Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

AKUNTANSI SYARIAH

CINTA
DALAM RAHIM
AKUNTANSI

KELOMPOK I
NURFIANTI 003104292020
WAHYUDI MAKMUR 003804292020
DINDA RESKY JANNATUL GAISI 002704292020
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai penelitian telah menunjukkan keterbatasan akuntansi
konvensional yang ditunjukkan dari banyaknya skandal akuntansi dan manipulasi
laporan keuangan yang melanda perusahaan serta rendahnya kepedulian mereka
akan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Sulistiyo). Kondisi ini menunjukkan
bahwa akuntansi telah gagal untuk menggambarkan realitas bisnis secara utuh.
(Triyuwono) menyatakan bahwa akuntansi konvensional tidak mampu
merefleksikan realitas non ekonomi yang diciptakan perusahaan. Ia hanya mampu
mengakui dan merefleksikan peristiwa ekonomi saja. Hal ini selaras dengan
pernyataan (Prasetio) bahwa di dalam akuntansi konvensional (mainstream
accounting), pusat perhatian yang dilayani perusahaan adalah stockholders dan
bondholders sedangkan pihak yang lain sering diabaikan.
Tidak terbantahkan bahwa kapitalisme merupakan sebuah sistem ekonomi
yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi secara individual.
Kendati demikian, orientasi individu merupakan tahap awal bagi kepentingan
publik atau sosial. Dengan kata lain, sebuah sistem pemaksimalan keuntungan
individu melalui kegiatan ekonomi yang dimaksudkan membantu kepentingan
publik. Konsep kapitalisme beranggapan bahwa di dalam metodenya ada
desiminasi pemasukan dan pembagian harta yang menyeluruh dan fair, tetapi
sistem tersebut tanpa disertai penyeleksi, serta pemenuhan kemauan tidak pada
tempatnya, pemasokan yang pada akhirnya menjadi tak terdistribusikan secara
menyeluruh. Maka dari faktor tersebut, konsep kapitalisme dapat dikatakan
sebagai sebuah pemikiran cemerlang dikarenakan masih bias membenahi dirinya
untuk memperbaiki kekeliruan-kekeliruan premis yang telah dilakukannya sendiri
(Mahyudi).
Kapitalisme mengajarkan kita untuk taat, patuh, dan tunduk pada nilai-nilai
kombinasi dari egoistik dan materialistik yang kemudian menyatu dalam perekat
utilitarianisme (Triyuwono). Lebih jauh, ternyata ilmu pengetahuan dan
kapitalisme berinteraksi secara aktif melalui gerak dialektis yang tak bisa
dihindarkan. Sepadan dengan substansi dari gerak dialektis ini, akuntansi juga
merupakan ilmu pengetahuan dan praktik yang sama sekali tidak dapat
dipisahkan dengan kapitalisme. Dalam kaitannya dengan gerak dialektis ini, maka
makalah ini mencoba mendeskripsikan akuntansi, yaitu suatu bentuk disiplin dan
praktik yang mempunyai kekuatan ”magic,” yang mampu menghipnostis jalan
pikiran manusia, mendikte keputusan-keputusan manusia, dan memperbudak
manusia. Deskripsi dimulai dengan episode carut-marutnya kapitalisme,
dilanjutkan dengan deteksi karakter akuntansi, dekonstruksi akuntansi, dan peran
nilai cinta-kasih akuntansi dalam upaya membentuk masyarakat dengan jaringan
realitas profetik-ilahiyat (jaringan kuasa ontologi tauhid).

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian Cinta Dalam Akuntansi Syariah?
2. Bagaimana Karakter Akuntansi?
3. Jelaskan Peran Cinta-Kasih Akuntansi?
4. Bagaimana Dekonstruksi Akuntansi?
PEMBAHASAN

