Anda di halaman 1dari 16

METODE KUALITATIF

A. Metode Penelitian Kualitatif


Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus
penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk
memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil
penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian
kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat
dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang
digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data,
memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.
Penelitian kualitatif lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatif dan
menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu,
dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup fokus. Sifat dari jenis
penelitian ini adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah
relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam(Wikipedia: 2009).
Menurut Brannen (1997: 9-12), secara epistemologis memang ada sedikit
perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Jika penelitian kuantitatif selalu
menentukan data dengan variabel-veriabel dan kategori ubahan, penelitian kualitatif justru
sebaliknya. Perbedaan penting keduanya, terletak pada pengumpulan data. Tradisi
kualitatif, peneliti sebagai instrument pengumpul data, mengikuti asumsi cultural, dan
mengikuti data.
Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif) adalah penelitian
yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses
penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang diterapkan
secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan
dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus
tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif
banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Penelitian kualitatif mencakup
berbagai pendekatan yang berbeda satu sama lain tetapi memiliki karakteristik dan tujuan
yang sama. Berbagai pendekatan tersebut dapat dikenal melalui berbagai istilah seperti:
penelitian kualitatif, penelitian lapangan, penelitian naturalistik, penelitian interpretif,
penelitian etnografik, penelitian post positivistic, penelitian fenomenologik, hermeneutic,
humanistik dan studi kasus.
Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti
transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak
lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang
memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk
memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional.
Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif.
Menurut Strauss dan Corbin (1997: 11-13), yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat
dicapai (diperoleh)dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain
dari kuantifikasi(pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk
penelitian tentangkehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi,
aktivitas sosial, danlain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah
pengalaman para penelitidimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan
memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadang kala merupakan sesuatu
yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Bogdan dan Taylor (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah
salah satu prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau
tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu
menghasil kan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang
dapat diamati dari suatu individu,kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu
dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh,
komprehensif, dan holistik. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman
yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman
tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis
terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut
kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang
kenyataan-kenyataan (Hadjar, 1996 dalam Basrowi dan Sukidin, 2002: 2). Konsep dan
Ragam Penelitian Kualitatif Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler (1986: 9)
pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan
pengamatan kuantitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri
tertentu.
Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa
yang menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu pengamat pengamat mulai mencatat atau
menghitung dari satu, dua, tiga dan seterusnya. Berdasarkan pertimbangan dangkal
demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap
penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata dan perhitungan statistik
lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau
angka atau kuantitas. Di pihak lain kualitas menunjuk pada segi alamiah yang
dipertentangkan dengan kuantum atau jumlah tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah
maka kemudian penelitian kualitatif tampaknya diartikan sebagai penelitian yang tidak
mengadakan perhitungan. Pemahaman yang demikian tidak selamanya benar, karena
dalam perkembangannya ada juga penelitian kualitatif yang memerlukan bantuan angka-
angka seperti untuk mendeskripsikan suatu fenomena maupun gejal ayang diteliti. Dalam
perkembangan lebih lanjut ada sejumlah nama yang digunakan para ahli tentang
metodologi penelitian kualitatif (Noeng Muhadjir. 2000: 17) seperti : interpretif grounded
research, ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik,
heuristik,hermeneutik, atau holistik, yang kesemuanya itu tercakup dalam klasifikasi
metodologi.

