Anda di halaman 1dari 6

Web: https://unisma.ac.

id
article/viewFile/3312/1583

ARTIKEL
Isu Penafsiran Bias Gender dalam tafsir khawatir al-sya’rawi
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah HAM & GENDER
Dosen Pengampu : Dr. Fita Mustafida M. Pd

Muhammad Yusuf Asro 1 NPM : 21901011279

1 Mahasiswa Universitas Islam Malang, 2 Dosen Fakultas Agama Islam


Universitas Islam Malang.
E-mail: 1 , myusufasro@gmail.com

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
TAHUN 2022/2023
ABSTRACT
Throughout history issues related to women and men in obtaining gender justice have
certainly become familiar in our environment, this is because women have always been in a
minor position and seen negatively by cultural, political and civilized structures. Finally,
after Islam entered which was propagated by Rasulullah SAW, the dignity of women, which
was initially looked down upon, became a higher dignity.

ABSTRAK
Sepanjang sejarah isu terkait perempuan dengan laki-laki dalam mendapatkan
keadilan gender tentunya sudah menjadi hal yang sudah tidak asing lagi di lingkungan kita,
hal itu dikarenakan perempuan selalu diposisikan minor dan dipandang negatif oleh
struktur budaya, politik dan peradaban. Akhirnya setelah Islam masuk yang disebarbar oleh
Rasulullah SAW, martabat perempuan yang awal mulanya dipandang rendah menjadi
martabat yang lebih tinggi.

A. PENDAHULUAN
Permasalahan terkait isu perempuan mendapat banyak perhatian berbagai
kalangan termasuk praktisi pendidikan. Atensi yang sangat besar pada penelitian
di bidang ini muncul sebagai rasa empati para pemerhati sosial dari kalangan
cendekiawan dan akademis atas adanya kenyataan yang meletakkan perempuan
di tempat yang memprihatinkan di banyak aspek kehidupan bermasyarakat.
Kedudukan kaum Hawa selalu diidentikkan dengan peran domestik dan laki-laki
ada lingkungan publik. Isu-isu ini divalidasi pemahaman tafsir yang menyatakan
bahwa asal penciptaan manusia “min nafs wâhidah” adalah legitimasi adanya
klasifikasi permanen superioritas laki-laki atas perempuan dan perempuan adalah
the second sex.

Dalam struktur sosial yang berlaku saat ini, posisi perempuan tak mudah untuk
bisa sejajar dengan laki-laki. Mereka yang berhasrat untuk memiliki peran di
masyarakat umum harus berjuang untuk lepas dari belenggu tanggung jawab di
rumah tangga. Peran berlapis ini dikarenakan pandangan budaya yang terbentuk
telah membebankan tugas pengasuhan anak dan pelayanan terhadap suami dan
harus bakti kepada mereka. Hal yang telah menjadi bagian dari budaya dalam
waktu yang lama ini disinyalir berasal dari pemahaman keagamaan yang berasal
dari penafsiran teks-teks keagamaan.

B. PEMBAHASAN

a. Pengertian gender
Gender (Jenis kelamin) adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan
yang dibangun secara sosial dan budaya dalam hal peran, perilaku dan
karakteristik karena cocok untuk pria dan wanita yang bisa diganti (Azisah,
2016).
b. Gender Dalam Perspektif Agama Islam
Gender adalah sikap atau keyakinan yang dibentuk oleh masyarakat tentang
bagaimana perempuan atau laki-laki harus bersikap maupun berpikir Contoh:
sosok wanita ideal masak dengan baik, rawat dia, baik atau tulus Wanita adalah
makhluk yang sensitif dan emosional, selalu memakai perasaan. Sebaliknya, laki-
laki sering disebut pemimpin, Penjaga, patriark, rasional, rendah hati, dll. dari
Singkatnya, gender adalah jenis kelamin sosial yang diciptakan masyarakat, yaitu,
belum tentu benar.
Allah menciptakan pria dan wanita Bentuk terbaik dalam posisi paling terhormat.
laki-laki juga Mulia, benar, merasakan dan terarah. Oleh karena itu, Alquran tidak
mengenal perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Karena wanita sama di hadapan Tuhan. putra dan putri- Wanita memiliki ijazah
yang sama dan status yang sama, dan apa yang membedakan mereka Satu-
satunya perbedaan antara pria dan wanita adalah dari segi biologisnya
(Maslamah dan Suprapti Muzani, 2014).
c. Bentuk-bentuk perilaku gender
Bias gender bermula dari ketidaksetaraan gender (gender equality). Faktor ini
disebabkan oleh sistem dan struktur sosial yang tidak menguntungkan bagi laki-
laki dan perempuan. Berbagai bentuk ketidaksetaraan gender adalah
keterasingan, penaklukan, stereotip, kekerasan, dan beban kerja ganda yang lebih
lama. (Afandi, 2019)

d. Menyikapi Isu Bias Gender


Munculnya tuntutan akan kesetaraan gender harus adanya respon yang
dilakukan secara proporsional antara laki-laki dan perempuan. Jikalau tidak,
maka masalah kesetaraan Ini akan menjadi diskusi yang tidak pernah
berakhir. (Rahminawati, 2001)
e. Bias Gender Dalam Tafsir
Konsep laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan. Lalu bagaimana
persepsi Islam terhadap kepemimpinan laki-laki untuk kaum perempuan
dalam Al Qur’an Surat An Nisa’ Ayat 34 dan bagaimana pandangan syekh
Sya’rawi dalam menafsirkan Ayat tersebut. (Najib Amrullah, 2021), Ayat
yang dimaksud yaitu:

‫ض َو ِب َما أَ ْنفَقُوا ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬


ٍ ‫ض ُه ْم َعلَ ٰى َب ْع‬ ِ ‫الر َجا ُل قَ ﱠوا ُمونَ َعلَى النِّ َس‬
‫اء ِب َما َف ﱠ‬
َ ‫ض َل ﱠ ُ َب ْع‬ ِّ

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari
hartanya. (Q.S. An-Nisa’: 34).

Diriwayatkan juga dari Ibnu Jarir dari Hasan al-Bashri, dan di sebagian
disebutkan, “Pada suatu ketika seorang lelaki Anshar menampar istrinya.
Lalu istrinya mendatangi Nabi S.A.W. untuk meminta diperbolehkan
qishash. Lalu Nabi S.A.W. menetapkan suaminya harus diqishash. Maka
turunlah, ‘Dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-
Qur’an sebelum selesai diwahyukan kepadamu’ (Thaha: 114).

Menjadi jelas sudah bahwa misi utama Al-Qur'an adalah untuk membebaskan
manusia dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan, termasuk seksualisme,
warna kulit, asal etnis, dan ikatan leluhur lainnya (Mursalin, 2020).

C. KESIMPULAN
Terkait kajian gender dalam tafsir Khawatir al-Sya’rawi (Analisis penafsiran Mutawalli al-
Sya’rawi) mengenai isu penafsiran bias gender menyimpulkan beberapa pembahasan yaitu ada
rincian perbedaan bahwa jenis kelamin (seks) adalah sebuah konsep tentang pembedaan jenis
kelamin manusia berdasarkan faktor-faktor biologis, hormonal, dan patologis. Kemudian
dengan semakin berkembangnya wacana mengenai kesetaraan gender, ini akan menyita
perhatian dari banyak kalangan. Mereka mulai sadar bahwa agama berikut ajarannya (dalam
ini al-Qur’an dan hadis) bisa memberikan respon positif pada dinamika perkembangan yang
dihadapi oleh manusia modern saat ini. Kemudian dari beberapa penafsiran para mufasir dari
zaman klasik hingga kontemporer tersebut, dapat disimpulkan bahwa pandangan-pandangan
keagamaan khususnya tafsir yang diwakili oleh cendekiawan-cendekiawan besar kaum muslim
memperlihatkan dengan gamblang pemikiran yang hampir sama tentang isu gender.
Pandangan-pandangan ini jelas semakin memperkuat sistem patriarki. Perjuangan kaum
perempuan untuk dapat eksis, beraktualisasi dan pemberdayaan terhadap dirinya, masih
menghadapi tembok-tembok tinggi dari berbagai arah. Walaupun begitu mereka tetap
berharap bahwa pandangan-pandangan tersebut merupakan refleksi dari budaya
masyarakatnya yang juga menganut sistem patriarki. Karena bagaimana pun, prinsip yang
dipegang bahwa setiap pandangan atau pemikiran seseorang tidak berangkat dari kehampaan
ruang dan waktu. Kini realitas budaya yang dihadapi dewasa ini semakin banyak
memperlihatkan bahwa perempuan yang memiliki kemampuan intelektual dan kecerdasan
nalar, bahkan juga kekuatan fisik yang justru secara relative mengungguli laki-laki. Ini karena
zaman dan kebudayaan telah berkembang dan memberikan peluang, meskipun harus diakui
masih sedikit untuk mengeksiskan potensi serta bakat yang perempuan miliki seperti laki-laki
dapatkan.
DAFTAR RUJUKAN

Afandi, A. (2019). BENTUK-BENTUK PERILAKU BIAS GENDER. 4.


Azisah, S. (2016). KONTEKSTUALISASI GENDER,. Makassar: UIN Alauddin Makassar.
Maslamah dan Suprapti Muzani. (2014). KONSEP-KONSEP TENTANG GENDER. 276-
277.
Mursalin, A. (2020). MENEGUHKAN KESETARAAN GENDER YANG BERKEADILAN .
48.
Najib Amrullah, F. S. (2021). Laki-Laki adalah Pemimpin bagi Perempuan (Kajian Tafsir
Tematik Perspektif Mutawalli Al-Sya’rawi). 21-22.
Rahminawati, N. (2001). ISU KESETARAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN. 280.

Anda mungkin juga menyukai