A. Pengertiaan Cinta Dalam Akuntansi Syariah


Akuntansi modern selama ini selalu didasarkan pada kepentingan self interest
rasional, hanya berfikir untuk kepentingan diri sendiri, tanpa berfikir cinta yang
lebih luas. Cinta yang utama adalah untuk diri sendiri, sedangkan cinta untuk
orang lain adalah hanya akan diperhitungkan ketika dirinya mendapat manfaat.
Cinta merupakan kebutuhan setiap manusia maupun alam semesta. Cinta dapat
menjadi pedang bermata dua, di satu sisi cinta apabila mampu dikelola dengan
baik akan menghasilkan nilai positif maupun manfaat bagi kehidupan. Akan tetapi
di sisi yang lain cinta apabila tidak dikelola dengan baik justru akan menghasilkan
kerugian negatif bagi kehidupan termasuk keberlangsungan alam semesta (Surya
Jatmika).
Akuntansi dengan demikian perlu membebaskan dirinya dari jaring-jaring
cinta egois. Cinta seperti digambarkan antara takwa sebagai bagian pembebasan
diri dari ketidakadilan dan ketertindasan.
Cinta menurut mulawarman adalah landasan utama segala sesuatu termasuk
akuntansi. Inti iman sebenarnya adalah cinta. Cinta juga sebernya merupakan
unsur utama dari fungsi manusia sebagai abd’ Allah ibn taimiyah sebagaimana
dikutip Basyir memberikan pengertian ibadah sebagai ketundukan mutlak kepada
Allah Swt disertai cinta sepenuhnya kepadanya. Dari pengertian ibadah, yaitu
ketundukan dan cinta. Unsur pertama, yaitu ketundukan. Ketundukan berkenaan
kewajiban melaksanakan aturan aturan Allah baik berupa perintah perintah
maupun larangan. Unsur kedua adalah cinta kepada Allah. Ketundukan
menjalankan perintah Allah haruslah timbul dari hati yang penuh cinta kepada
Allah. Cinta kepada Allah adalah cinta utama. Tidak ada kecintaan yang paling
tinggi selain cinta kepada Allah.
Cinta dalam bahasa Al-Qur’an adalah “orang orang yang beriman sangat
dalam kencintaan mereka kepada Allah.” Bahkan rasulullah menungkapkan
“orang-orang yang benar-benar beriman ketika aku dan Allah yang paling dicintai
bagimu.” Cinta awal dari cinta yaitu merasakan pesona dan pada tingkat yang
lebih tinggi adalah kerinduan tak pernah padam kepada yang dicinta. Tingkat cinta
tertinggi hanya dapat dicapai oleh rasulullah karena beliau dianugrahi dengan
tingkat cinta tertinggi.
Akuntansi dengan cinta tidak lagi bersifat “lips-service” tetapi lebih bersifat
aksiologis-etis-religius. Artinya, akuntasi yang dibangun adalah akuntansi
berbasis cinta dan moralitas serta mengarah pada nilai-nilai religius. Cinta hakiki
adalah cinta akhlak istana dari sifat raja, yaitu cinta dalam arti hakikat. Cinta hakiki
diperlukan sebagai tujuan dalam akutansi. Cinta dalam akuntansi bukan hanya
cinta materi. Cinta yang dibutuhkan dalam akuntansi adalah truly love, hyperlove,
cinta melampaui. Cinta melampaui merupakan bentuk pemahaman utuh tentang
hubungan yang didasari hubungan mesra, kesabaran, saling percaya dan
kejujuran, serta menghilangkan kecurigaan, penghianatan dan bersifat religius.
Cinta melampaui berorientasi kepada seluruh semesta, baik diri, manusia, sosial,
lingkungan dan terutama kepada Tuhan.

