Anda di halaman 1dari 5

Marisa Septia

Tugas Filsafat Ilmu Akuntansi

Pada dasarnya, ilmu akuntansi dapat dianggap sebuah disiplin dari ilmu filsafat yang
menurukan logika ke matematika. Selanjutnya matematika berkembang dan melahirkan ilmu
akuntansi. Hal ini karena filsafat menurunkan dan membangun makna-makna akuntansi,
misalnya makna neraca, makna laba rugi, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, akuntansi
merupakan hasil setelah filsuf menangkap objek transaksi dalam kehidupan sosial sehingga
berkembang ilmu akuntansi yang memiliki corak berpikir positif logis (Abdullah, 2011).
Menurut Yusnaini (2016), secara teoritis ilmu akuntansi merupakan perpaduan antara
rasionalisme dan empirisme karena akuntansi merupakan ilmu yang menggunakan pemikiran
untuk menganalisis data transaksi akuntansi dalam pembuatan laporan keuangan, dimana data
transaksi akuntansi merupakan hal yang kongkrit dapat di respon oleh panca indera manusia.
Dalam diskusi filsafat akuntansi seringkali muncul perdebatan mengenai akuntansi harus
dianggap sebagai "ilmu” dengan standar objektivitas yang ketat, atau sebagai "seni” yang
memerlukan interpretasi dan penilaian.
Memahami filsafat ilmu akuntansi penting karena itu membantu para profesional dan
akademisi dalam bidang ini untuk merefleksikan prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan
metodologi mereka, serta memahami peran akuntansi dalam masyarakat yang lebih luas.
Filsafat ilmu akuntansi mengacu pada pemikiran dasar tentang akuntansi, termasuk
pertanyaan- pertanyaan mengenai sifat, tujuan, metode, dan batasan akuntansi. Filsafat ilmu
akuntansi juga mengeksplorasi hubungan antara teori akuntansi dan praktik, serta bagaimana
perubahan sosial, teknologi dan regulasi mempengaruhi evolusi pemikiran akuntansi.
Pemaparan mengenai filsafat Ilmu dengan membahas perintah awal yang langsung
dari Tuhan untuk melaksanakan proses akuntansi. Selanjutnya adalah membahas mengenai
filsafat ilmu akuntansi ditinjau dari aspek epistemology (Rifai, 2023).
Ada beberapa aspek kunci dalam filsafat ilmu akuntansi, yaitu sebagai berikut :
1. Ontologi Akuntansi : Bagaimana realitas akuntansi dapat didefinisikan, apakah
angka-angka dalam laporan keuangan adalah representasi objektif dari realitas
ekonomi, ataukah mereka adalah konstruksi sosial?
2. Epistemologi Akuntansi : Bagaimana memperoleh pengetahuan tentang akuntansi?
Melalui metode empiris? Melalui rasionalitas logika ? Atau melalui interpretasi dan
pemahaman kontesk sosial?
3. Metodologi Akuntansi : Bagaimana akuntansi seharusnya dilakukan? Metode
kualitatif atau kuantitatif? Pendekatan deduktif (dimulai dari teori ke fakta) atau
induktif (dimulai dari fakta ke teori)
4. Etika dan Nilai dalam Akuntansi : bagaimana nilai dan etika mempengaruhi praktik
akuntansi? Apakah akuntansi seharusnya netral dan bebas nilai, atau apakah ia
seharusnya mempromosikan tujuan sosial tertentu? Apakah akuntansi seharusnya
netral dan bebas nilai, atau apakah ia seharusnya mempromosikan tujuan tertentu?
5. Peran Akuntansi dalam Masyarakat : Bagaimana akuntansi mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh masyarakat, keputusan ekonomi, sosial dan politik?

Pelaksanaan riset akuntansi perlu dilandasi keyakinan mendasar atau “keimanan”


