Muhammad Bashori
A. Pendahuluan
Menikah: Menikah adalah salah satu Sunnah Rasulullah SAW yang tergolong penting.
Bahkan Rasulullah pernah berkata akan mengeluarkan seseorang dari barisan umatnya
jika membenci atau tidak mau untuk menikah. Oleh sebab itu, dalam Islam tidak ada yang
namanya pemisahan diri dengan kelompok tertentu yang memiliki jenis kelamin yang
berbeda. Dengan demikian, Islam sangat melarang adanya sesorang yang menghindar
untuk menikah, baik itu laki atau perempuan yang dengan sengaja menghindar untuk
dinikahi karena sebab-sebab tertentu. Misalnya, seorang wanita ingin tetap dalam
kesucian.1
Poligami: Persoalan yang paling banyak dibicarakan dalam lingkup pernikahan adalah
poligami. Poligami ini memang sangat kontroversial, ada satu sisi menolak poligami
dengan sandaran berbagai macam, baik itu yang bersifat normatif, psikologis bahkan
Qosim Amin: Mayoritas ilmuan klasik dan pertengahan berpendapat bahwa poligami
adalah boleh secara mutlak. Sebagian pemikir kontemporer dan perundang- undangan
1
Andi Intan Cahyani, “Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam,” Jurnal Al-Qadau: Peradilan Dan Hukum
Keluarga Islam 5, no. 2 (2018): 271, https://doi.org/10.24252/al-qadau.v5i2.7108. hal 272
2
Cahyani.
muslim modern membolehkan poligami dengan syarat- syarat dan dalam kondisi tertentu
yang sangat terbatas.3 Sebagian ilmuan yang lain seperti Qasim Amin mempunyai pola
Qasim Amin (1 Desember 1863 - 23 April 1908), adalah salah satu tokoh pemikir
kontemporer, beliau adalah tokoh reformis dari Mesir yang menggelorakan semangat
wanita dijadikan sebagai budak dan pemuas nafsu kaum pria serta selalu dipingit di dalam
Qosim Amin lahir pada awal Desember tahun 1863 di Mesir. Ayahnya bernama
Muhammad Amin keturunan Kurdi Turki dan ibunya bernama Karimah Ahad Khitob
menyelesaikan kuliah pada usia 22 tahun menandakan jika Qosim Amin memang
3
Haris Hidayatulloh, “Adil Dalam Poligami Perspektif Ibnu Hazm,” Religi Jurnal Studi Islam 6 (2015): 207–36.
4
Muhammad Haramain, “Dakwah Pemberdayaan Perempuan: Telaah Pemikiran Qasim Amin Tentang
Kesetaraan Gender,” Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam: Jurnal Pemikiran Islam 5, no. 2 (2019): 218–35,
http://ejournal.iainkendari.ac.id/zawiyah/article/view/1403; Siti Hikmah, “Fakta Poligami Sebagai Bentuk
Kekerasan Terhadap Perempuan,” Sawwa: Jurnal Studi Gender 7, no. 2 (2012): 1,
https://doi.org/10.21580/sa.v7i2.646.
5
Eliana Siregar, “Pemikiran Qasim Amin Tentang Emansipasi Wanita,” Kafa`ah: Journal of Gender Studies 6,
no. 2 (2017): 251, https://doi.org/10.15548/jk.v6i2.143; Hasri Hasri, “Emansipasi Wanita Di Negara Islam
(Pemikiran Qasim Amin Di Mesir),” Al-Khwarizmi: Jurnal Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam 2, no. 2 (2018): 107–14, https://doi.org/10.24256/jpmipa.v2i2.117.
