Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Selama ini masih terdapat perdebatan terkait kepemimpinan perempuan termasuk

dalam pandangan hukum Islam. Dalam satu sisi aktivitas yang baik bagi perempuan

diasumsikan sebagai kegiatan didalam rumah, mengurus anak serta suami, memasak,

membersihkan rumah, mencuci dan segala hal mengenai kegiatan rumah. Dalam sisi

lainnya, perkembangan zaman menuntut seorang perempuan untuk berkiprah diluar

rumah atau bahkah perempuan harus dapat menjadi seorang pemimpin.

Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh atau tidaknya perempuan menjadi

pemimpin. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama, adanya pandangan bahwa

laki-laki adalah pemimpin kaum perempuan. Kenyataan ini didukung oleh justifikasi

dari al-Qur’an Surat An-nisa’ ayat 34 :

‫َالِّر َج اُل َقَّواُم ْو َن َع َلى الِّنَس ۤا ِء ِبَم ا َفَّض َل ُهّٰللا َبْع َض ُهْم َع ٰل ى َبْع ٍض َّو ِبَم ٓا َاْنَفُق ْو ا ِم ْن َاْم َو اِلِهْم ۗ َفالّٰص ِلٰح ُت ٰق ِنٰت ٌت ٰح ِفٰظ ٌت‬

‫ِّلْلَغْيِب ِبَم ا َح ِفَظ ُهّٰللاۗ َو اّٰل ِتْي َتَخ اُفْو َن ُنُش ْو َزُهَّن َفِع ُظْو ُهَّن َو اْهُجُرْو ُهَّن ِفى اْلَم َض اِج ِع َو اْض ِر ُبْو ُهَّن ۚ َفِاْن َاَطْعَنُك ْم َفاَل َتْبُغ ْو ا‬

‫َع َلْيِهَّن َس ِبْياًل ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ِلًّيا َك ِبْيًرا‬

Artinya :

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah

melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan

karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-

perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri
ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-

perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat

kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau

perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu

mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi,

Mahabesar.

Ahli tafsir menyatakan bahwa qawwam berarti pemimpin, pelindung, pengatur, dan

lain-lain. Keunggulan laki-laki disebabkan oleh keunggulan akal dan fisiknya,

demikian ungkap al-Razy dalam Tafsir al-Kabir. Di samping itu, al-Zamakhsari dalam

Tafsir al-Kasysyaf mengungkapkan keunggulan laki-laki atas perempuan adalah

karena akal, ketegasan, tekad yang kuat, kekuatan fisik, secara umum memilki

kemampuan baca tulis, dan keberanian. Thaba’thaba’i mengungkapkan kelebihan

laki-laki disebabkan oleh akalnya saja mampu melahirkan jiwa-jiwa seperti

keberanian, kekuatan, dan kemampuan dalam mengatasi kesulitan. Sebaliknya,

perempuan lebih sensitif dan emosional.1 Namun, konsep laki laki sebagai pemimpin

Wanita sebagai mana dituliskan dalam Al-Qu’ran surat Annisa’: 4 adalah laki-laki

sebagai perempuan dalam lingkup rumah tangga. Hal ini tercermin dari kewajiban

laki-laki untuk memberi nafkah kepada perempuan. Pemberian nafkah hanya

dilakukan suami kepada istrinya dan tidak ada kewajiban untuk menafkahi wanita

selain istrinya. Dari hal itu sebenarnya bisa disimpulkan bahwa ayat tersebut tidak

bisa digunakan untuk melarang perempuan tampil sebagai pemimpin publik seperti

seperti presiden atau yang lainnya.