B. Karakter Akuntansi
Jaringan kerja dan relasi-relasi yang dibentuk kapitalisme tidak saja
mengubah perilaku seperti yang diuraikan di atas, tetapi juga mewarnai bentuk
akuntansi yang disebut-sebut sebagai instrumen penting dalam dunia bisnis.
Akuntansi dalam lingkungan tersebut menjadi tidak berdaya dan mau tidak mau
tergilas dan terseret oleh kapitalisme. Selaras dengan pandangan ini (Tricker)
mellihat akuntansi sebagai anak dari budaya di mana akuntansi itu berada.
Dengan kata lain, akuntansi dibentuk oleh lingkungannya melalui interaksi sosial
sangat kompleks.
Hakikatnya adalah jelas, akuntansi laksana pedang bermata dua. Ia dapat
dibentuk oleh lingkungannya (social constructed) dan sekaligus membentuk
lingkungannya (social construction). Ini akhirnya dapat dijadikan sebuah
kepastian bahwa akuntansi bukanlah suatu bentuk ilmu pengetahuan dan praktik
yang bebas dari nilai (value-free), tetapi sebaliknya ia adalah disiplin dan praktik
yang sangat sarat dengan nilai (Triyuwono).
Klaim terhadap eksistensi nilai universal boleh dikatakan merupakan sebuah
ciri yang dimiliki oleh akuntansi modern atau modernitas. Klaim ini adalah salah
satu bentuk “logosentrisme”, yaitu sistem pola berpikir yang mengklaim adanya
legitimasi dengan referensi kebenaran universal dan eksternal (Rosenau).
Logosentrisme ini terutama dicirikan dengan : pertama, pola berpikir oposisi biner
(dualistik, dikotomis) yang hierarkis, dan kedua ilmu pengetahuan positivistik yang
mekanis, linier, dan bebas-nilai.
Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa logosentrisme sebagai produk
modernisme mempunyai ciri “penunggalan” melalui universalitas. Konsekuensi
dari penunggalan ini adalah bahwa “sang lain” (the others) yang berada di luar
dirinya akan selalu disubordinasikan, dieliminasikan, dan jika mungkin harus
“dibunuh”. Berbeda dengan modernisme yang dicirikan oleh logosentrisme,
posmodernisme mengakui dan berusaha menciptakan “kemajemukan” dengan
menempatkan “sang lain” pada relasi yang bersifat terbuka, demokratis,
kooperatif, humanis, dan terdesentralisasi ke dalam wacana yang semula
didominasi dan dikuasai oleh logosentrisme. Dengan cara semacam ini, tatanan
sosial dan jaringan kerja yang ada di dalamnya akan bekerja secara lebih baik,
lebih demokratis, dan egalitarian dibanding dengan tatanan sosial modern.

C. Peran Cinta-Kasih dalam Akuntansi


Destruksi yang ditimbulkan oleh akuntansi pada dasarnya dapat dieliminasi
dengan memasukkan nilai cinta. Cinta adalah karakter Tuhan yang membawa
kedamaian. Dalam Al-Qur’an dikatakan:
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu,
maka katakanlah: “salaamun-alaikum. Rabbmu telah menetapkan atas diri-Nya
kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara
kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan
mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penysetelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-An’am [6]: 54)
Karakter ini juga terdapat pada diri manusia sebagai wakil-Nya di bumi
seperti yang diungkapkan dalam ayat berikut ini.
Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha
Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang. (QS. Maryam
[19]: 96)
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan
supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (QS. Thala [20]: 39)
Akuntansi harus dapat memenggal kepala “ego”nya yang besar dan
menumbuhkan tanaman altruisme agar dapat menciptakan kedamaian dalam
realitas kehidupan bisnis. Akuntansi harus mengurangi “kejantanan”nya dan
menumbuhkan “kebetinaan”nya dengan menggunakan sudut pandang yang lain,
yaitu holistic worldview.
Pemahaman atas realitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Realitas Absolut akan mengarahkan kita pada pemahaman bahwa tujuan ilmu
pengetahuan (akuntansi) dalam tradisi Islam adalah: mempelajari karakter nyata
dari segala sesuatu yang diciptakan Tuhan, menunjukkan hukum-hukum alam
dan sosial yang integral sebagai refleksi dari ke Esaan Tuhan, dan memahami
eksistensi Realitas Tertinggi. Ini berarti bahwa ilmu pengetahuan diarahkan pada
pemahaman yang mendalam tentang Sang Pencipta, tujuan akhir dari semua
yang ada.
Pemahaman yang komperehensif ini jelas berbeda dengan pemahaman
yang dimiliki oleh akuntansi mainstream. Secara umum, pemahaman akuntansi
mainstream atas realitas terbatas pada realitas materi. Realitas materi biasanya
dicirikan oleh sifatnya yang konkret, nyata, dapat diukur, berada di luar diri subjek,
dan dianggap sebagai realitas tunggal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Nur Fadhila Amri) bahwa peran
cinta mampu menghidupkan dan mengelola interaksi sosial. Cinta juga dapat
menjadikan akuntansi dari segala bentuk khususnya laporan-laporan dalam
perusahaan menjadi lebih “jernih” dikelola oleh orang-orang yang tepat, yang
bernafaskan spiritualitas antara manusia/individunya, Allah, dan
pertanggungjawabannya terhadap laporan tersebut. Modal manusia adalah
tempat di mana semua tangga dimulai, di antaranya inovasi dan wawasan. Jika
modal intelektual diibaratkan sebuah pohon, maka manusia adalah getahnya.
Tidak tampak, tapi mampu membuat perusahaan tumbuh terkadang mesin dapat
melaksanakan tugas-tugas lebih baik dari manusia. Tetapi harus diingat,
manusialah yang menciptakan mesin itu ada. Seperti dengan pengaruhnya
terhadap pencatatan berupa laporan keuangan perusahaan yang telah dibuat
sangat mempengaruhi perkembangan usaha. Namun tanpa adanya pencatatan
tersebut sebelumnya juga perusahaan mampu mengelola dengan baik
manajemen perusahaannya sampai berdiri besar seperti ini dan semua itu karena
cinta. Cinta mampu memberi pemahaman atas realitas dunia akuntansi.