1. Masalah dalam Penelitian Kualitatif


Setiap penelitian baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif selalu berangkat dari
masalah. Namun terdapat perbedaan yang mendasar antara “masalah “ dalam penelitian
kualitatif “masalah “ yang akan di pecahkan melalui penelitian harus jelas, spestik, yang di
bawa oleh peneliti masih remang-remang, bahkan gelap kompleks dan dinamis. Oleh
karena itu, “masalah “ dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, tentative dan
akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan.
Dalam penelitian kualitatif, akan terjadi tiga kemungkinan terhadap “masalah“ yang
di bawa oleh peneliti dalam penelitian[1]. Yang pertama masalah yang di bawa oleh
peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir penelitian sama. Yang kedua “masalah”
yang di bawa peneliti setelah memesuki penelitian berkembang yaitu memperluas atau
memperdalam masalah yang telah di siapkan. Dengan demikian tidak terlalu banyak
perubahan, sehingga judul penelitian cukup di sempurnakan. Yang ketiga sehingga harus
di “ganti” masalah. Dengan denikian judul proposal dengan judul penelitian tidak sama
dengan judulnya dig anti. Dalam institusi tertentu, judul yang diganti ini sering mengalami
kesulitas administrasi. Oleh karena itu institusi yang menangani penelitian kualitatif, harus
mau dan mampu menyesuaikan dengan karakteristik masalah kualitatif ini.
Peneliti kualitatif yang merubah masalah atau ganti judul penelitiannya setelah
memasuki lapangan penelitian atau setelah selesai,merupakan peneliti kualitatif yang lebih
baik, karena ia di pandang mampu melepaskan apa yang telah di pikirkan sebelumnya, dan
selanjudnya mampu melihat fenomena secara lebih luas dan mendalam sesuai dengan apa
yang terjadi dan berkembang pada situasi social yang di teliti. Kemungkinan masalah
sebelum dan sesudah ke lapangan dalam penelitian kualitatif dapat di gambarkan sebagai
berikut:
Terdapat perbedaan antara masalah dan rumusan masalah. Seperti telah di
kemukakan bahwa, masalah adalah merupakan penyimpangan antara yang seharusnya
dengan yang terjadi. Sedangkan rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian yang di
susun di dasarkan masalah yang harus di carikan jawabannya melalui pengumpulan data.
Dalam usulan penelitian, sebaiknya masalah tersebut perlu di tunjukan dengan data.
Misalnyy ada masalah tentang kualitas SDM yang masih rendah, maka perlu di tunjukan
data kualitas SDM tersebut, melelui Human Developmen Index misalnya. Masalah
kemiskinan perlu di tunjukan data tentang jumkah penduduk yang miskin, masalah korupsi
perlu di tunjukan jumlah koruptor,dsb.
Data tentang masalah bias berasal dari dokumentasi hasil penelitian, pengawasan,
evaluasi, pengamatan pendahuluan, dan pertanyaan orang-orang yang patut di percaya.

2. Fokus Judul Penelitian


Salah satu asumsi tentang gejala dalam penelitian kuantitatif adalah bahwa gejala
dari suatu objek itu sifat tunggal dan parsial. Dengan demikian berdasarkan gejala tersebut
peneliti kuantitatif dapat menemukan variable-variabel yang akan di teliti. Dalam
pandangan penelitian kualitatif, gejala itu bersifat holistic ( Mnyeluruh tidak dapat di
pisah-pisahkan ), sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya
berdasarkan fariabel penelitian , tetapi keseluruhan situasi social yang di teliti yang
meliputi aspek tempat (plase), peleku (actor) dan aktivitas (activity) tang berinteraksi
secara sinergis.
Karena terlalu luasnya masalah, maka dalam rangka penelitian kuantitatif, peneliti
akan membatasi penelitian dalam satu atau lebih variable. Dengan demikien dalam
penelitian kuantitatif ada yang di sebut batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian
kualitatif di sebut dengan focus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. [2]
Pembatasan dalam penelitian kualitatif lebih di dasarkan pada tingkat kepentingan,
urgensi feabilitas masalah yang akan di pecahkan selain juga factor keterbarasan tenaga ,
dana dan waktu. Suatu masalah di katakana penting apabila masalah tersebut tidak di
pecahkan mekalui penelitian, maka akan semakin menimbulkan masalah baru. Masalah
dikatakan urgen (mendesak) apabila masalah tersebut tidak segera di pecahkan melelui
penelitian, maka akan semakin kehilangan berbagai kesempatan untuk mengatasi. Masalah
dikatakan fasible apabila terdapat berbagai sumber daya untuk memecahkan masalah
tersebut. Untuk menilai masalah tersebut penting, urgen, dan feasible,maka perlu
dilakukan melalui analisa masalah.
Dalam mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menentapkan focus. Spradley
menyatakan bahwa “A focused refer to single cultural domain or a few related dominains”
maksudnya adalah bahwa, focus itu merupakan domain yang terkait dari situasi social.
Dalam pemelitian kualitatif, penentuan focus dalam proposal lebih di dasarkan pada
tingkat kebaruan informasi yang akan di peroleh dari situasi social (lapangan).
Kebaruan informasi itu bias berupa upaya untuk memahami secara lebih luas dan
mendalam tentang situasi social, tetapi juga ada keinginan untuk menghasilkan hipotesis
atau ilmu baru dari situasi social yang di teliti. Fokus yang sebenarnya dalam penelitian
kualitatif di peroleh setelah peneliti melakukan grand tour observation dan grand tour
question atau yang di sebut dengan penjelajahan umun. Dari penjelajahan umum ini
peneliti akan memperoleh gambaran umum menyeluruh yang masih pada tahap permukaan
tentang situasi social. Untuk dapat memehami secarah lebih luas dan mendalam, Maka di
perlukan pemilihan fokus penelitian.
Spladley dalam sanapiah faisal (1988) mengemukakan empat alternative untuk
menetapkan fokus yaitu :
1. Menetapkan fokus pada permasalahan yang di sarankan oleh informal
2. Menetapkan fokus berdasarkan domain-domain tertentu organizing domain
3. Menetapkan fokus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek
4. Menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang
telah ada