1
Ida Novianti, “Dilema Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam”, Jurnal Studi Gender dan Anak. Vol.3 No.
2(2008)
Terkait larangan perempuan menjadi seorang pemimpin juga dapat didasarkan pada

Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori :

- ‫َح َّد َثَنا ُع ْثَم اُن ْبُن اْلَهْيَثِم َح َّد َثَنا َع ْو ٌف َع ِن اْلَح َس ِن َع ْن َأِبى َبْك َر َة َق اَل َلَق ْد َنَفَعِنى ُهَّللا ِبَك ِلَم ٍة َس ِم ْع ُتَها ِم ْن َر ُس وِل ِهَّللا‬

- ‫ َبْع َد َم ا ِكْدُت َأْن َأْلَح َق ِبَأْص َح اِب اْلَج َم ِل َفُأَقاِت َل َم َع ُهْم َق اَل َلَّم ا َبَل َغ َر ُس وَل ِهَّللا‬، ‫ َأَّياَم اْلَج َمِل‬- ‫صلى هللا عليه وسلم‬

‫ َأَّن َأْهَل َفاِر َس َقْد َم َّلُك وا َع َلْيِه ْم ِبْنَت ِك ْس َر ى َقاَل « َلْن ُيْفِلَح َقْو ٌم َو َّلْو ا َأْمَر ُهُم اْمَر َأًة‬- ‫» صلى هللا عليه وسلم‬

Artinya,

“Dari Utsman bin Haitsam dari Auf dari Hasan dari Abi Bakrah berkata: ‘Allah

memberikan manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat yang kudengar dari

Rasulullah SAW pada hari menjelang Perang Jamal, setelah aku hampir

membenarkan mereka (Ashabul Jamal) dan berperang bersama mereka. Ketika

sampai kabar kepada Rasulullah SAW bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra

sebagai pemimpin, beliau bersabda ‘Tidak akan beruntung suatu kaum yang

menyerahkan urusan mereka kepada wanita.’(HR. Al-Bukhari)

Kedua ayat diatas menunjukan bahwa terdapat perbedaan kesetaraan perempuan dan

Wanita untuk menjadi seorang pemimpin. Padahal Syari’at Islam, baik secara

normatif maupun empirik historis menunjukkan adanya kesetaraan hak antara laki-

laki dan perempuan dalam bidang politik. Dalam konteks politik, Syari’at Islam

memberikan kesempatan kepada laki-laki dan perempuan untuk menggunakan akal

secara total dan bersih, sebagai ummat yang sama- sama memiliki potensi. Dalam hal

ini yang menarik untuk dicermati adalah timbulnya perbedaan interprestasi tekstual

ayat-ayat tentang hak-hak politik dan kepemimpinan perempuan di kalangan ummat

Islam itu sendiri, sehingga menimbulkan kesenjangan pendapat yang kadang-kadang

menjurus kepada kontroversial. Perbedaan interprestasi dimaksud adalah menyangkut


persoalan boleh tidaknya seorang perempuan menjadi kepala pemerintahan atau

pemimpin.2 Larangan perempuan menjadi seorang pemimpin pada zaman dahulu bisa

jadi didasarkan pada kapabilitas yang dimiliki seorang perempuan tidak memenuhi

untuk dijadikan sebagai seorang pemimpin. Namun, semakin berkembangnya zaman

perempuan tumbuh menjadi sosok yang patut dan pantas dijadikan pemimpin. Oleh

karena ini penulis tertarik menulis makalah yang berjudul “Kepemimpinan

Perempuan dalam Prespektif Hukum Islam”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Kepemimpinan Perempuan menurut Hukum Islam?

2
Raihan Putry, “Kepemimpinan Perempuan Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Mudarrisuna, Vol 4 No 2 (2015)
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan Perempuan dalam Presfektif Islam

Kepemimpinan dalam islam tercemin dalam 3 kata yaitu pertama “khalifah” yang

terdapat pada surah al-Baqoroh ayat 30, kedua kata “Imam” dalam surah al- Baqoroh

ayat 124, Ketiga adalah kata Ulil Amr, yaitu dalam surah an-Nisa ayat 59 3. Pemimpin

dalam syari’at Islam merupakan wakil dan ummat, rupa, seolah-olah dia luput dari

perbuatan salah, pemimpin mempunyai tugas yang sangat berat sebagai pengganti

tugas kenabian dalam rangka mengatur kehidupan dan mengurus umat mencapai

kemashalatan, menegakkan keadilan, konsekwen dari syariat Islam, terwujudnya

kesejahteraan rakyat, memelihara persatuan ummat lewat kerja sama yang baik dan

toleransi serta mampu menciptakan keamanan dan ketenangan bagi ummat. Sebagai

panutan, pemimpin harus memiliki kriteria-kriteria yang telah ditentukan, antara lain

adil, mempunyai kapasitas keislaman dan mampu secara fisik maupun mental.