seorang yang cerdas dan pintar. Tidak heran jika kemudian ia mendapatkan beasiswa
sekitar. Ia sempat bertemu dengan dua tokoh modernis yang paling berpengaruh yaitu
Jamaluddin al Afghani dan Imam Muhammad Abduh. Ketika itu ia juga akrab dengan
buku karangan Natzi (1844-1990M), Darwin (1809-1882) dan Karl Marx (1818-
1883M) dan sebagainya. Setelah berhasil menamatkan kuliahnya selama empat tahun
ia pun kembali ke Kairo pada 1885. Pada tahun 1894 ia menikah dengan gadis Mesir
bernama Zainab. Dari Pernikahannya tersebut dikaruniai dua putri yaitu Zainab dan
Gelsen.7
Qosim mengawai karirnya dengan bekerja di kantor pengacara Mustofa Fahmi sejak
lulus dari kuliah hukum di Mesir, namun karena harus melanjutkan studi ke Perancis
Sepulang dari Perancis tahun 1885, ia bekerja di Pengadilan Mesir. Semenjak itu
beberapa pengadilan daerah yaitu Bani Suif pada tahun 1889 dan Thonto pada 1891.
Pada 1892 menjadi wakil hakim pada pengadilan isti'naf dan dua tahun kemudian
menjadi penasehat hakim. Ia meninggal pada tahun 1908 dalam usia 55 tahun.9
6
Nur Lailatul Musyafa’ah, “Hijab Wanita Dalam Pandangan Qasim Amin,” Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga
Islam 1, no. 1 (2010): 27–44.
7
Musyafa’ah., hal 29.
8
Musyafa’ah., hal 29.
9
Musyafa’ah., hal 30.
Semasa hidupnya ia aktif menulis artikel dan buku. Di antara karyanya adalah al-
Misriyyun (Bangsa Mesir) diterbitkan taun 1894 dalam bahasa Perancis, Tahrir al
Mar'ah (Emansipasi Wanita) diterbitkan tahun 1899, dan al Mar'ah al Jadidah (Wanita
diterbitkan setelah ia wafat dalam kumpulan tulisan berjudul Asbab wa Nataij (Sebab
Qasim Amin seorang politikus, pengacara, jurnalis Mesir pro Barat, didikan Perancis
kitab tentang emansipasi wanita dalam bukunya Tahrir al Mar'ah. Namun sebelum
menulis Tahrir al Mar'ah, Qasim menulis buku berbahasa Perancis berjudul Les
pada 1894. Kitab ini ditulis untuk merespon karya penulis orientalis dari Perancis Duc
bukunya tersebut Duc d'harcourt mengkritik budaya Mesir yang terbelakang dan
dalam satu bab khusus menulis tentang tradisi hijab wanita di Mesir yang
wanita Barat.11
Sebagai warga Mesir yang memiliki jiwa nasionalisme Qasim tidak bisa tenang
membaca karya Duc d'harcourt tersebut hingga ia jatuh sakit selama dua minggu.
10
Musyafa’ah., hal 30
11
Musyafa’ah.
Karena itu ia tergerak menjawab kritikan Duc d'harcourt dengan menulis kitab Al-
Misriyyun (Bangsa Mesir). Dalam kitab tersebut Qasim berusaha menjawab kritikan
DUc d'harcourt dengan membela agama dan bangsanya, tidak lupa dalam satu bab
khusus Qasim membela budaya wanita arab khususnya Mesir tentang budaya yang
berlaku bagi mereka ketika itu seperti hijab dan poligami bahkan ia mengkritik
Qasim Amin dengan adanya hijab dan Poligami dipraktekkan wanita Mesir akan
melindungi mereka dari gangguan dan akan menjaga wibawa seorang wanita.12
Namun lima tahun kemudian, pada 1899 Qasim menulis buku yang berjudul Tahrir
buku Tahrir al-Mar'ah Qasim Amin mengupas empat hal, yaitau: Hijab, Poligami,
pendapat yang sesuai dengan aliran barat, dengan pengakuan bahwa pendapatnya
Perhatian Qasim Amin terhadap emansipasi wanita terdapat pengaruh dari pemikiran
12
Musyafa’ah.
13
Musyafa’ah.
mempunyai kedudukan yang tinggi, tetapi adat istiadat yang dari luar Islam merobah
hal itu sehingga wanita Islam akhirnya mempunyai kedudukan rendah dalam
masyarakat. Ide inilah yang dikupas Qasim Amin dalam bukunya Tahrir al-Mar'ah
(Emansipasi Wanita) yang terbit pada tahun 1899 M. Menurut pendapatnya umat
Islam mundur karena kaum wanita, yang di Mesir merupakan setengah dari
bukan hanya agar mereka dapat mengatur rumah tangga dengan baik, tetapi lebih dari
o MAKNA POLIGAMI
Kata Poligami, secara etimologi berasal dari bahasa yunani, yaitu polus yang berarti
banyak dan gamos yang berarti perkawinan.15 Sedangkan dalam bahasa Arab poligami
Dalam pengertian ini tidak dicantumkan jumlah istri dalam berpoligami tetapi islam
membatasinya sampai empat orang kalau ada keinginan suami menambah lagi maka
salah satu dari yang empat ituharus diceraikan, sehingga jumlahnya tetap sebanyak
14
Musyafa’ah.
15
W.J.S Poerdarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h.693
16
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), h.1089 122
17
Perpustakaan Nasional RI, Loc., Cit.
Poligami dalam bahasa Arab sering diistilahkan dengan ta‘addud az-zaujah. Poligami
menurut istilah adalah ikatan perkawinan dimana salah satu pihak mengawini
beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Walaupun dalam pengertian
di atas ditemukan kalimat‚ salah satu pihak‛, akan tetapi karena istilah perempuan
yang mempunyai banyak suami dikenal dengan poliandri, maka yang dimaksud
beberapa orang isteri (poligini) dalam waktu yang bersamaan. Kebalikan dari
poligami adalah monogami, yaitu ikatan perkawinan yang hanya membolehkan suami
mempunyai satu isteri pada jangka waktu tertentu. Istilah lainnya adalah monogini,
Poligami telah ada sejak sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw. Dan telah
dilaksanakan di dunia Arab dan selain Arab. Kemudian datanglah Islam untuk
kebolehannya.
Setelah Islam datang, segala bentuk perkawinan di atas dihapus kecuali poligami,
hanya saja perkawinan poligami ini kemudian dibatasi sampai pada batas maksimal 4
18
K Ulum, “POLIGAMI DALAM PANDANGAN MUHAMMAD SYAHRUR: Pembacaan Ulang Terhadap
Makna Dan Ketentuan Poligami,” Al Hikmah: Jurnal Studi Keislaman 5, no. 36 (2015): 1–13,
https://www.academia.edu/download/48744970/515-1535-1-PB.pdf.
tersebut, diantaranya riwayat dari Al-H}âriś ibn Qays. Ia berkata‚ Ketika masuk
Islam, aku memiliki delapan orang isteri, maka aku melaporkannya kepada Nabi‛.
poligami, bahkan menganjurkannya dengan syarat isteri kedua, ketiga dan keempat
adalah janda yang memiliki anak yatim dan adanya rasa khawatir atas tidak adanya
sikap adil terhadap anak- anak yatim. Menurutnya, dalam poligami terdapat sisi
kemanusiaan dan sosial yang akan terurai (terselesaikan), yaitu manakala keadilan
terhadap anak-anak yatim tidak dapat terlaksanakan dengan baik, dengan cara
rumah tangga. Akan tetapi terlihat bahwa dalam beberapa kondisi ia membolehkan
poligami dilakukan. Seperti yang dikatakan ulama pada umumnya, bahwa poligami
merupakan kajian teoritis, referensi serta literatur ilmiah lainnya yang berkaitan
dengan budaya, nilai dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti
Dalam penelitian yang memakai studi Pustaka akan di spesifikan dalam Jenis studi
kepustakaan yang pertama adalah kajian pemikiran tokoh, sesuai namanya. Studi
kepustakaan ini menjadikan pemikiran atau pola pikir seorang tokoh menjadi topik
tulisan maupun penelitian.Daam hal ii pada penelitian ini akan mengkaji tokoh
Lewat jenis studi kepustakaan ini, penulis kemudian mencari referensi berbentuk
karya tulis yang membahas hasil pemikiran tokoh yang diangkat. Bisa dari buku
biografi tokoh tersebut, buku yang merangkum karya dari tokoh tersebut, dan lain
sebagainya.
