Anda di halaman 1dari 18

“Wanita Sebagai Pemimpin”

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata kuliah Kepemimpinan Kependidikan Islam

Dosen Pengampu :
Dr. Fatimah Purba, M.PdI

Oleh :

Kelompok 5 :

Nina Syahfitri
NIM. 019.3.3.200

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PIAUD)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AR RAUDHAH (STIT AR)
DELI SERDANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Kajian Tentang Teori, Sifat dan Tugas Kepemimpinan dalam Islam ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu Dr. Fatimah Purba, M.PdI pada mata kuliah Kepemimpinan
Kependidikan Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen selaku dosen mata
kuliah Kepemimpinan Kependidikan Islam yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Deli Serdang, 09 Oktober 2022 


Kelompok 5

NINA SYAHFITRI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan penulisan................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Hakikat Wanita..................................................................................................3
B. Wanita Sebagai Pemimpin.................................................................................9
BAB III PENUTUP.............................................................................................14
A. Kesimpulan......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan masyarakat kita dapat diamati bahwa perempuan lebih
dilibatkan sebagai konsumen pembangunan dan tidak dilibatkan dalam proses
pembangunan itu sendiri akibatnya perempuan hanya pasif menghadapi proses
pembangunan tersebut. Pada kebudayaan kita terutama masyarakat tradisional
sering menempatkan perempuan sebagai makhluk sekunder karena fungsi
reproduksi yang di sangga seluruhnya oleh perempuan sehingga berkurangnya
kesempatan untuk berperan aktif dalam kegiatan publik. Dalam seluruh
kegiatan publik lebih di dominasi oleh kaum laki-laki sedangkan perempuan
sering di identikkan dengan kegiatan domestik saja seperti mengurus
rumah,mengurus anak dll sehingga potensi-potensi yang di miliki hanya
terbuang sia-sia. Dalam pandangan tradisional, perempuan diidentikkan
dengan sosok yang lemah, halus dan emosional.
Sementara laki-laki digambarkan sebagai sosok yang gagah, berani dan
rasional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai makhluk yang
seolah-olah harus dilindungi dan senantiasa bergantung pada kaum laki-laki.
Akibatnya, jarang sekali perempuan untuk bisa tampil menjadi pemimpin,
karena mereka tersisihkan oleh dominasi laki-laki dengan male chauvinistic-
nya. Dalam konteks pendidikan, Goldring dan Chen (1994) mengatakan
bahwa para perempuan di Inggris Raya dan di manapun kebanyakan
perempuan hanya berperan dalam profesi mengajar, namun relatif sedikit dan
jarang ada yang memiliki posisi-posisi penting pemegang otoritas dalam
sejumlah sekolah menengah perguruan tinggi dan adminsitrasi lokal
pendidikan.
Ketika kita membicarakan tentang kepemimpinan seorang perempuan
mau tak mau kita tidak dapat terlepas dari sub-bab tentang gender. Gender
merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang di
kostruksi secara sosial yakni perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan

1
melainkan di ciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang
panjang. perubahan ciri dan sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari tempat ke
tempat lain dan sering pula gender pada suatu masyarakat di dasarkan pada
konstruksisosial, kultural ataupun agama.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana hakikat wanita ?
2. Bagaimana jika wanita sebagai pemimpin ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hakikat wanita
2. Mengetahui bagaimana jika wanita sebagai pemimpin

