Anda di halaman 1dari 14

0vi Eka Priwantoro 090401080091

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah menjadikan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sistem masyarakat. Feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki oleh kaum perempuan pada umumnya, yaitu persamaan derajat mereka dengan laki-laki dan otonomi untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya dalam banyak hal. Kedudukan perempuan dalam masyarakat lebih rendah dari laki-laki, bahkan mereka dianggap sebagai the second sex, warga kelas dua. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian feminisme? 2. Bagaimana teori sastra feminis? 1.3 Tujuan 1. Memahami Bagaimana pengertian feminisme? 2. Memahami Bagaimana teori sastra feminis? 1.4 Manfaat

Page 1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Feminisme Feminisme tidak seperti pandangan atau pemahaman lainnya. Feminisme tidak berasal dari sebuah teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori tunggal. Itu sebabnya, tidak ada abstraksi pengertian secara spesifik atas pengaplikasian feminisme bagi seluruh perempuan disepanjang masa. Pengertian feminisme itu sendiri menurut Najmah dan Khatimah saida dalam bukunya yang berjudul Revisi Politik Perempuan (2003:34) menyebutkan bahwa : Feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi baik dalam keluarga, di tempat kerja, maupun di masyarakat serta adanya tindakan sadar akan laki laki maupun perempuan untuk mengubah keadaan tersebut secara leksikal. Feminisme adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki . Pengertian feminisme dapat berubah dikarenakan oleh pemahaman atau pandangan para feminis yang didasarkan atas realita secara historis dan budaya, serta tingkat kesadaran persepsi dan perilaku. Bahkan diantara perempuan dengan jenis-jenis yang hampir mirip terdapat perbedaan pendapat dan perdebatan mengenai pemikiran feminis, sebagaian didasarkan atas alasan (misalnya akar kebudayaan) patriarkhi dan dominasi laki-laki, dan sampai resolusi final atas perjuangan perempuan akan non-eksploitasi lingkungan, kebebasan kelas, latar belakang, ras, dan gender. 2.1.1 Alasan dan tujuan feminisme Beberapa aspek yang menyulut munculnya gerakan feminisme di barat antara lain: a. Aspek Politik Waktu rakyat amerika memproklamasikan kemerdekaan tahun 1776, deklarasi kemerdekaan amerika antara lain mencantumkan bahwa all man are created equal (semua laki-laki diciptakan sama), tanpa menyebut-nyebut perempuan. Maka dalam konvensi di seneca valles pada tahun 1848, para tokoh feminis memproklamasikan versi lain dari deklarasi kemerdekaan amerika yang

Page 2

berbunyi all men an women created equal (semua laki-laki dan perempuan diciptakan sama) b. Aspek Agama Gereja mendudukan wanita inferior karena baik agama protestan maupun katolik menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari pada laki-laki. Menurut ajaran martin luther dan john calvin, wlaupun pria dan wanita bisa berhubungan langsung dengan Tuhan, wanita tidak layak bepergian, wanita harus tinggal di rumah mengatur rumah tangga. Sedangkan gereja katolik beranggapan bahwa wanita adalah mahluk kotor dan wakil iblis. c. Aspek konsep sosialisme dan marxis Ini beranjak dari pemikiran patrick angels yang mengemukakan bahwa within the family in he is the bourgeois and the wife represent the proletarian ( dalam keluarga, dia (suami) adalah borjuis dan istri mewakili kaum proletar). Dikatakan oleh kaum feminis adalah bahwa wanita-wanita amerika sebagai kelas yang tertindas dalam mesyarakat kapitalis, tidak memiliki nilai ekonomis, mengingat pekerjaan mereka sebagai pengurus rumah tangga tidak berharga dan tidak bisa dibandingkan dengan laki-laki yang menghasilkan uang. Inti tujuan feminis mengingat kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan derajat laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme mencakup berbagai cara: memperoleh hak yang sama dengan memiliki laki-laki. Berkaitan dengan itu maka munculah istilah equal rights movement atau gerakan persamaan hak. Cara lain membebaskan perempuan dari ikatan lingkungan domestik atau lingkungan keluarga dan rumah tangga, cara ini sering dinamakan women liberation movement, disingkat women libs atau women emansipation movement yaitu gerakan pembebasan wanita. 2.1.2 Berbagai Pemikiran Feminisme Tentang Gender Beberapa pemikiran feminisme tentang gender: a. Masalah teori psikoanalisis freud. Beranjak dari konsep teori dari beberapa pemikir feminis sama sekali enggan menerima teori dalam lembaga-lembaga akademik teori sering bersifat laki-laki, bahkan bersifat maco, teori studi sastra yang sukar, intelektual

Page 3

dan afant garde. Watak laki-laki yang keras bertujuan mendorong dan berambisi besar mendapatkan tempatnya ketimbang dalam seni penafsiran kritik yang lembut. Teori-teori freud dikecam karena seksismenya yang mencolok mata, misalnya asumsi mereka bahwa seksualitas wanita dibentuk oleh kecemburuan jakar. Kaum feminis lebih tertarik kepada tipe teori pasca strukturalis lacan dan derida. Ada lima fokus pokok terlibat dalam kebanyakan diskusi tentng berbedaan seksual: biologi, pengalaman, wacana, ketidaksadaran dan kodisi sosial ekonomi. Biologi. Alasan yang memperlakukan biologi sebagai dasar dan yang mengecilkan sosialisasi telah dipergunakan terutama oleh laki laki untuk meletakan para perempuan dalam tempat mereka. Ungkapan olah mulier inutero (perempuan tidak adalah sebuah kandungan). Jika tubuh wanita adalah nasibnya, maka semua usaha untuk menayakan peranan sek yang dicirikan akan menentang order alami. Sebaliknya, beberapa feminisyang radikal memuja atribut biologis wanita lebih merupakan sumber keunggulan daripada kerendahan ( inferioritas). Pengalaman. Resiko ini juga dijalani oleh mereka yang menarik pengalaman wanita yang khusus sebagai sumber nilai-nilai perempuan yang positif dalam kehidupan dan dalam seni. Menurut alasan itu telah mengalami pengalaman hidup yangk husus (ovulasi,mens, dan melahirkan) hanya mereka yang dapat berbicara. Pengalaman perempuan meliputi perbedaan persepsi dan kehidupan emosi: para wanita tidak melihat hal dengan cara yang sama dengan laki-laki dan mempunyai ide dan perasaan yang berbeda tentang apa yang penting dan tidak penting. Studi tentang gambaran sastra mengenai perbedaan dalam tulisan para wanita dikutip gynokritika. Wacana. Mendapat perhatian besar dari para feminis. Man-made language buku dale spender, sebagaimana disarankan oleh judulnya, menganggap bahwa wanita secara mendasar ditindas oleh bahasa yang dikuasai laki-laki. Jika kita menerima alasan foucaurt bahwa apa yang benar tergantung pada siapa yang menguasai wacana. Oleh karena itu lebih baik bagi para penulis wanita untukmenentang daripada hanya mundur ke ghetto wacana feminin. Pandangan yang sebaliknya dianut oleh robin lakoff seorang penulis linguis yang percaya bahwa bahasa wanita secara nyata memandang rendah, karena memuat pola kelemahan dan ketidakpastian berfokus pada yang dangkal, sembrono, tidak