Kepemimpinan tidak lagi didasarkan pada bakat, pengalaman dan laki-laki saja, tetapi

juga pada kesiapan secara berencana, Semua program dilakukan lewat perencanaan,

analisis dan pengembangan secara sistematis untuk membangkitkan sifat-sifat

pemimpin yang sesuai dengan tuntutan syari’at, agar mereka berhasil dalam tugas-

tugasnya.

3
Mhd.Abror, Kepemimpinan Wanita Perspektif Hukum Islam, Jurnal Syariah dan Hukum, Vol 02 No 01 (2020)
Pandangan yang melarang Pemimpin dari kalangan perempuan berhujjah dengan ayat

Al-Quran surah An-nisa ayat 34 dan juga hadits Nabi dari Abu Bakrah. Dari kedua

nash tersebut kalangan ahli fiqih salaf, termasuk madzah empat berpendapat bahwa

al-imam harus dipegang seorang laki-laki dan tidak boleh diduduki seorang

perempuan. Dalam kitab tafsir ibnu kastsir, Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang

QS AnNisa 4:34 :

Laki-laki merupakan pemimpin bagi wanita, dikarenakan laki-laki lebih utama dari

wanita. Itulah yang menjadi dasar kenabian dikhususkan untuk kaum laki-laki begitu

juga dengan raja yang agung, begitu juga posisi jabatan hakim dan lain sebagainya,

ibnu Abbas berkata Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, maksudnya adalah

sebagai amir yang harus ditaati oleh kaum perempuan.

Dalam pandangan beberapa ulama kontemporer berpendapat bahwa kepemimpinan

wanita adalah dilarang ataupun haram, seperti Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz yang

menyatakan dalam fatwanya bahwa wanita dilarang menduduki jabatan tinggi apapun

dalam pemerintahan.

Pandangan perempuan dilarang menjadi seorang pemimpin sebetulnya telah

terpatahkan karena sejak dulu perempuan sudah dapat menjadi pemimpin. Dalam Al-

Qur’an Surah An-Naml ayat: 23

‫ِاِّنْي َو َج ْد ُّت اْمَر َاًة َتْمِلُك ُهْم َو ُاْو ِتَيْت ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء َّو َلَها َع ْر ٌش َع ِظ ْيم‬

Terjemahan

Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia

dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar.

Dalam ayat ini dijelaskan tentang kepemimpinan Ratu Balqis yang memimpin

kerajaan Saba’ (Yaman) pada masa Nabi Sulaiman AS yang merupakan salah satu
contoh bahwa Islam tidak melarang perempuan untuk mengambil peran menjadi

seorang pemimpin dalam sebuah komunitas publik. Ratu Balqis menjadi bukti bahwa

Al-Qur’an Surah An-Naml: 29-33 menceritakan role model pemimpin perempuan

yang memiliki jiwa kepemimpinan yang demokratis, arif, bijaksana dan memiliki

kemampuan intelektual dalam mempertimbangkan kebijakan negara yang didasarkan

atas kemaslahatan rakyatnya. Sesuai dengan prinsip yang selalu digaungkan dalam

Islam, yaitu “tasharruf al-imam ‘ala ar-ra’iyyah manuthun bi al-

maslahah” (kebijakan pemimpin harus didasarkan atas kemaslahatan rakyat). Dari

Kepemimpinan Ratu Balqis dapat disimpulkan bahwa perempuan memang

diperbolehkan menjadi seorang pemimpi ketika dia memenuhi kriteria menjadi

seorang pemimpin dalam Al-quran. Kriteria - kriteria tersebut dapat adalah sebagai

berikut:4

1. Beriman

Kriteria beriman dipahami dari QS. al-Anbiyā’ (21): yang menggunakan

term "‫"األئمة‬dan QS. Fātir (35): 39dan QS. al-Hadīd (57): yang menggunakan

derivasi term "‫"خليفة‬.Khusus term"‫(األئمة‬al-aimmah) sebagaimana yang telah

disinggung asal kata aslinya adalah al-imām

2. Adil dan Amanah

Adil adalah kriteria pemimpin yang ditemukan dalam QS. Shād (38): 26.