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Wanita
Sebelum Islam berkembang di wilayah Timur Tengah dan belahan
Negara lainnya, wanita tidak diperlakukan sebagaimana Islam memberlakukan
wanita Seperti wanita dalam pandangan bangsa Arab sebelum datangnya
agama Islam sangat-hina Mereka merasa malu dan terhina apabila isterinya
melahirkan anak seorang wanita, sehingga apabila istri hamil si suami telah
menyediakan sebuah lubang Apabila anak yang dilahirkan itu seorang wanita
maka akan segera dikubur hidup-hidup agar terlepas dari rasa malu. Kalaupun
anak wanita darkan hidup nasibnya akan sangat buruk, diperlakukan sebagai
budak, mengangkut beban yang berat atau paling baik nasibnya diperlakukan
sebagai boneka dipaksa untuk melakukan atau dimadu dengan tidak terbatas
Seorang ayah akan tega mengubur anaknya hidup-hidup demi kehormatan
suku dan keluarganya.
Jika seorang wanita ditinggal ma oleh suaminya maka dia harus masuk
kurungan dan dengan memakai pakatan yang buruk. Dan tidak boleh memakai
harum-harumanan sebelumn satu tahun dan tidak menerima warisan, tetapi
dapat menjadi warisan sehingga bila seseorang yang wafat meninggalkan
wanita maka saudara tuanya orang yang paling dekat dengannya akan
mendapat warisan untuk memiliki jandanya Rendahnya martabat wanita ini
juga terlihat dengan hakikat perkawinan mereka yang bersifat possessive.
Mereka dak memberi batasan berapa jumlah wanita yang boleh dinikahi oleh
laklak Wanita yang dicerai juga tidak mempunyai iddah sehingga dapat
dirujuk oleh suaminya kapan saja ia suka.1
Wanita dalam Pandangan Bangsa Parsi. Tidak jauh berbeda dengan
pandangan bangsa arab, bangsa parsi juga menghina kaum wanita dengan
berbagai cara Menurut satu riwat dikala Mazda yang mengaku dirinya

1
Fatimah Purba, Kepemimpinan di Lembaga Pendidikan Islam, (Medan : CV. Manhaji,
2017), Hlm. 107

3
pengganti Zaratustra pada permulaan abad ke-6 di perintahkannya untuk
memberikan hak yang sama rata pada laki-laki untuk memiliki harta benda,
sementara hak wanita disamakannya dengan binatang Perempuan dalam
pandangan mereka semata-mata disediakan untuk kesenangan laki, dan
dijadikan barang dagangan dan perhiasan yang boleh siapapun juga yang suka
dan kalau sudah bosan boleh dibuang atau dibunuh
Wanita dalam pandangan bangsa Yunani Romawi. Bagi bangsa
Yunani wanita adalah makhluk yang rendah, gunanya hanya untuk menambah
keturunan dan untuk pengatur rumah tangga Aristoteles pernah menulis bahwa
pusat segala makhluk adalah laki-laki saja dan jika seseorang melahirkan anak
wanita dianggap sangat jelek, bagaikan seorang laki-laki yang pincang
setengah manusia Dalam pandangan Aristoteles ini wanita itu bukan manusia
yang sempurna seperti laki-laki, Anstoteles menganggap wanita itu tidak sama
dengan laki-laki dalam segala hal Plato pernah menulis "saya bersyukur
kepada Dewa- dewa karena delapan berkat" dan salah satu berkat yang
dimaksud oleh plato adalah karena dia dilahirkan bukan sebagai seorang
wanita.
Bangsa Romawi pernah mengadakan kongres tentang wanita sebelum
Islam dan memutuskan bahwa "perempuan itu adalah hewan yang bernajis,
kotor, tidak berjiwa dan tidak kekal di akhirat Mereka dilarang makan daging,
tidak boleh tertawa dan bercakap Segenap waktunya harus digunakan untuk
beribadah kepada Tuhan, berkhidmat kepada laki-laki Menurut hukum
Romawi bila seorang wanita melakukan kesalahan mereka mendapat hukuman
yang sangat kejam seperti disiram air panas dan dibakar diatas api yang
menyala-nyala ataupun kaki dan tangannya dukatkan kepada kuda kemudian
kudanya disuruh lari kencang. Di Perancis dikembangkan suatu kepercayaan
bahwa kecelakaan dan kejahatan serta kesengsaraan di dunia ini berawal dari
wanita.2
Wanita dalam pandangan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia dahulu
turut merendahkan wanita sebagaimana bangsa lainnya, sekalipun tidak