Page 4

serius dan menekan pada tanggapan pribadi. Ucapan laki-laki, tuntutanya adalah lebih kuat dikutip dan hendaknya diambil oleh wanita yang ingin mendapatkan persamaan sosial. Kebanyakan feminis radikal menganut pandangan bahwa para wanita telah dicuci otaknya oleh tipe ideologi patriarkal yang menghasilkan gambaran stereotipe laki-laki yang kuat dan perempuan yang lemah. Ketidak sadaran. Teori resiko analistik lacan dan kristeva menyediakan fokus keempat proses ketidak sadaran beberapa penulis feminis telah mendobrak sama sekali biologisme dengan mengasosiasikan perempuan dengan proses cenderung meruntuhkan otoritas wacana laki-laki. Pendekatan ini kurang tampak membawa resiko pengghettoan dan penstereotipan, karena pendekatan ini menolak untuk mendefinisikan seksualitas perempuan. Sosiologi. Virgina wolf adalah kritikus wanita yang pertama memasukan dimensi sosiologi dalam analisisnya mengenai tulisan wanita. Sejak itu kaum femins marxis, terutama, mencoba menghubugkan perubahan kondisi sosial dan ekonomi dan perubahan kekuatan diantara keduanya. Mereka setuju dengan kaum feminis yang lain dalam menolak hakikat keperempuanan universal. 2.2 Teori Sastra Feminis Sumbangan terpenting postrukturalisme terhadap kebudayaan adalah pergeseran paradigma dari pusat ke pinggiran. Studi kultural kemudian diarahkan pada kompetensi masyarakat tertentu, masyarakat yang terlupakan, masyarakat yang terpinggirkan, masyarakat marjinal. Teori sastra feminis, yaitu teori yang berhubungan dengan gerakan perempuan,adalah salah satu aliran yang banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan studi kultural. Sastra feminis berakar dari pemahaman mengenai inferioritas perempuan. Konsep kunci feminis adalah kesetaraan antara martabat perempuan dan laki-laki. Teori feminis muncul seiring dengan bangkitnya kesadaran bahwa sebagai manusia, perempuan juga selayaknya memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki. John Stuart Mill dan Harriet Taylor menyatakan bahwa untuk memaksimalkan kegunaan yang total (kebahagiaan / kenikmatan) adalah dengan membiarkan setiap individu mengejar apa yang mereka inginkan, selama mereka tidak saling membatasi atau menghalangi di dalam proses pencapaian tersebut. Mill dan Taylor yakin bahwa

Page 5

jika masyarakat ingin mencapai kesetaraan seksual atau keadilan gender, maka masyarakat harus memberi perempuan hak politik dan kesempatan, serta pendidikan yang sama dengan yang dinikmati oleh laki-laki (Tong, 1998 : 23). Teori feminisme menfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan, terutama, karena adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok yang mendominasi dan didominasi, serta sistem hegemoni di mana kelompok subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna, 2004 : 186). Betty Friedan menyatakan menentang diskriminasi seks di segala bidang kehidupan : sosial, politik, ekonomi, dan personal. Sebagai seorang feminis liberal, Friedan ingin membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif, yaitu peranperan yang digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan tempat yang lebih rendah, atau tidak memberikan tempat sama sekali, bagi perempuan, baik di dalam akademi, forum, maupun pasar (Tong, 1998 : 49). Teori feminisme memperlihatkan dua perbedaan mendasar dalam melihat perempuan dan laki-laki. Ungkapan male-female yang memperlihatkan aspek perbedaan biologis sebagai hakikat alamiah, kodrati. Sedangkan ungkapan masculinefeminine merupakan aspek perbedaan psikologis dan kultural (Ratna, 2004 : 184). Kaum feminis radikal-kultural menyatakan bahwa perbedaan seks/gender mengalir bukan semata-mata dari biologi, melainkan juga dari sosialisasi atau sejarah keseluruhan menjadi perempuan di dalam masyarakat yang patriarkal (Tong, 1998 : 71). Simon de Beauvoir menyatakan bahwa dalam masyarakat patriarkal, perempuan ditempatkan sebagai yang Lain atau Liyan, sebagai manusia kelas dua (deuxime sexe) yang lebih rendah menurut kodratnya (Selden, 1985 : 137). Kedudukan sebagai Liyan mempengaruhi segala bentuk eksistensi sosial dan kultural perempuan (Cavallaro, 2001 : 202). Masyarakat patriarkal menggunakan

