Anda di halaman 1dari 2

NAHDATUN NISA’

Oleh : Tasya Rizki Malindha

PMII sebagai organisasi kaderisasi gak luput dari proses upgrading baik dari segi materi,
konten, silabus, atau kurikulum dalam ber PMII. Dengan memberikan ruang terbuka untuk
kader-kader Kopr PMII putri (kopr) untuk berpendapat di depan umum dalam merukan
perubahan dalam ranah publik.
Dalam tiga tahun terakhir ini, Pengurus Besar (PB) PMII mengumumkan istilah baru yang
dahulunya digunakan untuk istilah pergerakan pergerakan kaum perempuan, yaitu Nahdatun
Nisa’ atau dapat diartikan sebagai kebangkitan perempuan. Ada dua kemungkinan
terbentuknya Nahdatun Nisa’ ini, pertama untuk membuat hubungan PMII dan NU sebagai
harmonis, istilah gender dan fenimisme nampak liberal sehingga dibungkus dengan istilah
Nahdatun Nisa’. Kedua memang ada niatan baik untuk memeberikan ruang bahkan
mendorong kader Kopri untuk bangkit dan membawa perubahan dalam masyarakat di
berbagai sektor, seperti sosial, politik, pendidikan, budaya, dan ekonomi.
Kader Kopri memang harus di tuntut untuk bangkit, dan membuat strategi yang matang untuk
mengaplikasikan tujuan besar Kopri yakni, terbentuknya pribadi muslimah Indonesia yang
bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu cakap, dan bertanggung jawab dalam
mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Kopri termasuk salah satu instrument membumikan ideologi Aswaja, maka dari itu, kader
kopri di tuntu harus cerdas menguraikan tentang aswaja secara sistematis serta posisi dan
pembacaannya untuk kebutuhan masa kini dalam misi pembebasan dan ketidakadilan. Seperti
kekerasan, pelecehan seksual, pengaiayaan dan penindasan terhadap kaum perempuan
Indonesia.
Nahdatun Nisa’ secara etimologi berarti kebangkitan perempuan dari masa ke masa yang
gerakannya menjadi pembaharu tanpa membongkar tradisi. Kemudian bagaimana cara
perempuan mengimbangi propganda gender tersebut? Perempuan harus keluar dari zona
irasionalnya sehingga ketika melangkah ke jenjang berikut yang lebih tinggi bukan lagi
bertanya “apakah aku mampu” tetapi harus berganti menjadi “apakah aku mau”,
mempertajam pengetahuan dengan membaca dan menganalisa.
Misi Nahdatun Nisa’ ada 3 yaitu, Al-Khuriyah (pembebasan), Al-Adalah (keadilan), Al-
Musawwamah (kesetaraan). Cara memperjuangkan misi tersebut perempuan harus
berpendidikan tinggi karena ketika perempuan mendapatkan pendidikan bisa jadi nanti
perempuan ditunjuk untuk bisa andil dalam berbagai hal. Maka dari itu cakap dalam orasi,
literasi aksi dan berwawasan luas adalah cara untuk mewujudkan Nahdatun Nisa’ dapat lahir
dari PMII.
Perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang
merupakan hasil kontruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman
adalah arti dari gender. Islam memiliki pandangan bahwa perempuan sebagai makhluk yang
mulia dan terhormat, makhluk yang memiliki berbagai hak di samping kewajiban. Islam
mengharamkan perbudakan dan berbuat aniaya terhadap perempuan. Di dalam Islam laki-laki
dan perempuan dalam aspek kemanusiaannya jika dilihat dari cara pandangnya. Namun
demikian, dalam hal ini masih diakui adanya sedikit perbedaan antara perempuan dan laki-
laki, misalnya dalam hal status menjadi saksi, besarnya bagiam perempuan dalam warisa, dan
kesempatan perempuan menjadi kepala negara.
Setiap wanita dituntu untuk memiliki kemadirian secara ekonomi, agar dirinya punya kuasa
dan posisi dalam hubungan domestik, keluarga, dan lingkungan sosial. Di masa sekarang,
organisasi perempuan dengan bertumbuh dengan banyak. Sekarang sudah banyak perempuan
yang memperjuangkan persoalan-persoalan perempuan dalam melawan patriarkhi,
intoleransi, perda-perda yang menjerat dan mendiskriminasi perempuan dan kekerasan
perempuan lainnya. Penigkatan lifeskill (kecakapan) serta kompeetensi (keahlihan)
perempuan yang pada gilirannya memiliki kepribadian hidup, sikap hidup, dan kemampuan
hidup yang meningkat, menjadikan perempuan mintra sejajar dengan kaum laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai