Anda di halaman 1dari 20

STUDI FIKIH DENGAN PENDEKATAN GENDER

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Fikih


Dosen Pengampu: Abdullah, M.Ag.

Disusun oleh:

Kelompok 08-C1ESR

1. Novi Wulandari (2350110089)


2. Ibnu Shoni Baihaqi (2350110091)
3. Alya Zahra Hanifah (2350110109)
4. R. A. Ayu Wulandari. S (2350110111)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN PEMBELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Studi Fiqih
dengan pendekatan gender” guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Studi Fiqih Terapan. Tak lupa sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah
kepada beliau Nabi Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabat.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
kekurangan dan kesempurnaan, baik dalam hal materi maupun dalam
penulisannya. Namun demikian kami telah berupaya dengan segala kemampuan
yang kami miliki, sehingga dapat selesai dengan baik, oleh karena itu kami selaku
penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka menerima kritik dan saran guna
menyempurnakan makalah ini. Kami selaku penulis berharap, semoga makalah ini
bisa dimengerti dan dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kudus, 24 Oktober 2023

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
1. Pengertian Fiqih............................................................................................3
2. Konsep Gender..............................................................................................4
2.1 Pengertian Gender.................................................................................4
2.2 Sex (Jenis Kelamin Biologis)................................................................5
2.3 Perbedaan Gender dan jenis Kelamin....................................................6
3. Pentingnya Pendekatam Gender Dalam Fiqih..............................................7
4. Problematika Gender Dalam Fiqih.............................................................10
5. Contoh Pendekatan Gender Dalam Fiqih....................................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
A. Kesimpulan.................................................................................................16
B. Saran............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Gender merupakan istilah yang baru dalam islam, karena
sesungguhnya gender sendiri merupakan suatu istilah yang muncul di
barat padasekitar tahun 1980. Gender digunakan pertama kali pada
sekelompok ilmuan wanita yang juga membahas tentang peraan wanita
saat itu. Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang
sama dan kemuliaan yang sama. Contoh konkretnya adalah Islam tidak
membedakan laki-laki dan wanita dalam hal tingkatan takwa, dan surga
juga tidak dikhususkan untuk laki-laki saja, tetapi untuk laki-laki dan
perempuan yang bertakwa dan beramal sholih, Islam mendudukkan wanita
dan laki-laki pada tempatnya.
Tidak dapat dibenarkan anggapan para orientalis dan musuh Islam
bahwa Islam menempatkan Wanita pada derajat yang rendah atau di
anggap masyarakat kelas dua. Dalam Islam, sesungguhnya Wanita
dimulakan. Banyak sekali ayat Al-qur'an ataupun hadis nabi yang
memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Baik sebagai ibu, anak, istri,
ataupun sebagai anggota masyarakat sendiri.
Tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam
Islam, akan tetapi yang membedakan keduanya adalah fungsionalnya,
karena kodrat dari masing-masing. Namun kenyataan yang terjadi
disekitar kita adalah bahwa masih banyak kesalahpahaman tentang
pemahaman konsep gender dalam islam khususnya fiqih, yang
mengakibatkan munculnya isu isu baru yang melahirkan perkembangan
diskusi baru dalam fiqih islam. Tulisan ini diharapkan dapat menyadarkan
kita dari kekeliruan pemahaman gender yang terjadi belakangan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian fiqih?
2. Bagaimana konsep dari gender?
3. Apa pentingnya pendekatan gender dalam fiqih?
4. Bagaimana problematika gender dalam fiqih?
5. Contoh pendekatan gender dalam fiqih?

