Anda di halaman 1dari 8

Amina Wadud

Liy Ziyan Anwariyah (200201110154)


Biografi
 Amina Wadud Muhsin, ia lahir di Amerika Serikat pada 1952. Amina
Wadud lahir dengan nama Maria Teasley
 Ia tercatat sebagai guru besar di Universitas Commonwealth
Richmond, Virginia, Amerika Serikat.
 Ayahnya seorang pengkhotbah kristen Metodid. Sedangkan ibunya
keturunan budak muslim arab, Bar-bar di Afrika.
 Pada Tahun 1972 ia mengucapkan Syahadat untuk masuk islam di
University of Pennsylvania tempat ia belajar sampai dia menerima
gelar sarjana sains pada tahun 1975
 Amina Wadud mendapat gelar M.A pada bulan Desember tahun 1982
ketika melanjutkan studi pascasarjana di The Universty Of Michigan.
 Wadud menguasai banyak bahasa asing diantaranya, Inggris, Arab,
Turki, Spanyol, Prancis, dan jerman.
Setting sosio-kultural yang melatarbelakangi
pemikirannya
• Relasi laki laki dan perempuan sangat timpang sehingga berimplikasi pada
terpinggirkannya perempuan
• Kultur budaya islam cenderung menganggap laki-laki dan wanita sebagai anggota
umat manusia yang berbeda, yang mana kaum perempuan selalu menjadi subyek
subordinat.
• Amina Wadud menganggap bahwa qiwamah bersifat fungsional, merujuk kepada
relasi fungsional yang secara ekonomi, sosio-kultural, dan historis bersifat
kontingen dan tidak inheren (pada status suami).
Kegelisahan akademik
Terjadinya marginalisasi terhadap perempuan dalam berbagai bidang
kehidupan.
Terjadinya penafsiran terhadap ayat tentang perempuan oleh mufassir pria
yang dipengaruhi oleh pengalaman dan latar belakang mereka sebagai
pria, yang mana hasil penafsiran seperti ini akan menimbulkan produk
penafsiran yang hanya menguntungkan dan berpihak kepada laki-laki dan
memarjinalkan perempuan serta tidak dipandangnya peran perempuan di
ranah publik sebagai peran yang sama dengan laki-laki.
 Gagasan kesetaraan gender Amina wadud dilatarbelakangi oleh pengamatan
panjangnya terhadap kata kata kunci di Al-Qur’an bahwa Al Qur’an mengakui
peran perempuan dan laki laki namun Al-Qur’an tidak merinci peran
keduanya.

 Pengaruh ideologi-doktrin penafsiran Al-Quran yang dianggap bias patriarki.

 Wadud bisa dikategorikan sebagai sosok perempuan kontroversial abad ini.


Bagaimana tidak, ia telah memelopori kegiatan sholat jum’at yang lain dari
biasanya, yang belum pernah dilakukan oleh perempuan manapun selama
kurun waktu 1400 tahun dalam sejarah Islam. Ia mengimami sholat sekaligus
menjadi khatib jum’at.
Pemikiran dan gagasan
• Amina Wadud disini mengkritisi tentang beberapa hal yang terkait dengan peradaban Islam yang masih
mendiskriminasi perempuan.
• Amina menyuarakan tafsir yang didasarkan pada nuansa keperempuanan. Dan cara lainnya adalah menghadirkan
penafsir perempuan.
• Ada tiga prinsip dasar yang di ajukan Wadud dalam mengkonstruk pemikiran gender-Nya yakni prinsip
tauhid,takwa dan khalifah
• Kesetaraan yang hendak dibangun oleh Amina wadud adalah keasetaraan antara perempuan dan laki laki dan
kesetaraan yang menunjukkan bahwa keduanya memanglah berbeda.
• Asumsi dasar dibalik konsep kesetaraannya adalah berdasar pada doktrin teologis dimana Al Qur’an adalah sumber
nilai tertinggi yang secara adil menundukkan laki laki dan perempuan secara setara.
• Wadud juga mengklasifkasikan karakteristik tafsir mengenai perempuan menjadi tiga macam, yaitu; tafsir
Tradisional, tafsir Reaktif dan Tafsir holistik
Konsep poligami menurut Amina Wadud
- Aminah Wadud berupaya menginterpretasikan ulang makna surat al-Nisaa’ ayat: 3, yang membahas tentang
diperbolehkannya seorang laki-laki menikahi lebih dari satu orang perempuan.
- Amina tergolong sebagai feminis yang bersifat moderat dengan mengakui poligami bukan sebagai larangan yang
bersifat mutlak dan juga tidak termasuk sebagai ajaran yang dibolehkan secara mutlak. Dengan kata lain amina
membolehkan poligami tetapi dengan syarat tertentu.
- Secara tegas Wadud menolak jika praktek poligami dijadikan satu-satunya alternatif dalam meringankan
himpitan ekonomi yang terjadi, karena jika memang karena alasan ekonomi para pria berhak mempratekkan
poligami maka untuk konteks zaman modern dewasa ini sangatlah berbeda konteksnya
- Dalam permasalahan poligami Amina Wadud juga mengamini pendapat Qāsim Amīn yang menganggap bahwa
poligami adalah merupakan senjata laki-laki dalam memuaskan nafsu seksnya. Namun jika Qosim masih
memperbolehkannya dengan alasan alasan khusus, disini Wadud benar-benar menolak poligami dengan alasan
apapun
Tanggapan para sarjana
Dalam melihat penelitian yang dilakukan para sarjana, konsep pemikiran Amina Wadud
sangat perlu diapresiasi secara luar biasa atas penelitian yang ia lakukan dengan
memunculkan sebuah langkah kemudian mendapatkan hasil dari penafsiran yang dapat
mengungkapkan nilai universal dari wahyu.
Hal penting juga yang diambil dari pemikiran Amina Wadud adalah bahwa perlu adanya
pergeseran pradigma penafsiran yang selama ini membungkam peran dari salah satu jenis
kelamin manusia ini, yang sesungguhnya akan mengakibatkan aleniasi dari peran
manusia secara umum yaitu khalifah di muka bumi, yang apabila pembagian peran hasil
dari penafsiran ini terus menyelimuti langit pemikiran umat Islam maka keseimbangan
fungsi dan tugas manusia pun akan tidak maksimal

Anda mungkin juga menyukai