DISUSUN OLEH :
1. ANITA NATALIA
2. UMMI KALSUM
JURUSAN PAI
b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan wanita di dalam Islam?
2. Bagaimana hukum kepemimpinan wanita dan wanita karier?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Wanita
Dalam al-Qur’an Allah menjelaskan mengenai kedudukan wanita, di
antaranya Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan
diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (at-Taubah: 71)
Dari ayat di atas dapat dipahami, bahwa pria dan wanita saling tolong-
menolong, teruatama dalam satu rumah tangga dan mempunyai tugas dan
kewajiban yang sama dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Namun ada
di antara perintah Allah yang ditujukan kepada masing-masing individu, seperti
melakukan shalat. Dalam melakukan hubungan vertikal, masing-masing pria dan
wanita mempunyai kewajiban tersendiri.
Allah swt berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki
maupun perempuan, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke
dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”(an-Nisa:124)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa karya wanita, dalam bentuk apa
pun dilakukannya adalah menjadi miliknya dan bertanggungjawab pula atas
(karyanya)itu, termasuk masalah ibadat, tidak tergantung kepada pihak pria,
bergantung kepada amalnya, baik maupun buruk.
Sebelum agama islam datang, kedudukan wanita sangatlah rendah. Mereka
dianggap tidak berhak mendapatkan harta warisan, malah mereka dianggap
sebagai harta, boleh dimiliki dan diperlakukan sesuka hati. Harta hanya monopoli
kaum pria saja, apalagi turut mengatur penggunaan harta tersebut.
Setelah islam datang, wanita mendapatkan angin segar. Mereka diperlakukan
sebagaimana layaknya manusia pada umumnya, tidak ada pilih kasih antara pria
dan wanita. Agama islam memandang wanita sebagai teman (pendamping) bagi
para pria, bukan budak yang diperlakukan sama dengan harta benda dan sebagai
pemuas hawa nafsu.
Sebelum menyoroti kepemimpinan wanita, ada baiknya diketahui lebih
dahulu beberapa perbedaan antara wanita dan pria. Dalam ilmu biologi, dijelaskan
bahwa wanita berbeda dengan pria dalam bentuk, sifat, dan susunan tubuh.
Bentuk dan seluruh tubuhnya sejak dalam rahim telah tersusun sedemikian rupa,
yang dipersiapkan untuk melahirkan dan memelihara bayi yang lahir itu.
Berdasarkan para pakar biologi dan anatomi menunjukkan bahwa wanita di waktu
datang bulan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut[8]:
Panasnya menurun
Kelambatannya pada denyut nadi, berkurang tekanan darah dan jumlah sel-
selnya sedikit
Kelenjar gondok dan kelenjar limpa serta keddua amandel mengalami
perubahan
Pengeluaran garam fosfat dan chlorid dari tubuh menjadi berkurang
Pencernaan terganggu
Kekuatan pernapasan melemah dan lat-alat pengucapan mengalami
perubahan khusus
Perasaan menjadi tumpul dan timbul perasaan malas
Kecerdasan dan daya konsentrasi berkurang
Pada tahun 1909 dr. Frasta Shafki mengadakan penelitian dengan cermat
dan berkesimpulan bahwa kekuatan berrpikir dan daya konsentrasi wanita
berkurang pada saat datang bulan. Kemudian setelah Prof. Kersby Shikavski
mengadakan percobaan psikologinya, beliau menyimpulkan syarafnya pada saat
datang bulan dan perasaannya pun menjadi tumpul. Perasaannya tertekan ketika
melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan sebelumnya. Misalnya dia seorang
sekretaris, dia akan keliru ketika mengetik dan lamban dalam mengerjakannya. Ia
sering salah menyusun kalimat. Bila ia seorang pengacara, pemaparan
argumentasinya sering kurang rasional. Bila ia menjadi seorang hakim, akan
terpengaruh pula dalam mengambil suatu keputusan. Jadi, pada saat datang bulan
organ syaraf dan pikiran wanita mengendor dan tidak teratur. Tabiatnya pun
mendadak berubah.
Lebih tampak lagi perubahan pada wanita saat hamil. Karena pada saat itu
kumpulan syaraf terganggu selama beberapa bulan dan keseimbangan pikiran juga
goyah. Dr. Fisher menjelaskan bahwa sekalipun wanita itu sehat, ia tetap
mengalami tekanan dalam berbagai hal di masa kehamilan. Kondisinya sering
terganggu. Ia sering bingung dan kemampuan berpikirnya pun berkurang.
Sesudah melahirkan, timbul lagi masalah baru yaitu sistem kerja tubuhnya
terganggu dan perlu waktu untuk menormalkan kondisinya itu, di samping sibuk
merawat anak dan menyusukannya.
Dengan demikian apabila wanita mendapat atau mengemban tugas pada
saat dia datang bulan, hamil, dan menyusui, tentu tugas yang diembannya itu tidak
dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Namun, apa yang digambarkan ini
adalah bersifat umum sebab dalam beberapa hal ada saja pengecualian yang
terjadi, seperti wanita yang bersifat seperti pria dan sebaliknya pria bersifat seperti
wanita.