Ayat ini menerangkan tentang jabatan khalifah yang diembang oleh Nabi

Dawud, di mana beliau diperintahkan oleh Allah swt menetapkan keputusan

secara adildi tengah-tengah masyarakat, umat manusia yang dipimpinnya.

3. Rasuliy

4
Amir Hamzah, Kriteria Pemimpin Menurut Al-Quran, Jurnal Kajian Islam dan Pendidikan, Vol 10,
No.2(2018)
Rasuliy artinya berkepribadian seperti Rasul Allah, yakni kriteria pemimpin

yang memenuhi syarat seperti yang dimiliki Rasul Allah dalam menjalankan

kepemimpinan. Bila merujuk pada ayat-ayat yang telah dikutip, diketahui

bahwa Rasul Allah yang dimaksud adalah Nabi Ibrāhīm as sebagaimana

dalam QS. al-Baqarah (2): 124, dan Nabi Muhammad saw sebagaimana

dalam QS. al-Nisa (4): 59 dan 83

Kepemimpinan perempuan yang dilarang adalah ketika perempuan tidak

memenuhi syarat menjadi seorang pemimpin yang baik, dilihat dari kepemimpinan

Ratu Balqis yang demokratis, arif, bijaksana dan memiliki kemampuan intelektual

dalam mempertimbangkan kebijakan negara yang didasarkan atas kemaslahatan

rakyatnya, maka seorang perempuan harus memenuhi kriteria pemimpin yang baik

ketika dia dijadikan seorang pemimpin. Larangan kepemimpinan perempuan pada

zaman dahulu, karena pada masa itu perempuan tidak memiliki kesempatan untuk

memiliki kemampuan intelektual yang baik. Namun, pada masa sekarang

perempuan sangat di mungkinkan menjadi seorang pemimpin yang baik.

Pandangan Islam yang menyakatan perempuan boleh menjadi seorang pemimpin

yaitu Dr. Muhammad Sayid Thanthawi, Syaikh Al-Azhar dan Mufti Besar

Mesir, menyatakan bahwa kepemimpinan wanita dalam posisi jabatan apapun

tidak bertentangan dengan syariah. Baik sebagai pemimpin negara (al-wilayah

al-udzma) maupuns ebagaipemimpindi bawahnya. Imam Tantawi menyebutkan

dalam fatwanya yang dikutip majalah Ad-Din wal Hayat, bahwa:Seorang

perempuanyang menduduki posisi sebagai seorang kepala negara tidaklah

bertentangan dengan syariat disebabkanAl-Quran memuji perempuan yang

menempati posisi seperti ini dalam beberapa ayat tentang kisah Ratu Balqis dari
Saba. Dan apabila hal tersebut bertolak belakang dengan syariat, maka pasti

Al-Quran akan menerangkan hal tersebut dalam kisah ini. Adapun sabda Nabi

Muhammad SAW yang mengatakan bahwa “Suatu kaum tidak akan

berdaulat apabila dipimpin oleh seorang wanita” menurut imam Tantawi hadits

ini adalah khusus untuk peristiwa tertentu saja yaitu tentang kerajaan Farsi

dan Nabi SAW tidak mengatakannya secara umum. Oleh sebab itulah, maka

seorang wanita diperbolehkan menduduki posisi jabatan sebagai, menteri, hakim,

Anggota lembaga legislative duta besar bahkan kepala negara. Hanya saja

perempuan tidak boleh menduduki jabatan Syaikh Al-Azhar karena jabatan

ini khusus bagi laki-laki saja karena ia berkewajiban menjadi imam shalat yang

secara syariah tidak boleh bagi wanita.(majalah ad-Din, 1429 H: Hal 80).

