Di susun Oleh :
KELAS B
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya,
sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW , sebagai suri teladan bagi kita semua. Alhamdulillah kami dapat
”. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi suatu tugas kelompok pada mata
kuliah Studi Islam Integratif. Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Hj
Siti Qomariyah, M.A dan Bapak Dr. Muhammad Hasan Bisyri, M.Ag, selaku
dosen pengampu mata kuliah Studi Islam Integratif dan semua pihak yang
membantu, sehingga makalah ini bisa diselesaikan dengan baik. Kami menyadari
makalah ini masih banyak kekurangan.oleh karena itu, kami membutuhkan kritik
pengetahuan serta wawasan bagi kita semua, semoga Allah SWT memberikan
A. PENDAHULUAN
Mendiskusikan kaum perempuan dan kedudukannya dalam
kehidupan sosial tentu menarik. Apalagi dalam masyarakat yang bersifat
patrilineal. Tanpa menggunakan gender sebagai pisau analisa terhadap
realita, tidak akan pernah kita dapatkan kejanggalan. Semua proses
kehidupan berjalan normal sebagaimana lazimnya. Sehingga, tanpa
disadari, kita sendiri terjerumus dalam praktek misogini, sebuah idiom
modern yang berarti tindakan penindasan terhadap kaum perempuan, baik
secara langsung maupun tidak langsung dan baik berlangsung dengan
kasar maupun halus. Memang, tidak selamanya kekerasan dan
ketidakadilan gender dilakukan oleh lelaki terhadap perempuan, melainkan
bisa juga terjadi antara perempuan terhadap lelaki. Namun karena relasi
kekuasaan gender yang berlangsung di masyarakat, umumnya yang
menjadi korban kekerasan gender adalah kaum perempuan. Sayangnya,
ketidakadilan tersebut belum bisa dirasakan oleh semua pihak, termasuk
oleh sebagian besar kaum perempuan yang menjadi korbannya. Menurut
Mansour Fakih, hal itu disebabkan karena mereka belum memiliki
kesadaran dan sensitivitas gender.1
Ketika alat analisa gender dalam ilmu-ilmu sosial ditemukan,
barulah terasa ada yang tidak beres dalam keseharian hidup kita. Satu
contoh, hampir semua ulama Fiqh pada periode awal telah lengah dalam
menafsirkan ayatayat gender dalam al-Qur’an, sehingga mereka
memahaminya secara literal. Akibatnya, tidak heran kalau hukum Islam
banyak menghadapi serangan gencar di abad modern, dengan tuduhan
telah menindas kaum perempuan dan menjadikannya sebagai anggota
masyarakat kelas dua.
feminisme memberikan perhatian pada makna identitas dan
totalitas manusia pada tingkat yang paling dalam, didasarkan pada banyak
pandangan interdisipliner baik dari antropolog, teolog, sosiolog, dan
filosof. Tujuan utama dari tugas feminis adalah mengidentifikasi sejauh
1
Mansour Fakih, Analisis Gender &Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), hlm. 135.
mana terdapat persesuaian antara pandangan feminis dan pandangan
keagamaan terhadap kedirian, dan bagaimana menjalin interaksi yang
paling menguntungkan antara satu dengan yang lain.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Feminisme
Dari segi bahasa (etimologi) feminis berasal dari kata femme
(woman, perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan
hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial. Istilah ini perlu
dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis),
sebagai hakikat alamiah, masculine dan feminine (sebagai aspek
perbedaan psikologis cultural). Dengan kata lain, male-female
mengacu pada seks, sedangkan masculine-feminine mengacu pada
jenis kelamin atau gender, sebagai he dan she. Jadi tujuan feminis
adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam arti luas, feminis
adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh
kebudayaan dominan, baik dalam politik dan ekonomi maupun
kehidupan sosial pada umumnya. Dari ungkapkan teori di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa gerakan feminism dilakukan untuk mencari
keseimbangan gender.2
Maggie Humm dalam bukunya “Dictionary of Feminist Theories”
menyebutkan feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan
karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan
bahwa perempuan mengalami ketidakadilan disebabkan jenis kelamin
yang dimilikinya.3
Sementara menurut Yunahar (gerakan) feminisme didefinisikan
sebagai; kesadaran akan ketidakadilan gender yang menimpa kaum
perempuan baik dalam keluarga maupun masyarakat serta tindakan
2
Ismail, 2019, Jurnal Hawa Vol. 1 No. 2 hal. 220
3
Syarif Hidayatullah, Teologi Feminisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), hal. 5
sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan
tersebut.4
Wanita hadir dalam kebanyakan situasi sosial. Saat mereka tidak
hadir, bukanlah karena ketidakmampuan mereka tapi karena terdapat
beberapa upaya yang menghalangi penglibatan wanita. Saat wanita
hadir, mereka memainkan peranan yang sangat berbeda dari konsepsi
popular mereka (misalnya isteri dan ibu yang pasif). Aktif dalam
kebanyakan situasi sosial, mereka diabaikan dan tidak diperhatikan
karena mereka bukanlah pria. Keseluruhan peran itu membedakan dari
peran kaum lelaki, sehingga mereka memperoleh hak-hak istimewa,
dan wanita subordinate dari lelaki. Hal ini salah satu indikator dari
ketidaksetaraan lelaki dan wanita.5
4
Yunahar Ilyas, Feminisme; Dalam kajian Tafsir al Qur’an Klasik dan Kontemporer,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 42
5
Ritzer, George. 1988. Sociological Theory. New York: Alfred A. Knopf
6
Budhy Munawar Rachman, “Islam dan Feminisme; Sentralisme Kepada Kesetaraan,”
dalam Mansour Fakih, dk, Membincang Feminisme; Diskursus gender Perspektif Islam, cet, Ke I
(Suarabaya: Risalah Gusti, 1996(, hlm 202
Qur’an atau yang sejalan dengan fundamental spirit Islam, yaitu
keadilan, perdamaian, kesetaraan dan musyawarah. Wanita dalam
masyarakat muslim kurun awal mengisyaratkan bahwa secara khas
mereka berpartisipasi dan diharapkan berkiprah dalam berbagai
aktivitas yang melibatkan masyarakat, termasuk agama dan perang.
