Anda di halaman 1dari 2

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dianggap belum

mampu memenuhi reformasi di bidang hukum. Sebagian kalangan menilai menjelang tiga tahun
pemerintahannya, belum ada hasil signifikan yang dihasilkan pemerintah dalam hal penegakan
hukum dan keadilan masyarakat.
Tetapi taji dari saber pungli juga masih belum maksimal dan harus ditingkatkan karena birokrasi di
tingkat institusi masih mengkhawatirkan.
Kemudian yang kedua dari sisi aktor.
Terakhir terkait budaya. Munculnya beberapa peristiwa seperti pembakaran yang dilakukan massa
menjadi cermin rasa frustasi masyarakat terhadap kepercayaan kinerja para aparat penegak hukum.
Menurut Arfianto, pandangan publik saat ini hukum hanya berlaku bagi golongan masyarakat bawah
dan tumpul terhadap para pejabat yang mempunyai kekuasaan.
Sementara itu, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Eryanto Nugroho
menjelaskan tiga tahapan dalam reformasi hukum. Pertama konsep yang disiapkan, tantangan yang
dihadapi dan bagaimana tantangan hukum ke depan. Menurut Eryanto konsep reformasi hukum
bukan hanya dari paket kebijakan tahun 2016 saja, tetapi harus dilihat jauh ke belakang mulai dari
Nawacita Presiden Jokowi serta visi dan misi yang disampaikan pada saat Pemilu 2014.
Kemudian masuk pada tantangan saat ini adalah penyalahgunaan budaya hukum, reformasi di sektor
aparat penegak hukum dan penataan regulasi. Program ini menurutnya tidak jelas arah tujuan,
apalagi ketika itu Menkumham Yasonna Laoly pernah mengatakan untuk menembak jika ada pelaku
perampokan. Hal ini cukup membingungkan karena pejabat setingkat menteri justru mengatakan hal
seperti itu sedangkan di sisi lain penyiksaan yang terjadi pada pelaku atau terduga pelaku kejahatan
dalam proses hukum masih tinggi. “Di LBH Jakarta saja ada 10-20 laporan tiap tahun,” imbuhnya.
Kemudian juga terkait Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas yang memungkinkan pembubaran
Ormas tanpa melalui proses peradilan. Hal ini menurut Eryanto justru menciderai asas due process of
law karena ada kesan pemerintah memang sengaja tidak ingin melewati mekanisme pengadilan
dalam membubarkan Ormas yang diduga bermasalah.
Banyaknya aparat penegak hukum yang diduga melakukan korupsi menurutnya juga menjadi catatan
tersendiri. Sepanjang 2016 saja, kata Eryanto, sudah ada 41 oknum yang ditangkap KPK, jumlah ini
bisa saja menjadi lebih besar bahkan bukan tidak mungkin mencapai angka 50 orang nantinya.
Terkait serangan kepada KPK yang terjadi akhir-akhir ini, Eryanto meminta agar pemerintah juga
turun tangan menunjukkan keberpihakannya kepada lembaga antirasuah. Sebab saat ini seakan tidak
ada langkah nyata yang diambil terkait beragam serangan yang justru dianggap ingin memperlemah
kinerja KPK memberantas kasus korupsi.
Begitu juga saat adanya serangan kepada pribadi seperti pimpinan maupun penyidik KPK. Eryanto
mencontohkan pada saat terjadi kriminalisasi dua pimpinan KPK Bambang Widjojanto dan juga
Abraham Samad, tidak ada sikap nyata pemerintah dalam menanggapi hal tersebut. Dan ini berlanjut
pada penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, pemerintah hanya menyampaikan kecamannya
saja. “Tapi langkah dukungan kurang cukup diperlihatkan,” tuturnya.
Secara keseluruhan Eryanto menilai jika konsep yang dilakukan pemerintah Jokowi-JK dalam
penegakan hukum sudah sangat baik. Namun, itu baru sekedar konsep semata, sedangkan sikap
nyata yang dilakukan masih jauh dari yang diharapkan karena tidak terlihat konsistensi yang
dilakukan. Sikap pemerintah saat ini cenderung ke arah politik bukan penegakan hukum seperti yang
diharapkan masyarakat.
Alasan Pemerintah
Menanggapi hal ini Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ifdhal Kasim mengakui jika penegakan
hukum yang dilakukan pemerintah belum maksimal. Tetapi ia membeberkan sejumlah alasan
mengapa hal tersebut terjadi. Pada tahun pertama pemerintah memang fokus pada peningkatan
sektor ekonomi yang secara spesifik di sektor infrastruktur untuk menjaga konektifitas antar wilayah
di Indonesia.
Dan mulai 2016 lalu, pemerintah mulai bergerak ke sektor hukum yang salah satunya terkait
penataan regulasi. Alasannya, saat ini banyak aturan yang bertabrakan satu sama lain baik itu antar
kementerian/lembaga maupun aturan pemerintah daerah dan pusat sehingga membingungkan para
pelaku sektor usaha dalam menjalankan bisnisnya.
Ini yang coba dipangkas lewat penataan regulasi. Yang jalankan penanggung jawab BAPPENAS,
meminta kementerian laporkan regulasi. Timbunan regulasi besar, misal ada regulasi yang tidak
fungsional harusnya mati tapi tetap hidup.
Kemudian hadirnya tim Saber Pungli menurut Ifdhal juga menjadi komitmen pemerintah dalam
bidang hukum. Harapannya agar masyarakat maupun pelaku usaha sudah tidak lagi membayar
pungutan selain yang sudah ditetapkan pemerintah secara resmi. Terkait hal ini, ia juga mengakui
kinerjanya belum maksimal.
Selanjutnya terkait kapasitas sesak lembaga pemasyarakatan yang saat ini sedang dikaji solusinya.
Penambahan lokasi penahanan menurut Ifdhal hanya menjadi solusi instant dalam menyelesaikan
masalah itu. Menurutnya perlu ada pembenahan sistem hukum pidana bahwa tidak semua hukuman
merupakan kurungan badan sehingga kelebihan kapasitas bisa berkurang.

Anda mungkin juga menyukai