Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Perkembangan Hukum Islam
Disusun Oleh :
FAKULTAS SYARIAH
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
ampun serta hidayah-Nya sehingga kami dapat membuat makalah ini. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari Zaman Jahiliyah ke Zaman
Addinul Islam.
Makalah ini memiliki topik seputar “Hukum Islam Pada Kontemporer
pada mata kuliah Sejarah Perkembangan Hukum Islam. Dengan dibuatnya
makalah ini, kami dengan segala kerendahan hati mengaturkan terima kasih dan
penghargaan kepada semua pihak yang ikut membantu pembuatan makalah ini
yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT memberikan
pahala yang berlipat ganda. Dan kami juga memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila masih terdapat banyak kesalahan di dalam makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
kalangan akademik. Sumbangan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dari empat disiplin ilmu keislaman tradisional yang mapan, yaitu ilmu
fikih, ilmu kalam, ilmu tasawuf, dan filsafat, fikih (hukum islam) merupakan
disiplin ilmu yang paling kuat mendominasi pemahaman orang-orang Islam akan
agama mereka, sehingga ia paling banyak membentuk bagian terpenting cara
berpikir mereka. Kenyataan ini dapat ditelusuri melalui berbagai proses historis
pertumbuhan masyarakat muslim masa lalu, juga melalui sebagian dari inti
semangat ajaran agama itu sendiri.
Sebagai hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat, hukum Islam
memiliki karakteristik tersendiri, di antaranya adalah coraknya yang responsive,
adaptif, dan dinamis yang membuka peluang bagi kehidupan, perubahan, dan
pembaharuan sesuai dengan semangat zaman. Namun, di sinilah yang menjadi
perdebatan dalam proses pergumulan, yakni dalam hal relevansi maupun
aktualisasi hukum itu sendiri, terutama bila dikaitkan dengan keadaan tempat
(lokal) maupun zaman (temporal).
Apa saja faktor dinamika yang harus terus dikembangkan dalam rangka
pengembangan hukum Islam kontemporer. Apakah kerangka metodologi yang
selama ini dipakai masih cukup memadai atau perlu reformulasi kearah yang lebih
menyentuh semangat perubahan itu sendiri. Pada bagian akhir, sungguhpun serba
singkat, juga akan dibahas masa depan hukum Islam kontemporer di tengah
perubahan-perubahan dahsyat yang senantiasa membutuhkan etika dan paradigm
baru.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Paradigma Hukum Islam Kontemporer ?
2. Bagaimana Hukum Islam dan Perkembangan Sosial?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami mengenai beberapa hal tentang
Produk Pengadilan Agama dalam hal ini berkaitan dengan ; Paradigma
Hukum Islam Kontemporer dan Hukum islam dalam perkembangan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan Sosial
Merupakan suatu hal yang sangat wajar dan normal bila seklompok
masyarakat mengalami apa yang disebut dengan Perubahan dan perkembangan.
Karena Perubahan itu merupakan bukti dan ciri, bahwa masyarakat itu eksis dan
hidup. Perubahan masyarakat yang terjadi itu dapat berupa berubahnya tatanan
social, tatanan budaya, tatanan ekonomi dan lain sebagainya. Ini berarti
perubahan-perubahan yang terjadi tidak hanya bersifat parsial, pada aspek tertentu
saja, akan tetapi bersifat menyeluruh, meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat baik yang materil wujud dan sifatnya, maupun yang immaterill.
Karena itu definisi perubahan sosial menjadi sangat luas, tetapi secara umum
dapat diasumsikan bahwa, pada prinsipnya perubahan sosial adalah sebuah proses
yang memicu perubahan-perubahan dalam struktur, fungsi, dan system dalam
masyarakat.
Perubaha social mengacu pada perubahan tatanan social dalam masyarakat
atau perubahan cara hidup suatu masyarakat tentang sistem sosialnya, baik
perubahan nilai-nilai, perubahan perilaku social, lembaga-lembaga social dan
hubungan sosial yang disebabkan oleh perubahan kondisi geografis, kebudayaan,
ideologi ataupun pengaruh yang dapat mempengaruhi kemajuan social dalam
system kemasyarakatan. Perubahan ini dapat terjadi cepat atau lambat tanpa
disadari oleh masyarakat, disukai maupun tidak disukai.