Wanita dalam masyarakat muslim kurun awal datang ke mesjid,
berperan dalam ibadah keagamaan pada hari-hari besar, dan
mendengarkan ceramah. Mereka bukanlah pengikut yang pasif dan
penurut, melainkan teman bicara yang aktif dalam bidang keimanan
dan juga dalam masalah lainnya.7
Pada peradaban klasik, perempuan selalu ditindas, dipisahkan dan
ditentang keberadaannya. Hak-hak kemanusiaan mereka telah
dihilangkan begitu saja. Situasi ini berlangsung sehingga datangnya
Islam, yang mengajarkan kepada umat manusia bagaimana bersikap
adil dan benar terhadap seluruh umat manusia. Islam juga datang untuk
menyelamatkan perempuan dari penindasan dan penghinaan yang
menyebabkan penderitaan. Islam datang untuk meluruskan pengertian
yang salah, melaksanakan hukum dan memulihkan kehormatan kaum
perempuan. Islam juga memberikan hak penuh kaum perempuan, yang
dinyatakan dan ditetapkan melalui ayat Al-Qur’an yang jelas dan
terperinci. Islam melarang pembunuhan bayi perempuan, memberikan
garis pedoman perawatannya untuk melindungi hidup mereka
sepanjang hidupnya dan memberi mereka cinta dan kasih sayang.8
Islam menegakkan sisi kemanusiaan perempuan, sesuai dengan Al-
Qur’an Surah al-hujarat ayat 13 yaitu :
َٰٓي َأُّي َه ا ٱلَّن اُس ِإَّن ا َخ َلْق َٰن ُك م ِّمن َذ َك ٍر َو ُأنَث ٰى َو َج َع ْلَٰن ُك ْم ُشُع وًبا َو َق َب ٓاِئَل ِلَت َع اَر ُفٓو ۟ا ۚ ِإَّن
َأْك َر َم ُك ْم ِع نَد ٱِهَّلل َأْت َقٰى ُك ْم ۚ ِإَّن ٱَهَّلل َع ِليٌم َخ ِبير
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
7
Ahmed, Leila. 2000. Wanita dan Gender Dalam Islam. Jakarta: Lentera
8
Ida Hidayatul Aliyah DKK, 2018. Jurnal Pembangunan Sosial, Volume 1 Nomor 2 hal.
146
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Menurut ayat tersebut adanya manusia dijadikan berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku bertujuan agar berbagai hal positif tersebut bisa
terwujud yang bergantung pada proses saling mengenal satu sama lain
serta pemaduan nasab. Namun ukuran kemuliaan di antara mereka
adalah bukan mereka yang laki-laki ataupun perempuan tapi orang
yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling bertakwa
kepada Allah, paling banyak melakukan ketaatan serta paling mampu
mencegah diri dari kemaksiatan, bukan yang paling banyak kerabat
serta kaumnya, bukan yang keturunannya paling terpandang dan bukan
pada jenis kelamin tertentu.
Dan mengenai semua itu Allah “Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” Allah mengetahui siapa di antara mereka yang bertakwa
kepada Allah baik secara lahir maupun batin, serta siapa di antara
mereka yang tidak menunaikannya, baik secara lahir maupun batin.
Masing-masing akan diberi balasan yang sesuai.9
9
https://tafsirweb.com/9783-surat-al-hujurat-ayat-13
Seperti halnya kajian dan teori lain yang berkembang di dunia, teori
feminisme pun memiliki kelebihan dan kekurangannya dalam
kajiannya. Berikut adalah kelebihan yang dimiliki oleh Teori
Feminisme Menurut Para Ahli:
a. Teori feminisme memiliki fokus pada perubahan sosial dan
individu dalam sosial masyarakat untuk menjadi lebih baik.
b. Perjuangan yang diusung mencakup perubahan sistem sosial
terutama pada kaum perempuan dengan menyoroti fenomena
negatif seperti diskriminasi,penindasan, pelecehan, kekerasan, dan
lain sebagainya.
c. Teori feminisme menunjukkan bahwa seluruh lapisan sosial
masyarakat harus menerapkan prinsip keadilan dan persamaan
yang bukan hanya memihak pada kepentingan golongan tertentu,
namun lebih pada orientasi bersama untuk kehidupan yang lebih
baik.
DAFTAR REFERENSI
Ahmed, Leila. 2000. Wanita dan Gender Dalam Islam. Jakarta: Lentera
Budhy Munawar Rachman,1996. “Islam dan Feminisme; Sentralisme Kepada
Kesetaraan,” dalam Mansour Fakih, dkK, Membincang Feminisme; Diskursus gender
Perspektif Islam, cet, Ke I (Suarabaya: Risalah Gusti
Ida Hidayatul Aliyah DKK, 2018. Jurnal Pembangunan Sosial, Volume 1 Nomor 2
Ismail, 2019, Jurnal Hawa Vol. 1 No. 2
Mansour Fakih, Analisis Gender &Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012),
Syarif Hidayatullah,2010. Teologi Feminisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Yunahar Ilyas,1998. Feminisme; Dalam kajian Tafsir al Qur’an Klasik dan Kontemporer,
(Yogyakarta: Pustaka PelajaR )