Anda di halaman 1dari 3

Apa itu feminisme?

Apa yang terpikirkan di benak kita ketika mendengar kesetaraan gender? Apakah hanya laki-laki
sajalah yang berhak menduduki posisi tertinggi dalam segala aspek? Ataukah perempuan pun dapat
memiliki hak yang setara dengan laki-laki?

Feminisme bisa didefinisikan dengan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan di masyarakat. 1
Jika ditarik tujuannya secara garis besar yakni untuk membela kesetaraan hak antara laki-laki dan
perempuan. Gerakan ini merupakan paham yang memperjuangkan kebebasan perempuan dari
dominasi laki-laki. Dengan kata lain, feminisme menginginkan perempuan dan laki-laki diperlakukan
secara adil baik dalam ranah privat maupun publik. Sedangkan budaya atau pemikiran yang
menganggap bahwa kekuasaan tertinggi hanya dipegang oleh kaum laki-laki disebut penganut paham
Patriarki. Paham ini berdampak pada timbal balik yang diterima bagi kaum perempuan. Karena
mereka dianggap memiliki sifat dlo’if (lemah), dengan kemudian mudah untuk di eksploitasi dalam
tindak kekerasan dan pelecehan.Yakni menempatkan perempuan sebagai obyek, bukan sebagai
pemain, yang pada akhirnya memicu pada kasus-kasus yang tidak diinginkan.
Ideologi dan gerakan feminisme menjadi salah satu respon atas diskriminasi serius antara laki-laki dan
perempuan. Di banyak negara, tidak ada jaminan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di
berbagai bidang, baik politik, sosial, ekonomi, dan hukum.2 Bahkan pada zaman dahulu masyarakat
menganggap bahwasannya kodrat perempuan hanya melayani, melakukan hal-hal bersifat domestik
seperti memasak, mencuci, dan bersih-bersih, sehingga melarang mereka untuk mendapatkan hak
belajar atau berpendidikan apalagi memimpin.

Feminisme dalam pandangan Islam

Perempuan pada zaman jahiliyyah mengalami penindasan dan mengalami kondisi yang sangat
memprihatinkan. Apabila lahir dari keluarga mereka seorang bayi perempuan, itu merupakan aib bagi
sang ayah. Sebagian dari mereka tega menguburnya hidup-hidup dan ada yang membiarkannya hidup
akan tetapi dalam keadaan rendah dan hina bahkan dijadikan sebagai harta warisan dan bukan
termasuk ahli waris. Perempuan sebelum kedatangan islam diletakkan pada kedudukan serendah-
rendahnya, dijadikan sebagai pelayan, obyek penindasan, juga budak hawa nafsu. Hingga kemudian
islam datang memuliakan perempuan dan menaikkan derajatnya setara dengan laki-laki dalam
posisinya sebagai manusia.3

Dalam Islam, kedudukan perempuan dan laki-laki adalah sama. Sama-sama makhluk Allah, mereka
diciptakan setara dari satu jenis yang sama dan dengan tujuan yang sama yakni beriman dan bertakwa
kepada Allah Swt. Allah Swt. berfirman :

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

Disebutkan dalam ayat ini, penciptaan manusia berasal dari seorang laki-laki dan perempuan. Artinya,
kesamaan asal mula biologis ini menunjukkan adanya persamaan antara sesama manusia, laki-laki
maupun perempuan. Refleksi lain ayat di atas ialah manusia secara keseluruhan membentuk sebuah
1
M. Syafi’ie, “Feminisme, Islam dan HAM”, Fakultas Hukum, December 3, 2019,
https://law.uii.ac.id/blog/2019/12/03/feminisme-islam-dan-ham-oleh-m-syafiie-s-h-m-h/
2
ibid
3
“Gambaran singkat keadaan Wanita pada Zaman Jahiliyah sebelum datangnya Islam”, Tongkrongan Islami, August 22,
2017, https://www.tongkronganislami.net/keadaan-wanita-di-masa-jahiliyah/
keluarga global. Sehingga, sebetulnya tidak perlu ada semacam superioritas satu golongan atau
bangsa terhadap yang lainnya.4

Saya ingat ada sebuah kutipan berbahasa arab pada akun Instagram @tawazun.idn yang di kelola oleh
Gus Ali Zainal Muhammad dan Husain Basyaiban tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan yaitu;

‫ساوى االسالم بين الرجل والمرأة في الحقوق والواجبات اال ما تقتضيه الطبيعة الخاصة لكل منهما‬

“Islam memberikan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam hak dan kewajiban,
kecuali pada segmen tertentu yang secara karakteristik hanya terkhusus pada watak salah satu dari
laki-laki atau perempuan”

