilan dan

kemaslahatan manusia. Lebih lanjut hal yang paling esensial dalam kepemimpinan adalah

kemampuan dan intelektualitas, dua hal yang dapat dimiliki oleh siapa saja baik laki-laki

maupun perempuan. Dan dalam pandangan feminis muslin terhadap kepemimpinan wanita

tidak jauh berbeda dengan pemaknaan atau pandangan mufasir dalam melihat pemimpin

wanita. Yang menerangkan bahwasanya wanita dapat bergerak atau menduduki kepemimpinan

dalam linih apapun dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh wanita
DAFTAR PUSTAKA

Bass, B.M., (1985). Leadership and Performance Beyond Expectations, New


York;The Free Press.

Bass, B.M and Avolio B,J.,(1994). Improving organizational effectiveness:


throughtransformational leadership. London: SAGE Publications TO

Darmono, 2008. Artikel: Gaya Kepemimpinan Perempuan Bagi Efektivitas Organisasi

Eagly, A.H dan Karau,S.J (2002) Role congruity theory of prejudice toward female
leaders.

Psychological Bulletin, 109, pp:573-598

Harold Koontz and Cyril O’Donnell, 1984. Management. McGraw-Hill Book Compeny.

Jean Lau Chin, 2007. Women and Leadership: Transforming Visions and Diverse Voices.

Nahiyah J. F, Lies Endarwati, Musaroh. 2012. Self Evaluation Kepemimpinan


Transformational Aktivis Perempuan Politik di Daerah Istimewa
Yogyakarta.Laporan Penelitian. Fakultas Ekonomi UNY.

Natalie Porter dan Jessica Henderson Daniel, 2007. Women and Leadership:
DevelopingTransformational Leaders: Theory to Practice. Blackwell Publising

Robbins, Stephen P., 1998, Organizational Behavior: Concepts, Controversiess, Application,


8thed, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Schermerhorn, John R., Jr, 1999, Management, John Wiley & Sons, Inc., New
YorkTannen, Deborah, 1995, Talking from 9 to 5, William Morrow, New
York.
Terry, GR, (1966) Principles of Management, edisi IV, Chicago: R.D. Irwin IN.

Fakih, Mansoer. (1999). Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. Dalam Jurnal Perempuan. No. 26.

Musawa. (2014). Efektivitas Kepemimpinan Perempuan Dalam Karier. Dalam Journal For

Gender studies. 6(1) : 3-6.


Ulfah, Maria. (2008). Tantangan Kepemimpinan Perempuan di Tingkat Lokal. Dalam Jurnal

Gender dan Anak. 3(1) : 4.

Anda mungkin juga menyukai