C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian fiqih dan gender.
2. Untuk mengetahui konsep gender.
3. Untuk mengetahui pentingnya pendekatan gender dalam fiqih.
4. Untuk mengetahui apa saja problematika gender dalam fiqih
5. Untuk mengetahui contoh pendeketan gender dalam fiqih
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Fiqih
Fiqih menurut bahasa berarti al-fahm (pemahaman), yang pada
hakikatnya adalah pemahaman terhadap ayat-ayat ahkam yang terdapat di
dalam Alqur'an dan hadis-hadist Ahkam. Fiqih merupakan interperetasi
Ulama terhadap ayat-ayat dan hadist-hadist ahkam. Para Fuqoha
mengeluarkan hukum dari sumbernya dan tidak disebut membuat hukum,
sedangkan yang membuat hukum adalah Allah SWT Fiqh dalam
pengertian sederhana adalah ketentuan-ketentuan hukum syara' mengenai
perbuatan manusia mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia
dengan manusia dan alam, digali dari dalil-dalil terperinci. Hukum yang
dibahas dalam Fiqih menyangkut 'amaliyyi atau hukum mengenai
perbuatan manusia, menyangkut bidang ibadah, bidang muamalah,
perkawinan, mawaris, jinayah dan siyasyah dan yang lainnya.
Menurut Al-Syatibi Fiqh adalah pemahaman tentang Syari'ah dan
penyelidikan tenang Syari'ah/menegakkan arti syari'ah dan aturan- aturan
rinci sangat diperlukan. Menurut Jasser Audah, Fiqih merupakan koleksi
besar para Ulama (Pendapat Yuridis) yang diturunkan Allah, berbagai
mazhab pemikiran untuk penerapan sya'riah dalam kehidupan nyata.
Dari difinisi tersebut dapat dipahami bahwa Fiqih adalah
pemahaman atau interpretasi para ulama terhadap ayat-ayat ahkam dan
hadist-hadist ahkam secara terperinci yang oleh fuqaha mengistimbatkan
hukum Islam dengan pemahaman mereka, tentunya sangan mungkin
terjadi perbedaan pendapat para ulama. Perbedaan pendapat para ulama
dipengaruhi beberapa faktor antara lain:kemampuan bahasa, pengetahuan
atau disiplin ilmu yang dimiliki, situasi dan kondisi dan pemahaman
secara menyeluruh terhadap hadist-hadist ahkam
Ilmu Fiqh ialah Ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Islam
yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Ilmu ini merupakan bagian
dari syariat Islam dalam arti luas. Syariat Islam dalam arti luas meliputi
hukum-hukum yang bertalian dengan perbuatan manusia1

2. Konsep Gender
2.1 Pengertian Gender
Gender sering diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal
gender berbeda dengan jenis kelamin. Gender sering juga dipahami
sebagai pemberian dari Tuhan atau kodrat Ilahi, padahal gender tidak
semata-mata demikian. Secara etimologis kata 'gender' berasal dari
bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin'. Kata 'gender' bisa diartikan
sebagai 'perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dalam
hal nilai dan perilaku.
Secara terminologis, 'gender' bisa didefinisikan sebagai harapan-
harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Definisi lain
tentang gender dikemukakan oleh Elaine Showalter. Menurutnya,
'gender' adalah pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari
konstruksi sosial budaya. Gender bisa juga dijadikan sebagai konsep
analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu. Lebih tegas
lagi disebutkan dalam Women's Studies Encyclopedia bahwa gender
adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran,
perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam Masyarakat.
Sejarah perbedaan gender antara seorang pria dengan seorang
wanita terjadi melalui proses yang sangat panjang dan dibentuk oleh
beberapa sebab, seperti kondisi sosial budaya, kondisi keagamaan, dan
kondisi kenegaraan. Dengan proses yang panjang ini, perbedaan
gender akhirnya sering dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang
bersifat kodrati atau seolah-olah bersifat biologis yang tidak dapat
1
Hafsah, “Pembelajaran Fiqh,” ed. Mardianto, Citaoustaka Media Perintis, 2016, 3–4.
diubah lagi. Inilah sebenarnya yang menyebabkan awal terjadinya
ketidakadilan gender di tengah-tengah masyarakat.
Gender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan
seseorang dan dapat menentukan pengalaman hidup yang akan
ditempuhnya. Gender dapat menentukan akses seseorang terhadap
pendidikan, dunia kerja, dan sektor-sektor publik lainnya. Gender juga
dapat menentukan kesehatan, harapan hidup, dan kebebasan gerak
seseorang. Jelasnya, gender akan menentukan seksualitas, hubungan,
dan kemampuan seseorang untuk membuat keputusan dan bertindak
secara otonom. Akhirnya, genderlah yang banyak menentukan
seseroang akan menjadi apa nantinya2.

