Anda di halaman 1dari 4

Perempuan sebagai hiroh Bangsa melalui Pergerakan

Dalam sejarah banyak diakui bahwa perempuan memiliki peran dan kontribusi yang
besar bagi perjalanan bangsa Indonesia. Keterlibatan perempuan di ranah publik merupakan
suatu keharusan. ruang untuk berperan yang sudah terbuka lebar. Bukan hanya pada saat ini. Di
masa Nabi Muhammad SAW, perempuan tercatat berperan cukup besar di dalam perjuangan
penyebaran Islam. Disini bisa kita garis bawahi bahwa perempuan tidak lagi berpaku tangan
diranah domestik, melainkan bisa berkiprah di ranah publik.

Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara perempuan dan
laki-laki ditegaskan secara khusus dalam 3 (tiga) ayat, yakni: Q.S. Ali Imran /3:195; Q.S.an-
Nisa/4:124; Q.S.an-Nahl/16:97. Ketiganya mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal
dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun karier
profesional, tidak mesti didominasi oleh satu jenis kelamin saja.

Karena adanya implementasi yang salah dari ajaran agama tersebut yang di sebabkan
oleh pengaruh faktor sejarah, lingkungan budaya dan tradisi yang patriarkat didalam masyarakat,
sehingga menimbulkam sikap dan prilaku individual yang secara turun-temurun menentukan
status kaum perempuan dan ketimpangan Gender tersebut. Hal inilah yang kemudian
menimbulkan mitos-mitos salah yang disebarkan melalui nilai-nilai dan tafsir-tafsir ajaran agama
yang keliru mengenai keunggulan kaum lelaki dan melemahkan kaum perempuan.

Adapun pandangan dasar atau mitos-mitos yang menyebabkan munculnya ketidakadilan


terhadap perempuan adalah :

1. Keyakinan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, sehingga perempuan
dianggap sebagai mahluk kedua yang tidak akan mungkin ada tanpa kehadiran laki-laki.
karenanya keberadaan perempuan hanya sebagai pelengkap dan diciptakan hanya untuk
tunduk di bawah kekuasaan laki-laki.
2. Keyakinan bahwa perempuan sebagai sumber dari terusirnya manusia (laki-laki) dari
surga, sehingga perempuan dipandang dengan rasa benci, curiga dan jijik, bahkan lebih
jauh lagi perempuan dianggap sebagai sumber malapetaka
Bias gender yang mengakibatkan kesalahpahaman terhadap ajaran Islam terkait pula dengan hal-
hal lain seperti: Pembakuan Tanda Huruf, Tanda Baca dan Qira’ah, Pengertian Kosa Kata
(Mufradat), Penetapan Rujukan Kata Ganti (damir), Penetapan Arti Huruf ‘Atf, Bias Dalam
Struktur Bahasa Arab, Bias Dalam Terjemahan Qur’an, Bias Dalam Metode Tafsir, Pengaruh
Riwayat Isra’iliyyat, serta bias dalam Pembukuan maupun Pembakuan Kitab-kitab Fikih.
(Nasaruddin Umar, 2002).

Al-Qur’an tidak mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan sebagai manusia.
Dihadapan Allah SWT lelaki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan yang sama.
Oleh karena itu pandangan-pandangan yang menyudutkan posisi perempuan sudah selayaknya
diubah, karena Qur’an selalu menyerukan keadilan (Q.S.al-Nahl/16:90); keamanan dan
ketentraman (Q.S. an-Nisa/4:58); mengutamakan kebaikan dan mencegah kejahatan (Q.S.Ali
Imran/3:104) Ayat-ayat inilah yang dijadikan sebagai maqasid al-syari’ah atau tujuan-tujuan
utama syariat. Jika ada penafsiran yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan hak
asasi manusia, maka penafsiran itu harus ditinjau kembali.
Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara
laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih egaliter. Jadi,
gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam
melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang
terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri.
Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki. Hanya
saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka
perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang
telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidang pendidikan
karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan
berperan dalam berbagai segmen kehidupan sosial.

Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan adalah kodrat Tuhan karena
secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis. Sedangkan gender adalah
perbedaaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial dibentuk. Perbedaan
yang bukan kodrat ini diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Misalnya
seperti apa yang telah kita ketahui bahwa perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut,
emosional, dan keibuan sehingga biasa disebut bersifat feminin. Sementara laki-laki dianggap
kuat, rasional, jantan dan perkasa dan disebut bersifat maskulin.

Pada hakikatnya ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan.
Artinya, ada laki-laki yang memiliki sifat emosional dan lemah lembut. Dan sebaliknya, ada pula
wanita yang kuat, rasional dan perkasa. Oleh karena itu gender dapat berubah dari individu ke
individu yang lain, dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat, bahkan dari kelas sosial yang
satu ke kelas sosial yang lain. Sementara jenis kelamin yang biologis akan tetap dan tidak
berubah.

Gender tidak bersifat biologis, melainkan dikontruksikan secara sosial. Karena gender
tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari melalui sosialisasi, oleh sebab itu gender dapat
berubah. Dalam berbagai masyarakat atau kalangan tertentu dapat kita jumpai nilai dan aturan
agama ataupun adat kebiasaaan yang dapat mendukung dan bahkan melarang keikutsertaan anak
perempuan dalam pendidikan formal, sebagai akibat ketidaksamaan kesempatan demikian maka
dalam banyak masyarakat dapat dijumpai ketimpangan dalam angka partisipasi dalam
pendidikan formal.

Gender adalah pandangan atau keyakinan yang dibentuk masyarakat tentang bagaimana
seharusnya seorang perempuan atau laki-laki bertingkah laku maupun berpikir. Misalnya
Pandangan bahwa seorang perempuan ideal harus pandai memasak, pandai merawat diri, lemah-
lembut, atau keyakinan bahwa perempuan adalah mahluk yang sensitif, emosional, selalu
memakai perasaan. Sebaliknya seorang laki-laki sering dilukiskan berjiwa pemimpin, pelindung,
kepala rumah-tangga, rasional, tegas dan sebagainya. Singkatnya, gender adalah jenis kelamin
sosial yang dibuat masyarakat, yang belum tentu benar. Berbeda dengan Seks yang merupakan
jenis kelamin biologis ciptaan Tuhan, seperti perempuan memiliki vagina, payudara, rahim, bisa
melahirkan dan menyusui sementara laki-laki memiliki jakun, penis, dan sperma, yang sudah ada
sejak dahulu kala.

Ketika gender membahas kesetaraan laki-kali dan perempuan, maka gerakan kaum
perempuan yang memperjuangkan kesetaraan tersebut sering disebut dengan gerakan feminisme.
Pada dasarnya, feminisme adalah paham yang beragam, bersaing dan bahkan bertentangan
dengan teori-teori sosial, gerakan politik dan falsafah moral. Kebanyakan paham ini dimotivasi
dan difokuskan perhatiannya pada pengalaman perempuan, khususnya dalam istilah-istilah
ketidakadilan sosial, politik dan ekonomi.

Salah satu tipe utama dari feminisme secara institusional, difokuskan pada pembatasan
atau pemberantasan ketidakadilan gender untuk mempromosikan berbagai hak, kepentingan dan
isu-isu kaum perempuan dalam masyarakat. Tipe lainnya yang berlawanan dengan feminisme
modern, -dengan akar sejarahnya yang mendalam-, memfokuskan pada pencapaian dan
penegakan hak keadilan oleh dan untuk perempuan, dengan dihadap-hadapkan dengan laki-laki,
untuk mempromosikan kesamaan hak, kepentingan dan isu-isu menurut pertimbangan gender.
Jadi, seperti halnya suatu ideologi, gerakan politik atau filsafat manapun, tidak pernah didapati
bentuk feminis yang tunggal dan universal yang mewakili semua aktivis feminis.

Anda mungkin juga menyukai