2
Titin Samsudin, “DINAMIKA HUKUM ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL”, Ejurnal
file:///E:/SEMSTER%204/SEJARAH%20PERKEMBANGAN%20HUKUM%20ISLAM/235260123.pdf,
Hal 4-9
analisis sosilogi masyarakat digambarkan menjadi dua kelompok primary group
(kelompok primer) dan secondary group (kelompok sekunder). Primary group
(kelompok primer) adalah keluarga. Ia merupakan unit/kesatuan oragnisasi sosial
yang terdiri dari sistem nilai-nilai yang mengajar anggotaanggotanya bagaimana
dia harus memuaskan kebutuhannya. Keluarga adalah suatu lembaga yang
memberikan pola tingkah laku manusia, mengkoordinasikan serta
mengintegrasikannya dan sampai tingkat tertentu ia dapat memberikan ramalan
tentang perilaku manusia. Keluarga mempunyai fungsi membentuk pribadi
mengendalikan tingkah laku dan mentransmisikan warisan sosial dari suatu
generasi ke generasi lainnya. Secondary group (kelompok sekunder) adalah
masyarakat itu sendiri di mana di dalamnya berkembang berbagai oraganisasi
sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, agama, dan sebagainya yang pengaruhnya
tidak kecil terhadap perkembangan pribadi manusia. Kelompok ini sering juga
disebut lembaga sekunder untuk menunjukkan bahwa sebagai suatu lembaga,
kelompok sekunder ini memiliki suatu sistem nilai-nilai sosial dan kultural yang
berkembang menurut mekanisme perkembangan lembaga itu sendiri (Arifin,
2004: 102-103)
Pemahaman atas kelompok-kelompok sosial yang berjalan di tengah-
tengah masyarakat bersandar seutuhnya kepada kenyataan bahwa dalam
keberadaannya, masyarakat dituntut menyadari kebersamaan dalam
keanekragaman. Perbedaan yang ada di tengah-tengah mereka merupakan sebuah
sunnatullah yang akan menyamakan mereka dalam perbedaan. Aneka konflik
yang mungkin muncul dalam keberadaan mereka perlu disikapi dalam maslahat
untuk kebersamaan. Masing-masing individu dalam kelompok perlu menyadari
secara seksama bahwa konflik antar budaya umumnya terjadi karena perbedaan
suku, agama, ras, dan antar golongan yang lebih dikenal dengan istilah SARA.
Pada masyarakat majemuk seperti di Indonesia, konflik SARA sering muncul
dengan berbagai latar belakang, lebih-lebih apabila kemajemukannya itu sendiri
saling memaksakan kehendak antara satu golongan dengan golongan lainnya atas
dasar kemajemukan, dan tidak mencari modus vivendi (titik persamaan). Penataan
lingkungan hidup karena penyebaran penduduk yang tidak merata misalnya,
sering menjadi pemicu terjadinya konflik horizontal yang bergelombang. Di
samping kebijakan pembangunan yang sering tidak memihak dan mengindahkan
aspek sosio-kultural masyarakat menambah pemicu konflik yang kian rentan dan
menggunung (Aripuddin dan Sambas, 2007: 40-41).
Berbagai kebijakan yang muncul di tengah-tengah masyarakat memang
tidak bisa secara mudah diimplementasikan dalam perjalanan kehidupan sosial
mereka. Masyarakat akan senantiasa dipertemukan dengan conflict of interest
yang pada akhirnya mereka dituntut untuk bersikap keras atau melunak atas
kondisi tersebut. Namun, secara umum munculnya berbagai kecednerungan sosial
yang terdapat di tengah-tengah kehidupan masyarakat seringkali terkonfrontasi
atas keberadaan tersebut penolakan-penolakan yang bisa berujung kepada konflik
sektoral. Meskipun kondisi ini tidak diharapkan dalam realitas sosial
kemasyarakatan, namun keberadaannya menjadi fenomena umum yang bisa
banyak dijumpai. Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi secara
tibatiba, terlebih lagi ketiak perubahan sosial tersebut melibatkan individu atau
kelompok sosial sebagai target perubahan. Munculnya gagasangagasan baru,
temuan baru, serta munculnya kebijakan baru, tidak dapat diterima begitu saja
oleh individu atau kelompok sosial tertentu. Sejarah telah menunjukkan bahwa
proses perubahan pola pikir yang dominan, sangat sulit untuk diubah. Sebagai
contoh, perjuangan Galileo dalam mengubah mainstream yang sangat kuat
pengaruhnya saat itu. Pada saat Galileo menemukan teleskop dan kemudian dia
berupaya memunculkan
Teori baru, yaitu teori heleosentris. Melalui hasil pengamatan dari teleskop
buatannya, dia menemukan bahwa sebenarnya bumilah yang berputar
mengelilingi matahari. Temuan Galileo ini merupakan sebauh pandangan yang
bertentangan dengan anggapan yang diyakini saat itu, bahwa mataharilah yang
mengelilingi bumi (paham geosentris). Pandangan geosentris ini telah dilegitimasi
oleh institusi gereja pada masa itu, sebagai lembaga yang sangat kuat, setiap