B. Kepemimpina Wanita
a. Kepemimpinan wanita dalam Al-Qur’an
Yang menjadi titik tolak dalam masalah ini adalah Firman Allah SWT
surat an-Nisa ayat 34:
الِّر َج اُل َقَّواُم وَن َع َلى الِّنَس اِء ِبَم ا َفَّض َل ُهَّللا َبْع َض ُهْم َع َلٰى َبْع ٍض َو ِبَم ا َأنَفُقوا ِم ْن َأْم َو اِلِهْم
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.“
C. Wanita Karir
Wanita karier adalah wanita yang menekuni sesuatu atau beberapa pekerjaan
yang dilandasi oleh keahlian tertentu yang dimilikinya untuk mencapai suatu
kemajuan dalam hidup, pekerjaan , atau jabatan. Adapun ciri-ciri wanita karir,
yaitu :
a. Wanita yang aktif melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai suatu
kemajuan.
b. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan-kegiatan professional
sesuai bidang yang ditekuninya, baik bidang polittik, ekonomi, pemerintah,
maupun bidang-bidang lainnya.
c. Bidang pekerjaan yang ditekuni oleh wanita karir adalah bidang pekerjaan
yang sesuai dengan keahliannya dan dapat mendatangkan kemajuan dalam
kehidupan, pekerjaan, atau jabatan dan lain-lain.
Mencari nafkah bagi keluarga adalah tugas kaum pria, dan wanita secara
islam tidak bertanggung jawab atas pekerjaan ini. Namun wanita juga harus
mempunyai pekerjaan, karena dalam islam pengangguran dianggap tidak baik dan
tercela.
Pekerjaan yang paling baik untuk wanita yang sudah menikah adalah
mengurus keluarga. Mengurus rumah tangga, merawat anak dan sebagainya
adalah pekerjaan-pekerjaan yang paling mulia yang dapat dilakukan wanita.
Rasulullah saw. menegaskan : “Jihad seorang wanita adalah melayani suaminya
(dan merawatnya sebaik-baiknya)”
Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah saw. : “Bagaimana ganjaran
seorang wanita yang mengurus rumah?” Nabi menjawab : “Setiap wanita yang
berjalan untuk memperbaiki aturan rumahnya, mengambil sesuatu dan
memindahkannya ke tempat lain, akan mendapat rahmat dari Allah, dan barang
siapa yang mendapat berkah dari Allah, tidak akan disiksa kerena murka Allah”.
Ummu Salam bertanya lagi, “Ya, Rasulullah. Beritahukanlah, apa lagi ganjaran
bagi seorang wanita?” Rasulullah menjawab, “Bila seorang wanita hamil, Allah
akan memberinya ganjaran bagi seorang wanita seperti seorang laki-laki pergi
berjihad dengan semua harta dan kekayaannya. Lalu bila ia melahirkan anak, ia
akan mendengarkan sebuah panggilan ‘semua dosamu diampuni, mulailah hidup
yang baru.’ Setiap ia menyusukan banyinya itu dengan air susunya, Allah akan
memberinya ganjaran seperti orang yang memerdekakan seorang hamba sahaya”.
Islam tetap membolehkan kaum wanita terjun bekerja dalam kondisi terpaksa
dan dalam batas syari’at islam. Seorang muslimah harus mengerti bagaimana
bergaul dengan pria dan juga harus bisa membagi waktu untuk keperluan
pendidikan anak- anaknya dan untuk melayani suaminya dirumah.
Sebagai suri tauladan untuk wanita pekerja kita ambil contoh dua putrid nabi
Syu’aib as. Yang bekerja meringankan beban ayahnya, mereka tidak pernah
berbaur dengan penggembala pria yang sedang berebut mengambil air dari
sumbernya yang hanya satu itu. Setelah semua penggembala selesai mengambil
air barulah mereka menimba air tersebut dan memberi minum ternak- ternaknya.
Hal ini dikisahkan didalam Al- Qur’an surat Al- Qashash:23
َو َلَّم ا َو َر َد َم اَء َم ْد َيَن َو َج َد َع َلْيِه ُأَّم ًة ِم َن الَّناِس َيْس ُقوَن َو َو َج َد ِم ْن ُدوِنِهُم اْمَر أَتْيِن َتُذ وَداِن َقاَل َم ا َخ ْطُبُك َم ا َقاَلَتا ال
َنْس ِقي َح َّتى ُيْص ِدَر الِّرَعاُء َو َأُبوَنا َشْيٌخ َك ِبيٌر
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di
belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat
(ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua
wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua yang telah lanjut umurnya".
Perkataan kedua wanita itu mempunyai indikasi penting bahwa factor utama
yang menyebabkan mereka bekerja adalah ayahnya yang sudh lanjut usia.
Matanya sudah tidak bisa melihat lagi, usianya yang menua dan mata yang buta
menyebabkan Syu’aib as. harus beristirahat total. Di satu sisi dia tidak
menemukan orang yang dapat dipercaya untuk menjaga hartanya. Karena itulah
dengan sangat terpaksa kedua putrinya harus bekerja untuk membantu kedua
orang tuanya.