Wujud adanya feminisme mengharapkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, menggeser
pemahaman bahwa laki-laki lah yang menempati derajat lebih tinggi daripada perempuan karena
perbedaan kuasa, kebebasan, dan biologisnya. Islam telah memberikan contoh konkret bagaimana
mendudukkan perempuan sama dengan laki-laki tanpa mengabaikan kondisi-kondisi khusus yang
mungkin dialami perempuan karena alat, fungsi, dan pengalaman biologisnya, juga karena status
sosialnya.5

Pasalnya perempuan seyogyanya berada di rumah melakukan pekerjaan rumah dan tidak dianjurkan
untuk berkiprah pada dunia luar. Padahal sebagian perempuan juga memiliki kapasitas yang mumpuni
diluar hal yang bersifat domestik. Banyak contoh tokoh-tokoh perempuan yang dapat berlaku sebagai
seorang pemimpin, berpendidikan, dan pemberdaya. Seperti Ibu RA Kartini yang melepaskan
keterundungan wanita dalam bidang pendidikan, Ibu Megawati sebagai Presiden RI yang kelima, atau
bahkan kita dapat melihat contoh perempuan hebat secara langsung yang nyata sebagai guru disekitar
kita yaitu, Ibu Hj. Nafisah Sahal dan Ibu Hj. Tutik Nurul Jannah Rozin yang tidak hanya berkesibukan
sebagai seorang Ibu rumah tangga saja tapi aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dengan mengajar
dan menulis.

Sayyidah Aisyah r.a yang sering disebut-sebut sebagai tokoh feminis islam, beliau menunjukkan
keberadaan perempuan di masa Rasulullah Saw. Bahkan beliau menjadi salah satu perowi hadits
terpercaya. Sebagai istri Nabi, beliau memiliki legitimasi sebagai saksi tentang perilaku dan ucapan
Nabi terhadap dirinya, baik sebagai perempuan atau sebagai istri. 6 Dari sekian banyak hadits yang
diriwayatkan Sayyidah Aisyah r.a ini membuktikan bahwasannya perempuan juga dapat dipercaya
dalam suatu perkara yang terkadang di anggap tidak mungkin bisa dilakukan oleh perempuan.

Sekarang tak usah khawatir, karena kita telah menemukan bentuk keadilan terhadap perempuan di
Indonesia. Sebagai negara hukum, Indonesia telah menjamin hak asasi manusia (HAM) dalam UUD
1945 sebagai konstitusi Negara. HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia, perempuan dan laki-laki, sebagai makhluk bermartabat, yang telah dimiliki sejak
lahir hingga akhir hayat. Karenanya HAM wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, dan setiap orang.7 Dengan ini, kaum perempuan dapat terlindungi dan mendapatkan
hak yang setara dengan laki-laki dalam posisinya sebagai manusia.

Menurut saya sendiri, sangat tidak adil apabila masih terdengar ada yang beranggapan bahwa semua
perempuan itu selalu pasif dan lemah. Karena saat ini, perempuan sudah dapat bergerak lebih leluasa
4
Nasih Nashrullah, Ayat Al-Qur’an justru menegaskan kesetaraan Pria dan Wanita, Jul 08, 2020,
https://republika.co.id/amp/qe6g2j320
5
Nur Rofi’ah, “Nalar Kritis Muslimah”, (Bandung: Afkaruna.id, 2021), hlm 33
6
Lies Marcoes, Apakah Aisyah Seorang Feminis?, Magdilene, May 05, 2020, https://magdalene.co/story/apakah-aisyah-
seorang-feminis
7
“Mengapa Indonesia membutuhkan Undang-undang kesetaraan dan Keadilan gender”, Semarak Cerlang Nusa,
https://www.scn-crest.org/id/news/latest-news/112-mengapa-indonesia-membutuhkan-undang-undang-kesetaraan-dan-
keadilan-gender.html
untuk membuktikan bahwa mereka juga dapat berpendidikan, bukan hanya berdiam diri di rumah
tanpa melakukan hal apapun kecuali pada hal-hal yang bersifat domestik. Jika dipikir, perempuan
nanti pada akhirnya akan menikah, hamil, melahirkan, dan memiliki anak. Jika bukan karena Ibu,
siapa lagi yang dapat mendidik anak semenjak dari kandungan? Tentu saja Ibu. Oleh karena itu,
perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang layak mereka dapatkan agar
bisa mendidik generasi bangsa. Saya ingat sebuah pepatah dari seorang penyair ternama Hafiz
Ibrahim mengungkapkan al ummu madrasatul ula, yaitu Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-
anaknya. Anak yang cerdas terlahir dari Ibu yang cerdas.

Sebagai seorang perempuan begitupun juga Santri, kita harus membuktikan bahwasannya kita juga
bisa berpikir secara cerdas, maju, berpendidikan, dan berdaya.

Kajen, 17 Desember 2021.

Anda mungkin juga menyukai