D. Dekonstruksi Bentuk-Bentuk (Eksoteris) Akuntansi


1. Egoisme Akuntansi Mainstream
Akuntansi mainstream dengan kepala egonya direfleksikan dalam
bentuk konsep income. Dengan ego yang tertanam dalam dirinya, praktik
akuntansi menekankan pada terciptanya income bagi pemegang saham.
Pandangan tidak lain adalah pandangan entity theory. Menurut pandangan
teori ini, perusahaan akan eksis bila ia mampu menciptakan profit/income.
Dan income ini semata-mata diperuntukkan pada pemegang saham (the
concept of income for stockholders).
Konsep entity theory menganggap entitas sebagai sesuatu yang
terpisah dan berbeda dari pihak penanam modal dalam perusahaan. Unit
usaha menjadi pusat perhatian yang harus dilayani, bukannya pemilik. Entitas
dikonsepsikan memiliki eksistensi terpisah. Paton mendeskripsikan entity
theory dalam dua asumsi dasar. Pertama, investasi dan keputusan finansial
adalah independen. Kedua, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh tipe atau
berbagai tipe modal dalam struktur modal.
Eksistensi yang terpisah dalam teori ini merupakan sesuatu yang
terpisah dan berbeda dari pihak yang menyediakan modal pada entitas. Unit
bisnis, bukan pemilik, merupakan pusat kepentingan akuntansi. Unit bisnis
memiliki sumber daya perusahaan dan bertanggung jawab kepada pemilik
maupun kreditor. Persamaan akuntansi dari konsep entity theory sebagai
berikut:
Asset = Equity Asset
Asset = Liability + Stockholder’s Equity
Secara eksplisit, dalam hal ini, Kam (1990, 315) mengatakan bahwa “the
traditional accounting income is a measure of the wealth created for the
benefit of the stockholders.” Memperuntukkan income semata-mata kepada
pemegang saham merupakan bentuk pandangan yang sangat sarat dengan
nilai egoisme. Nilai ini tidak lain adalah nilai yang dimiliki oleh Yang. Nilai ini
selanjutnya akan berkembang menjadi ekspansif, yang dalam Neraca terlihat
pada Laba yang ditahan.
2. Internalities Akuntansi Mainstream
Implikasi lain dari sifat egoistik yang dimiliki oleh akuntansi mainstream
adalah terletak pada konsepnya yang hanya mengakui biaya-biaya pribadi
(private costs) yang kerap disebut internalities-sebagai lawan dari externalities
(public costs) yang meliputi biaya-biaya polusi tanah, air udara, dan suara.
Sementara ini, akuntansi mainstream tidak bertanggung jawab terhadap
public costs yang terjadi akibat aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan,
tetapi sebaliknya yang menanggung adalah masyarakat (dan alam) secara
keseluruhan (Mathews, 1993: 130-1). Belum banyak upaya yang dilakukan
oleh peneliti akuntansi untuk mengembangkan pada suatu bentuk akuntansi
yang dapat mempertanggungjawabkan public costs ini.
Salah satu upaya yang sedang dikembangkan untuk
menginternalisasikan public costs ini adalah dengan konsep Total Impact
Accounting (TIA). TIA adalah bentuk akuntansi yang mencoba menampilkan
2 jenis biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan operasi perushaan, yaitu
private dan public costs.
3. Membebaskan Interpretasi Melalui Postmodern
Kemunculan posmodernisme mengundang kontroversi dan telah
mempengaruhi banyak bidang seperti politik, seni, budaya, sejarah, dan
sosiologi. Bagi posmodernisme, tidak ada yang menjadi inti, tidak ada juga
yang menjadi batasan. Tentu hal ini sangat berbeda dari strukturalis yang
sangat teratur. Menurut strukturalis, nilai-nilai dibentuk dari batasan-batasan
yang diciptakan. Ketidakteraturan bukan menjadi sesuatu yang negatif bagi
posmodernisme. Mereka mampu bertahan dan bekerja melawan kebenaran
yang telah ada. Posmodernisme menentang diskriminasi gender, ras, latar
belakang, kelas atau kesejahteraan. Posmodernisme menentang sesuatu
yang kejam, tersembunyi, dan pelanggaran nilai-nilai. Dengan demikian,
posmodernisme tidak bermaksud menghindari hal-hal tersebut akan tetapi
memperjuangkan untuk menjadi lebih baik (Sylvia).
PENUTUP
Kesimpulan
Ego akuntansi mainstream dapat menebarkan konsekuensi yang sangat
imperatif terhadap realitas yang diciptakan. Dengan ego, realitas yang sangat
mungkin tercipta adalah realitas berdasarkan pada nilai “rasionalitas-tujuan”
(zweckra-tionalitat) yang tidak saja mengeksploitasi manusia, tetapi juga alam
semesta. “Rasionalitas-tujuan” dapat dilebur jika cinta hadir dan memancarkan sinar.
Dengan cinta, realitas kehidupan manusia akan sarat dengan kasih sayang, sarat
dengan nilai kesadaran ketuhanan (divine consciousness), dan sarat dengan nilai
tauhid.
Akuntansi modern selama ini selalu didasarkan pada kepentingan self interest
rasional, hanya berfikir untuk kepentingan diri sendiri, tanpa berfikir cinta yang lebih
luas. Cinta yang utama adalah untuk diri sendiri, sedangkan cinta untuk orang lain
adalah hanya akan diperhitungkan ketika dirinya mendapat manfaat. Akuntansi
dengan demikian perlu membebaskan dirinya dari jaring-jaring cinta egois. Cinta
seperti digambarkan antara takwa sebagai bagian pembebasan diri dari ketida adilan
dan ketertindasan.
DAFTAR PUSTAKA