2.2 Sex (Jenis Kelamin Biologis)


Konsep seks atau jenis kelamin mengacu pada perbedaan biologis
antara perempuan dan laki-laki, pada perbedaan tubuh antara laki-laki
dan perempuan. Perbedaan tubuh antara laki-laki dan perempuan
menekankan pada perbedaan yang disebabkan perbedaan kromosom
pada janin. Seks adalah karakteristik biologis seseorang yang melekat
sejak lahir dan tidak dapat diubah kecuali dengan operasi. sebagai
contoh hanya perempuan yang dapat hamil dan hanya laki-laki yang
menjadikan perempuan hamil. Seks adalah karakteristik biologis
seseorang yang melekat sejak lahir dan tidak bisa diubah kecuali
dengan operasi. Alat-alat tersebut menjadi dasar seseorang dikenali
jenis kelaminnya sebagai perempuan atau laki-laki.
Pengertian seks atau jenis kelamin secara biologis adalah suatu ciri
atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara
biologis yang dibawa sejak lahir dan merupakan anugerah Tuhan
sebagai laki-laki atau perempuan (tidak dapat dipertukarkan antara
laki-laki dan perempuan).

2
Marzuki Marzuki, “Kajian Tentang Teori-Teori Gender,” Jurnal Civics: Media Kajian
Kewarganegaraan, 2007, https://doi.org/10.21831/civics.v4i2.6032.
Melalui penentuan jenis kelamin secara biologis ini maka
dikatakan bahwaseseorang akan disebut berjenis kelamin laki-laki jika
ia memiliki penis, jakun, kumis, janggut, dan memproduksi sperma.
Sementara seseorang disebut berjenis kelamin perempuan jika ia
mempunyai vagina dan rahim sebagai alat reproduksi, memiliki alat
untuk menyusui (payudara) dan mengalami kehamilan dan proses
melahirkan. Ciri-ciri secara biologis ini sama di semua tempat, di
semua budaya dari waktu ke waktu dan tidak dapat dipertukarkan satu
sama lain3.

2.3 Perbedaan Gender dan jenis Kelamin


Gender dan jenis kelamin adalah dua konsep yang seringkali
digunakan secara bergantian, padahal keduanya memiliki makna yang
berbeda. Berikut adalah perbedaan antara gender dan jenis kelamin:
a) Jenis Kelamin: Merujuk pada perbedaan biologis antara laki-
laki dan perempuan, seperti atribut fisiologis dan anatomis
yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, seperti
organ reproduksi dan hormon dalam tubuh.
b) Gender: Merujuk pada perbedaan peran, fungsi, dan tanggung
jawab antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh tata
nilai sosial, budaya, dan adat istiadat dari kelompok
masyarakat. Gender merupakan hasil konstruksi sosial dan
kultural, dan dapat berubah seiring dengan perkembangan
zaman dan dapat dipertukarkan.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara


gender dan jenis kelamin adalah bahwa jenis kelamin adalah kategori
biologis yang didasarkan pada perbedaan anatomi reproduksi antara
laki-laki dan perempuan, sedangkan gender adalah perbedaan peran,
fungsi, status, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan
yang terbentuk melalui proses sosial budaya. Jenis kelamin bersifat
3
Nuraida Nuraida and Muhammad Zaki, “Pola Komunikasi Gender Dalam Keluarga,”
Wardah 18, no. 2 (2018): 181–200, https://doi.org/10.19109/wardah.v18i2.1780.
kodrati dan tidak dapat dipertukarkan, sedangkan gender tidak bersifat
kodrati dan dapat berubah serta dipertukarkan pada manusia satu ke
manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat. Gender
seseorang tidak dapat ditentukan berdasarkan jenis kelaminnya4.