3. Bentuk Rumusan Masalah


Berdasarkan level of explanation , suatu gejala, maka secara umum terdapat tiga
bentuk rumusan masalah, yaitu rumusan masalah deskriptif, komparatif dan assosiatif.[3]
a. Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang memandu peneliti
untuk mengekslorasi dan atau memotret situasi social yang akan di teliti secara
menyeluruh, luas dan mendalam.
b. Rumusan masalah komperatif adalah rumusan masalah yang memandu peneliti untuk
membandingkan antara konteks social atau domain satu di bandingkan dengan yang lain.
c. Rumusan masalah assosiatif atau hubungan adalah rumusan masalah yang memandu
peneliti untuk mengkonstruksi hubungan antara situasi social atau domain satu dengan
yang lainnya. Rumusan masalah assosiatif di bagi menjadi tiga yaitu, hubungan simetris,
kausal dan reciprocal atau interaktif. Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat
sebab akibat. Selanjutnya hubungan reciprocal adalah hubungan yang saling
mempengaruhi. Dalam penelitian kualitatif hubungan yang di amati atau di temukan
adalah hubungan yang bersifat reciprocal atau interaktif.

Dalam penelitian kuantitatif, ketiga rumusan masalah tersebut terkait dengan variable
penelitian, sehingga rumusan masalah peneleti sangat spesifik, dan akan digunakan
sebagai panduan bagi peneliti untuk menentukan landasan teori, hipotesis, insrumen, dan
teknik analisis data.
Dalam peneletian kualitatif seperti yang teleh di kemukakan, rumusan masalah yang
merupakan fokus penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
peneliti masuk lapangan atau situasi social tertantu. Namun demikian setiap peneliti baik
peneliti kuantitatif mau pun kualitatif harus membuat rumusan masakah. Pertanyaan
penelitian kualitatif di rumuskan dengan maksud untuk memahami gejala yang kompleks
dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain (in context). Peneliti yang meggunakan
pendekatan kualitatif, pada tahap awal penelitiannya. Ia akan mengembqangkan fokus
penelitian sambil mengumpulkan data. Proses seperti ini di sebut “emergent desingn”
(Loncoln dan Guba, 1985:102).
Dalam penelitian kualitatif, pertanyaan penelitian tidak di rumuskan atas dasar definisi
operasional penelitian tidak di rumuskan atas dasar definisi operasional dari suatu variable
penelitian. Pertanyaan penelitian kualitatif di rumuskan dengan maksud untuk memahami
gejala yang kompleks, intiraksi social yang terjadi, dan kemungkinan di temukan hipotesis
atau teori baru.

4. Judul Penelitian Kualitatif


Judul dalam penelitian kualitatif pada umumnya di susun berdasarkan masalah yang
telah ditetapkan.Dengan demikian judul penelitiannya harus sudah spesifik dan
mencerminkan permasalahan dan variabel yang akan di teliti, judul penelitian kuantitatif
digunakan sebagai pegangan peneliti untuk menetapkan variabel yang akan di teliti, teori
yang di gunakan, instrument penelitian yang dikembangkan, teknik analisis data, serta
kesimpulan.
Dalam penelitian kualitatif, karena masalah yang dibawa oleh peneliti masih bersifat
sementara , dan bersifat (Menyeluruh),maka judul dalam penelitian kualitatif yang di
rumuskan dalam proposal juga masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah
memasuki lapangan. Judul laporan penelitian kualitatif yang baik justru berubah, atau
mungkin diganti. Judul penelitian kualitatif yang tidak berubah, berati peneliti belum
mampu menjelajah secara mendalam terhadap situasi social yang di telitih sehingga belum
mampu mengembangkan pemahaman yang luas dan mendalam terhadap situasi social
yang di teliti (situasi social= obyek yang di teliti)
Judul penelitian kualitatif tentu saja tidak harus mencerminkan permasalahan dan
variabel yang di teliti, tetapi lebih pada usaha untuk mengungkapkan fenomena dalam
situasi social secara luas dan mendalam,serta mengemukakan hipotesis dan teori.

