Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang memberikan banyak
kenikmatan. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, beserta sahabat-sahabatnya. Semoga kita semua mendapatkan syafaat,
mendapatkan petunjuk hingga hari akhir nanti.
Dalam makalah ini penulis membahas tentang “Kepemimpinan Perempuan di
Ruang-Ruang Strategis ” makalah ini ditunjukkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mardiah
Astuti, M.Pd. I sebagai dosen mata kuliah ini. Makalah ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi bagi yang membutuhkan untuk menambah pengetahuannya. Apabila
ada kesalahan dalam makalah ini kami sebagai penyusun meminta maaf, karena kami
juga dalam proses belajar dan kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Apabila ada
kritik yang membangun dalam penulisan maupun dalam pembahsan makalah ini demi
kemajuan pendidikan, kami sangat mengharapkannya. Akhir kata dari penyusun
mengucapkan Terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah tertera di atas maka rumusan masalah dalam
materi kali ini adalah :
• Apakah benar dari pandangan islam wanita juga memiliki kesempatan yang
sama dengan seorang laki laki untuk menjadi seorang pemimpin ?
• Faktor apa saja yang membatasi seorang perempuan menjadi seorang
pemimpin?
5
BAB 2
PEMBAHASAN
BAB 2 PEMBAHASAN
Dalam sejarah islam tidak adanya penghambat bagi seorang perempuan
menorehkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin. Contoh kecilnya banyak dalam
sejarah Islam di Indonesia yang kepemimpinannya di pegang oleh perempuan atau
Ratu, seperti di Aceh yaitu Ratu Tajul Alam Syafiyatuddin Syah pada tahun 1641-
1675. Dalam sejarah Islam masih banyak lagi perempuan perempuan yang menjadi
pemimpin namun tidak tercatat dalam sejarah namun sudah sangat berperan dalam
perkembangan Islam di dunia. Faktor faktor yang mempengaruhi keterbatasan nya
kepemimpinan perempuan Islam adalah dengan adanya pemahaman yang menyimpang
dan juga banyaknya pemeluk agama Islam yang masih beropini bahwa laki laki yang
terutama dalam pemegang kekuasaan, dan satu satunya yang berhak yang menjadi
seorang pemimpin.1
Fatima Mernisi beropini bahwa keadilan dalam penyamarataan laki laki dan
perempuan dapat dilihat dari sikap Rasulullah SAW. Salah satu contohnya yaitu dalam
hadistnya dengan menghormati Ibu sebanyak 3 kali.2
Namun saat zaman awal munculnya islam, kelahiran bayi perempuan di
lingkungan masyarakat arab diyakini sebagai pembawa musibah atau sial, sehingga
saat bayi perempuan lahir langsung di bunuh. Hal tersebut mengakibatkan terjajahnya
hak hak perempuan yang dianggap tidak memiliki kekuasaan dan tidak diberi
keadilan.3
1
Affiah, Neng Dara. 2017. Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas. (n.d.). (n.p.): Yayasan
Pustaka Obor Indonesia. 9-10
2
Kurniawan, Kana. 2022. Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam dan HAM. (n.p.): Publica
Indonesia Utama. Hal 3
3
Kurniawan, Kana. 2022. Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam dan HAM. (n.p.): Publica
Indonesia Utama. Hal 5
6
Dalam sejarah Islam pun sudah banyak tokoh tokoh yang mewakili karakter
perempuan yang mana sudah ada dikisahkan di dalam Al-Qur'an. Pertama, wanita
dengan kepribadian yang kuat, kepribadian ini diwakilkan oleh Siti Aisyah sebagai istri
dari Fir'aun yang tetap menjaga akidah sebagai seorang muslimah. Kedua, kepribadian
wanita yang menjaga kesuciannya, diwakilkan oleh Siti Maryam yang tidak pernah
disentuh laki laki manapun. Ketiga kepribadian wanita yang suka menebar fitnah atau
penghasut seperti istri dari Abu Lahab yaitu Hindun. Keempat, yaitu wanita penggoda
seperi Siti Zulaikha yang menggota Nabi Yusuf meski akhirnya ia bertobat.4
4
(Fatimah, Siti. 2015. Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Al-Qur'an. 5(1)-95)
5
(Affiah,Neng Dara. 2017. Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas. (n.d.). (n.p.): Yayasan
Pustaka Obor Indonesia. 3-5)
7
Artinya: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul- Nya. mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"
Sesuai dengan ayat tersebut , Al-Qur'an tidak membatasi perempuan atau laki
laki untuk menjadi pemimpin. Perempuan tetap tidak memiliki batasan dan memenuhi
standar untuk menjadi seorang pemimpin dengan tetap memperhatikan hukum hukum
Islam dan kewajibannya sebagai wanita sesuai dengan Allah SWT dan As-Sunnah,
yaitu tetap memperhatikan keluarga, menjadi anak dan Ibu yang baik dan tanggung
jawab lainnya.6
6
Kusnadi, Henderi. 2020. Kepemimpinan Perempuan Di Ranah Publik Dalam Kajian Perspektif Fiqih.