PENELITIAN TERDAHULU
Ridha, “Meskipun agama islam membuka jalan bagi poligami, tetapi jalan itu sangat
disempitkan, sehingga poligami hanya dapat dibenarkan untuk dikerjakan dalam keadaan
darurat. Oleh karena itu, poligami hanya diperbolehkan bagi orang-orang yang terpaksa serta
Menurut Qasim Amin kemunduran umat Islam terletak pada lemahnya pember-dayaan kaum
perempuan. Dalam Islam seakan-akan ada diskriminasi antara kaum laki-laki dan kaum
perempuan sehingga derajat kaum laki-laki cenderung berada di atas derajat kaum
perempuan. Menurut Qasim, pendapat itu tidaklah benar, karena kaum perempuan-lah yang
berperan penting dalam kehidupan dan mereka patut untuk diber-dayakan, paling tidak
Bagi qosim Amin kebangkitan suatu bangsa adalah dengan ilmu pengetahuan, oleh karena
itu Eropa terus bergerak maju menuju masyarakat yang sempurna. Sebagaimana Bagi Qasim
Amin, selalu meng idolakan Eropa dalam semua hal. Qasim Amin menulis, “Jika ada orang
yang berkata bahwa Eropa maju secara material sedangkan kita secara moral lebih baik,
pernyataan ini sama sekali tidak benar. Secara moral orang-orang Eropa lebih maju dan
dalam semua aspek kehidupannya lebih unggul, termasuk di dalamnya tentang kebebasan
wanitanya.”
22
Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim, (Bandung: Pustaka
Setia, 2013), h. 31.
Pokok-pokok pikiran tersebut telah memberikan inspirasi pada Qasim Amin, sehingga pada
tahun 1899 ia menulis buku terkenal yang diberi judul ”Tahrir al Mar’ah“ atau “Pembebasan
Wanita”. Ada sedikit perbedaan pandangan antara Qasim Amin dengan gurunya (Muhammad
Abduh) mengenai penyebab kemajuan kaum wanita. Qasim Amin mengidolakan kehidupan
Eropa dalam segala hal, termasuk kebebasan kaum wanitanya harus ditiru kalau kita ingin
maju. Sedangkan Muhammad Abduh meman-dang bahwa wanita Islam sebenarnya memiliki
kedudukan tinggi, tetapi adat istiadat yang berasal dari luar Islam-lah yang mengubah hal itu,
sehingga akhirnya wanita Islam mempunyai kedudukan yang rendah dalam masyarakat.
Adapun pandangan Qasim Amin mengenai peran wanita, ia berpendapat bahwa umat Islam
mundur karena kaum wanitanya yang merupakan setengah dari penduduk-nya tidak pernah
memperoleh pendidikan sekolah. Padahal dalam Islam tidak ada perbedaan antara laki-laki
dan perempuan dalam hak mendapatkan ilmu pengetahuan. Dari sini Qasim Amin melihat
pentingnya kaum wanita belajar di sekolah-sekolah sampai jenjang perguruan tinggi dan
menentang pilihan sepihak dalam soal rumah tangga seperti dalam hal poligami dan
perceraian. Menurut pendapatnya wanita harus diberi hak yang sama dengan pria dalam hal
monogami. Menurutnya, sistem perkawinan pada saat ini yang bagi pria dapat memiliki
wanita dengan pilihan sepihak dan hanya dihadiri oleh dua orang saksi saja adalah pendapat
yang keliru dan merendahkan kedudukan wanita. Begitupun poligami, ia adalah wujud
penghinaan terhadap wanita, karena tidak ada wanita yang ingin dimadu, sebagaimananya
tidak adanya laki-laki senang bila istrinya diganggu. Hal ini merupakan tabiat bagi pria dan
wanita. Firman Allah Ta’ala dalam surat An-Nisa’: "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat
berlaku adil di antara isteri-isterimu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena
itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan
yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. an-
Nisaa'; 129), sebenarnya menunjukkan adanya larangan berpoligami, karena tidak ada
kemungkinan bagi pria untuk bisa berlaku adil, meskipun dilakukan dengan susah payah.