3. Pentingnya Pendekatam Gender Dalam Fiqih


Salah satu tema utama dan sekaligus menjadi prinsip pokok dalam
ajaran agama Islam adalah persamaan antara manusia tanpa
mendiskriminasikan perbedaan jenis kelamin, negara, bangsa, suku dan
keturunan: semuanya berada dalam posisi sejajar. Perbedaan yang
digarisbawahi dan kemudian dapat meninggikan atau merendahkan
kualitas seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketaqwaan kepada Allah.
Sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur'an Surat Al Hujurat ayat 13

‫َيٰٓـَأُّيَها ٱلَّناُس ِإَّنا َخ َلْقَنٰـ ُك م ِّم ن َذَكٍۢر َو ُأنَثٰى َو َجَع ْلَنٰـ ُك ْم ُش ُعوًۭب ا َو َقَبٓاِئَل ِلَتَع اَر ُفٓو ۟ا ۚ ِإَّن‬
١٣ ‫َأْك َر َم ُك ْم ِع نَد ٱِهَّلل َأْتَقٰى ُك ْم ۚ ِإَّن ٱَهَّلل َع ِليٌم َخ ِبيٌۭر‬

“Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah


menciptakan kamu (terdiri) dari laki-laki dan perempuan dan
Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia di antara
kamu adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui dan maha melihat”.

Tuhan menciptakan manusia, baik laki-laki dan perempuan, dalam


prinsip hubungan kemitraan.Demikian juga dalam konteks keluarga,
hubungan suami-istri, mereka diciptakan untuk saling melindungi, dan
diibaratkan seperti pakaian. Dan dalam beberapa ayat lain diungkapkan
bahwa hak dan tanggung jawab sebagai manusia adalah sama dan tidak
dibedakan, baik laki-laki dan perempuan, di hadapan Allah, di antara
sesama manusia, maupun dalam keluarga. Dari beberapa ayat itu jelas
4
Ade Kartini and Asep Maulana, “Redefedensi Gender Dan Seks,” Jurnal Kajian
Perempuan & Keislaman 12, no. 2 (2019): 217–39.
bahwa Islam menunjunjung tinggi keadilan, kesejajaran, dan menolak
segala diskriminasi atas jenis kelamin. Islam menempatkan perempuan
sama dengan laki-laki, yang diukur menurut Allah hanyalah tingkat
kualitas taqwa5.

Beberapa pentingnya pendekatan gender dalam fiqih di antara lain:

a. Laki-laki dan perempuan Sama-sama sebagai Hamba Salah satu


tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada
Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Zariyat: 56 artinya
sebagai berikut:

‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِإْل ْنَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدوِن‬

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan


supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan


antara laki-laki dan perempuan siapa yang banyak amal ibadahnya,
maka itulah mendapat pahala yang besar tanpa harus melihat dan
mempertimbangkan jenis kelaminnya terlebih dahulu. Keduanya
mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba
ideal. Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan dengan
orang-orang bertaqwa (muttaqûn), dan untuk mencapai derajat
muttaqûn ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku
bangsa atau kelompok etnis tertentu.

b. Laki-laki dan perempuan sebagai Khalifah di Bumi Maksud dan


tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, disamping
untuk menjadi hamba (âbid) yang tunduk dan patuh serta mengabdi
kepada Allah Swt., juga untuk menjadi khalifah di bumi (khalifah
fî al-ard).Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan di
dalam QS. al-An’am: 165 artinya sebagai berikut:
5
Yusuf Wibisono, “Konsep Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Islam,” Al-Mabsut:
Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 2013, 9–10.
‫َٰٓل‬
‫َو ُهَو ٱَّلِذ ى َجَع َلُك ْم َخ ِئَف ٱَأْلْر ِض َو َر َفَع َبْع َض ُك ْم َفْو َق َبْع ٍض َد َر َٰج ٍت ِّلَيْبُلَو ُك ْم ِفى‬
‫َم ٓا َء اَتٰى ُك ْم ۗ ِإَّن َر َّبَك َس ِريُع ٱْلِع َقاِب َو ِإَّن ۥُه َلَغ ُفوٌر َّر ِح يٌۢم‬