Berikut ini di berikan beberapa contoh judul penelitian kualitatif.


1. Mengembangkan model Perencanaan yang efektif, di eropa otonomi Daerah
2. Organisasi Pemerintahan yang Efektif dan Efesien pada Era Otonomi Daerah.
3. Membangun Iklim Kerja yang Kondusif.
4. Pengembangan Kepemimpinan Berbasis Budaya.
5. Pengembangan Sistem Pengawasan Efektif
6. Makna Menjadi Pegawai Negri Sipil bagi Masyaraka.
7. Makna Pembangunan Bagi Masyarakat Miskin
8. Pengembangan Body language yang menarik Bagi Konsumen Masyarakat
Yogyakarta
9. Strategi Hidup Masyarakat yang Tanah dan Rumahnya Tergusur
10. Manajemen keluarga Petani dalam Menyekolahkan Anak-anaknya
11. Model Belajar anak yang berprestasi
12. Profil Guru yang Efektif Mendidik Anak
13. Makna Upacara-upacara Tradisional Bagi Masyarakat Tertentu
14. Pola Perkembangan Karir bagi Orang-orang Sukses
15. Makna Gotongroyong Bgi Masyarakat Modern
16. Mengapa SDM masyarakat Indonesia Tidak Berkualitas?
17. Mengapa Korupsi sulit Diberantas di Indonesia?
18. Menelusuri Pola Supply and Demand Narkoba
19. Makna Sakit Bagi Pasien
20. Pola Manajemen Pedagang yang Di duga punya’Pesugihan”
21. Pengembangan Model Pendidikan Berbasis Produksi
22. Mengapa Para Pemimpin Indonesia Gagal Membangun Bangsa
23. Mengadili Koruptir dengan Pendekatan Ilmiah
24. Kesejahteraan Menurut Orang Miskin
25. Model Pengembangan SDM Bngsa dalan Upaya Mencapai Keunggulan Komperatif

