Accademika, 2002), 2.
3 Matriarkal dapat dipahami sebagai suatu sistem masyarakat di mana kaum
perempuan yang menjadi kepala keluarga atau kepala suku. Lihat A.S. Hornby dan
E.C Parnwell, An English Reader’s Dictionary (Jakarta: PT. Pustaka Ilmu, 1992), 201.
Leonard Grob, Riffat Hassan, dan Haim Gordon (ed.), Women dan Men’s Liberation:
Testimonies of Spirit (New York: Green Wood Press, 1991), 65.
15 Riffat Hassan dan Fatima Mernissi, “Setara di Hadapan Allah: Relasi Laki-laki dan
Perempuan” dalam Tradisi Islam Pasca Patriarki (Jakarta: LSAF, 1990), 5.
16 Alasan hijrah ke Amerika Serikat salah satunya adalah karena sistem patriarki yang
21 Fazlur Rahman, Islam and Modernity (Chicago: University Press, 1982), 2-3.
22 Amina Wadud, Inside the Gender Jihad: Women’s Reform in Islam (Oxford: Oneworld,
2006), 7.
23 Wadud, Inside, 199.
24 Wadud, Inside, 197.
25 Wadud, Qur’an and Woman, 8.
26 Wadud, Inside, 7.
27 Wadud, Inside, 9.
30 Amina Wadud, Qur’an menurut Perempuan: Meluruskan Bias Gender dalam Tradisi Tafsir
(Jakarta: Serambi, 2001), 14.
31 Wadud, Qur’an and Woman, 57.
32 Wadud, Qur’an and Woman, 58.
33 Lihat Q.S Fa>t}ir [35]: 11, Q.S al-Najm [53]: 45, Q.S. A<li „Imra>n [3]: 36.
34 Wadud, Qur’an menurut Perempuan, 62.
35 Wadud, Qur’an and Woman, 82.
36 Wadud, Qur’an and Woman, 83.
155.
44 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jilbab diartikan sebagai kerudung lebar yg
dipakai wanita Muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada
45 Wadud, Inside, 220.
46 Wadud, Inside, 220..
47 Qâsim Amîn, Al-Mar’ah al-Jadîdah (Kairo: t.p., t.th.), 81.
48 Amîn, Al-Mar’ah, 78.
52Abdul Mustaqim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarkis (Yogyakarta: Sabda Persada,
2003), 143.
54 Riffat Hassan, “An Islamic Perspective” dalam Women Religion and Sexuality
(Philadelphia: Trinity Press International), 100.
55 Sama halnya yang telah dikemukakan oleh Amina Wadud dalam bukunya Qur’an
and Woman. Bahwa semua manusia di bumi ini diciptakan setara, yang membedakan
hanyalah tingkat ketakwaannya kepada Allah. Sesuai dengan Q.S. al-H{ujarât [49]: 13
yang artinya:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
56 Lebih lengkap lihat Yunahar Ilyas, Feminisme dalam Kajian Tafsir al-Qur’ân Klasik dan
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia
menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan”.
58 Q.S. al-Zumar [39]: 6 yang artinya:
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya
isterinya”
64 “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka...”
65 Jalâl al-Dîn al-Mah}allî dan Jalâl al-Dîn al-Suyût}î, Tafsîr al-Qur’ân al-Az}îm (Beirut:
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Catatan Akhir
Dari seluruh gambaran yang telah penulis paparkan di atas, maka
dapat diambil kesimpulan kedua tokoh yang menjadi objek
pembahasan dalam artikel ini memiliki visi sama dalam hal
permasalahan kesetaraan gender dalam Islam. Kaum perempuan yang
selama ini dianggap menjadi korban ketidakadilan gender dengan basis
teologis harus diselamatkan.
Poin penting yang dapat diambil dari pemikiran Amina Wadud
ini adalah bahwa ia ingin membongkar pemikiran lama atau bahkan
mitos-mitos yang disebabkan oleh penafsiran bias patriarki melalui
rekonstruksi metodologi tafsirnya. Karena hal itu sesungguhnya tidak
sejalan dengan prinsip dasar dan spirit al-Qur‟ân. Al-Qur‟ân
sesungguhnya sangat adil dalam mendudukkan laki-laki dan
perempuan. Hanya saja hal ini menjadi terdistorsi oleh adanya
penafsiran yang bias patriarki, lebih-lebih diperkuat oleh sistem politik
dan masyarakat yang sangat patriarki.
Riffat Hassan berpendapat bahwa teks-teks keagamaan yang
diproduksi para ilmuwan dan ahli agama klasik terbukti terpengaruh
oleh budaya patriarki. Hal ini yang kemudian menyebabkan munculnya
argumen-argumen teologis yang digalinya dari al-Qur‟ân sebagai teks
utama agama Islam yang disebutnya teologi feminis.
Daftar Pustaka
Bashin, Kamla. Menggugat Patriarki: Pengantar tentang Persoalan Dominasi
terhadap Kaum Perempuan. Yogyakarta: Bentang, 1996.
Hassan, Riffat dan Mernissi, Fatima. “Setara di Hadapan Allah: Relasi
Laki-laki dan Perempuan” dalam Tradisi Islam Pasca Patriarki.
Jakarta: LSAF, 1990.
Hassan, Riffat. “An Islamic Perspective” dalam Women Religion and
Sexuality. Philadelphia: Trinity Press International.