2
Ibid, Hlm. 108

4
menamakannya dengan Iblis atau binatang tetapi intinya tetap menganggap
bahwa wanita itu tidak berharga sama sekali Wanita tidak diperbolehkan maju
sama dengan kaum laki-laki karenanya wanita dididik untuk mengurus rumah
tangga dan memperhambakan dirinya kepada laki-laki Wanita dimulai dipingit
setelah berusia 12 tahun, dan tidak mementingkan pendidikan, dan pengaruh
yang lama ini masih mempengaruhs pola pikir masyarakat pedesaan Mereka
beranggapan bahwa tidak perlu berpendidikan yang tinggi bagi anak wanita
karena. tempatnya di dalam rumah "Setinggi-tingginya wanita tetap
kembalinya di dapur suatu semboyan yang salah besar dan masih didapati
dalam masyarakat Indonesia
Wanita dalam pandangan agama diluar Islam. Agama-agama yang
ada selain Islam memandang rendah terhadap wanita sebagaimana yang
disebutkan dalam kitab agama yang mereka tulis Misalnya dalam agama
Hindu, Brahma memandang wanita dengan sangat rendahnya Orang
kehilangan kehormatan karena perempuan, dan asal permusuhan adalah
perempuan Perempuan memiliki tabiat menggoda laki-laki dan tidak pernah
dapat mandiri. Wanita tidak diperkenankan menuruti kehendaknya sendiri tapi
harus tunduk kepada orang tua (yang belum menikah) atau pada suaminya.
Wanita itu sama dengan budak belian yang punya satu tuan yakni suaminya.
Kita melihat dalam pelaksanaan keagamaan orang hindu bahwa apabila
seorang wanita ditinggal mati oleh suaminya maka harus rela dibakar hidup-
hidup sebagai tanda kesetiaan dan kecintaan seorang istri terhadap suaminya
Betapa menyedihkan nasib wanita, padahal kalau seorang suami yang
ditinggal mati oleh istrinya, tidak disuruh untuk menyertai isterinya dibakar.
Dalam pandangan agama Yahudi seorang wanita dijadikan Tuhan dengan
mencabut tulang Nabi Adam, apabila seorang wanita melahirkan anak laki-
laki dia menjadi najis selama satu minggu tetapi jika dia melahirkan anak
perempuan dia menjadi najis dalam dua minggu Ini menunjukkan bahwa
adanya perbedaan laki-laki dengan perempuan.3

3
Ibid, Hlm. 109

5
Wanita dalam Pandangan Agama Islam. Dalam pandangan Islam
tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan wanita Islam sebagai agama
rahmatan lil'alamin telah mengangkat derajat kaum wanita dan penindasan dan
ajaran-ajaran sebelumnya Islam mengajarkan bahwa pria dan wanita itu sama
yakni mempunyai hak dan kewajiban dan tida ada yang lebih dimuliakan
kecuali orang yang lebih bertaqwa Islam adalah konsep aturan-aturan yang
maha Pencipta untuk manusia ada Ajaran Islam menetukan keseimbangan
tindakan manusia dengan hukum alam Islam menuntun manusia pria dan
wanita, dalam melaksanakan tugas kehidupannya sebagai khalifah dimuka
bumi
Islam yang telah digariskan dalam Al-Qur'an bukanlah risalah topik
filsafat alam semesta, manusia dan masyarakat Dalam pandangan tentang pria
dan wanita Al-Quran menerangkan bahwa keduanya dalam penciptaannya
pada hakikatnya berasal dari satu jiwa dan sifat serta esensi yang sama pula
"Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari jenis yang sama dan daripadanya tuhan menciptakan
pasangannya dan daripada keduanya diperkembang bukkan laki-laki dan
wanita yang banyak (QS An-Nisaa ayat 1)
Disini jelas ditekankan bahwa tidak adanya adat perbedaan derajat antara
pria dan wanita Dengan kata lain tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah
Keduanya memang tidak diciptakan dalam bentuk yang sama persis,
melainkan sebagai pasangan yang saling melengkapi manusia Pasangan ini
memiliki kemampauan yang berbeda, laki-laki lebah kuat fisiknya sehingga
dapat bekerja yang berat sedangkan wanita fisiknya lembut, memungkinkan
baginya pekerjaan yang membutuhkan ketelatenan dalam kesabaran Jiwa laki-
laki lebih mudah bergalak dan lebah kasar sedangkan wanita lebih tenang dan
lebih halus, yang membutuhkan pengayoman Perbedaan in selintas
menunjukkan masing-masing punya kelebihan dan kekurangan tetapi bila
ditelaah lebih jauh merupakan sinkranisasi alam yang harmonis bila
dipadukan

