Anda di halaman 1dari 7

ISLAM DAN GENDER DALAM PERSPEKTIF USTADZAH, IBU RUMAH

TANGGA, DAN WANITA KARIR

Nur Aisyah1
IAIN Madura1

Risma Sulistiyani2
IAIN Madura2

Sri Devi Yolanda Putri3


IAIN Madura3

Wahyuni4
IAIN Madura

Zahratul Ainiyah5
IAIN Madura

Abstract

Keywords:

Abstrak

Kata Kunci:

Pendahuluan
Konsep gender lahir akibat dari proses sosiologi dan budaya yang berkaitan dengan
pembagian peranan dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah
lingkungan masyarakat. Sebagian besar masyarakat menganggap peran sosial perempuan
jauh tertinggal dan bersifat pasif dibandingkan dengan laki-laki dan hal ini tidak terjadi
secara alamiah, tetapi akibat adanya konstruksi budaya. Budaya dan norma yang berlaku
pada sebagian masyarakat Indonesia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
pekerja perempuan lebih banyak dipekerjakan di sektor domestik dibandingkan di sektor
publik, meskipun setiap perempuan Indonesia memiliki hak untuk memilih menjalani peran
di sektor domestik maupun di sektor publik.1
Ketidakadilan gender mulai dirasakan oleh para kaum perempuan sebagai bentuk
diskriminasi. Diskriminasi ini berasal dari budaya patriarki yang tidak terkendali. Budaya
patriarki merupakan suatu sistem dari struktur dan praktik sosial dimana laki-laki lebih
mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi kaum perempuan. Salah satu bentuk budaya
patriarki ditandai dengan banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang merugikan
kaum perempuan. Dikeluarga perempuan hanya dianggap sebagai sumber tenaga domestik
yang tak dibayarkan untuk melestarikan pekerja laki-laki (suami mereka) serta melahirkan
dan membesarkan anak-anak mereka yang kelak menjadi tenaga kerja generasi baru.

1
Yeni Nuraeni dan Ivan Lilin Suryono, “Analisis Kesetaraan Gender dalam Bidang Ketenagakerjaan
Di Indonesia,” Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan 20, no. 1 (30 Juni 2021),
https://doi.org/10.35967/njip.v20i1.134.
Desember 2023
Sedangkan ketika perempuan memasuki dunia kerja yaitu dengan menjadi tenaga kerja,
perempuan dipandang masih tergantung secara ekonomi kepada suami mereka sehingga
diberi upah yang rendah, status yang rendah, dan bekerja hanya separuh waktu. Praktek
diskriminasi pada perempuan ini mengakibatkan rendahnya partisipasi perempuan dalam
pembangunan sehingga menyebabkan suatu kesenjangan gender atau ketidaksetaraan
gender. Ketidakadilan gender yang terjadi di berbagai negara tentu berbeda-beda
tergantung pada budaya spesifik dari setiap negara. Secara khusus isu-isu kesetaraan gender
memainkan peran kunci dalam mendorong partisipasi ke pasar tegara kerja bagi perempuan
dan memiliki pengaruh penting serta berkelanjutan dalam proses pembuatan kebijakan di
negara-negara Eropa.2
Partisipasi perempuan saat ini, bukan sekedar menuntut persamaan hak tetapi juga
menyatakan fungsinya mempunyai arti bagi pembangunan dalam masyarakat Indonesia.
Melihat potensi perempuan sebagai sumber daya manusia maka upaya menyertakan
perempuan dalam proses pembangunan bukan hanya merupakan perikemanusiaan belaka,
tetapi merupakan tindakan efisien karena tanpa mengikut sertakan perempuan dalam
proses pembangunan berarti pemborosan dan memberi pengaruh negatif terhadap lajunya
pertumbuhan ekonomi. Partisipasi perempuan menyangkut peran tradisi dan transisi. Peran
tradisi atau domestik mencakup peran perempuan sebagai istri, ibu dan pengelola rumah
tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian perempuan sebagai tenaga kerja,
anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Pada peran transisi wanita sebagai tenaga
kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai
dengan ketrampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia.3
Problematika pendidikan Islam yang sering menjadi sorotan dari Barat adalah
masalah kesetaraan gender dan peran serta partisipasi perempuan dalam pendidikan di
kalangan umat Islam. Isu tentang kesetaraan gender di bidang pendidikan ini, kemudian
memunculkan berbagai kritik terhadap ajaran Islam yang dianggap tidak memberikan
ruang terhadap kaum perempuan dalam dunia pendidikan, karena sebagaian besar ajaran
Islam dianggap terlalu maskulin dan berpihak pada kaum laki-laki. Kritik yang sering
dilontarkan oleh para aktifis gender dunia tersebut bukanlah sesuatu yang baru dalam
konteks keislaman, bahkan dalam perspepektif sejarah umat manusia masalah perbedaan
peran dan status laki-laki dan perempuan telah menjadi perhatian utama.
Dalam perspektif al-Qur’an dikisahkan bahwa memang ada perbedaan proses
penciptaan antara Adam dan Hawa, namun selanjutnya bahwa prinsip-prinsip dasar ajaran
al-Qur’an sesungguhnya tidak pernah membedakan secara dikhotomis peranan pria dan
wanita bahkan al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang berusaha menghargai wanita
dalam posisi yang sejajar dengan pria, sesuai dengan derajat kemanuasiaan yang universal. 4
Ukuran kemuliaan di sisi Tuhan adalah prestasi dan kualitas tanpa membedakan etnik dan
jenis kelamin (Q. S. al-Hujurāt/49:13). Al-Qur'an tidak menganut faham the second sex yang
memberikan keutamaan kepada jenis kelamin tertentu, atau the first ethnic yang
mengistimewakan suku tertentu.5 Pandangan ini sesungguhnya bukan terlalu apologis

