Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PSIKOLOGI KELOMPOK

KEPEMIMPINAN WANITA

DISUSUN OLEH :

AYU NING TYAS

1907101130075

MATA KULIAH PSIKOLOGI KELOMPOK

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2021
Kepemimpinan wanita
Perkembangan zaman semakin pesat terutama dalam dunia organisasi. Seperti
yang kita tahu bahwa dalam suatu oragnisasi atau kelompok mestinya memiliki
pemimpin yang seharusnya memiliki jiwa kepemimpinan. Jiwa kepemimpinan meliputi
adanya keadilan, mampu membimbing dan membawa serta anggota kelompok dan
mampu bekerja sama dengan anggota kelompok tersebut untuk mencapai tujuan
bersama. Seperti yang diketahui definisi umum dari kelompok adalah perkumpulan
orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dan adanya usaha untuk mencapai tujuan
tersebut. Seorang pemimpin biasanya diidentikkan dengan sosok laki-laki.
Menelitik dari isu-isu yang berkembang dimasyarakat saat ini, fenomena
perilaku organisasi yang berasal dari berkembangnya fenomena kepemimpinan wanita.
Kiprah wanita dalam organisasi sudah tidak diragukan lagi, bahkan sudah banyak
kalangan masyarakat yang mampu menerima keberadaan dan mengangkat wanita
menjadi seorang pemimpin dalam kelompok.
Adanya pengakuan dan kepercayaan terkait pemimpin wanita selalu terhambat
akan adanya pandangan budaya patriarki yang berkembang kebanyakan pada wilayah
asia. Khususnya di Indonesia kendala budaya ini semakin diperkuat dengan interpretasi
ajaran agama. Kepercayaan yang berkembang di daerah-daerah dengan adanya
desentralisasi demokrasi dengan peraturan-peraturan yang mampu membatasi
Kembali peran wanita dalam kepemimpinan.
Jika zaman dahulu wanita dilarang untuk menjadi pemimpin karena wawasan
yang masih sempit dan terpaku pada ajaran turun-temurun bahwa pemimpin haruslah
laki-laki. Sejatinya, dalam lingkup kelompok sosial siapapun mampu menjadi pemimpin
dengan menerapkan jiwa-jiwa dan prinsip kepemimpinan yang benar. Ketika
kepemeimpinan wanita sealu dikaitkan dengan sifat wanita yang terlalu sensitif dan
lebih sering berintuisi serta bersikap empati yang berlebihan . Hal tersebut menjadi
persepsi yang banyak dianut masyarakat dan membuat wanita sulit mencapai
kiprahnya pada kepemimpinan. Selain hal tersebut, banyak pandangan mengenai
bentuk kepemimpinan seorang wanita yang sangat tradisional dan meniru bentuk
kepemimpinan laki-laki.
Namun fakta dilapangan, banyak wanita yang mampu berlaku sebagai pemimpin
dengan menjalankan amanah dengan baik. Bahkan mampu memiliki peran ganda dalam
karirnya sebagai pemimpin dan seorang ibu. Banyaknya Gerakan-gerakan yang
berkembang untuk menyuarakan aspirasi sebagai bentuk emansipasi wanita awalnya
yang sulit diterima oleh masyarakat karena dianggap pemikiran wanita yang kurang
rasional. Kembali pada zaman dahulu, dimana wanita hanya boleh bekerja didalam
rumah dengan wawasan yang minim. Sedangkan saat ini banyak hal yang dapat
dilakukan oleh wanita dan pemikiran-pemikiran wanita untuk berkembang sangat lah
pesat. Namun pandangan yang beredar pada masyarakat terkadang tidak terimbangi
dengan pandangan ingin maju dari wanita.
Awalnya, berdirinya Gerakan-gerakan feminis, adalah sebagai wadah untuk
menyuarakan hak wanita yang seharusnya menjadi setara bukan hanya dibawah laki-
laki. Dalam hal ini yang banyak ditentang khususnya pada kalangan bangsa timur yang
kental dengan budaya kepemimpinannya. Sebenarnya mendapatkan hak sama bukan
m=berarti menjatuhkan sebelah pihak ataupun bersikap diatas dan mengatasi pihak
tertentu, namun bermaksud beririgan. Menciptakan keselarasan dan kesejahteraan
sesame pihak agar tidak saling menjatuhkan dan meninggikan pihak-pihak dengan
memandang jenis kelamin dan identitas tertentu.
Banyak nya tuntutan yang harus dibenahi wnaita menjadi cikal bakal runtuhnya
keperayaan diri wanita dalam kemampuan memimpin. wanita dituntut memperbaiki
kualitas pribadi dan kompetensinya. Wanita yang memiliki sifat kepemimpinan harus lah
menanamkan sifat-sifat yang tegas dan percaya diri sebagai motivasi bagi diri mereka sendiri
bahwa mereka mampu menjadi seorang pemimpin.
Membahas persoalan kepemimpinan wanita di Indonesia yang selalu dititik beratkan
dengan budaya ajaran agama.
Maka peran dan fungsi wanita pada dasarnya sama dengan laki-laki
bahkan dalam pandangan Islam didudukan secara sama dalam hukum.
Uraian ini sangat jelas dalam Alquran surah An-Nisa ayat 1:

‫ٰۤي‬
‫َك ِثۡي ًرا‬ ‫ِم ۡن ُهَم ا ِر َج ااًل‬ ‫َّو َخ َلَق ِم ۡن َها َزۡو َجَها َو َبَّث‬ ‫ـَاُّيَها الَّناُس اَّتُقۡو ا َر َّبُك ُم اَّلِذ ۡى َخ َلَقُك ۡم ِّم ۡن َّنۡف ٍس َّواِحَدٍة‬

‫َتَس ٓاَء ُلۡو َن ِبٖه َو اَاۡلۡر َح اَم‌ ؕ ِاَّن الّٰل َهَك اَن َع َلۡي ُك ۡم َر ِقۡي ًبا‬ ‫َّوِنَس ٓاًء‌ ۚ َو اَّتُقوا َهّٰللا اَّلِذ ۡى‬

Yang artinya :

“ Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya;
dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan
(peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu”.