Page 6

fakta tertentu mengenai fisiologi perempuan dan laki-laki sebagai dasar untuk membangun serangkaian identitas dan perilaku maskulin dan feminin yang diberlakukan untuk memberdayakan laki-laki di satu sisi dan melemahkan perempuan di sisi lain. Masyarakat patriarkal menyakinkan dirinya sendiri bahwa konstruksi budaya adalah alamiah dan karena itu normalitas seseorang tergantung pada kemampuannya untuk menunjukkan identitas dan perilaku gender. Perilaku ini secara kultural dihubungkan dengan jenis kelamin biologis seseorang. Masyarakat patriarkal menggunakan peran gender yang kaku untuk memastikan perempuan tetap pasif (penuh kasih sayang, penurut, tanggap terhadap simpati dan persetujuan, ceria, baik, ramah) dan laki-laki tetap aktif (kuat, agresif, penuh rasa ingin tahu, ambisius, penuh rencana, bertanggung jawab, orisinil, kompetitif) (Tong, 1998 : 72-73). Sementara menurut Millet, ideologi patriarkal dalam akademi, insitusi keagamaan, dan keluarga membenarkan dan menegaskan subordinasi perempuan terhadap laki-laki yang berakibat bagi kebanyakan perempuan untuk menginternalisasi Diri terhadap laki-laki. Jadi dapat disimpulkan bahwa menjadi perempuan disebabkan oleh nilai-nilai kutural dan bukan oleh hakiaktnya, oleh karena itu, gerakan dan teori feminisme berjuang agar nilai-nilai kultural yang menempatkan perempuan sebagai Liyan, sebagai kelompok yang lain, yang termajinalkan dapat digantikan dengan keseimbangan yang dinamis antara perempuan dan laki-laki. feminis akan melibatkan Pembicaraan perempuan dari segi teori gender, yaitu bagaimana perempuan masalah

tersubordinasi secara kultural. Analisis feminis pasti akan mempermasalahkan perempuan dalam hubungannya dengan tuntutan persamaan hak, dengan kata lain tuntutan emansipasi. Feminisme selain merupakan gerakan kebudayaan, politik, sosial, dan ekonomi, juga merupakan salah satu teori sastra, yaitu sastra feminis. Teori sastra feminis melihat bagaimana nilai-nilai budaya yang dianut suatu masyarakat, suatu kebudayaan, yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu serta melihat bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam tingkatan psikologis dan budaya. Dalam hubungannya dengan studi kultural, studi ini merupakan gerakan keilmuan dan praksis kebudayaan yang mencoba cerdas kritis dalam menangkap teori kebudayaan yang bias kepentingan elit budaya dan

Page 7

kekuasaan. Studi ini bertujuan menimbulkan kesadaran yang akan membebaskan manusia dari masyarakat iirasional. 2.3 Aliran Dalam Teori Feminisme 1. Gelombang awal
a. Feminisme liberal. Aliran ini yang menungkapkan stereotype bahwa

perempuan itu lemah dan hanya cocok untuk urusan keluarga. Menekankan pada hak individu serta kesempatan yang sama karena perempuan dan lakilaki itu sama. Menuntut perubahan kebijakan dengan melibatkan perempuan duduk sebagai pengambilan kebijakan. b. Feminisme radikal. Memfokuskan pada permasalahan ketertindasan perempuan (hak untuk memilih adalah slogan mereka).
c. Feminisme marxis/sosialis. Perbedaannya bila sosialis menekankan pada

penindasan gender dan kelas, marxis menekankan pada masalah kelas sebagai penyebab perbedaan fungsi dan status perempuan. 2. Gelombang kedua
d. Feminisme eksistensial. Melihat ketertindasan perempuan dari beban

reproduksi yang ditanggung perempuan, sehingga tidak mempunyai posisi tawar dengan laki-laki.
e. Feminisme gynosentris. Melihat ketertindasan perempuan dari perbedaan

fisik antara laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan perempuan lebih inferior disbanding laki-laki. 3. Gelombang ketiga
a. Feminisme

postmoderen. Postmoderen menggali persoalan alienasi

perempuan seksual, psikologis, dan sastra dengan bertumpu pada bahasa sebagai sebuah sistem. b. Feminisme multicultural. Melihat ketertindasan perempuan sebagai satu definisi, dan tidak melihat ketertindasan terjadi dari kelas dan ras, preferensi sosial, umur, agama, pendidikan, kesehatan, dsb.