2
Dede Nurul Qomariah, “PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI KESETARAAN GENDER
DALAM KELUARGA,” Jurnal Cendekiawan Ilmiah 4, no. 2 (2019).
3
Dwi Edi Wibowo, “PERAN GANDA PEREMPUAN DAN KESETARAAN GENDER,” Muwazah 3,
no. 1 (11 Oktober 2012), https://doi.org/10.28918/muwazah.v3i1.6.
4
Zainal Abidin, “KESETARAAN GENDER DAN EMANSIPASI PEREMPUAN DALAM
PENDIDIKAN ISLAM” 12, no. 01 (2015).
5
Rustan Efendy, “KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN,” Al-Maiyyah: Media
Transformasi Gender dalam Paradigma Sosial Keagamaan 7, no. 2 (1 Desember 2014): 142–65,
Islam dan Gender dalam Perspektif Ustadzah, Ibu Rumah Tangga, dan Wanita
Karir – Nur Aisyah, Risma Sulistiyani, Sri Devi Yolanda Putri, Wahyuni, Zahratul
Ainiyah

terhadap perspektif al-Qur’an tentang konsep emansipasi, feminisme atau istilahkesetaraan


gender dalam perspektif al-Qur’an, namun berdasarkan fakta otentik historis behwa
perlakuan Islam terahadap perempuan relatif lebih baik dibandingkan dengan doktrin-
doktrin ajaran agama lain tentang perempuan. Ini mengindikasikan bahwa perempuan
menjadi wacana yang menarik dalam konteks ajaran Islam. Sehingga tidak heran di dalam
al-Qur’an perempuan mendapatkan perhatian yang istimewa, bahkan diabadikan secara
khusus menjadi nama salah satu surat di dalam al-Qur’an yaitu surat an-Nisa’, karena
realitasnya pada masa Jahiliyah perempuan sama sekali tidak mendapatkan hak-hak
manusiawi sebagai makhluk Allah SWT. Dalam konteks pendidikan secara global juga tidak
bisa dilepaskan dari isu-isu tentang gender, emansipasi perempuan tersebut, terutama
dalam peran dan status perempuan dalam pendidikan dan persamaan hakhak antara laki-
laki dan perempuan dalam memperoleh dan berkiprah di bidang pendidikan dan
pengajaran.6
Sosok ideal, perempuan muslimah digambarkan sebagai kaum yang memiliki
kemandirian politik (Q. S. al-Mumtahanah/60:12), seperti sosok Ratu Balqis yang
mempunyai kerajaan superpower ('arsyun 'azhîm- Q. S. al-Naml/27:23), memiliki
kemandirian ekonomi (Q. S. al-Nahl/16:97), seperti pemandangan yang disaksikan Nabi
Musa di Madyan, wanita mengelola peternakan (Q. S. al-Qashash/28:23), kemandirian di
dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi yang diyakini kebenarannya, sekalipun harus
berhadapan dengan suami bagi wanita yang sudah kawin (Q. S. al-Tahrîm/66:11) atau
menentang pendapat orang banyak bagi perempuan yang belum kawin (Q. S.
al-Tahrîm/66:12). Al-Qur'an mengizinkan kaum perempuan untuk melakukan gerakan
oposisi terhadap berbagai kebobrokan dan menyampaikan kebenaran (Q. S.
al-Tawbah/9:71). Bahkan al-Qur'an menyerukan perang terhadap suatu negeri yang
menindas kaum perempuan (Q. S. al-Nisā'/4:75).7
Sebagai agama yang universal, Islam memandang manusia secara kodrati memiliki
hak dan kewajiban yang sama, baik laki-laki maupun perempuan. Tulisan ini akan berupaya
menjembatani isu tentang kesetaraan gender, keadilan gender atau emansipasi perempuan
yang diperjuangkan oleh gerakan feminisme dalam konteks pendidikan dan menjelaskan
secara diskursif tentang pandangan Islam dalam hal keadilan gender dalam bidang
pendidikan, dalam kaca mata filosofis maupun historis.8
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendapat para perempuan
dari berbagai profesi tentang kesetaraan gender secara umum dan kesetaraan gender
menurut pandangan islam. Dimana pendapat tersebut akan berbeda-beda sesuai dengan
pemahaman dan pengalaman perempuan-perempuan tersebut.