Oleh karena itu, poligami bisa dilakukan apabila ada persetujuan dari pihak istri. Tanpa
Disisi lain talak (perceraian) adalah suatu yang dihalalkan, tetapi sangat dibenci oleh Allah.
Oleh karena itu Qasim Amin mensyaratkan hendaknya prosedur tentang talak dipersulit agar
si suami tidak sekehendak hatinya menjatuhkan talak, serta menganjur-kan agar adanya saksi
Ide Qasim Amin yang banyak menimbulkan reaksi di zamannya adalah bahwa hijab bagi
muslimah dan pemisahan antara wanita dan pria dalam pergaulan bukan dari ajaran Islam.
Tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Hadist yang mengajarkan demikian. Menurutnya,
berhijab bagi wanita dan pemisahan membaur telah membawa wanita kepada kedudukan
yang rendah dan menghambat pengembangan potensi mereka. Demikianlah beberapa
Dari berbagai pihak datang kritik dan protes terhadap ide-ide yang dikemukakan oleh Qasim
Amin. Demikian dahsyatnya reaksi dari masyarakat Mesir ketika itu hingga Qasim pun
merasa pesimis bahwa idenya akan dapat diterima. Ia pun mengurung diri selama berhari-hari
di rumahnya dan bertekad untuk tidak membahas lagi tema ini. Akan tetapi Sa'ad Zaghlul,
salah seorang petinggi Mesir ketika itu, memberikan support-nya kepada Qasim Amin seraya
berkata, "Teruslah engkau melaju, aku akan senantiasa berdiri di sampingmu." Dukungan ini
mengembalikan lagi rasa percaya diri Qasim dan tak lama setelah itu ia pun menuliskan
kembali ide-idenya yang kemudian muncul menjadi al-Mar’ah al-Jadidah atau Wanita
Modern, terbit pada tahun 1901 isinya menyerang hijab dan gambaran tentang potret
kehidupan rumah tangga muslim pada masa kegelapan. Qasim Amin menulis :
“Lelaki adalah penguasa mutlak, sedangkan wanita jadi budak. Ia adalah obyek kepuasan
hawa nafsu, barang mainan yang dipakai kapan saja menurut kemauannya. Ilmu untuk pria,
wanita tak berhak apapun. Cakrawala dan caha-ya untuk lelaki, kegelapan dan kamar terkunci
untuk wanita. Lelaki adalah komandan, sedangkan wanita harus tunduk tanpa syarat. Lelaki
Dalam hal ini pandangan Qosim Amin , bahwa pembaruan rumah tangga muslim haruslah
meniru pola hidup Eropa , Sebab itu adalah penyeleseian untuk mengentaskan problematika
sosial di Dunia Islam. Qasim Amin menulis:“Lihatlah negara-negara Timur, engkau akan
menemukan wanita-wanita di sana menjadi budak lelaki, lelaki adalah penguasa, lelaki
adalah penindas di rumahnya, wanita dibelenggu bila tinggal di luar rumah. Kemudian
lihatlah negara-negara Barat, pemerintahan berjalan di atas dasar kebebasan dan meng-
hormati hak-hak individu serta status wanita dijunjung tinggi dan mendapat-kan kebebasan
Pada intinya dalam buku tersebut, Qasim Amin mempertahankan ide-idenya serta