“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi


dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang
lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat
siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”

Kata khalifah dalam ayat tersebut tidak menunjuk kepada salah


satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan
perempuan mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang
akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di
bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab
sebagai hamba Tuhan.

c. Laki-laki dan perempuan Menerima Perjanjian Primordial Laki-


laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima
perjanjian primordial dengan Tuhan. Seperti diketahui, menjelang
seorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu
harus menerima perjanjian dengan Tuhannya, sebagaimana
disebutkan dalam QS. al-A’raf: 172 artinya sebagai berikut:
‫َبِنٓى َء اَد َم ِم ن ُظُهوِر ِهْم ُذ ِّر َّيَتُهْم َو َأْش َهَد ُهْم َع َلٰٓى َأنُفِس ِهْم َأَلْس ُت‬ ‫َو ِإْذ َأَخ َذ َر ُّبَك ِم ۢن‬
‫ۛ َش ِهْد َنٓا ۛ َأن َتُقوُلو۟ا َيْو َم ٱْلِقَٰي َم ِة ِإَّنا ُكَّنا َع ْن َٰه َذ ا َٰغ ِفِليَن‬ ‫ِبَر ِّبُك ْم ۖ َقاُلو۟ا َبَلٰى‬
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengata- kan: "Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan).
Menurut Fakhr al-Razi tidak ada seorang pun anak manusia lahir di
muka bumi ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan
ikrar mereka disaksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorang pun
yang mengatakan “tidak”14. Dalam Islam, tanggung jawab
individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak
dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia. Dengan demikian
dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki-
laki dan perempua sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang
sama6.

4. Problematika Gender Dalam Fiqih


Ketidakadilan gender adalah masalah yang terjadi di berbagai bidang
kehidupan, termasuk dalam hal pendidikan, pekerjaan, dan pemberdayaan
perempuan. Ketidakadilan gender dapat terjadi karena adanya beberapa
faktor sebagai berikut.
a) Kekerasan (violence) terhadap perempuan. Kekerasan terhadap
perempuan merupakan salah satu topik penting yang perlu segera
ditangani. Kekerasan dalam konteks ini bisa berwujud kekerasan
fisik, seksual maupun psikologis. Jenis dari kekerasan ini pun
beraneka ragam, mulai dari kasus kekerasan dalam rumah tangga,
dalam hubungan pacaran, pencabulan, perkosaan, pelecehan
seksual, dan aksi cyber crime (ancaman dan intimidasi penyebaran
foto dan video porno korban). Data kekerasan terhadap perempuan
ini merupakan bukti bahwa ketidakadilan gender yang terjadi
dalam masyarakat masih sangat tinggi. Selain itu, masih terdapat
kekerasan-kekerasan lain yang tidak dilaporkan dan belum
terhitung jumlahnya.