5. Teori dalam penelitian Kualitatif


Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori.
Dalam penelitian kuantitatif, teori yang di gunakan harus sudah jelas, sebagai dasar untuk
merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrument penelitian. Oleh
karena itu, landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa
yang akan dipakai.
Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti masih
bersifat sementara, maka teori yang digunakan dalam penyusunan proposal peneliti
kualitatif juga masih bersifat sementara,dan akan berkembang setelah peneliti mamasuki
lapangan atau konteks social. Dalam kaitannya dengan teori, kalau dalam penelitian
kualitatif itu bersifat menguji hipotesis atau teori, sedangkan dalam penelitian kualitatif
bersifat menemukan teori.
Dalam penelitian kuantitatif jumlah teori yang digunakan sesuai dengan jumlah
variabel yang diteliti, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik, jumlah
teori yang harus dimiliki oleh penelitian kualitatif jauh lebih banyak karena harus
disesuaikan dengan fenomena yang berkembang di lapangan. Penelitian kualitatif akan
lebih profesional kalau menguasai semua teori sehingga wawasannya akan manjadi lebih
luas, dan dapat menjadi instrument penelitian yang baik. Teori bagi penelitian kualitatif
akan berfungsi sebangai bekal untuk bisa memahami konteks sosial secara lebih luas dan
mendalam. Walaupun peneliti kulitatif dituntut untuk mengguasai teori yang luas dan
mendalam, namun dalam melaksanakan penelitian kualitatif, peneliti kualitatif harus
mampu melaksanakan teori yang di miliki tersebut dan tidak digunakan sebagai panduan
untuk wawancara, dan observasi. Peneliti kualitatif di tuntut dapat menggali data
berdasarkan apa yang diucapkan, dipasakan, dilakukan oleh partisipan atau sumber data.
Peneliti kualitatif harus bersifat “perspektif emic”[5] artinya memperoleh data bukan
“sebagaimana seharusnya”,bukan berdasarkan,apa yang terjadi dilapangan, yang di alami,
di rasakan,dan difikirkan oleh partisipan/sumber data.
Oleh karena itu peneliti kualitatif harus berbekal teori yang luas sehingga mampu
menjadi “human instrument“ yang baik. Dalam hal ini Bong and Gall 1988 menyatakan
bahwa “Qualitative research is much more difficult to do well than quantitative research
because the data collected are usually subjective and the main measurement tool for
collcted data is the investigator himself”. Penelitian kualitatif lebih sulit bila dibandingkan
dengan penelitian kuantitatif, karena data yang terkumpul bersifat subjektif dan instrument
sebagai alat pengumpul data adalah peneliti itu sendiri.
Untuk dapat menjadi instrument penelitian yang baik, peneliti kualitatif di tuntut
untuk memiliki wawasan teoritis maupun wawasan yang terkait dengan konteks sosial
yang di teliti yang berupa niai, budaya, keyakinan, hokum, adat istiadat yang terjadi dan
berkembang pada konteks sosial tersebut. Bila peneliti tidak memiliki wawasan yang
luas, maka peneliti akan sulit membuka pertanyaan kepada sumber data, sulit memahami
apa yang terjadi, tidak akan dapat melakukan analisis secara induktif terhadap data yang di
peroleh. Sebagai contoh seseorang peneliti bidang kesehatan saja akan mengalami
kesulitan. Demikian juga peneliti yang berlatar belakang pendidikan, akan sulut untuk
bertanya dan memahami bidang antropologi.
Peneliti kualitatif di tuntut mampu mengorganisasikan semua teori yang di baca.
Landasan teori yang di tuliskan dalam proposal penelitian lebih berfungsi untuk
menunjukan seberapa jauh peneliti walaupun masih permasalahan tersebut bersifat
sementara itu. Oleh karena itu landasan teori yang di kemukakan tidak merupakan harga
mati, tetapi bersifat sementara. Peneliti kualitatif setuju di tuntut untuk melakukan
grounded research, yaitu menemukan teori berdasarkan data yang di peroleh di lapangan
atau situasi social.