Seorang ibu yang menyibukkan diri dengan pendidikan anaknya dirumah
sangat memberikan arti yang mulia dan agung didepan mata social karena dengan
melakukan hal itulah justru seorang wanita dapat mempersiapkan generasi umat
yang shalih shalihah. Sebaiknya pula wanita berdiam diri didalam rumah dan
mencari aktifitas yang sesuai dengan fitrahnya. Mereka yang dapat membaca
buku, mengadakan penelitian tentang sesuatu yang bermanfaat atau menambah
pengetahuan serta keterampilan. Mereka dapat menekuni kegiatan-kegiatan
menggambar, melukis, menjahit, merenda, dan sebagainya. Dari hasil kegiatan
semua itu, ia membantu keluarganya di bidang ekonomi dan juga dapat
menyumbangkan tenaganya bagi masyarakat dengan menghasilkan sesuatu yang
ditemukan.
Beberapa wanita bekerja dirumah dan yang lain lebih suka bekerja diluar
rumah. Pilihan itu mungkin berdasarkan sebab-sebab ekonomis atau sebab yang
lain. Dalam hal ini, pekerjaan yang paling baik adalah menjadi perawat. Rumah
sakit adalah tempat yang baik bagi wanita untuk bekerja sebagai perawat maupun
dokter. Pekerjaan ini sangat cocok dengan sifat-sifat kewanitaan, dan juga
ditempat-tempat itu wanita jarang harus berkumpul dengan laki-laki yang
bukan muhrimnya.
Berikut ini adalah saran-saran bagi wanita yang ingin bekerja diluar rumah, antara
lain :
1. Rundingkanlah dengan suami Anda sebelum Anda memulai suatu pekerjaan.
Adalah hak suami Anda untuk menerima dan menolak keinginan Anda untuk
bekerja.
Para pria pun disarankan untuk tidak berkeras dengan membenarkan istrinya
bekerja di luar rumah kecuali jika pekerjaan itu dianggap tidak sesuai
baginya.
2. Kaum wanita harus memperhatikan hijab islam (kerudung) bila tidak berada
dirumah. Mereka juga harus menghindari terlalu banyak bergaul dengan para
pria yang bukan muhrimnya.
3. Kaum wanita harus berhati-hati, walapun mereka bekerja diluar rumah,
mereka tetap diharapkan oleh suami dan anak-anak untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan seperti mengurus rumah, memasak, mencuci, dan lain
sebagainya.
4. Bila seorang wanita merasa bahwa dengan tambahan pekerjaan dan tanggung
jawab diatas, ia harus mengerjakan pekerjaan yang lain lagi, maka ia harus
sependapat dengan suaminya dan bekerja dengan seizinnya dan atas
nasihatnya pula. Bila suami tidak sependapat, maka ia harus melupakan
pekerjaannya itu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan wanita, Setelah islam datang,
wanita mendapatkan angin segar. Mereka diperlakukan sebagaimana layaknya
manusia pada umumnya, tidak ada pilih kasih antara pria dan wanita. Agama
islam memandang wanita sebagai teman (pendamping) bagi para pria, bukan
budak yang diperlakukan sama dengan harta benda dan sebagai pemuas hawa
nafsu.
Dengan mempertimbangkan pemahaman normativitas para ulama klasik
dan sebagian modern, kenyataan historisitas munculnya pemimpin-pemimpin
wanita Islam dalam sejarah, kemudian kondisi fisik dan psikis kaum wanita di
atas, maka seorang wanita bisa menjadi pemimpin dalam berbagai sektornya.
Dalam hal ia menjadi kepala Negara, maka dibolehkan dalam konteks simbolik
untuk mempersatukan elemen bangsa. Kepemimpinan wanita dapat dibenarkan
asalkan saja tidak melupakan tugas dan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga,
karena tugas tersebut tidak dapat digantikan suami maupun pembantu.
Wanita karier adalah wanita yang menekuni sesuatu atau beberapa
pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian tertentu yang dimilikinya untuk mencapai
suatu kemajuan dalam hidup, pekerjaan, atau jabatan.
Wanita karir dalam pandangan Islam diperbolehkan asalkan tetap menjalankan
kodratnya sebagai wanita dan tidak melupakan tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Ali. 1997. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Amini, Ibrahim. 1996. Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami-Istri. Bandung:
al-Bayan. Diterjemahkan oleh Alawiyah Abdurrhman
Yanggo, Chuzaimah T dan Hafiz Anshary. 2002. Problematika Huku Islam
Kontemporer. Jakarta: PT Pustaka Firdaus
Hamidah, Tutik. 2011. Fiqih Perempuan Berwawasan Keadilan Gender. Malang:
UIN Maliki Press
Yasin, Maisar Binti. 2003. Wanita Karir dalam Perbincangan. Jakarta: Gema
Insani Press
Sudrajat, Ajat. 2008. Fiqih Aktual. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press