6
Jurnal Al-ulum, D A N Implikasinya, and Terhadap Hukum, “Kesetaraan Gender Dalam
Perspektif Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Hukum Islam” 13, no. 2 (2013): 373–94.
b) Marginalisasi atau pemiskinan terhadap perempuan. Hal ini
utamanya berkaitan dengan kebijakan baik itu di ranah domestik
maupun publik yang meminggirkan posisi kaum perempuan.
Banyak kasus di dunia korporasi modern di mana posisi-posisi
penting dalam perusahaan sebisa mungkin tidak diberikan kepada
perempuan lantaran “kodrat alamiah” perempuan dianggap
mengganggu produktifitas kerja.Akan tetapi problem marginalisasi
terhadap perempuan seringkali bermanifestasi dalam bentuk lain.
Di antaranya yaitu dalam karya literatur baik berupa novel,
maupun buku teks sekolah. Meskipun tidak menyasar individu
secara langsung, tapi pengaruh dari bacaan tersebut dapat
mengkonstruk gambaran dan pemahaman seseorang tentang
gender.
c) Adanya subordinasi perempuan. Subordinasi perempuan diartikan
sebagai ‘penomorduaan’ perempuan, bahwa perempuan lebih
lemah atau rendah dari laki-laki, sehingga kedudukan, fungsi dan
peran perempuan seakan-akan menjadi lebih rendah dibanding
laki-laki. Subordinasi perempuan sangat berkaitan erat dengan
konstruk sosial dan wacana yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam perkembangannya, subordinasi ini tidak hanya berkaitan
dengan pembagian peran domestik yang secara khusus diberikan
untuk perempuan, atau pembatasan terhadap pemberian posisi
penting bagi perempuan, akan tetapi komodifikasi perempuan
dalam ruang digital juga termasuk dalam subordinasi.
d) Adanya stereotip terhadap perempuan. Citra bahwa perempuan
cenderung sensitif, irrasional, lemah dan tidak independen
menyebabkan perempuan dalam banyak hal mengalami
diskriminasi. Pencitraan negatif perempuan ini belakangan kian
masif lantaran media massa juga kurang menunjukkan
sensivitasnya terhadap kepentingan perempuan. Lihat misalnya
iklan-iklan di televisi, di mana perempuan lebih banyak dicitrakan
sebagai makhluk domestik, lemah dan tergantung pada laki-laki.
e) Beban ganda (double burden) yang harus ditanggung oleh
perempuan. Domestifikasi perempuan telah menempatkan
perempuan sebagai (seolah-olah) satu-satunya pihak yang
berkewajiban mengurusi persoalan domestik (kerumahtanggaan).
Beban ganda memang tidak dirasakan oleh perempuan yang tidak
berkiprah di luar wilayah domestik. Hal ini berlaku bagi
perempuan-perempuan yang berkarir di luar rumah7.
f) Diskriminasi yang terjadi pada masyarakat, terlebih perempuan
yang selalu mendapat perlakuan diskriminatif, harus dikikis karena
bertentangan dengan konsep kesetaraan dan keadilan serta
bertentangan juga dengan Hak Asasi Manusia. Laki-laki dan
perempuan pada dasar-nya adalah seimbang, tidak ada yang lebih
sempurna di mata Tuhan kecuali ketakwaannya.

5. Contoh Pendekatan Gender Dalam Fiqih


a) Bias Gender Dalam Pendidikan
Saat ini, berbagai bentuk bias gender dapat kita jumpai. Bentuk
bias gender tersebut terjadi dalam berbagai aspek kehidupan
sehari-hari. Perbedaan tersebut dapat dibedakan menjadi beberapa
hal antara lain subordinasi, marginalisasi, perbedaan kewajiban,
dan stereotype. Dalam dunia pendidikan misalnya, bias gender pun
dapat terjadi dalam proses belajar mengajar. Bentuk bias gender
yang terlihat adalah adanya penempatan perempuan sebagai
subordinasi serta ditemukan adanya pelabelan atau stereotip.
Penempatan perempuan sebagai subordinasi terlihat jelas ketika
guru menyampaikan materi lebih memfokuskan dan memberikan
perhatian utama ke murid laki-laki dan menomorduakan murid
perempuan, padahal apapun permasalahan yang melatarbelakangi