Penjelasa dari ayat diatas mengenai, bahwasanya manusia diciptakan berpasang-


pasangan untuk saling membantu satu sama lain bukan lah untuk menjatuhkan satu
sam lain. Yang menjadi pokok persoalan, adalah masih adanya kecenderungan penilaian
bahwa normativitas Islamberpengaruh pada terhambatnya ruang wanita
untukbrkiprah dalam lingkup masyarakat. Hal ini menjadi patokan bahwa tempat
terbaik untuk wanita adalah didalam rumah karena jika dilura rumah akan
menimbulkan banyak keburukan yang akan terjadi. Yang menimbulkan pandangan
bahwa keluranya wanita bersifat shubhat, yang lebih baik ditinggalkan. Akan tetapi
menurut pandangan Qardhawy, jika wanita keluar untuk suatu keperluan tertentu maka
dibolehkan.
Banyak karya-karya ulama islam terdahulu mengambil tajuk mengenai wanita.
Dikarenakan pembahasan mengenai wanita melibatkan perhatian lebih mulai dari
kontribusinya dalam perkembangan pemerintahan dimasa kepemimpinan ulama-
ulama. Ummu Salamah, istri dari Abu al-Abbas sang pendiri Abbasiyah mempunyai
pengaruh yang besar kepada suaminya, bahkan Abu al-Abbas selalu meminta
pertimbangannya dalam segala hal. Kemenakan perempuan Harun al-Rasyid, Zubaidah
mampu mempengaruhi untuk mendapatkan hak-hak istimewa. Pengaruh Zubaidah
sendiri sampai masa pemerintahan khalifah al-Makmun. Dalam kekhilafahan Abbasiyah,
puncak peran wanita dalam masalah politik adalah dengan tampilnya Syajarat ad-Durr
yang sempat memerintah di Mesir selama beberapa bulan. Kapasitas Syadjarat ad-Durr
sebelumnya adalah sebagai istri Sultan Ayyubiyah yakni Malik Ash-Shalih Najmuddin.
Kemampuan Syadjarat at-Durr tidak hanya dalam masalah pemerintahan, ia juga
terlibat dalam perang melawan pasukan Salib.
Islam mengajarkan yang bersumber dari hadist setelah Al-Qur’an sebagai
peduman daalam menentukan hak-hak yang boleh dilakukan dan depoman kehidupan.
Wanita sebagai bagian tak terpisahkan dari umat mendapat perlakuan yang sama persis
dengan laki-laki. Baik dalam urusan ibadah dan Muamalah, tidak ada kelebihan laki-laki
atas wanita. Dengan demikian wanita mempunyai hak yang sama dalam usaha
melakukan perbaikan (Ishlah) dalam masyarakat.
Walaupun pengangkatan wanita menjadi pemimpin merupakan hal pelik dari
sejak dahulu. Pandangan radikal masyarakat Aljazair misalnya yang menolak akan
kepemimpinan Ali dikaitkan dengan Aisyah. Namun dalam Al-Qur’an sendiri tidak ada
ayat yang melarang untuk seorang wanita menjadi pemimpin dan bahkan pengangkatan
derajat wanita telah dilakukan oleh Rasulullah, karena sejak awalnya datang islam yang
menjamin tidak adanya penindasan hak wanita. Sejatinya hak-hak wanita setara dengan
laki-laki yang juga memiliki keleihan dan kekurangan. Fleksibelitas dalam memegang
wawawang kepemimpinan sebenarnya sudah diterapkan dan diperbolehkan dalam
islam. Sehingga Tidak boleh wanita memegang wewenang kepemimpinan politik adalah
produk ulama bias gender yang dipercaya turun-temurun dan mampu mengembangkan
bentuk radikalisme dalam budaya.
Karena hakekat kepemimpinan boleh dipegang oleh siapa saja dengan
menerapkan prinsip-prinsip dan jiwa-jiwa kepemimpinan yang baik dan benar. Untuk
wanita yang berperan menjadi seorang pemimpin, selain haruslah memenuhi hak-hak
dan kewajibannya sebagai wanita dan tetaplah seharusnya sesuai kodratnya wanita.
Bila ia seorang istri dalam rumah tangga, maka haruslah ia tetap patuh terhadap suami
dan dalam keluarga suami lah yang tetap menjadi kepala keluarga. Dan hak tersebut
adalah hal mutlak yang tidak dapat digantikan oleh wanita. Ranah kepemimpinan
wanita dapat diwujudkan dalam bentuk kepemimpinan sosial dalam masyarakat
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan budaya serta adat yang berlaku didaerah
tersebut.
REFERENSI
Fatimah Mernisi(1994), Wanita dan Politik di dalam Islam, Bandung: Pustaka.

Roded Ruth(1995), Kembang Peradaban Citra Wanita di mata penulis Biografi Muslim,
Bandung: Mizan.

Fathir, Usman(1993), Bai’ah al-Imam Kesepakatan Pengangkatan Kepala Negara Islam


(Masalah-masalah politik dalam Islam), Bandung: Mizan.

Norma Dg. Siame, KEPEMIMPINAN WANITA DALAM PERSPEKTIF SYARIAT ISLAM.


Eva Meizara, Puspita Dewi, Basti(2016). Analisis kompetensi kepemimpinan wanita.
Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar.

Anda mungkin juga menyukai