o Praktik poligami yang makin marak dilakukan oleh laki-laki berangkat dengan berbagai
alasan yang secara logika tidak dapat diterima. Misalnya karena istri dianggap lalai
23
mengurus rumah disamping istri juga harus pergi bekerja Alasan lain, perempuan
dianggap tidak memberikan pelayanan dan perhatian yang besar terhadap suami, bahkan
alasan karena laki-laki sudah mampu memenuhi kebutuhan lebih dari satu istri. Padahal,
sisi lain keadilan tidak hanya kepada istri tetapi juga adil kepada anak yang mencakup
Alquran, dalam pandangan Amina Wadud, memperbolehkan poligami karena pada saat
itu sedang terjadi perang di seluruh penjuru yang menyebabkan laki-laki (ayah) mati
23
dalam medan perang. Perang tersebut membuat banyak istri dan anak-anaknya kehilangan
Adapun anggapan yang menjadi penyebab maraknya poligami yaitu itu poligami
dianggap sebagai sunnah nabi sehingga melaksanakannya pun dianggap sebagai kebaikan
Namun pada prakteknya poligami di masa sekarang cenderung dilakukan dengan alasan
takut berzina dan birahi yang kuat. Hal ini merupakan suatu alasan yang melenceng dari
adanya praktek poligami. Sehingga hal tersebut perlu dikaji lebih mendalam dalam masail
fiqhiyah yaitu relevansi antara kebebasan suami berpoligami dengan aturan berpoligami
Fakta praktek poligami yang marak terjadi suami cenderung menjadi penentu dari
keputusan poligami. Hal ini didasarkan pada " Suami adalah Imam" sehingga perempuan
dianggap tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan berpoligami. Namun, hal ini
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 3 ayat 2 yang
berbunyi : "pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari
Hal ini Tentunya merupakan sebuah pendapat yang saling bersinggungan sehingga perlu
dikaji lebih rinci antara pendapat agama dengan hukum positif. Poligami saat ini sedang
ramai diperbincangkan, terutama dengan alasan nafsu pria yang mungkin tidak bisa
suatu hal yang patut untuk dibanggakan. Namun persoalannya bagaimana seorang suami
menghalalkan segala cara untuk bisa berpoligami bukan dengan alasan seorang istri tidak
memenuhi kewajibannya namun karena alasan nafsu, sedangkan dirinya sendiri belum
tentu dapat berperilaku adil?. Hal ini merupakan suatu kasus yang ramai dibicarakan,
Dari dimensi psikologi Berikut adalah dampak psikologis akibat praktik poligami:
Psikologis pada isteri: perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri atas tindakan
Psikologis pada anak: Merasa kurangnya kasih sayang, perhatian dan pegangan hidup dari
orang tuanya sehingga mereka tidak memiliki sandaran hidup mereka. Hal itu dapat
menyebabkan kerenggangan hubungan antara anak dengan orang tua terutama ayah.