7
Ibrahim Nur A, “Problem Gender Dalam Perspektif Psikologi,” Az-Zahra: Journal of
Gender and Family Studies 1, no. 1 (2020): 46–54, https://doi.org/10.15575/azzahra.v1i1.9253.
guru melakukan tindakan tersebut seharusnya murid laki-laki dan
perempuan diperlakukan secara seimbang terutama dalam
menyampaikan materi, tanpa diberikan perhatian yang berbeda
antara murid laki-laki dan perempuan, selanjutnya pelabelan atau
stereotip terlihat ketika proses belajar mengajar yakni saat
mengerjakan LKS, guru memberikan pelabelan atau penandaan
bahwa murid perempuan rajin dan murid laki-laki malas
mengerjakan LKS8.
b) Kedudukan Perempuan Dalam Keluarga
Kedudukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan sangatlah
mulia di hadapan Allah Swt. Bahkan Nabi mewasiatkan
penghormatan pada perempuan dalam haji wada’. Namun tidak
sedikit orang yang merendahkan perempuan, dan masih
menganggapnya makhluk kelas dua. Minimnya penghormatan dan
penghargaan kepada perempuan serta relasi yang timpang masih
terjadi di Indonesia. Bahkah tidak sedikit perempuan menjadi
korban kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan
psikologis. Mengapa perempuan masih menjadi korban kekerasan.
Beberapa literatur menyebutkan kekerasan muncul disebabkan oleh
masalah ekonomi, perselingkuhan, campur tangan pihak ketiga,
bermain judi, budaya patriarki, dan perbedaan prinsip. Bentuk-
bentuk kekerasan, yang pada umumnya dialami oleh survivor2
adalah kekerasan fisik (diantaranya adalah ditampar, ditempeleng,
dijambak, dan diinjak-injak), kekerasan psikis (yaitu dicaci maki,
dan diancam), serta penelantara rumah tangga. Mirisnya, sebagian
besar survivor memilih untuk diam atas kekerasan yang
menimpanya. Dan masih sedikit diantara survivor yang melawan
atas kekerasan yang menimpanya. Padahal, perlawanan tersebut

8
Gita Juliana, Luh Putu Sendratari, and Tuty Maryati, “Bias Gender Dalam Pendidikan
(Studi Kasus Pembelajaran Sosiologi Kelas XI Dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sosiologi
Di MAN 1 Buleleng),” E-Journal Pendidikan Sosiologi Universitas Pendidikan Ganesha 1, no. 1
(2019): 23–32.
merupakan upaya perlindungan atas kekerasan yang
mengakibatkan luka fisik maupun nonfisik.

c) Pembagian Waris Berkeadilam Gender


Pendekatan gender dalam studi fiqih bertujuan untuk memahami
bagaimana hukum Islam mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
peran gender dalam masyarakat.Salah satu contoh penerapan
pendekatan gender dalam studi fiqih adalah dengan
mempertimbangkan peran dan hak-hak perempuan dalam hukum
waris. Dalam Islam, hukum waris ditentukan berdasarkan
ketentuan syariat yang mengatur pembagian harta warisan antara
ahli waris dan hak-hak mereka. Namun, terdapat perbedaan antara
hak-hak ahli waris laki-laki dan perempuan, yang dapat
menyebabkan ketidakadilan gender. Dalam studi fiqih dengan
pendekatan gender, peran dan hak-hak perempuan dalam hukum
waris diperhatikan dan dianalisis dengan seksama. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk mencari solusi yang lebih adil dan
merata bagi perempuan dalam pembagian harta warisan. Selain itu,
pendekatan gender dalam studi fiqih juga dapat membantu
memahami dan menangani masalah-masalah sosial yang terkait
dengan peran gender dalam masyarakat, seperti kekerasan terhadap
perempuan dan diskriminasi dalam penempatan pekerjaan9.
d) Undang Undang Indonesia Tentang Syarat Berpoligami
Salah satu contohnya adalah Undang-undang Perkawinan
Indonesia tentang syarat berpoligami, sebagaimana tercantum
dalam pasal 4-5 yang berbunyi: pengadilan hanya memberi izin
kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang
apabila:
a. Istrinya tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri,
9
Sriani Endang, “Fiqih Mawaris Kontemporer : Pemagian Waris Berkeadilan Gender,”
Jurnal of Sharia Ecinimic Law 1, no. 2 (2018): 133–47,
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21043/tawazun.v1i2.4986.
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan,
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan. (pasal 4:2).
Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan,
sebagaiman dimaksud dalam pasal 4 di atas, harus dipenuhi syarat-
syarat:
a. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri,
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan
istri dan anak-anak mereka,dan
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri
dan anak-anak mereka (pasal 5: 1).