Kepemimpinan seorang perempuan menurut Imam Ali Jumah dalam berbagai

jabatan penting telah sering terjadi dalam sejarah peradaban Islam. Ada sekitar 90

orang perempuan pernah menjabat dalam posisi penting yaitu sebagai

kepala daerah dan hakim khususnya di era Khilafah Utsmaniyah. Menurut

Imam Ali Jumah, keputusan seorang perempuan untuk menempati posisi jabatan

publik merupakan keputusan pribadi antara dirinya dengan suaminya.

Al-Quran juga mengakui persamaan antara perempuan dan laki-laki sebagai

seorang pemimpin. Kedudukan wanita dan pria adalah sama dan diminta untuk

saling bekerjasama untuk mengisi kekurangan satu dengan yang lainnya,

sebagaimana di jelaskan dalam surat At – Taubah ayat 71:“Dan orang-orang yang

beriman, lelaki danperempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi

sebahagian yang lain. mereka menyuruh(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah

dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat danmereka taat pada Allah
dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya

AllahMaha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”5

Kepemimpinan tidak sebatas pada kekuatan fisik dan sifat-sifat maskulin yang ada

pada diri seseorang berdasarkan jenis kelamin. Namun lebih dari itu,

kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mengemban tugas-tugas yang

dibebankan kepadanya, suatu nilai yang dianggap paling dominan dibandingkan

hanya ditinjau dari perbedaan jenis kelamin. Sebuah kualitas kepribadian yang

meliputi kemampuan (ability), kecakapan (capacity), kesanggupan (faculty), dan

kepandaian (skill) dalam berpikir, bertindak serta melakukan umpan balik terhadap

suatu permasalahan. Hal inilah yang sebenarnya disampaikan Islam terkait

hubungan antara laki-laki dan perempuan dan kepemimpinan. Dengan demikian,

tidak diragukan lagi dorongan ke arah kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam

konteks kepemimpinan sebenarnya sebuah konsep saling mengisi yang tidak

menjadikan perbedaan biologis menimbulkan ketidaksetaraan dalam kehidupan.

Fungsi-fungsi biologis harus dibedakan dari fungsi-fungsi sosial, ibadah dan hak

untuk mendapatkan kesejahteraan hidup.6

5
Annisa Fitriani, Gaya Kepemimpinan Perempuan, Jurnal TAPIs, Vol 11 No 2 (2015)
6
Zulvi Noer Hida, Kepemimpinan Perempuan Dalam IslaDR. Muhammad Arif Setiawan, S.H., M.Hm,
Universitas Muhammadiyah Malang
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pandangan yang melarang Pemimpin dari kalangan perempuan berhujjah dengan ayat

Al-Quran surah An-nisa ayat 34 dan juga hadits Nabi dari Abu Bakrah. Pandangan

beberapa ulama kontemporer berpendapat bahwa kepemimpinan wanita adalah

dilarang ataupun haram, seperti Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz yang menyatakan

dalam fatwanya bahwa wanita dilarang menduduki jabatan tinggi apapun dalam

pemerintahan. Namun, terdapat juga pandangan yang menyakatan bahwa perempuan

boleh menjadi seorang pemimpin yaitu Dr. Muhammad Sayid Thanthawi, Syaikh

Al-Azhar dan Mufti Besar Mesir, menyatakan bahwa kepemimpinan

wanita dalam posisi jabatan apapun tidak bertentangan dengan syariah. Perempuan

sejak dulu sudah ada yang menjadi pemimpin, hal ini tercermin dari kepemimpinan

Ratu Balqis, yang demokratis, arif, bijaksana dan memiliki kemampuan intelektual

dalam mempertimbangkan kebijakan negara yang didasarkan atas kemaslahatan

rakyatnya. Sehingga sebenarnya perempuan boleh menjadi pemimpin ketika ia

memenuhi kriteria pemimpin yang baik.

B. Saran

Pandangan perempuan tidak boleh menjadi seorang pemimpin harus dihilangkan,

karena dalam Islam sudah menyakatan bahwa Wanita dan laki – laki mempunyai
kesetaraan. Kaum Wanita yang ingin menjadi pemimpin harus bisa menjadi

pemimpin yang Amanah serta bertindak tanpa melanggar apa yang diajarkan Al-quran

Anda mungkin juga menyukai