Anda di halaman 1dari 4

Tema : Keadilan Gender Dalam Islam

Judul : Perempuan Dalam Sejarah

Penulis : Dila Ananda Oktafiani

Topik pembahasan mengenai perempuan masih menjadi perbincangan dari dulu


sampai sekarang, terutamanya mengenai gender yaitu perbedaan antara laki-laki dan
perempuan berdasarkan jenis kelamin baik dari segi nilai maupun tingkah laku. Banyak dari
masyarakat yang belum paham mengenai istilah gender. Banyaknya kesalahpahaman, yang
membedakan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat, terutama perempuan yang dianggap atau dinomor 2kan setelah
laki-laki. Jika dilihat dari kemampuan fisik maka laki-lakilah yang mendapatkan pengakuan
lebih. Perbedaan itulah yang menyebabkan banyaknya persoalan mengenai gender.

Kedudukan perempuan yang dianggap lebih rendah dari laki-laki sudah terjadi sejak
zaman pra-islam yaitu zaman sebelum masuknya islam atau biasa disebut dengan zaman
jahiliah (zaman kebodohan), dari namanya saja sudah dapat ditebak. Tidak adanya ilmu dan
pemimpin yang baik membuat orang-orang pada masa itu menjadi bodoh, mereka meyakini
sesuatu secara salah, menyalahi aturan dan tidak mengerjakan apa yang seharusnya mereka
kerjakan. Mereka menggunakan akal pikirannya untuk hal-hal yang tidak baik, keji dan tidak
selayaknya untuk dilakukan.

Perempuan pada masa ini berada pada tingkat kehinaan dan kerendahan, seolah tidak
memiliki harga diri mereka hanya dianggap sebagai sampah yang sepatutnya untuk dibuang,
diperlakukan seperti budak, hina dan rendah. Nasib perempuan benar-benar dianggap seperti
barang yang bisa dimanfaatkan dan diperlakukan semaunya oleh laki-laki, tugas seorang
perempuan adalah melayani seorang laki-laki dan harus siap kapan pun saat diperlukan. Pada
masa itu perempuan pun hanya dianggap sebagai penghasil keturunan.

Kebencian terhadap perempuan kental mewarnai kehidupan manusia di masa itu.


Suatu waktu lahirlah seorang anak perempuan dalam sebuah keluarga, hal itu dianggap
sebagai aib bagi keluarga, demi menutupi aib tersebut bahkan mereka berani membunuhnya.
Martabat perempuan saat itu benar-benar rendah. Mereka tidak boleh keluar rumah mereka
harus tetap tinggal dan mengerjakan pekerjaan rumah, memasak, mencuci dan melayani
suaminya. Pada masa itu Jika sebuah keluarga mendengar berita bahwa seorang bayi
perempuan telah lahir maka tidak ada wajah kebahagiaan sedikit pun di wajah mereka.
Mereka harus memilih di antara kedua pilihan yaitu mengubur bayi itu hidup-hidup atau
menyelamatkan dan membesarkannya hingga dewasa dan setelahnya mereka hanya akan
menjadi pemuas bagi kaum laki-laki. Sebaliknya jika sebuah keluarga mendapatkan kabar
bahwa lahir anak laki-laki mereka akan gembira dan bangga sebab mereka akan menjadikan
anak laki-laki tersebut sebagai seorang pemimpin yang membawa kehormatan bagi
keluarganya. Karena diskriminasi terhadap perempuan yang berlebihan inilah islam
menentang setiap perlakuan yang tidak adil terhadap perempuan.

Hadirnya islam menghapuskan segala bentuk sistem pembunuhan maupun


perbudakan terhadap perempuan, pandangan islam yang berkeadilan ini menuntut adanya
perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Ayat Al-Quran yang menjelaskan
tentang kesamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan adalah QS. Al-Ahzab 33: Ayat
35 yang artinya “Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan
mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan
yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-
laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
besar.” Dari ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, melainkan pahala dan amal ibadahnya lah yang membedakan kedudukan mereka
di hadapan-Nya.