Mahyudi, Zainol Hasan dan. "Analisis terhadap Pemikiran Ekonomi Kapitalisme Adam Smith."
Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam (2020): Volume 4, Nomor 1, April 2020 .
Nur Fadhila Amri, Alimuddin, Asri Usman. "Dekonstruksi Praktik Akuntansi Berbasis Cinta."
Jurnal Ecosystem (Vol. 18 No. 1 (2018)): 1127-1132.
Prasetio, Januar Eko. "Tazkiyatun Nafs: Kajian Teoritis Konsep Akuntabilitas." Jurnal Analisa
Akuntansi dan Perpajakan (2017): 19-33.
Rosenau, Pauline Marie. Post-Modernism and the Social Sciences: Insights, Inroads, and
Intrusions. New Jersey: Princeton University Press, 1992.
Sulistiyo, S. "Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance, Corporate Social
Responsibility Disclosure, dan Return on Asset Terhadap Nilai Perusahaan." Jurnal
Riset Mahasiswa (2018).
Surya Jatmika, Lia Setyawati, Esti Pramita. "Refleksi Nilai Filosofis Cinta Ditinjau dari Sudut
Pandang Akuntansi Sebagai Pencegahan Kasus Perceraian Sejak Dini." Seminar
Nasional Pendidikan 2018 (2018): 137-142.
Sylvia. "Membawakan Cinta Untuk Akuntansi." Jurnal Akuntansi Multiparadigma Volume 5,
Nomor 1 (April 2014): 139-148.
Tricker, Robert Ian. Research in Accounting. Oxford: University of Glasgow Press, 1978.
Triyuwono, Iwan. Akuntansi Syariah : Perspektif, Metodologi dan Teori. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2015.

Anda mungkin juga menyukai