Selain itu juga dapat mengakibatkan kemerosotan moral pada anak, akibat kurangnya
perhatian dan kasih sanyang pada mereka. Adanya rasa benci anak terhadap ayahnya,
karena merasa ibu yang disayanginya telah dikhianati dan disakiti. Serta perasaan
dikucilkan karena adanya keluarga baru yang menyebabkan berkurangnya kasih ayah
Poligami bukan dimulai oleh adanya islam yang datang ke bumi. Sebelum islam datang,
poligami telah dilakukan oleh manusia. Jauh sebelum islam lahir, poligami telah
dilakukan oleh semua bangsa, seperti bangsa Asia, Eropa, Afrika dan Amerika. Di Jazirah
Arab, terkenal tidak suka melihat anak perempuan yang masih kecil sehingga berusaha
berbagai cara, melalui harta atau kekuasaan. Menurut Rahmat Hakim, poligami telah
dijalankan oleh bangsa-bangsa semenjak zaman primitif, bahkan hingga sekarang. Bangsa
Romawi menerapkan peraturan ketat kepada rakyatnya untuk tidak beristri lebih dari
seoang, kaum raja dan bangsawan banyak memelihara gundik yang tidak terbatas
jumlahnya.[4]
Bangsa Romawi adalah bangsa yang telah mencapai puncak kejayaan dan kemuliaan
setelah bangsa Yunani. Diantara ungkapan mereka yang berkaitan tentang wanita adalah:
“sesungguhnya belenggu belum tercabut dan benangnya belum lepas”. Yakni didalam
masyarakat mereka, suami mempunyai hak yang penuh terhadap istrinya, sebagaimana
hak-hak raja atas rakyatnya. Sehingga ia mengatur istrinya sesuai hawa nafsunya. Bahkan
disebabkan kekuasaan yang teramat besar ini, ia dibolehkan melakukan apa saja sampai
Menurut Khazin Nasuha, yang dimaksud dengan keadilan dalam poligami adalah “adil
dalam soal materi, adil dalam membagi waktu, adil membagi nafkah yang berkaitan
dengan nafkah sandang, pangan, dan papn, dan adil dalam memperlakukan kebutuhan
batiniah istri-istrinya. Dalam hal keadilan batiniah, menurut Khazin Nasuha tidak dituntut
oleh syariat islam, karena masalahnya berada diluar kemampuan manusia. Rasulullah
Suami harus dapat berlaku adil dalam hal makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan
dalam hal giliran. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena
sesungguhnya Allah melarang yang demikian. Adil bukan berarti semuanya harus sama,
sebab tidak mungkin ada manusia yang mampu adildalam masalah cinta dan bersetubuh.
Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa memiliki dua istri, kemudian ia lebih condong
kepada salah satu dari keduanya. Maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan
Menurut Sayyid Sabiq poligami adalah ”salah satu ajaran islam yang sesuai dengan fitrah
kaum laki-laki, laki-laki adalah makhluk Allah yang memiliki kecenderungan seksual
lebih besar dibandingkan dengan kaum perempuan. Secara genetik, laki-laki dapat
memberikan benih kepada setiap wanita karena kodrat wanita adalah hamil dan
melahirkan setelah masa pembuahan. Jika perempuan melakukan poliandri, tidak hanya
bertentangan dengan kodratnya, tetapi sangat naif dan irrasional. Dari sisi genetik akan
kesulitan mencari dari benih siapa yang dibuahkan oleh perempuan yang hamil tersebut.
Dengan demikian, syariat islam tentang poligami tidak bertentangan dengan hukum alam
Untuk mengangkat harkat dan martabat kaum wanita, Allah mewajibkan kepada semua
kaum laki-laki yang berpoligami untuk berlaku adil, terutama dalam hal melakukan
pembagian nafkah lahir dan batin. Tidak dibenarkan menzalimi istri lain dengan hanya
cenderung kepada salah satu istrinya. Hal demikian oleh Sayyid Sabiq dikatakan karena
hak perempuan yang sesungguhnya adalah tidak dimadu. Akan tetapi, poligami adalah
untuk menghindarkan kaum laki-laki melakukan perzinaan. Selain itu, melatih menjadi
pemimpin yang adil dalam kehidupan dan pengelolaan keluarga dan rumah tangganya.
Keadilan terhadap istri-istri adalah barometer pertama pemimpin yang akan berlaku adil
HIKMAH POLIGAMI
Mengenai hikmah diizinkan berpoligami (dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku
1 Guna melahirkan keturunan bagi suami yang subur dan istri mandul.
2 Demi menjaga eksistensi keluarga tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai istri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tak
dapat disembuhkan.