pandangan yang telah dilegitimasi oleh gereja, mustahil untuk dapat diubah, dan
siap saja yang menentang gereja, maka akan mendapat hukuman. Galileo pun
akhirnya menemui ajalnya akibat temuannya tersebut yang dianggap melawan
ajaran gereja (Martono, 2012: 249-250)
Mengamati atas kondisi yang terjadi dari banyaknya konflik yang
diakibatkan oleh perkembangan dan pengembangan sosial kemasyarakatan
sebagaimana hal tersebut digambarkan di atas, dapat dimunculkan dalam
pemahaman setiap pribadi bahwa pemahaman atas organisme sosial dan
organisme kebudayaan merupakan fakta yang tiada bisa ditolak. Dialektika yang
muncul di tengah-tengah masyarakat harus disadari secara seksama bahwa hal
tersebut bagian dari konsekuensi dinamis kehidupan sosial itu sendiri. Kerangka
ini perlu masuk dalam kesadaran setiap pribadi yang pada akhirnya, perjumpaan
mereka masing-masing dalam lintasan sosial merupakan kemutlakan yang harus
diakui. Dialektika hubungan antar bangsa dan antar budaya semakin terasa baik
secara langsung maupun tidak langsung. Transfer budaya melalui buku-buku,
tayangan televisi telah menciptakan wacana baru dialektika hubungan-hubungan
antar budaya. Kondisi seperti ini sangat rentan terhadap konflik, khsususnya
konflik internal pada diri individu yang dapat melahirkan sikap-sikap jiwa yang
kurang sehat. Frustasi, depresi, dan isolasi diri menjadi pemandangan umum bagi
individu yang tidak siap menghadapi globalisasi budaya. Hal ini merupakan
kondisi yang memprihatinkan dalam perkembangan normal manusia. Pergeseran
nilai dan budaya berjalan dengan cepat semakin menambah persoalan-persoalan
seperti terjadi dalam keluarga dan masyarakat. Terjadinya kenakalan remaja,
keterlibatan narkotika, zat adiktif, dan obat-obatan terlarang (NAPZA) serta
pergaulan bebas seolah-olah telah menjadi keharusan sejarah yang sulit dipungkiri
menuju akulturasi budaya yang sesungguhnya (Aripuddin dan Sambas, 2007: 41).
3
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Istilah ”paradigma” secara harfiah dapat berarti kaidah, dalil, tasrif dan
pola dari suatu teori yang dianggap benar dan baku Paradigma adalah pangkal
tolak (starting point) dan sudut pandang (point of view) dalam mengkaji suatu hal.
Perbedaan paradigma bukan hanya akan menghasilkan pemahaman yang berbeda,
melainkan juga nilai dan norma berbeda pula. Ada beberapa poin yang menjadi
tanda elastisitas paradigma kontemporer atau alternatif ini. Pertama, paradigma
teologis yang dikembangkan, tidak lagi bersifat teosentris, melainkan telah
berintegrasi dengan wilayah sosio-antropologis yang kemudian lumrah disebut
teo-antroposentris. Kedua, secara linguistik, paradigma alternatif menaruh sikap
skeptis terhadap fungsionalisme bahasa yang bercorak sempurna. Ketiga, pada
aspek metodologis, paradigma kontemporer menggunakan penalaran rasional
tanpa kehilangan arah dan titik pijak. Tekstualitas tidak dipakai di sini. Yang ada
justru kontekstualisasi kandungan teks dengan realitas.
Hukum Islam didefinisikan sebagai keseluruhan wahyu Allah yang
mengatur kehidupan muslim dengan segala aspek kehidupannya. Dari definisi ini
terlihat bahwa kata hukum Islam lebih dekat pengertiannya kepada kata syariat
Islam. Namun kata Hukum Islam ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, dan
maknanya berubah menjadi syariat.
Perkembangan masyarakat yang menyentuh kepada pengembangan
masyarakat Islam kontemporer merupakan terminologi kekinian yang
dicanangkan oleh kajian-kajian Islam. Berbagai pijakan serta realitas mendasar
adanya pembaharuan dalam Islam telah dipaparkan dalam latar belakang
pembahasan. Kondisi ini tentu menginspirasi secara serius setiap pribadi bahwa
hakikat dari pertumbuhan masyarakat akan menjadi tampak baik di saat mereka
menyadari bahwa perubahan sosial yang berada di tengah-tengah mereka adalah
keniscayaan dari hakikat perkembangan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Tohir. Faruq, Paradigma Hukum Islam;Dari Klasik Menuju Kontemporer ,Asy-
Syari’ah, (Volume ii, No ii, Juni 2016).
3
Mas’udi, “Islam dalam Pertumbuhan Masyarakat Kontemporer (Analisis Pengembangan
Masyarakat Islam dalam lintasan Globalisasi)”, Ejurnal Volume 1, Nomor 1, Juni 2016, Hal 9-12
Samsudin. Titin. “Dinamika Hukum Islam dan Perubahan Sosial”, Ejurnal.
Mas’udi, “Islam dalam Pertumbuhan Masyarakat Kontemporer (Analisis
Pengembangan Masyarakat Islam dalam lintasan Globalisasi)”, (Ejurnal Volume
1, No 1, Juni 2016).