6
Ketentuan Islam dalam meletakkan posisi pria dan wanita berdasarkan
pada bakat dan kecendrungan alam yang mereka alami, tanpa pemaksaan yang
tidak sesuai dengan kondisi alami pria dan wanita
Karenanya posisi yang diganskan islam disesuaikan dengan identitas
yang pas dan selaras dengan apa yang ada pada pria dan wanita Islam
memberikan hak-hak wanita yakni sebagaimana yang telah digariskan dalam
Islam antara lain :

َّ َ‫اح َد ٍة َّو َخلَ َق ِمْن َها َز ْو َج َها َوب‬


‫ث ِمْن ُه َما ِر َجااًل‬ ِ ‫س َّو‬ٍ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن نَّ ْف‬ ُ ‫ٰياَُّي َها الن‬
ٓ
‫َكثِْيًرا َّونِ َساۤءً ۚ َو َّات ُقوا ال ٰلّهَ الَّ ِذ ْي تَ َساۤءَلُْو َن بِ ٖه َوااْل َْر َح َام ۗ اِ َّن ال ٰلّهَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِْيبًا‬
Artinya. "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
Menciptakan isterinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak Dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu"?
Menurut al-Mawardi, seorang ahli fiqih siyasah yang sezaman dengan
Zuaihi membolehkan wanita menjadi hakim atau pemimpin berarti melawan
sunnatullah karena Allah telah berfirman bahwa lelaki itu memimpin kaum
wanita karena Allah memberi kelebihan terhadap sebahagian orang atas
sebahagian yang lam (QS An-Nisaa 34) Kelebihan yang dimaksud menurut
ulama fikih dalam firman Allah tersebut adalah kelebihan akal dan
kebijaksanaan.4
Alasan kuat lainnya yang selalu digunakan untuk menentang kebolehan
wanita Menjadi pemimpin adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang
berasal dari Abu Bakar yakni "lan yaflaha qawmun wallae amarahum imra
atunl" artinya "Tidak akan beruntung suatu kaum yang mengangkat wanita
menjadi pemimpinnya" (HR Bukhary) "

4
Ibid, Hlm. 110

7
Kalau di teliti dari keseluruhan uraian diatas dapat diringkaskan alasan-
alasan penolakan para ulama tentang kebolehan wanita menjadi kepala
pemerintahan atau kepemimpinan secara umum adalah al-Qur'an surat An-nisa
ayat 34, Hadis Abu Bakrah, Menurut qodratnya wanita itu lebih lemah dan
kurang sempurna dibanding laki-laki Bila kita tinjau dari segi konteks ayat
jelas ia berbicara tentang hubungan suami istri, bukan hubungan sosial dalam
konteks yang luas misalnya tentang penguasa dan rakyatnya. Karenanya Ayat
tersebut tidak dapat dikatakan nass atau pelarangan wanita menjadi pemimpin
dalam pemerintahan. Lelaki memimpin wanita adalah hubungan langsung
lelaki dengan wanita yang hidup dalam suatu perkawinan dan ini adalah wajar
Banyak ulama menolak kepemimpinan wanita, selain hadis di atas. juga
ada hadis lainnya yang menyatakan bahwa wanita itu kurang akal dan
agamanya Kurang akal yang maksud karena kesaksian wanita setengah dar
kesaksian laki-laki sedangkan kurang agamanya disebut karena adanya masa-
masa tertentu harus meninggalkan kewajiban shalat. Kurang akal tersebut
menurut Izzat, bukan kekurangan yang bersifat alamiyah yakni karena kurang
kecerdasan dengan berbagai tingkatan seperti idiot dan lain lain, kekurangan
yang dimaksud dalam hadis tersebut bukanlah kekurangan fitnyah yang lazim,
melainkan berupa sebagian kewajiban yang berkaitan dengan kompetensi
yang bersifat umum dan khusus. Bahkan wanita kadang kala lebih utama dan
unggul daripada laki-laki karena sesungguhnya persoalannya menyangkut
kepada keahlian yang mengandung unsur-unsur capaian dan kompetensi yang
bersifat khusus
Dengan demikian adanya alasan tentang hadis Bakrah, jika kita tafsirkan
dengan menurut konteks maka harus melihat sejarah Pada zaman jahiliyah
wanita tidak beruntung, bahkan anak wanita yang lahir dikubur hidup-hidup
Rasulullah sendiri berjuang untuk membebaskan kaum wanita Walaupun
beliau telah berhasil, namun struktur sosial yang sudah begitu kokoh dan
melembaga tidak dapat diubah total seratus persen dalam waktu yang singkat
seperti lembaga perbudakan misalnya