Page 8

c. Feminisme global. Menekankan ketertindasannya dalam konteks perdebatan antara feminisme di dunia yang sudah maju dan feminisme di dunia sedang berkembang. d. Ekofeminisme. Berbicara tentang ketidakadilan perempuan dalam lingkungan, berangkat dari adanya ketidakadilan yang dilakukan manusia terhadap non-manusia atau alam. 2.4 Kritik Sastra Feminis Sebagai gerakan modern, feminisme yang mulai berkembang pesat sekitar tahun 1960 di Amerika berdampak luas. Gerakan ini membuat masyarakat sadar akan kedudukan perempuan yang inferior. Dampak dari gerakan ini juga dapat dirasakan dalam bidang sastra. Perempuan mulai menyadari bahwa dalam karya sastra pun terdapat ketimpangan mengenai pandangan tentang manusia dalam tokoh-tokohnya. Hal inilah yang pada akhirnya memunculkan apa yang dinamakan kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis, adalah studi sastra yang mengarahkan fokus analisanya pada perempuan. Dasar pemikiran feminis dalam penelitian sastra, adalah upaya pemahaman kedudukan peran perempuan seperti yang tercermin dalam karya sastra (Suharto,2002 : 15). Kritik sastra feminis merupakan salah satu ilmu disiplin sebagai respon atas berkembang luasnya feminisme diberbagai penjuru dunia. Secara garis besar Culler menyebutkan kritik sastra feminis sebagai reading as a woman, membaca sebagai perempuan. Yoder juga menyebutkan bahwa kritik sastra feminis itu bukan pengkritik perempuan atau kritik tentang perempuan, atau kritik tentang pengarang perempuan. Arti sederhana kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan. Dalam buku Pengertian Kritik Sastra Feminis Soeharto mengutip pernyataan Yoder, (2002 : 5) Membaca sebagai perempuan berarti membaca dengan kesadaran untuk membongkar praduga dan idiologi kekuasaan laki-laki yang androsentrisme atau patriarkhat. 2.5 Jenis Jenis Kritik Sastra Feminis

Page 9

Berikut ini merupakan jenis-jenis kritik sastra feminis yang berkembang di masyarakat menurut Dra. Ekarini, M.Pd. (2002:161). Kritik Ideologis. Kritik sastra feminis ini melibatkan perempuan, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita adalah citra serta stereotipe wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalah pahaman tentang perempuan dan sebab-sebab mengapa perempuan sering tidak diperhitungkan bahkan nyaris diabaikan. Gynocritics atan ginokritik Gynocritics atau ginokritik disebut juga dengan kritik yang mengkaji penulis-penulis wanita. Jenis kritik sastra feminis ini berbeda dari kritik ideologis, karena yang dikaji disini adalah masalah perbedaan. Berarti studi yang ditulis oleh permpuan mengenai perbedaan antara tulisan perempuan dengan tulisan laki-laki. Kritik Sastra Feminis Sosialis Jenis kritik ini meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Selain itu kritik feminis ini mencoba mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas masyarakat yang tertindas. Kritik Feminis Psikoanalitik Kritik sastra ini diterapkan pada tulisan-tulisan wanita, karena para feminis percaya bahwa pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya pada tokoh wanita, sedangkan tokoh wanita tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya. Kritik Feminis Lesbian. Kritik ini bertujuan untuk mengembangkan definisi yang cermat tentang makna lesbian, kemudian akan ditentukan apakah definisi ini dapat diterapkan pada definisi penulis atau pada teks karyanya. Kritik Feminis Ras atau Etnik Sebagaimana halnya dengan pengkritik sastra ideologi dan pengkritik sastra lesbian, pengkritik sastra etnik ingin membuktikan keberadaan sekelompok penulis feminis etnik beserta karya-karyanya, baik dalam kajian perempuan maupun dalam kajian kanon sastra tradisional dan sastra feminis.

Page 10

2.6 Tokoh-tokoh Feminisme Tokoh-tokoh feminisme yang berpengaruh dalam wacana feminisme di antaranya: 1. Simone de Beauvoir Simone de Beauvoir dalam The Second Sex, menetapkan dengan sangat jelas masalah dasar feminis modern. De Beauvior telah dibuat lebih rendah dan tekanan ini berlipat ganda oleh keyakinan para laki-laki bahwa wanita lebih rendah menurut kodratnya. Gagasan abstrak tentang persamaan hanya permainan bibir, tetapi desakan untuk persamaan yang nyata biasanya akan ditentang. Para wanita sendiri, bukan para laki-laki yang simpatik adalah dalam posisi terbaik untuk menilai kemungkinan kemungkinan eksistensial kewanitaan.