https://doi.org/10.35905/almaiyyah.v7i2.239.
6
Abidin, “KESETARAAN GENDER DAN EMANSIPASI PEREMPUAN DALAM PENDIDIKAN
ISLAM.”
7
Efendy, “KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN.”
8
Abidin, “KESETARAAN GENDER DAN EMANSIPASI PEREMPUAN DALAM PENDIDIKAN
ISLAM.”
Desember 2023
Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan tipe deskriptif analitis, yaitu mengumpulkan, mengolah, dan
menganalisis data sekunder dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, laporan, artikel,
dan situs web terkait. Juga ditambah dengan melakukan wawancara terhadap
perempuan yang berprofesi sebagai ustadzah, ibu rumah tangga, dan wanita karir.
Penulis berharap artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca tentang kesetaraan gender.
b. Subjek Penelitian
Sumber data penelitian ini adalah seorang wanita karir bernama Sufiyanti,
seorang ustadzah bernama Qira'atun Ainiyah, serta seorang ibu rumah tangga bernama
muzaiyanah.
c. Prosedur
Langkah pertama peneliti mengurangi atau mempersempit jumlah informasi yang
diperoleh agar lebih mudah dipahami dan difokuskan pada informasi yang paling
penting dan relevan. Hal ini dilakukan agar analisis informasi dapat dilakukan dengan
lebih efektif dan efisien. Kemudian menentukan fokus, memilih diantara yang
dideskripsikan, dan mengurutkan informasi dengan memilih informasi apa yang
menarik, penting, bermanfaat dan baru. Kemudian, pada langkah ketiga atau fase seleksi,
peneliti menarik fokus yang lebih tepat, setelah itu peneliti dapat menemukan topik. Dan
setelah analisis, peneliti akan mengambil sesuatu yang konstruktif dari informasi yang
diterima.
d. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif memungkinkan peneliti untuk memahami bagaimana kesetaraan gender
berdasarkan pandangan ketiga Narasumber. Agar kita tahu apa makna kesetaraan
gender menurut masing-masing narasumber serta bagaimana menurut pandangan Islam.
Analisis data adalah proses pengumpulan dan penyusunan secara sistematis
informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi
dengan cara mengkategorikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit,
mengorganisasikan ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,
dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami.

Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian diperoleh informasi bahwa ketiga narasumber memahami makna
dari kesetaraan gender secara umum dan juga kesetaraan gender dalam islam. Mereka
memegang teguh pemahaman mereka untuk memaknai kesetaraan gender itu sendiri.
a. Perspektif Ustadzah
Ustadzah Aini memaknai dan membandingkan tentang kesetaraan gender di
zaman sekarang dan zaman dahulu. Karena zaman sekarang itu sudah setara antara laki-
laki dan perempuan sedangkan zaman dahulu itu yang diutamakan bekerja adalah laki-
laki dan kodratnya wanita itu di rumah. Kemungkinan berubahnya hal itu di karenakan
banyak masyarakat yang meremehkan wanita karena tidak bekerja.
Ustadzah Aini berpendapat bahwa kesetaraan gender dalam Islam itu bahwa
seorang perempuan kurang bersikap Istiqomah dalam berumah tangga hal itu
dikarenakan perempuan jika sudah bekerja maka tidak akan maksimal dalam mengurus
kebutuhan suami dan anak. Hal itu akan menjadi pertengkaran antara keduanya dan
Islam dan Gender dalam Perspektif Ustadzah, Ibu Rumah Tangga, dan Wanita
Karir – Nur Aisyah, Risma Sulistiyani, Sri Devi Yolanda Putri, Wahyuni, Zahratul
Ainiyah