8
Dalam segi pendidikan juga mereka kurang beruntung, Kaum lelaki lebih
tertarik untuk mendidik budak karena harganya menjadi mahal bila terampil
terutama pandai tulis baca Hanya kalangan terbatas yang mendidik wanita Jadi
wajar kalau Rasulullah menyatakan bahwa orang yang menyerahkan
urusannya kepada orang yang tidak memahami soal soal kemasyarakatan akan
mengalami kegagalan. Akan tetapi keadaannya sekarang ini jauh berbeda
Situasi sekarang sudah jauh berubah dan wanita telah banyak yang terlibat
secara intern dalam berbagi lapangan kehidupan Jadi mereka sudah
memahami betul seluk beluk masalah Menurut teori hukum Islam, hukum itu
berlaku menurut ada tidaknya illatnya, maka dapatlah dikatakan bahwa
tidaklah melanggar hukum Islam bila wanita yang karena kecakapannya
menjadi kepala negara karena allar yang menyebabkan mengapa Rasulullah
melarang dulu telah hilang.5

B. Wanita Sebagai Pemimpin


Dalam pandangan tradisional, perempuan diidentikkan dengan sosok
yang lemah, halus dan emosional. Sementara laki-laki digambarkan sebagai
sosok yang gagah, berani dan rasional. Pandangan ini telah memposisikan
perempuan sebagai makhluk yang seolah-olah harus dilindungi dan senantiasa
bergantung pada kaum laki-laki.
Akibatnya, jarang sekali perempuan untuk bisa tampil menjadi
pemimpin, karena mereka tersisihkan oleh dominasi laki-laki dengan male
chauvinistic-nya. Dalam konteks pendidikan, Goldring dan Chen (1994)
mengatakan bahwa para perempuan di Inggris Raya dan di manapun
kebanyakan perempuan hanya berperan dalam profesi mengajar, namun relatif
sedikit dan jarang ada yang memiliki posisi-posisi penting pemegang otoritas
dalam sejumlah sekolah menengah perguruan tinggi dan adminsitrasi lokal
pendidikan.
Sejalan dengan gerakan emansipasi dan gerakan kesetaraan gender yang
intinya berusaha menuntut adanya persamaan hak perempuan dalam berbagai

5
Ibid, Hlm. 111

9
bidang kehidupan, maka setahap demi setahap telah terjadi pergeseran dalam
mempersepsi tentang sosok perempuan. Mereka tidak dipandang lagi sebagai
sosok lemah yang selalu berada pada garis belakang, namun mereka bisa
tampil di garis depan sebagai pemimpin yang sukses dalam berbagai sektor
kehidupan, yang selama ini justru dikuasai oleh kaum laki-laki.
Anda mungkin pernah menyaksikan acara Fear Factor, sebuah acara
reality show di televisi (pernah ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi
swasta di Indonesia) yang menyuguhkan tantangan yang sangat ekstrem
kepada para pesertanya untuk berkompetisi memperebutkan sejumlah uang,
Para peserta kadang-kadang terdiri dari gabungan laki-laki dan perempuan.
Mereka berkompetisi melalui beberapa tantangan ekstrem untuk menguji
ketahanan fisik dan psikisnya, seperti makan kecoa, berkubang dengan
kotoran dan bangkai, dan berbagai jenis tantangan ekstrem lainnya (tentunya
penyelenggara sudah memperhitungkan secara cermat standar keamanannya).
Dari beberapa episode tayangan, ternyata tidak sedikit yang menjadi
pemenangnya justru dari kalangan perempuan. Artinya, mithos yang selama
ini perempuan dianggap sebagai makhluk lemah, dengan menyaksikan
tayangan acara televisi tersebut kita bisa melihat bahwa sebenarnya kaum
perempuan pun bisa menunjukkan dirinya sebagai makhluk yang luar biasa
kuat dan berani, dan tidak kalah dari kaum laki-laki. Secara esensial dalam
manajemen dan kepemimpinan pun pada dasarnya tidak akan jauh berbeda
dengan kaum laki-laki. Kita mencatat beberapa tokoh perempuan yang
berhasil menjadi pemimpin, Margareth Tatcher di Inggris yang dijuluki
sebagai “Si Wanita Besi”, Indira Gandhi di India, Cory Aquino di Philipina,
Megawati di Indonesia dan tokoh-tokoh perempuan lainnya.
Dalam konteks pendidikan, fenomena kepemimpinan perempuan
memang telah menjadi daya tarik tersendiri untuk diteliti lebih jauh. Studi
yang dilakukan Coleman (2000) menunjukkan kepala-kepala sekolah dan para
manajer senior perempuan lainnya di Inggris dan Wales mengindikasikan
mereka cenderung berperilaku model kepemimpinan transformatif dan
partisipatif. Studi lainnya tentang kepala-kepala guru dan dan kepala-kepala