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur kesejahteraan dan kehidupan
manusia baik dalam hubungan manusia dengan Rabb-nya (Hablum Minallah) maupun
hubungan manusia dengan manusia lainnya (Hablum Minannas). Sebelum islam datang,
kedudukan perempuan direndahkan, namun setelah islam datang kedudukan perempuan
diseimbangkan atau dinaikkan derajatnya. Kedudukan laki-laki dan perempuan dalam islam
adalah sama, mereka diciptakan sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi yang
senantiasa harus beriman, beribadah dan bertakwa hanya kepada-Nya, melakukan perintah
dan menjauhi larangan-larangannya. Hal ini terdapat pada QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56 yang
artinya “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku.”

Dimasa sekarang kesetaraan gender masih banyak dipersoalkan, terutama mengenai


perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pendidikan. Pada masa sekarang
pendidikan tinggi bagi anak perempuan dianggap tidak terlalu penting karena kedepannya
mereka dianggap hanya akan menjadi seorang ibu rumah tangga sedangkan sebaliknya
pendidikan tinggi untuk anak laki-laki lebih diutamakan dengan alasan laki-laki akan menjadi
tulang punggung keluarga. Tentunya pemikiran seperti itu adalah hal yang salah. Baik
perempuan maupun laki-laki tidak ada batasan mengenai pendidikan, mereka bebas
menempuh pendidikan apapun dan sejauh apapun, perempuan berhak mendapatkan
kebebasan dan keadilan, mereka bebas menunjukkan kemampuan dan keterampilannya dalam
suatu bidang.

Permasalahan mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan dalam segi pendidikan


sebenarnya sudah terjadi sejak awal abad ke-20. Perempuan pada saat itu terjebak dalam
kondisi kultural yang membuat mereka tidak dapat hidup sesuai dengan haknya. Mereka
dibatasi dalam menempuh pendidikan, menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya, tinggal
dirumah mengurus rumah tangga. Sedangkan seorang laki-laki dapat menempuh pendidikan
setinggi mungkin bahkan hingga ke Belanda. Perlakuan laki-laki dan perempuan pada masa
itu jauh berbeda.

Tokoh yang saya sebutkan di sini adalah Kartini yang dikenal sebagai seorang
pejuang emansipasi perempuan khususnya perempuan di pulau Jawa, pada masa itu dia juga
mendapatkan perlakuan sebagai seorang perempuan pada masanya. Dia dikurung di dalam
rumah saat usia 12 tahun. Peran Kartini dalam gerakan perempuan adalah Kartini
mencurahkan keinginannya agar kaum wanita dapat mengenyam pendidikan tinggi melalui
surat-suratnya kepada sahabatnya. Generasi kedua setelah Kartini lahir, kondisi perempuan
saat itu sudah lebih baik, mereka bebas dan terlepas dari kekangan yang mengikat diri dan
menghalanginya untuk menunjukkan potensi yang dimiliki. Perempuan kini berhak
menempuh pendidikan yang baik dan tinggi, bekerja sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki, memiliki peran dalam aspek kehidupan, dan dapat melakukan kegiatan yang
bermanfaat dan memberikan arti dalam kehidupan. Namun walau hal ini diakui, tetapi belum
sepenuhnya seluruh perempuan dapat termasuk ke dalamnya.

Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam islam, keduanya memiliki
kedudukan yang sama, hal yang membedakan hanyalah pahala dan amal ibadah yang
dimiliki. Keadilan untuk perempuan sangat penting, mereka juga manusia yang memiliki skill
keterampilan dan keahlian yang dapat mereka tunjukkan secara bebas tanpa aturan atau
kekangan. Kesetaraan gender juga harus diterapkan untuk menghilangkan diskriminasi,
kekerasan serta pelecehan yang sering dialami perempuan.

Anda mungkin juga menyukai