6. Teknik Pengambilan Sample


Teknik pengambilan sampling adalah teknik pengambilan sampel. Untuk
menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik
sampling yang digunakan.
Dalam sebuah penelitian baik itu skripsi, tesis, maupun desertasi, keberadaan sampel
memiliki peran yang sangat vital. Hal ini dikarenakan sampel penelitian dijadikan sebagai
sumber pengambilan data baik itu secara kuantitatif maupun kualitatif. Menurut Sugiyono ,
sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan
pengertian dari populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Teknik sampling sangatlah diperlukan dalam sebuah penelitian karena hal ini
digunakan untuk menentukan siapa saja anggota dari populasi yang hendak dijadikan
sampel. Untuk itu teknik sampling haruslah secara jelas tergambarkan dalam rencana
penelitian sehingga jelas dan tidak membingungkan ketika terjun dilapangan.
Sugiyono mengelompokkan teknik sampling menjadi 2 (dua)[6] yaitu Probability
Sampling dan Nonprobability Sampling. Probability Sampling yaitu teknik pengambilan
sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel. Probability Sampling terdiri dari 4 (empat) macam yang
akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Simple Random Sampling
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
2. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan
berstrata secara proporsional.
Contoh: Suatu perusahaan memiliki pegawai dengan pendidikan berstrata lulus (S1 = 50
orang; S2 = 30 orang; SMK = 800 orang; SMA = 400 orang; dan SD = 300 orang). Maka
contoh pengambilan sampel dengan teknik ini adalah dengan asumsi 10% dari populasi
masing-masing strata yang diambil. Jadi dari S1 diambil 5 orang (acak), S2 diambil 3
orang (acak), SMK diambil 80 orang (acak), SMA diambil 40 orang (acak), dan SD
diambil 30 orang (acak). Maka total sampel yang diambil adalah 5+3+80+40+30 = 158
orang.
3. Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi
kurang proporsional.
Contoh: Suatu perusahaan memiliki pegawai dengan pendidikan berstrata lulus (S1 = 50
orang; S2 = 30 orang; SMK = 800 orang; SMA = 400 orang; dan SD = 300 orang). Maka
pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara bebas (seenaknya) yaitu S1
diambil 50 orang atau semua populasi S1 dan S2 diambil 30 orang atau semua populasi S2.
Sementara kelompok strata yang lain diabaikan karena jumlah populasinya terlalu besar.
Sehingga total sampel yang digunakan adalah 50 + 30 = 80 orang.
4. Cluster Sampling (Area Sampling)
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti
atau sumber data sangat luas.
Contoh: Di kota Banyuwangi terdapat 30 SMP sebagai populasi. Karena itu pengambilan
sampelnya ditentukan sebesar 15 SMP saja dengan pemilihan secara random (acak).
Teknik sampel ini terdiri dari 2 tahap, yaitu (1) tahap penentuan sampel daerah, dan (2)
tahap penentuan orang-orang yang ada di daerah itu.
Sedangkan pada Nonprobability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang
tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel. Nonprobability Sampling terdiri dari 6 (enam) macam
yang akan dijabarkan sebagai berikut ini:
1. Sampling Sistematis
Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota
populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya jumlah populasi 100 orang dan masing-
masing diberi nomor urut 1 s/d 100. Sampelnya dapat ditentukan dengan cara memilih
orang dengan nomor urut ganjil (1,3,5,7,9,…, dst) atau memilih orang dengan nomor urut
genap (2,4,6,8,…,dst).
2. Sampling Kuota
Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai
ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan.
Misalnya ingin melakukan penelitian tentang pendapat mahasiswa terhadap layanan
kampus. Jumlah sampel yang ditentukan adalah 500 mahasiswa. Kalau pengumpulan data
belum mencapai kuota 500 mahasiswa, maka penelitian dipandang belum selesai.
3. Sampling Insidental
Sampling Insidental adalah tekik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,
bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
4. Sampling Purposive
Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Teknik ini paling cocok digunakan untuk penelitian kualitatif yang tidak melakukan
generalisasi.
Misalnya penelitian tentang kualitas makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang
yang ahli makanan atau ahli gizi.
5. Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Hal ini sering digunakan untuk penelitian dengan jumlah sampel dibawah
30 orang, atau untuk penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan tingkat kesalahan
yang sedikit atau kecil.
Misalnya jika jumlah populasi 20 orang, maka 20 orang tersebutlah yang dijadikan sampel.
6. Snowball Sampling
Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil,
kemudian membesar. Misalnya suatu penelitian menggunakan sampel sebanyak 10 orang,
tetapi karena peneliti merasa dengan 10 orang sampel ini datanya masih kurang lengkap,
maka peneliti mencari orang lain yang dirasa layak dan lebih tahu tentang penelitiannya
dan mampu melengkapi datanya.

Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive
sampling dan snowball sampling.
Lincoln dan Guba (1985) mengemukakan bahwa penentuan sampel dalam penelitian
kualitatif sanagt berbeda dengan penentuan sampel dalam penelitian kualitatif. Penentuan
sampel dalam kualitatif tidak didasarkan pada perhitungan statistik. Sampel yang dipilih
berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan.
Dalam penelitian kualitatif spesifikasi sampel tidak ditentukan sebelumnya. Ciri-ciri
khusus purposive, yaitu:
a. Emergent sampling design/sementara
b. Serial selection of sample/menggelinding seperti bola salju (snowball)
c. Continuous adjustment of ‘focusing’ of the sample /disesuaikan dengan kebutuhan
d. Selection to the point of redundancy/dipilh sampai jenuh.

Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan peneliti mulai memasuki
lapangan dan selama penelitian berlangsung (emertgent sampling deisgn). Caranya, yaitu
peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbang akan memberikan data yang diperlukan.
Selanjutnya berdasarkan data atau hasil yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu,
peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data
lebih lengkap.
Dalam proses sampel seperti dijelaskan di atas, berapa sampel tidak dapat ditentukan
sebelumnya. Dalam sampel purposive, besar sampel ditentukan oleh pertimbangan
informasi. Dalam hubungan S. Nasution (1988) menjelaskan bahwwa unit sampel
(responden) dianggap telah memadai apabila telah sampai pada tarf “redundancy” (datanya
telah jenuh, ditambah sampel lahi tidak memberiakn informasi yang baru), artinya bahwa
dengan menggunakan responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh
tambahan informasi baru yang berarti.
Dalam proposal penelitian kualitatif, sampel sumber data yang dikemukakan masih
bersifat sementara. Namun demikian pembuatan proposal menyebutkan siapa-siapa yang
kemungkinan akan digunakan sebagai sumber data. Misalnya akan meneliti gaya belajar
anak jenius, maka kemungkinan sampel sumber datanya adalah orang-orang yang
dianggap jenius, keluarga, guru yang membimbing, serta kawan-kawan dekatnya.
Dalam proposal penelitian, peneliti telah merencanakan A sebagai orang pertama
sebagai sumber data. Informan awal ini sebaiknya dipilih orang bisa “membukakan pintu”
untuk mengenali keseluruhan medan secara luas. Selanjutnya oleh A disarankan ke B dan
C. Dari C dan B belum memperolah data yang lengkap, maka peneliti ke F dan G. Dari F
dan G belum memperoleh data yang akurat, maka peneliti pergi ke E, selanjutnya k H, ke
G, ke I dan terakhir ke J. Setelah sampai ke J data sudah jenuh, sehingga sampel sumber
data usdah mencukupi dan tidak menambahkan sampel yang baru.
Sanafiah Faisal (1990) dengan mengutip pendapat Spradley mengemukakan bahwa,
situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu situasi soisal yang didalamnya
menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selajutnya dinyatakan bahwa
sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga
sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati.
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimping atau terlibat pada kegiatan yang
tengah diteliti.
3. Mereka yang memepunyai waktu yang memadai untuk diminta informasi.
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri.
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih
menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.
Seperti telah dikemukakan, penambahan sampel itu dihentikan, apabila datanya sudah
jenuh. Dari berbagai informan, baik yang lama maupun yang baru, tidak memberikan data
baru lagi. Bila pemilihan sampel atau informan benar-benar jatuh pada subyek yang benar-
benar menguasai situasi sosial yang diteliti (obyek), maka keuntungan bagi peneliti, karena
tidak memrlukan banyak sampel lagi, sehingga cepat selesai. Jadi, yang menjadi
kepedulian bagi peneliti kaulitatif adalah “tuntasnya” perolehan informasi dengan
keragaman variasi yang ada, bikan banyaknya sampel sumber data.

7. Intrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti
itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa
jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapanngan.
Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman
metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan
peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh
pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bisang
yang dieteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan. Peneliti kualitatif sebagai
human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai
sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,
menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.
Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek enelitian belum
jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas.
Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti
memasuki obyek penelitian. Selain itu, dalam memandang realitas penelitian berasumsi
bahwa realitas itu bersifat holistik (meneyeluruh), dinamis, tidak dapat dipisah-pisahkan ke
dalam variabel-variabel penelitian. Kalaupun dapat dipisahkan, variabelnya akan banyak
sekali. Dengan demikian, dalam penelitian kualitatif ini belum dapat dikembangkan
instrumen penelitian sebelum masalah yang diteliti jelas sama sekali. Dalam penelitian
kualitatif, peneliti merupakan kunci insrumen.

S. Nasution (1988) menyatakan:


“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai
instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai
bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang
digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti
dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu.
Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya
peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.

Berdasarkan pernyataan tersebuat dpat dipahami bahwadalam penelitian kualitatif


pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen
adalah peneliti itu sendiri. Tetapi setelah masalahnya yang akan dipelajari jelas, maka
dapat dikembangkan suatu instrumen.
Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri, namun
selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan
instrumen penelitian sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data dan
membandingkan dengan data yang telah dikemukakan melalui observasi an wawancara.
Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada tour question, tahap focused and
selection, melakukan pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan.
Menurut S. Nasutn (1998) peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian
serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan
yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai dapat menyesuai diri tergadap semua aspek keadaan dan dapat
mengumpulkan aneka ragam sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak suatu instrumen beruap test antau angket
yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dipahami dengan pengetahuan
semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya
berdasarkan pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen daapt segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat
menafsirkannya, melahirkan hiotesis dengan segera untuk menentukan arah
pengamatan, untuk mentest hipotesis yang timbul seketika.
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data
yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk
memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.
7. Dalam penelitian yang menggunakan test atau angket yang bersifat kuantatif yang
diutamakan adalah respon yang dpat dikuantifikasikan agar dapat diolah secara
statistik, sedangkan yang menyimpang dari itutidak dihiraukan. Dengan manusia
sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian.
Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk
mempertinggi tingkat kepercyaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang
diteliti.

Anda mungkin juga menyukai