berakhir membutuhkan tenaga seperti ART (Asisten Rumah Tangga). Sebenarnya kodrat
seorang wanita yang sudah memiliki suami itu di rumah. Namun, saya tidak
mempermasalahkan jika kaitannya ingin membantu suami dalam mencari nafkah. Akan
tetapi, sebaiknya mencari pekerjaan yang singkat contoh dari jam 8 sampai jam 11 atau 12
siang. Hal itu insyaallah akan memaksimalkan tanggung jawab kita seorang perempuan
yang bersuami. Dan juga jika semisal si perempuan sudah punya tanggung jawab
sebelum menikah contoh dia adalah seorang dokter atau bidan maka tidak masalah juga
asalkan si suami sudah mengetahui dan menyetujui hal itu maka hal itu akan menjadi
tanggung jawab mereka berdua untuk saling mengimbangi kekurangan dan kelebihan
dalam berumah tangga.
Menurut yang dapat saya fahami mengenai pandangan ibu muzaiyanah
mengenai kesetaraan gender yaitu beliau menyatakan bahwasannya kesetaraan gender
dalam rumah tangga bukannya tugas istri harus sama dengan suami, tapi menurut beliau
cukup dengan memberikan hak ataupun porsi yang sesuai dalam rumah tangga, seperti
dalam mencari nafkah itu merupakan tanggung jawab dari suami, sedangkan dalam
pengelolahannya itu diberikan kepada istri, karna istri lebih tau mengenai kebutuhan-
kebutuhan dalam rumah tangga.
b. Perspektif Ibu Rumah Tangga
Pandangan Ibu Muzaiyanah mengenai kesetaraan gender yaitu beliau
menyatakan bahwasannya kesegaran gerder dalam rumah tangga bukannya tugas istri
harus sama dengan suami, tapi menurut beliau cukup dengan memberikan hak ataupun
porsi yang sesuai dalam rumah tangga, seperti dalam mencari nafkah itu merupakan
tanggung jawab dari suami, sedangkan dalam pengelolahannya itu diberikan kepada
istri, karna istri lebih tau mengenai kebutuhan-kebutuhan dalam rumah tangga.
Selain itu beliau juga berpendapat bahwasanya kesetaraan gender dalam rumah
tangga itu suami atau pun istri tau akan tugasnya masing-masing, karna memang ada
suatu yang hanya bisa dilakukan oleh suami begitupun sebaliknya. Seperti dalam rumah
tangga ketika ingin mengambil keputusan tak hanya satu pihak saja yang menyelesaikan
tetapi di musyawarahkan dulu dengan pasangannya (suami/istri).
c. Perspektif Wanita Karir
Menurut perspektif Ibu Sufiyanti sebagai wanita karir, beliau berpendapat bahwa
secara umum antara laki-laki dan perempuan sekarang mempunyai hak yang hampir
sama, hal ini terlihat dari yang kita ketahui sebelumnya yaitu di indonesia pernah ada
wanita yang menjadi presiden. Dari hal itu dapat kita simpulkan bahwa negara kita
indonesia sudah membuka kesempatan yang selebar-lebarnya tidak membeda-bedakan
antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan, layanan kesehatan,
pekerjaan, dan bahkan perempuan pun bisa berkarier disetiap perusahaan mulai dari lini
bawah sampai mereka bisa menempati posisi tertinggi. Banyak perempuan yang menjadi
putri, menjadi guru, dan ada juga perempuan yang masih menjadi ibu rumah tangga.
Namun, terlepas dari itu tetap semua perempuan itu luar biasa walaupun hanya sekedar
ibu rumah tangga, beliau juga punya tanggung jawab yang besar. Ibu rumah tangga
bukanlah pekerjaan yang mudah, ibu rumah tangga itu pekerjaan yang luar biasa karena
ibu rumah tangga berkutat dengan lingkungan itu saja, lingkungan kecil, mengurus
anak, dan keluarga.
Desember 2023
Wanita karier itu tidak akan pernah melupakan kodratnya sebagai seorang istri
dan seorang ibu. Kesetaraan gender di indonesia sudah diterapkan pemerintah dan juga
sudah diberikan jaminan dalam dunia kerja. Bagi wanita karier diberikan hak istimewa
yaitu apabila sedang melahirkan maka yang bersangkutan diberikan cuti selama tiga
bulan,maka tetap memberikan waktu kepada seorang ibu untuk merawat putranya
sampai dengan walaupun memang masih kecil rata-rata akan ditinggal pada usia 2 atau
3 bulan tapi minimal bayi itu merasakan kasih sayang ibunya dan ini masih rencana
godok rencana seorang wanita itu bisa cuti sampai 6 bulan sehingga setiap bayi itu bisa
di tinggal oleh ibunya setelah masa (EMPASI) jadi,bayi itu akan mendapatkan hak untuk
menyusu kepada ibunya full sampai dia memasuki dunia (EMPASI) setelah mengenal
makanan pendamping.
Kalau secara islam untuk kesetaraan gender seperti yang dikatakan tadi, islam
tidak melarang seorang wanita itu untuk berkarier walaupun pada hakikatnya wanita itu
adalah tulang rusuk bukan tulang punggung. Tetapi, apabila seorang suami mengizinkan
istrinya itu berkarier itu tidak masalah seorang wanita itu di dalam perjalanan hidupnya
yang paling utama dari suaminya yaitu ridho seorang suami kepada istrinya setelah
berkeluarga dan walaupun kita wanita karier kita tetap harus faham pada kodrat kita
setelah pulang kerumah, kita harus taat, harus memberikan pelayanan, menjadi seorang
istri, menjadi seorang ibu untuk anak-anaknya, apabila kita bekerja ke kantor kita harus
bisa menjaga diri kita marwah sebagai seorang wanita dan seorang istri, karena setiap
langkah kita pada saat diluar juga menjaga nama baik diri sendiri tetapi juga nama baik
keluarga. Jadi, penting bagi wanita harus dibekali pondasi atau ilmu agama yang luar
biasa apabila ingin meniti karier apalagi dunia karier itu banyak godaannya jadi kalau
kita tidak kuat tidak bisa mengimbangi dengan ilmu agama yang luar biasa cobaan itu
pasti ada seperti contohnya kita selain berinteraksi dengan suami,kita lebih banyak
berinteraksi dengan orang luar baik laki-laki maupun perempuan pasti ada yang
namanya cobaan. Disitulah kita bisa menunjukkan marwah kita sebagai seorang
istri,ibu,dan wanita islami.