Berdasarkan undang-undang tersebut tersirat adanya unsur


kesetaraan dan keadilan gender karena suami hanya boleh
berpoligami atas izin tertulis dari istri tanpa paksaan. Selain itu
suami harus mampu menjamin semua istri dan anak-anaknya serta
mampu berlaku adil atas semua istrinya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gender merupakan konstruksi sosial yang membedakan identitas
antara laki-laki dan perempuan dalam hal ekonomi, politik, sosial, dan
budaya dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa. Maka dengan
ditulisnya makalah ini saya berharap selanjutnya tidak ada yang
menyalahartikan konsep dari gender itu sendiri.
Tak dapat dibenarkan anggapan para orientalis dan musuh Islam
bahwa Islam menempatkan wanita pada derajat yang rendah atau di
anggap masyarakat kelas dua. Dalam Islam, sesungguhnya wanita
dimuliakan. Banyak sekali ayat Al-qur'an ataupun hadis nabi yang
memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Baik sebagai ibu, anak, istri,
ataupun sebagai anggota masyarakat sendiri.
Tak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam Islam,
akan tetapi yang membedakan keduanya adalah fungsionalnya, karena
kodrat dari masing-masing. Namun kenyataan yang terjadi disekitar kita
adalah bahwa masih banyak kesalahpahaman tentang pemahaman konsep
gender dalam Islam khususnya fiqih, yang mengakibatkan munculnya isu
isu baru yang melahirkan perkembangan diskusi baru dalam fiqih islam.
Tulisan ini diharapkan dapat menyadarkan kita dari kekeliruan
pemahaman gender yang terjadi belakangan ini.

B. Saran
Pembahasan gender dalam makalah ini belum sempurna. Masih banyak
permasalahan gender yang belum dikupas tuntas. Harapan besar pembaca
bisa melengkapi pengetahuan dan wawasan gender ini dengan lebih luas.
Beberapa tema penting masih bisa dibahas seperti konsep gender menurut
Islam dalam perspektif Alquran dan hadis.
DAFTAR PUSTAKA

Al-ulum, Jurnal, D A N Implikasinya, and Terhadap Hukum. “Kesetaraan Gender


Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Hukum Islam” 13,
no. 2 (2013): 373–94.
Endang, Sriani. “Fiqih Mawaris Kontemporer : Pemagian Waris Berkeadilan
Gender.” Jurnal of Sharia Ecinimic Law 1, no. 2 (2018): 133–47.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21043/tawazun.v1i2.4986.
Hafsah. “Pembelajaran Fiqh.” Edited by Mardianto. Citaoustaka Media Perintis,
2016, 3–4.
Juliana, Gita, Luh Putu Sendratari, and Tuty Maryati. “Bias Gender Dalam
Pendidikan (Studi Kasus Pembelajaran Sosiologi Kelas XI Dan Potensinya
Sebagai Sumber Belajar Sosiologi Di MAN 1 Buleleng).” E-Journal
Pendidikan Sosiologi Universitas Pendidikan Ganesha 1, no. 1 (2019): 23–
32.
Kartini, Ade, and Asep Maulana. “Redefedensi Gender Dan Seks.” Jurnal Kajian
Perempuan & Keislaman 12, no. 2 (2019): 217–39.
Marzuki, Marzuki. “Kajian Tentang Teori-Teori Gender.” Jurnal Civics: Media
Kajian Kewarganegaraan, 2007. https://doi.org/10.21831/civics.v4i2.6032.
Nur A, Ibrahim. “Problem Gender Dalam Perspektif Psikologi.” Az-Zahra:
Journal of Gender and Family Studies 1, no. 1 (2020): 46–54.
https://doi.org/10.15575/azzahra.v1i1.9253.
Nuraida, Nuraida, and Muhammad Zaki. “Pola Komunikasi Gender Dalam
Keluarga.” Wardah 18, no. 2 (2018): 181–200.
https://doi.org/10.19109/wardah.v18i2.1780.
Wibisono, Yusuf. “Konsep Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Islam.” Al-
Mabsut: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 2013, 9–10.

Anda mungkin juga menyukai