10
sekolah perempuan di Amerika Serikat, Inggris Raya, Australia, Selandia Baru
dan Kanada menunjukkan bahwa para manajer perempuan tampil bekerja
secara kooperatif dan memberdayakan koleganya serta memfungsikan team
work secara efektif (Blackmore, 1989; Hall, 1996; Jirasinghe dan Lyons,
1996). Hasil lain dari studi yang dilakukan Jirasinghe dan Lyons, (1996)
mendeskripsikan tentang kepribadian pemimpin perempuan sebagai sosok
yang lebih supel, demokratis, perhatian, artistik, bersikap baik, cermat dan
teliti, berperasaan dan berhati-hati. Selain itu, mereka cenderung menjadi
sosok pekerja tim, lengkap dan sempurna. Mereka juga mengidentifikasi diri
dan mempersepsi dirinya sebagai sosok yang lebih rasional, relaks, keras hati,
aktif dan kompetitif.6
Dalam hal-hal tertentu terdapat perbedaan penting antara laki-laki dan
perempuan dalam manajemen dan kepemimpinan, sebagaimana disampaikan
oleh Shakeshaft (1989) berdasarkan hasil peninjauan ulang penelitian di
Amerika Serikat, bahwa:
 Perempuan cenderung memiliki lebih banyak melakukan kontak dengan
atasan dan bawahan, guru dan murid.
 Perempuan menghabiskan banyak waktu dengan para anggota komunitas
dan dengan koleganya, walaupun mereka bukanlah perempuan.
 Mereka lebih informal.
 Mereka peduli terhadap perbedaan-perbedaan individual murid.
 Mereka lebih memandang posisinya sebagai seorang pemimpin
pendidikan daripada seorang manajer, dan melihat kerja sebagai suatu
pelayanan terhadap komunitas
 Terdapat suatu sikap kurang menerima terhadap para pemimpin
perempuan dari pada laki-laki. Oleh karenanya, para pemimpin perempuan
hidup dalam dunia yang terpendam dan gelisah.
 Mereka bisa mendapatkan kepuasan yang banyak dari instruksi supervisi
dan sementara laki dari adminsitrasi.