Kesimpulan
Dari ketiga perspektif di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kesetaraan gender
dalam Islam mencakup berbagai aspek, seperti pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan
kehidupan dalam rumah tangga. Ketiga narasumber menunjukkan bahwa mereka memiliki
pemahaman dan mengalami kesetaraan gender dalam konteks Islam, dan masing-masing
memiliki tanggung jawab dan peran yang berbeda dalam mengelola kehidupan di rumah
tangga dan dalam karir.

Daftar Pustaka
Abidin, Zainal. “KESETARAAN GENDER DAN EMANSIPASI PEREMPUAN DALAM
PENDIDIKAN ISLAM” 12, no. 01 (2015).
Efendy, Rustan. “KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN.” Al-Maiyyah: Media
Transformasi Gender dalam Paradigma Sosial Keagamaan 7, no. 2 (1 Desember 2014): 142–
65. https://doi.org/10.35905/almaiyyah.v7i2.239.
Nuraeni, Yeni, dan Ivan Lilin Suryono. “Analisis Kesetaraan Gender dalam Bidang
Ketenagakerjaan Di Indonesia.” Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan 20, no. 1 (30 Juni
2021). https://doi.org/10.35967/njip.v20i1.134.
Islam dan Gender dalam Perspektif Ustadzah, Ibu Rumah Tangga, dan Wanita
Karir – Nur Aisyah, Risma Sulistiyani, Sri Devi Yolanda Putri, Wahyuni, Zahratul
Ainiyah

Qomariah, Dede Nurul. “PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI KESETARAAN GENDER


DALAM KELUARGA.” Jurnal Cendekiawan Ilmiah 4, no. 2 (2019).
Wibowo, Dwi Edi. “PERAN GANDA PEREMPUAN DAN KESETARAAN GENDER.”
Muwazah 3, no. 1 (11 Oktober 2012). https://doi.org/10.28918/muwazah.v3i1.6.

Anda mungkin juga menyukai