2. Betty Friedan Betty Friedan, mengetengahkan dalam bukunya The Feminisme Mystique versi pragmatik dari bentuk kepasifan perempuan. Menurutnya, perempuan merupakan kaum yang pasif atas bentuk kebudayaan yang tetap sebagaimana anggapan feminitas oleh kaum patriakhat. Friedan menggambarkan media konsumerisme perempuan, misalnya majalah perempuan. Banyak hal yang dapat diceritakan dari majalah perempuan ini tentang kedudukan dan posisi perempuan dalam system patriakhat.

3. Germaine Greer Gagasan Germaine Greer ada kesamaan dengan Friedan yang tertuang dalam The Female Eunuch. Keduanya menolak untuk membedakan gambaran, tetapi menyatukannya dalam pendekatan yang tidak berkelas. Greer memperkirakan bahwa ada bentrokan dalam paham feminis, ramalan emasipasi perempuan akan selalu menjadi teoritis, mudah dibaca dan pragmatis.

Page 11

4. Kate Millet dan Michele Barret Feminisme Politis Suatu tingkatan penting dalam feminisme modern dicapai oleh Kate Millet dalam bukunya Sexual Politics (1970). Ia mempergunakan istilah patriarkhi (pemerintah ayah) untuk menguraikan sebab penindasan wanita. Patriakhi meletakkan perempuan dibawah laki-laki atau memperlakukan perempuan sebagai laki-laki yang inferior. Meskipun ada kemajuan demokrasi, menurut Millet; wanita masih terus dikuasai. 2.7 Penerapan Kritik Sastra Feminis Menurut Djajanegara bahwa, pada umumnya karya sastra yang menampilkan tokoh perempuan bisa dikaji dari segi feministik. Baik secara rekaan, lakon, maupun sajak sangatlah mungkin untuk diteliti dengan pendekatan feministik, asal saja ada tokoh perempuan. Jika tokoh perempuan itu dikaitkan dengan tokoh laki-laki tidaklah menjadi soal, apakah mereka berperan sebagai tokoh utama atau tokoh protagonis atau tokoh bawahan. Adapun cara penerapan kritik sastra feminis dalam meneliti sebuah karya sastra menurut Soenardjati Djajanegara adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh perempuan yang terdapat pada sebuah karya sastra. 2. Mencari status atau kedudukan tokoh perempuan tersebut didalam masyarakat. 3. Mencari tahu tujuan hidup dari tokoh perempuan tersebut didalam masyarakat. 4. Memperhatikan apa yang dipikirkan, dilakukan, dan dikatakan oleh tokohtokoh perempuan tersebut, sehingga kita dapat mengetahui perilaku dan watak mereka berdasarkan gambaran yang langsung diberikan oleh pengarangnya. 5. Meneliti tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang diamati. Kita tidak akan memperoleh gambaran secara lengkap mengenai tokoh perempuan tersebut tanpa memunculkan tokoh laki-laki yang ada disekitarnya.

BAB III

Page 12

PENUTUP Sastra menyebarkan berbagai pesan kepada masyarakat yang secara keseluruhan disebut pesan kebudayaan. Karya sastra seperti juga kebudayaan memiliki manfaat untuk meningkatkan kehidupan manusia. Karya sastra berfungsi menampilkan kembali realitas kehidupan manusia agar manusia dapat mengidentifikasikan dirinya dalam menciptakan kehidupan yang lebih bermakna. Karya sastra memang tidak secara langsung mendidik pembacanya, namun karya sastra menampilkan citra energetis yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas emosional, yang kemudian berpengaruh terhadap kualitas lain, misalnya pendidikan, pengajaran, etika, budi pekerti, dan sistem norma yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13

Budiman, A. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual: Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di Dalam Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Djayanegara, Soenardjati. 2003. Kritik Sastra Feminis. Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.

http://staff.undip.ac.id/sastra/hendrati/2009/07/21/pendekatan-feminisme-d

Page 14

Anda mungkin juga menyukai