6
Adler ( john L. Collard), Leadership and Gender, ( USA : Hollard, 2001), Hlm. 343.

11
 Dalam komunikasi, mereka dapat tampil lebih sopan dan tentatif daripada
laki-laki, yang cenderung sederhana dalam memberikan statemen. Bahasa
tubuh juga berbeda, yang menunjukkan bahwa perempuan lebih rendah
daripada laki-laki.
 Perempuan cenderung lebih menggunakan model manajemen
partisipatoris, dan menggunakan strategi-strategi kolaboratif dalam
menyelesaikan konflik.
Kendati demikian, sangat disayangkan dari berbagai penelitian tentang
kesuksesan kepemimpinan perempuan dalam organisasi, khususnya organisasi
pendidikan, tampaknya jarang sekali yang mengungkap tentang korelasi
kesuksesan perempuan dalam memimpin organisasi dengan kehidupan
keluarganya. Apakah mereka dapat sukses juga dalam memerankan dirinya
sebagai seorang ibu atau seorang istri? Apakah para suami merasa bahagia dan
tidak merasa kecil hati dengan kesuksesan istrinya ? Apakah putera-puterinya
tidak menjadi terlantar ?
Profesionalisme di dalam pemberdayaan perempuan merupakan hal yang
sangat di butuhkan contoh pendidikan yang di berikan pada perempuan di
harapkan dapat memberikan kekuatan yang dapat mengubah perimbangan
hubungan yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan sehingga perempuan
di hormati bukan karena keperempuananya saja tetapi juga karena kemampuan
dan keahlian yang dimilikinya.7
Nahiyah Jaidi Faras (1995: 80) dalm bukunya yang berjudul
kepemimpinan wanita pemimpin dalam oragnisasi wanita di sebutkan bahwa
keberhasilan dan kegagalan wanita pemimpin dalam meniti karir tidak semata-
mata di pengaruhi oleh faktor budaya. Banyak faktor yang biasanya
bersumber pada dirinya sendiri misal faktor motivasi, ini sering menjadi
modal utama kenerhasilan wanita pemimpi. Namun memiliki motivasi yang
tinggi tanpa memiliki kemampuan manajerial sepertoi merencanakan,
mengorganisir, mengkoordonor mensikronkan, mengambil keputusan sulit

7
Nugroho Riant, gender dan strategi pengarus-utamanya di indonesia. (Yogyakarta :
Prenada Media, 2008), Hlm. 29.

12
bagi wanita pemimpin untuk berhasil dalam kepemimpinannya. Wanita
pemimpin yang di kuasai selalu oleh motif berprestasi dalam melaksanakan
tugasnya akan berusaha meraih keberhasilan dalambersaing dengan beberapa
standar keunggulan. Standar keunggulan tugas wanita pemimpin adalah
berusaha memperoleh balikan terhadap pelaksanaan tugasnya demi perbaikan
di masa mendatang.
Menurut Schermerhorn (1999), pemimpin wanita selalu lebih cenderung
untuk bertingkah laku secara demokratik dan mengambil bagian dimana
mereka lebih menghormati dan prihatin terhadap pekerjanya/bawahannya dan
berbagi ‘kekuasaan’ serta perasaan dengan orang lain. Gaya kepemimpinan ini
dikenal sebagai kepemimpinan interatif yang menekankan aspek keseluruhan
dan hubungan baik melalui komunikasi dan persepsi yang sama.8

8
Nahiyah J. F, Lies Endarwati, Musaroh. Self Evaluation Kepemimpinan Transformational
Aktivis Perempuan Politik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Fakultas Ekonomi
UNY, 2012), Hlm. 34

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kompleknya permasalahan yang di hadapi perempuan saat ini
membutuhkan strategi mendasar yang mampu mengubah pandangan
masyarakat terhadap mereka. gerakan pemberdayaan perempuan adalah salah
satunya denagn pemberdayaan perempuan di harapkan mampu meningkatkan
kualitas perempuan itu sendiri sehingga perempuan tidak lagi di anggap
sebagai makhluk skunder setelah laki-laki. Salah satunya yaitu wanita menjadi
seorang pemimpin dalam memimpin wanita memerlukan kompetensi dan
profesionalisme yang tinggi di samping itu dia juga harus mempunyai
kecapakan untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
Pemimpin wanita selalu lebih cenderung untuk bertingkah laku secara
demokratik dan mengambil bagian dimana mereka lebih menghormati dan
prihatin terhadap pekerjanya/bawahannya dan berbagi ‘kekuasaan’ serta
perasaan dengan orang lain. Gaya kepemimpinan ini dikenal sebagai
kepemimpinan interatif yang menekankan aspek keseluruhan dan hubungan
baik melalui komunikasi dan persepsi yang sama

14
DAFTAR PUSTAKA

Adler (john L. Collard), 2001, Leadership and Gender, USA : Hollard

Nahiyah J. F, Lies Endarwati, Musaroh, 2012, Self Evaluation Kepemimpinan


Transformational Aktivis Perempuan Politik di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Laporan Penelitian. Fakultas Ekonomi UNY

Purba, Fatimah, 2017, Kepemimpinan di Lembaga Pendidikan Islam, Medan :


CV. Manhaji

Riant, Nugroho, 2008, gender dan strategi pengarus-utamanya di indonesia.


Yogyakarta : Prenada Media

15

Anda mungkin juga menyukai