3 Menyelamatkan suami dari yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis akhlak
lainnya.
negara/masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari kaum prianya, misalnya
Tentang hikmah diizinkannya Nabi SAW beristri lebih dai seorang, bahkan melebihi
1 Untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran agama. Istri Nabi sebanyak 9 orang itu
bisa menjadi sumber informasi bagi umat islam yang ingin mengetahui ajaran-ajaran Nabi
kewanitaan/kerumahtanggaan.
2 Untuk kepentingan politik mempersatukan suku-suku bangsa Arab dan untuk menarik
mereka masuk agama islam. Misalnya perkawinan Nabi dengan Juwairiyah, putri Al-
Harits (kepala suku Bani Musthaliq). Demikian pula perkawinan Nabi dengan Shafiyah
Untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan. Misalnya perkawinan Nabi dengan beberapa
janda pahlawan islam yang telah lanjut usianya, seperti Saudah binti Zum’ah (suami
meninggal setelah kembali dari hijrah Abessinia), Hafshah binti Umar (suami gugur di
Badar), Zainab binti Khuzaimah (suami gugur di Uhud), dan Hindun Ummu Salamah
(suami gugur di Uhud). Mereka memerlukan pelindung untuk melindungi jiwa dan
Mengenai Implementasi atau tata cara berpoligami yang resmi diatur oleh islam memang
tidak ada ketentuan secara pasti. Namun, di Indonesia dengan Komilasi Hukum Islamnya
Pasal 56
Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan
Agama.
Pengajuan pemohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara
sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975.
Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari
Pasal 57
Pengadilan agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih
Pasal 58
Selain syarat utama yang disebutkan pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin
pengadilan agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5
2 Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-
anak mereka.
Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No.9 Tahun
1975, persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan,
tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan
Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila
istri aatu istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi
pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya sekurang-
kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.
Pasal 59
Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri
lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat
(2) dan 57, pengadilan agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah
dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.[13]
dengan poligami adalah dalam pasal 4 dan pasal 5. Dalam pasal 4 terdiri atas 2 ayat
Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam
pasal 3 ayat (2) undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada
Pengadilan dimaksud ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami
Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (1) undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat
berikut:
24
Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Op Cit, hal 41
2 Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-
3 Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak
mereka.
Dengan penjelasan pasal 5 ayat (1) dapat dipahami bahwa suami harus meminta izin dari
isteri, maka istri yang mandul pun memiliki hak prerogatif untuk memberi atau tidak
memberi izin kepada suaminya yang bermaksud poligami. Akan tetapi, karena kondisi
istri yang demikian, sangant tidak rasional atau tidak mungkin apabila istri tidak memberi
izin kepada suaminya. Tentu keadaan tersebut sangat memprihatinkan bagi istri dan
Dengan pemahaman terhadap pasal 4 ayat (2) (a) yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, posisi perempuan atau istri yang tidak dapat
melahirkan keturunan ada dalam posisi dilematis, artinya terjebak dalam dua pilihan yang
Berdasarkan kondisi diatas, menurut Rahmat Hakim, alternatif yang dipilih oleh istri
1 Bercerai secara baik-baik, walaupun praktiknya sangat dilematis. Suami atau istri tidak
istri. Akan tetapi, di sisi lain jika kondisinya yang mengakibatkan istri tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai istri, hal itu menjadi alasan bolehnya perceraian
Merelakan suaminya untuk menikah lagi, sebagai kemungkinan terakhir dan hanya satu-
satunya. Tindakan ini pun dirasakan berat, terutama bagi wanita. Sulit bagi istri menerima
kenyataan pahit ini, bahkan kemungkinan ini merupakan keadaan terburuk sepanjang
hidupnya. Betapa tidak, suaminya akan bercumbu dengan orang lain, perbuatan yang
selama ini dilakukan suami kepada dirinya. Kini hal yang sama dilakukan kepada orang
25
Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Op Cit,hal 43
(KERANGKA PEMIKIRAN)
A. PENDAHULUAN
1. Poligami
o MAKNA POLIGAMI
D. KESIMPULAN
E. DAFTAR PUSTAKA