Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Fathur Pramudya Putra

NIM : 11201120000048

PRODI : 4B Ilmu Politik

EMAIL : fathur.pramudya20@mhs.uinjkt.ac.id

PENGENALAN TERHADAP FEMINISME

Pembahasan saat ini, kita akan berfokus mengenai aliran feminisme terutama pada
masa klasik. Perlu diketahui bahwa aliran-aliran memberikan isyarat kepada public bahwa
feminisme bukanlah ideologi monolik serta feminisme memiliki banyak perbedaan dalam
berpikir dan hal itu membuat feminisme tidak berpikir sama. Ini mungkin juga label untuk
memilih beberapa pendekatan , perspektif dan kerangka kerja yang berbeda yang digunakan
oleh beberapa feminis untuk membentuk penjelasan terhadap penindasan perempuan serta
solusi penghapusan penindasan. Menurut Susan Wendell bahwa feminisme liberal sebagian
besar telah melampaui basis aslinya, pertama-tama kita harus memahami asumsi liberalisme
klasik dan kesejahteraan. Mungkin ternyata feminis liberal “liberal” hanya dalam beberapa
hal.1 pertama, Feminis Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang
memiliki ke- bebasan secara penuh dan individual. Feminis liberal ini percaya bahwa sistem
patriarki dapat dihancurkan dengan mengubah sikap masing-masing individu. Menurutnya,
ada dua cara untuk mencapai tujuan tersebut. pertama dengan pendekatan psikologis melalui
kesadaran individu bisa melalui berbagai diskusi yang membahas pengalaman perempuan
dalam masyarakat yang didominasi laki-laki.2

Kedua, feminisme radikal, aliran ini muncul karena penindasan perempuan berasal
dari laki-laki yang dimana dianggap berakar pada jenis kelamin laki-laki dan ideologi
patriarkinya. Gerakan ini terutama berkaitan dengan penghancuran patriarki sebagai sistem
nilai yang melembaga dalam masyarakat, kelompok paling ekstrim dari feminis radikal ini
mencoba memutuskan hubungan dengan laki-laki, bagi mereka selama perempuan
melanjutkan hubungannya dengan laki-laki, maka akan sulit atau bahkan tidak mungkin
untuk melawan laki-laki.3 Ketiga, Feminisme Marxis berpendapat bahwa ketertinggalan yg

1
Rosemarie Tong, Feminist Thought: A More Comprehensive Introduction, Third Edition (Amerika: Westview
Press, 2008).
2
Mansur Fakih et.al, Membincangkan Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti,
1996).
3
Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda, (Bandung: Mizan,1999).h. 178.
dialami sang wanita tidak ditimbulkan oleh tindakan individu secara sengaja namun dampak
berdasarkan struktur sosial, politik & ekonomi yg erat kaitannya menggunakan sistem
kapitalisme. Feminisme marxis menolak gagasan biologis sebagai dasar pembedaan gender.
Pada aliran ini penindasan perempuan merupakan bagian berdasarkan penindasan kelas pada
interaksi produksi, sebagai akibatnya persoalan wanita selalu diletakkan pada kerangka kritik
atas kapitalisme.4

Keempat, feminisme sosialis mempermasalahkan mengenai konsep kepemilikan


langsung yg dianalogikan perkawinan menjadi legitimasi pria mempunyai istri secara pribadi.
Perempuan bisa dibebaskan berdasarkan penindasan bila ekonomi kapitalis digantikan
dengan masyarakat sosialis. Solusi yg ditawarkan feminisme pada membebaskan perempuan
yaitu mengikutsertakan perempuan pada sector publik supaya produktif & menghapus
institusi keluarga lantaran dipercaya menjadi eksploitasi wanita & sebagai gantinya
merupakan keluarga kolektif. Kelima, ekofeminisme terkait antara isu feminis & ekologis.
Wacana ini ditinjau berdasarkan budaya perempuan atau alam menjadi contoh yg lebih baik
daripada budaya laki-laki atau lingkungan.