Halaman 108-109
7
Fatimah, Siti. 2015. Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Al-Qur'an. 5(1)-93
8
2.3 Pendapat Ulama Mengenai Kepemimpinan Perempuan
Berdasarkan surat An-Nisa ayat 34, Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak
boleh perempuan menjadi hakim atau top leader.
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannyaSesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar.
Namun menurut Jawad Mughniyah yang terdalat dalam tafsir al-Kasyif, makna
dari ayat An-Nisa tersebut bukan untuk menentukan derajat antara laki laki dan
perempuan, namun dalam ayat tersebut lebih menunjukkan kepada kehidupan berumah
tangga, yang mana laki laki sebagai seorang suami yang memimpin istrinya dan
perempuan menjadi seorang istri.8
8
(Fatimah, Siti. 2015. Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Al-Qur'an. 5(1)-95)
9
NU membolehkan perempuan menjadi pemimpin dengan merujuk pada
prinsip utama Islam yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Selain itu, kebolehan perempuan menjadi pemimpin menurut NU tidak lepas dari
upaya menegakkan kemaslahatan yang berubah dengan perubahan masa.
Tuntutan publik, khususnya dari kalangan perempuan, untuk berpartisipasi aktif
dalam berbagai aspek kehidupan di ruang publik, mengharuskan NU untuk
menyikapinya secara arif dan bijaksana. Peran domestik perempuan tidak boleh
ditinggalkan dalam keadaan apapun. Seorang perempuan yang aktif di ruang publik
harus tetap menempatkan peran domestik sebagai peran utama yang harus
diprioritaskan. Peran domestik adalah pondasi peran publik perempuan, karena
keluarga adalah sumber kebahagiaan lahir dan batin. Jika keluarga berjalan secara
harmonis, maka aktivitas di ruang publik akan berjalan dengan tenang dan sukses.
Namun, jika keluarga mengalami masalah serius, maka kiprah di ruang publik akan
terganggu, dan perempuan tidak merasakan kebahagiaan hakiki. Oleh sebab itu,
konsep kepemimpinan perempuan dalam NU selalu berpegang para prinsip tawassuth,
yaitu moderasi peran domestik dan publik yang diharapkan mampu mewujudkan
kemaslahatan hakiki di dunia dan akhirat.9
Perempuan-perempuan shaleh adalah mereka yang taat melaksanakan
kewajiban pada suami, dan menjaga kehormatan dirinya, serta menjaga rumah tangga
dan harta benda milik suaminya tatkala para suami tidak ada dirumah termasuk
menjaga rahasia suami.
Keutamaan laki-laki ditinjau dari segi kekuatan akalnya serta kekuatan
fisiknya, sehingga kenabianpun menjadi hak bagi kaum laki-laki. Selain itu, sejarah
mencatat bahwa kehidupan sehari-hari dalam keluarga Nabi yang bersifat
kerumahtanggaan diserahkan sepenuhnya kepada istrinya.
9
Asmani, J. M. M. (2015). Kepemimpinan Perempuan: Pergulatan Wacana Di Nahdlatul Ulama (NU).
Addin, 9(1).
10
Sehingga tetap tidak ada yang membatasi seorang wanita menjadi pemimpin
dengan tetap memperhatikan qodratnya sebagai perempuan yang menstruasi,
mengadung, melahirkan, serta menjadi istri dan ibu yang baik.10
10
Hakim, Lukman. 2017. Mis-Interprestasi Ayat Kepemimpiman Laki Laki atas Perekpuan. Study
Quranika. 1(2), 252-255
11
BAB 3
PENUTUP
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat ketiga belas menjelaskan bahwa
keutamaan ajaran agama islam dengan menyamaratakan status manusia, namun yang
membedakan manusia adalah kualitas diri dalam hal kebaikkan ,amal baik dan
ketakwaannya selama di dunia. Tidak ada yang membatasi seorang wanita menjadi
pemimpin dengan tetap memperhatikan qodratnya sebagai perempuan yang
menstruasi, mengadung, melahirkan, serta menjadi istri dan ibu yang baik.
Faktor faktor yang mempengaruhi keterbatasan nya kepemimpinan perempuan
Islam adalah dengan adanya pemahaman yang menyimpang dan juga banyaknya
pemeluk agama Islam yang masih beropini bahwa laki laki yang terutama dalam
pemegang kekuasaan, dan satu satunya yang berhak yang menjadi seorang pemimpin.
12
DAFTAR PUSTAKA
13