tentang berbagai aspek realitas. Metode riset harus dipahami bukan hanya sebagai Teknik
“memasak”. Menelaah pemikiran Raja Udayana dan Tri Hita Karana (THK) melalui
genealogi mengungkapkan posisi epistemologis, yang dalam riset akuntansi positif maupun
kritis memiliki “kebenaran” masing-masing. Dalam paradigma positivisme, pemikiran Raja
Udayana dan THK dapat menjadi salah satu elemen mekanisme realita yang perlu diuji.
Sebaliknya, dalam paradigma kritis, mereka berfungsi sebagai pembebas keterkungkungan
menuju realita yang di-idamkan (Kamayanti, 2015). Dalam rangka menghasilkan
pengetahuan yang diyakini “benar”, peneliti akuntansi harus mampu menghubungkan
pemahaman ontologis realita dengan epistemologinya.
Hakikat pendekatan epistemologi adalah membahas sumber-sumber ilmu
pengetahuan yang dikenal sebagai proses munculnya ilmu pengetahuan. Di dalamnya
terdapat beberapa unsur seperti sarana ilmiah, sikap ilmiah, metode ilmiah dan bagaimana
kebenaran ilmiah atau fakta. Berpikir merupakan landasan utama dalam melaksanakan
kegiatan ilmiah guna mengembangkan kapasitas intelektual melalui pengalaman dan data
yang diperoleh selama kegiatan ilmiah (Rifai & Asrori 2023).
Ilmu akuntansi menurut pendekatan epistimologi telah banyak mengalami
perkembangan dan transformasi sejak munculya konsep double – entry bookkeeping dalam
akuntansi. Kebutuhannya akan mempengaruhi ilmu akuntansi sejalan dengan perkembangan
zaman. Contohnya metode induktif menjelaskan pada saat pengambilan keputusan
berdasarkan laporan tersebut. Pihak yang mempunyai kewenangan akan mengambil langkah
apa yang akan diambil.
Metode positivisme dianggap sebagai satu-satunya metode pengetahuan yang valid
dan fakta-fakta sejarah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan. Dengan demikian,
positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subjek di belakang fakta. Ia menolak
segala penggunaan metode di luar pengalaman dan rasio yang digunakan untuk menelaah
fakta (Rifai & Asrori 2023).
Keberadaan akuntansi dalam Islam dapat lihat dari berbagai bukti sejarah maupun
dari Al- Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas tentang muamalah. Termasuk di
dalamnya aktivitas jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dapat disimpulkan bahwa
dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya
adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang
memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability
atau akuntabilitas (Yusnaini, 2016).
Akuntabilitas dapat dilihat sebagai salah satu elemen dalam responsibiltas.
Akuntabilitas juga berarti kewajiban untuk rnempertanggungjawabkan apa yang telah
dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang. Sedangkan responsibilitas berkaitan dengan
kewajiban menjelaskan kepada orang atau pihak lain yang memiliki kewenangan untuk
meminta pertanggungjawaban dan memberi penilaian. Namun demikian, tuntutan
akuntabilitas harus diikuti dengan pemberian kapasitas untuk melakukan keleluasaan dan
kewenangan. Akuntanbilitas publik terdiri dari akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas
horizontal. Akuntabilitas vertikal merupakan akuntabilitas kepada otoritas yang lebih tinggi,
sedangkan akuntabilitas horizontal adalah akuntabilitas kepada publik secara luas atau
terhadap sesama lembaga lainnya yang tidak memiliki hubungan atasan bawahan (Widyanti
dan Rahmayanti, 2020).
Berbicara mengenai Islam, tidak akan lepas dari pembahasan mengenai spiritualisme
atau spiritualitas. Spiritualisme merupakan cara pikir dengan hati yang menentukan pikiran
kehendak, perasaan serta berhubungan dengan keyakinan kepada Allah. Ada dua kelompok
aliran spiritualisme yaitu humanis dan religious. Pada penjelasannya, spiritualisme keduanya
tidak terlepas dari hubungan kepada Allah. Saat ini, humanisme diartikan sebagai pandangan
hidup tentang manusia sebagai sentral pemecahan diskusi dari masalah yang timbul. Di
dalam akuntansi, pandangan hidup bisa dikaitkan dengan bagaimana mengatur dan
pemecahan masalah dan diskursus sebagai standar sebagai pandangan hidup. Dalam dunia
internasional dikenal GAAP dan IFRS. Adapun di Indonesia dikenal PSAK yang di dalamnya
juga mengatur PSAK Syariah.
Spiritualisme dalam arti religius Islam dalam konteks akuntansi mempunyai arti
bahwa dalam siklus akuntansi itu melibatkan wahyu Allah yakni ketentuan yang tidak bisa
dilepaskan dari hukum Islam. Pengkomunikasian laporan keuangan tidak bisa dipisahkan dari
syariat. Faktor keikhlasan dan kejujuran para penyaji laporan akuntansi menjadi dasar utama
sehingga informasi akuntansi yang disajikan dapat bermanfaat bagi penggunanya dan dalam
kaidah atau aturan-aturan syariat (Rifai & Asrori 2023).
Menurut Kamayanti (2015), khusus dalam hal studi kesejarahan (mengungkap
pemikiran lampau), setiap peneliti harus menyadari bahwa kebenaran sejarah selalu
mengikuti kepentingan penyebar sejarah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya lebih untuk
memiliki usaha untuk triangulasi sumber sebelum memposisikan diri di “kebenaran” tertentu.
Siapapun yang menjadi peneliti harus menemukan terlebih dahulu keyakinannya, agar
penelitian tidak sekedar “menjadi” syarat untuk memenuhi kredit kepangkatan atau syarat
kelulusan suatu jenjang Pendidikan. Penelitian seharusnya adalah sumbangsih tertinggi
akademisi sebagai perwujudan tanggungjawab kepada Tuhanuntuk peradaban yang ideal.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2011). Pengembangan Teori Akuntansi Berbasis Filsafat Ilmu.


AKRUAL: Jurnal Akuntansi, 2(2), 136–150

Kamayanti, A.(2015). “Sains” Memasak Akuntansi: Pemikiran Udayana dan


Tri Hita Karana, Jurnal Riset (Kamayanti, 2015)dan Aplikasi: Akuntansi dan
Manajemen, 1(2), 73-80

Rifai, F. Y. A., dan A.L. Asrori. (2023). Akuntansi Dalam Kajian Filsafat Ilmu
dan Spiritualitas Islam. Jurnal Alwatzikhoebillah: Kajian Islam, Pendidikan,
Ekonomi, Humaniora, 9(1), 16-24

Widyanti, R., dan D. Rahmayanti. (2020). Konsep Akuntabilitas Dalam


Pengelolaan Keuangan Masjid. Jurnal Economic, Accounting, Scientific, 1(2),
46-57

Yusnaini. (2016). Filsafat Ilmu Akuntansi: Sebuah Tinjauan Pada Aspek


Epistemologi Islam

Anda mungkin juga menyukai