Keenam, feminisme postmodern ini memberikan citra bahwa disparitas laki-laki &
perempuan wajib diterima & dipelihara. Mereka menduga bahwa rakyat yg sudah diatur
saling berhubungan di antara keduanya. Aliran ini menolak otoritas. Ketujuh, feminisme
multicultural ini memusatkan perhatiannya dalam satu negara Amerika. Feminisme
multicultural di Amerika mengkritik pemikiran mainstream feminis yg tidak memasukkan
kepentingan perempuan marginal. Pandangan kaum ini mempromosikan bahwa keberagaman
menjadi prinsip primer & menekankan kelompok kultural diperlakukan setara serta
terhormat.5

Feminisme dalam islam berupaya untuk dapat memperjuangkan “islam pasca-


patriarkhi” atau “islam qur’ani” yang sangat memperhatikan pembebasan manusia baik
perempuan maupun laki-laki dari perbudakan tradisionalisme, otoritarianisme (agama,
politik, ekonomi atau yang lainnya), tribalisme, rasisme, seksisme, perbudakan atau yang
lain-lain yang menghalangi manusia mengaktualisasikan visi Qur’ani, tentang tujuan

4
Wafda Vivid Izziyana, “PENDEKATAN FEMINISME DALAM STUDI HUKUM ISLAM”, ISTAWA, Jurnal Pendidikan
Islam 2 (2016). H.145.
5
Alfian Rokhmansyah, Pengantar Gender dan Feminisme: Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme
(Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2016), h. 50-57.
hidup manusia serta Tujuan Islam Qur’ani adalah untuk menegakkan perdamaian yang
merupakan makna dasar Islam.

Gerakan feminisme islam atau yang sering disebut dengan (harakah tahrir al-mar’ah)
dalam sejarah islam, khususnya di Indonesia itu memiliki beberapa cara, yaitu pertama,
Pemberdayaan terhadap kaum perempuan, yang dilakukan melalui pembentukan pusat studi
wanita di perguruan-perguruan tinggi, pembinaan-pembinaan dan training gender, melalui
seminar-seminar juga konsultasi-konsultasi. kedua, melalui buku-buku yang ditulis dalam
beragam tema seperti ditulis dengan gaya dialog, sastra dan lain sebagainya. Ketiga,
Melakukan kajian historis tentang kesetaraan laki-laki & perempuan pada sejarah masyarakat
Islam, yang berhasil menempatkan perempuan yang benar-benar sejajar dengan laki-laki &
menciptakan mereka mencapai taraf prestasi yg istimewa pada aneka macam bidang, baik
politik, pendidikan, keagamaan, & lain-lain. Keempat, melakukan kajian-kajian kritis
terhadap teks-teks keagamaan, baik al-Qur’an maupun hadis, yang secara literal
menampakkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.6

Nasaruddin Umar menyebutkan bahwa konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan


terangkum dalam beberapa variable. Pertama, laki-laki dan perempuan sama-sama
sebagai hamba Allah, seperti tercantum dalam QS. al-Dzariyat [51]: 56), QS. al-
Hujurat [49]: 13; QS. al-Nahl [16]: 97. Kedua, laki-laki dan perempuan sama-sama
khalifah Allah di muka bumi, seperti tercantum QS. al-An’am[6]: 165. Ketiga, laki-
laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian primordial dengan Tuhan, seperti
tercantum dalam QS. al-A’raf [7] 172. Keempat, Adam dan Hawa sama-sama terlibat
dalam drama kosmis seperti terlihat dalam QS. al-Baqarah [2]: 35,187; QS. al-A’raf
[7]: 20, 22,23. Kelima, laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi meraih prestasi
seperti tercantum dalam QS. Ali Imran [3]: 195, QS. al-Nisa’ [4]: 124; QS. Ghafir
[40]: 40.7

DAFTAR PUSTAKA
6
Ariana Suryorini, “Menelaah Feminisme Dalam Islam,” Jurnal SAWWA Vol. 7, No. 2 (April 2012), h. 24-26.
7
Ahmad Baidowi, “Memandang Perempuan Bagaimana Al-Qur’an dan Penafsir Modern Menghormati Kaum
Hawa”, (Bandung: Marja 2011). H. 72-73.
Baidowi, Ahmad. “Memandang Perempuan Bagaimana Al-Qur’an dan Penafsir Modern
Menghormati Kaum Hawa”. Bandung: Marja 2011.

Fakih, Mansur et.al. Membincangkan Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam.


Surabaya: Risalah Gusti, 1996.

Izziyana, Wafda Vivid. “PENDEKATAN FEMINISME DALAM STUDI HUKUM


ISLAM”, ISTAWA, Jurnal Pendidikan Islam 2 (2016): 139-158.

Megawangi, Ratna. Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan,1999.

Rokhmansyah, Alfian. Pengantar Gender dan Feminisme: Pemahaman Awal Kritik Sastra
Feminisme. Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2016.

Suryorini, Ariana. “Menelaah Feminisme Dalam Islam,” Jurnal SAWWA Vol. 7, No. 2 (April
2012):21-36.

Tong, Rosemarie, Feminist Thought: A More Comprehensive Introduction, Third Edition.


Amerika: Westview Press, 2008.

Anda mungkin juga menyukai